27
2.6.2 Faktor Risiko yang dapat dimodifikasi
Faktor risiko yang dapat di modifikasi Modifiable risk factor artinya faktor risiko ini akan bisa di hindari dengan memodifikasi atau di
siasati dengan tindakan tertentu sehingga faktor risiko itu menjadi tidak ada lagi. Faktor risiko yang bisa di modifikasi :
1 Obesitas IMT lebih dari 25kgm
2
Obesitas adalah ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dengan kebutuhan energi yang disimpan dalam bentuk lemak
jaringan subkutan tirai usus, organ vital jantung, paru-paru, dan hati. Obesitas juga didefinisikan sebagai kelebihan berat badan
Gusti Erna, 2014. Indeks masa tubuh orang dewasa normalnya ialah antara 18,5-25 kg
m
2
. JIka lebih dari 25 kg
m
2
maka dapat dikatakan seseorang tersebut mengalami obesitas.
Sebuah penelitian dilakukan oleh Shara dan Soedijono pada tahun 2012 untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat. Dengan disai studi cross
sectional didapatkan bahwa usia, riwayat keluarga, aktfivitas fisik, tekanan darah, stres dan kadar kolestrol berhubungan
dengan kejaidan DM Tipe 2. Variabel yang sangat memiliki
28 hubungan dengan kejadian DM Tipe 2 adalah Indekx Massa
Tubuh.
Pada pasien Diabetes tipe 2, pankreas yang memproduksi insulin sebagian rusak. Sehingga insulin tidak dapat dihasilkan dalam
jumlah yang cukup. Kegemukan melambangkan seperti seakan- akan lubang kunci pada sel-sel berubah bentuk sehingga
diperlukan lebih banyak insulin. Namun peningkatan kebutuhan insulin tersebut tidak dapat dipenuhi. Sebagai akibatnya,
konsentrasi glukosa darah menjadi tinggi Soegondo, 2008.
Ambilan uptake glukosa oleh sel yang meliputi sel otak, sel darah merah, sel mukosa usus, tubulus renalis, dan plasenta. Di
bawah pengaruh insulin, sel-sel tersebut menggunakan glukosa sebagai bahan bakar dan bukan lemak atau protein. Efek samping
utama yang ditimbulkan oleh insulin adalh hipoglikemia. Pada saat melakukan aktivitas fisik atau latihan fisik, akan terjadi
mekanisme lain yang digunakan oleh otot yang sedang melakukan exercise latihan fisik untuk mengambil glukosa
tanpa bergantung pada insulin Jordan, 2002.
2 Obesitas abdominal
Kelebihan lemak di sekitar otot perut berkaitan dengan gangguan metabolik, sehingga mengukur lingkar perut merupakan salah
29 satu cara untuk mengukur lemak perut Balkau, 2014. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati dkk pada tahun 2013 di Puskesmas Kecamatan Denpasar Selatan menunjukkan bahwa
orang yang mengalami obesitas abdominal Lingkar perut pria 90 cm dan wanita 80 cm berisiko 5,19 kali menderita
Diabetes Mellitus Tipe 2 95 CI 2,31-11,68.Hal ini dapat dijelaskan bahwa obesitas sentral khususnya di perut yang
digambarkan oleh lingkar pinggang lebih sensitif dalam memprediksi gangguanm akibat resistensi insulin pada DM tipe
2 Trisnawati dkk, 2013.
Pada orang yang obes, terjadi peningkatan pelepasan asam lemak bebas Free Fatty AcidFFA dari lemak visceral lemak pada
rongga perut yang lebih resisten terhadap efek metabolik insulin dan lebih sensitif terhadap hormon lipolitik. Peningkatan FFA
menyebabkan hambatan kerja insulin sehingga terjadi kegagalan uptake glukosa ke dalam sel yang memicu peningkatan produksi
glukosa hepatik melalui proses glukoneosis Kemenkes RI, 2008.
Peningkatan jumlah lemak abdominal mempunyai korelasi positif dengan hiperinsulin dan berkorelasi negatif dengan
sensitivitas insulin Kemenkes RI, 2008. Itulah sebabnya mengapa obesitas abdominal menjadi berisiko terhadap kejadian
30 Diabetes Mellitus. Untuk megukur obesitas abdominal ialah
dengan cara mengukur lingkar perutnya. Obesitas abdominal ialah jika lingkar perut pada laki-laki 90 cm, sedangkan pada
wanita 80 cm.
3 Kurangnya aktifitas Fisik
Kurang aktivitas fisik dan obesitas merupakan faktor yang paling penting dalam peningkatan kejadian Diebets Mellitus tipe 2 di
seluruh dunia Rios, 2010. Menurut WHO yang dimaksud dengan aktifitas fisik adalah kegiatan paling sedikit 10 menit
tanpa henti dengan melakukan kegiatan fisik ringan, sedang dan berat.
Aktifitas berat
adalah pergerakan
tubuh yang
menyebabkan pengeluaran tenaga cukup banyak pembakaran kalori sehingga nafas jauh lebih cepat dari biasanya. Contohnya
mengangkat air, mendaki, berjalan cepat, mengangkat beban, tenis tunggal, badminton tunggal, marathon, mencangkul dan
menebang pohon. Aktivitas sedang adalah pergerakan tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga cukup besar atau dengan
kata lain adalah bergerak yang menyebabkan nafas lebih sedikit lebih cepat dari biasanya. Contohnya pekerjaan rumah tangga
mencuci baju dengan tangan, mengepel, menimba air, tenis ganda, badminton ganda, berenang dan berjalan membawa
beban. Sedangkan contoh aktifitas ringan adalah berjalan dan
31 pekerjaan kantor seperti mengetik. Dengan kata lain, aktivitas
fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran tenagaenergi dan pembakaran energi. Aktivitas
fisik dikategorikan cukup apabila seseorang melakukan latihan fisik atau olah raga selama 30 menit setiap hari atau minimal 3-5
hari dalam seminggu Kemenkes RI, 2011. Latihan olah raga secara teratur dapat membantu meningkatkan
sensitivitas tubuh terhadap insulin, yang membantu menjaga kadar gula darah dalam kisaran normal. Menurut sebuah
penelitian yang dilakukan pada pria yang diikuti selama 10 tahun, untuk setiap 500 kkal yang dibakar per minggu melalui
latihan, ada penurunan 6 risiko relatif untuk pengembangan Diabetes. Penelitian itu juga mencatat manfaat yang lebih besar
pada pria yang lebih gemuk. Penggolongan aktivitas fisik menurut WHO yang sesuai dengan pengendalian faktor risiko
DM adalah dengan melakukan latihan fisik sedang sampai berat selama 30 menit atau lebih secara terus menerus dan dilakukan
seminggu tiga kali merupakan aktivitas fisik yang dapat meningkatkan kebugaran jasmani Kemenkes RI, 2008.
Kegiatan fisik dan olahraga teratur sangatlah penting selain untuk menghidari kegemukan, juga untuk mencegah terjadinya
diabete Mellitus tipe 2. Pada waktu bergerak, otot-otot memakai
32 lebih banyak glukosa daripada pada waktu tidak bergerak.
Dengan demikian kosentrasi glukosa darah akan turun. Melalui olahragakegiatan jasmani, insulin akan bekerja lebih baik,
sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel-sel otot untuk dibakar Soegondo, 2008.
Hasil penelitian Fitriyani di Kota Cilegon padatahun 2012 menunjukkan bahwa orang yang aktivitas sehari-harinya ringan
memiliki risiko 2,68 kali untuk menderita DM tipe 2 dibandingkan dengan orang yang aktivitas fisik sehari-harinya
sedang dan berat.
4 Hipertensi lebih dari 14090 mmHg
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik yang tingginya tergantung usia individu yang terkena. Tekanan darah
berfluktuasi dalam batas-batas tertentu, tergantung posisi tubuh, usiadan tingkat stres yang di alami. Hipertensi dengan
peningkatan tekanan sistol tanpa disertai eningkatan diastol lebih sering terjadi pada lansia, sedangkan hipertensi peningkatan
tekanan diastol tanpa disertai peningkatan tekanan sistol lebih sering terdapat pada dewasa muda. Tambayong, 1999.
33
Tabel 2.6.1 Hipertensi Menurut Kelompok Usia
Keompok Usia Normal mm Hg
Hipertensi mm Hg Bayi
8040 9060
Anak 7-11 tahun 10060
12080 Remaja 12-17 tahun
11570 13080
Dewasa 20-45 tahun 45-65 tahun
65 tahun 120-12575-80
135-14085 15985
13590 14090-16095
16095 Sumber: Tambayong, 1999
Hubungan antara hipertensi dengan Diabetes Mellitus sangat kuat karena beberapa kriteria yang sering ada pada pasien
hipertensi yaitu
peningkatan tekanan
darah, obesitas,
dislipidemia dan peningkatan glukosa darah . Hipertensi adalah suatu faktor resiko yang utama untuk penyakit kardiovaskular
dan komplikasi mikrovaskular seperti nefropati dan retinopati. Prevalensi populasi hipertensi pada Diabetes adalah 1,5-3 kali
lebih tinggi daripada kelompok pada non Diabetes. Diagnosis dan terapi hipertensi sangat penting untuk mencegah penyakit
kardiovaskular pada individu dengan Diabetes. Pada Diabetes tipe 1, adanya hipertensi sering diindikasikan adanya Diabetes
nefropati.
34 Selain menjadi faktor risiko Diabetes Mellitus tipe 2, hipertensi
juga merupakan kondisi umum yang biasanya berdampingan dengan DM dan memperburuk komplikasi DM dan morbiditas
dan mortalitas kardiovaskular Mangesha, 2007. Berdasarkan penelitian kohort yang dilakukan oleh David Conen dkk 2007
pada wanita yang sehat menunjukkan bahwa tekanan darah tinggi selama 10 tahun masa pengamatan bisa berkembang
menjadi Diabetes Mellitus tipe 2. Disimpulkan bahwa wanita yang memiliki tekanan darah tinggi memiliki risiko yang tinggi
terkena Diabetes Mellitus tipe 2 dibandingkan dengan wanita yang tekanan darahnya normal.
Disfungsi endotel bisa menjadi salah satu patofisiologi umum yang menjelaskan hubungan kuat antara tekanan darah dan
Kejadian Diabetes Mellitus tipe 2. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa penanda disfungsi endotel berhubungan
dengan omset Diabetes dan disfungsi endotel berkaitan erat dengan tekanan darah dan hipertensi Conen dkk, 2007.
Beberapa literatur mengaitkan hipertensi dengan resistensi insulin. Pengaruh hipertensi terhadap kejadian Diabetes melitus
disebabkan oleh penebalan pembuluh darah arteri yang menyebabkan diameter pembuluh darah menjadi menyempit. Hal
ini akan menyebabkan proses pengangkutan glukosa dari dalam
35 darah menjadi terganggu. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Wiardani dkk tahun 2010, membuktikan bahwa orang yang hipertensi berisiko 2,3 kali untuk terkena Diabetes Mellitus tipe
2.
5 DislipidemiaHDL 35mgdl dan atau trigliserida 250mgdl
Dislipidemia adalah suatu perubahan kadar normal komponen lipid darah, dapat meningkat misalnya kolesterol, trigliserid,
LDL dan lainnya atau menurun misalnya HDL Tapan, 2005.
Dislipidemia merupakan salah satu faktor risiko utama aterosklerosis dan penyakit jantung koroner. Dislipidemia adalah
salah satu komponen dalam trias sindrom metabolik selain Diabetes dan hipertensi Pramono, 2009.
6 Pola Konsumsi tidak sehat unhealthy diet
Pemberian makanan yang sebaik-baiknya harus memperhatikan kemampuan tubuh seseorang untuk mencerna makanan, usia,
jenis kelamin, jenis aktivitas, dan kondisi tertentu seperti sakit, hamil, menyusui. Untuk hidup dan meningkatkan kualitas hidup,
setiap orang memerlukan 5 kelompok zat gizi karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral dalam jumlah yang cukup,
tidak berlebihan dan tidak juga kekurangan. Di samping itu,
36 manusia memerlukan air dan serat untuk memperlancar berbagai
proses faali dalam tubuh Kemenkes RI, 2002.
Peningkatan asupan buah-buahan dan sayuran telah disahkan sebagai kebijakan kesehatan masyarakat untuk indikator pola
hidup sehat. Pengurangan asupan lemak dan peningkatan serat telah dilihat sebagai alasan umumuntuk peningkatan konsumsi
buah dan sayuran. Peningkatan asupan serat dapat memperbaiki kontrol glikemik pada Diabetes Jenkins, 2003.
Diet sehat yang berkaitan dengan penyakit Diabetes adalah konsumsi sayur dan buah sebagai asupan serat untuk membantu
metabolisme. Sedangkan konsumsi gula atau makanan yang terlalu manis dengan jumlah yang sangat berlebihan dapat
menimbulkan risiko Diabetes Mellitus. Penelitian yang dilakukan oleh Sufiati dan Erma pada tahun 2012, membuktikan bahwa
asupan serat berhubungan erat dengan kadar gula darah, kolesterol total dan status gizi pada penderita Diabetes Mellitus.
Serat pangan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi glukosa post-prandial dan respon insulin. Efek dari berbagai
komponen serat makanan berperan dalam pencegahan dan manajemen dari berbagai penyakit, termasuk Diabetes tipe 2,
sejak tahun tujuh puluhan. Serat bisa meningkatkan sensitivitas insulin. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa asupan
37 serat
makanan yang
relatif rendah
secara signifikan
meningkatkan risiko Diabetes Mellitus tipe 2 Steyn, 2004.
Hanya karbohidrat yang akan mengakibatkan glukosa darah meningkat. Karbohidrat sendiri terdiri dari karbohidrat kompleks
dan sederhana. Karbohidrat kompleks misalnya terdapat dalam nasi, kentang, mie, ubi. Sedangkan contoh karbohidrat sederhana
seperti gula pasir, glukosa, maltose, dan laktosa. Karbohidrat kompleks diubah dalam usus melalui proses pencernaan menjadi
bagian lebih kecil seperti glukosa. Kedua macam karbohidrat ini mempunyai dampak yang sama terhadap konsentrasi glukosa
dalam darah Soegondo, 2008.
Penyakit kronik seperti Diabetes Mellitus tipe 2 muncul sebagai akibat dari perubahan gaya hidup. Kebiasaan dan rutinitas yang
merugikan memiliki kekuatan untuk merusak kesehatan. Gaya hidup sedentarial banyak duduk, kebiasaan merokok, minum
alkohol, diet tinggi lemak dan kurang serat, obesitas, stress serta mengkonsumsi narkoba dan bahan kimia pengawet bisa menjadi
faktor penyebab terjadinya penyakit kronik termasuk Diabetes Mellitus Suharjo Cahyono, 2008.
Makan-makanan manis yang berlebihan tidak akan menyebabkan penyakit DM, tetapi jika konsumsinya sangat berlebihan akan
menyebabkan kegemukan dan menderita DM Erik, 2005.
38 Konsumsi gula yang berlebihan akan menyebabkan konsumsi
energi yang berlebih dan disimpan dalam jaringan tubuhlemak. Apabila hal ini berlangsung lama dapat mengakibatkan
kegemukan Kemenkes RI, 2002.
Tabel 2.6.2 Anjuran Jumlah Porsi Menurut Kecukupan Energi pe Hari
untuk Kelompok Wanita Dewasa Usia 29 - 65 tahun Bahan Makanan
Ukuran Porsi
Nasi 4 porsi
Sayuran dan Buah 3-5 porsi
1 p buah = 1 buah 50 gr pisang 1 p sayur = 100 gram sayur
Tempe Protein Nabati 3 porsi
1 p = 2 potong sedang Daging Protein Hewani
3 porsi 1 p = 1 potong sedang 50 gr
Susu 1 porsi
1 p = 1 gls 200 gr Minyak
3-4 porsi 1 p = 1 sdm
Gula 2 porsi 1p = 1 sdm
Sumber: Kemenkes RI, 2002
7 Merokok
Merokok merupakan faktor risiko terkenal dalam banyak penyakit, termasuk berbagai jenis kanker dan penyakit
kardiovaskular termasuk Diabetes Mellitus. Banyak bukti yang menunjukkan bahwa merokok merupakan faktor risiko untuk
Diabetes Mellitus tipe 2. Merokok telah diidentifikasi sebagai
39 faktor risiko yang memungkinkan untuk terjadinya resistensi
insulin. Merokok juga telah terbukti menurunkan metabolisme glukosa yang dapat menyebabkan timbulnya Diabetes Mellitus
tipe 2. Ada juga beberapa bukti yang menunjukkan bahwa merokok meningkatkan risiko Diabetes melalui mekanisme
indeks massa tubuh. Merokok juga telah dikaitkan dengan risiko pankreatitis kronis dan kanker pankreas, menunjukkan bahwa
asap rokok dapat menjadi racun bagi pancreas ASH, 2012.
Merokok meningkatkan kejadian Diabetes dan memperburuk homeostasis glukosa dan komplikasi Diabetes kronis. Dalam
komplikasi mikrovaskuler, onset dan perkembangan nefropati Diabetes sangat berhubungan dengan merokok. Merokok
dikaitkan dengan
resistensi insulin,
peradangan dan
dyslipidemia. Dalam komplikasi makrovaskuler, merokok dikaitkan dengan kejadian 2 sampai 3 kali lebih tinggi PJK dan
kematian. Namun, pencegahan merokok dan berhenti merokok mungkin tidak cukup ditekankan dalam Diabetes klinik Chang,
2012.
Pada penelitian dengan disain studi case control di daerah pedesaan Kancheepuram District of Tamil Nadu ditemukan
bahwa orang yang merokok 10 batang hari berisiko lebih tinggi OR = 7.15 bila dibandingkan dengan perokok ringan.
40 Ditemukan pula bahwa ada 5 kali peningkatan risiko Diabetes
pada perokok lebih dari 20 tahun Venkatachalam, 2012.
Sebuah tinjauan sistematis dilakukan terhadap 25 studi menemukan bahwa ada hubungan antara merokok aktif dan
peningkatan risiko Diabetes. Risiko yang berhubungan dengan merokok Diabetes meningkat dengan jumlah rokok yang dihisap.
The Cancer Prevention Study 1, sebuah studi kohort menemukan bahwa wanita yang merokok lebih dari 40 batang sehari memiliki
74 peningkatan risiko Diabetes, sedangkan risiko pada laki-laki meningkat 45 . Ada juga beberapa bukti, termasuk sebuah studi
kohort tahun 2011 lebih dari 10.000 orang, yang menunjukkan bahwa paparan asap rokok dapat menjadi faktor risiko untuk
pengembangan Diabetes Mellitus tipe 2 ASH, 2012.
2.7 Pengendalian Penyakit Diabetes Mellitus