Aspek Kelembagaan Menurut Imam Zarkasyi

41

b. Biografi Intelektual dan Karir

Pada tahun 1917, Mahmud Yunus mulai mengkonstrasikan dirinya mengajar di Madrasah School, karena gurunya, H.M. Thaib Umar sakit dan berhenti mengajar. Sejak tahun 1918 – 1923, tugas mengajar itu bahwa sepenuhnya diambil alih oleh Mahmud Yunus. Dalam mengajar, ia tidak hanya mengajarkan kitab-kitab yang dipelajari gurunya, melainkan juga kitab- kitab baru yang diterima dari Mesir, seperti : Bidayat al- Mujtahid, Ushul al- Ma’mul, Irsyad al-Fuhul, dan lain-lain. Mahmud Yunus melaksanakan dan menghidupkan kembali sistem Klasikal di Madrasah School, serta masih meneruskan sistem halaqah untuk pelajar-pelajar dewasa yang datang dari luar Sungayang. Di Madrasah ini ia mengembangkan sistem baru, yaitu murid-murid belajar siang hari di kelasnya masing-masing seperti biasa, sedangkan dalam pelajaran malam, Mahmud Yunus mengembangkan keaktifan murid, ia sendiri bertindak sebagai fasilitator. Murid-murid dikumpulkan dalam kelas besar, kemudian ditanya siapa yang akan membaca teks Arab, pelajaran baru, selanjutnya murid-murid lain menjelaskannya. Kalau dirasa penjelasan-penjelasannya kurang, barulah ia sendiri menambahkannya. Melalui dengan cara ini, murid-murid tidak pasif. Selain itu murid-murid yang belajar selama 5-6 tahun akan mampu menggantikan gurunya. Mahmud Yunus tidak mengambil jarak dengan murid-muridnya. Demikian sistem baru cara mengajar yang diciptakannya, sebelum belajar ilmu pendidikan di luar negeri. 61 Pada saat Mahmud Yunus menjdi guru Madrasah School ini, di Minangkabau sedang tumbuh gerakan pembaharuan Islam yang dibawa oleh alumni Timur Tengan, diantaranya melalui lembaga pendidikan yang berorientasi pembaharuan yang dipelopori oleh Syeikh Amrullah, Zainuddin Labai El Yunusy dan lain-lainnya. Mahmud Yuns nampaknya ikut pula berkecimpung dalam gerakan pembaharuan ini. Pada tahun 1919 Mahmud Yunus bersama-sama guru-guru Madrasah School membentuk perkumpulan Sumatera Thawalib. Diantara kegiatan yang 61 Armai Arief, Mahmud Yunus dan Pemikiran Pendidikan Islam di Indonesia, h. 61 42 dilakukan menerbitkan majalah al-Basyir, tahun 1920 dengan pimpinan redaksi adalah Mahmud Yunus. Mahmud Yunus menunaikan ibadah haji tahun 1923, kemudian terus ke Mesir atas dorongan putra Minagkabau yang belajar di al-Azhar; Ilyas ya’kub, Ibrahim, Zainal Abidin, Janan Thaib, maka Mahmud Yunus memutuskan belajar di al-Azhar. Setelah tamat di al-Azhar Mahmud Yunus bermaksud untuk dapat belajar di Darul Ulum. Lembaga pendidikan yang sangat terkenal di Mesir pada masa itu. Darul Ulum ini memberikan materi pengetahuan umum di samping pengetahuan agama. Mahmud Yunus sangat terkesan dengan sistem pendidikan pada Darul Ulum tersebut. Setelah ia menamatkan pendidikannya pada Darul Ulum pada tahun 1930 ia kembali ke kampungnya di Sungayang tahun1931. Ia mulai mengajar di Jamiah al-Islamiyah Sungayang dan sekaligus menjadi pimpinan Normal Islam di Padang. 62 Jamiah al-Islamiyah sebenarnya merupakan Madrasah School yang didirikan oleh gurunya HM. Thaib Umar, kemudian sepulang dari Mesir Mahmud Yunus mengembangkannya dengan nama al- Jamiah al-Islamiyah yang terdiri ibtidaiyah 4 tahun, tsanawiyah 4 tahun, dan aliyah 4 tahun. 63 Suatu jenjang yang hampir bersamaan dengan jenjang di al- Azhar dan Darul Ulum, Madrasah inilah yang pertama kali memiliki laboratorium untuk ilmu fisika dan kimia di Sumatra Barat. Pembaharuan di dua madrasah ini diutamakan pada pembaharuan metode mengajar bahasa Arab, keberhasilannya dalam memperbaharui dua madrasah ini menumbuhkan keinginan Mahmud Yunus untuk mendirikan Sekolah Tinggi Islam di Padang. Pada tanggal 1 November 1940, Sekolah Islam Tinggi tersebut dibuka dan ia sendiri sebagai direkturnya. Akan tetapi sayang sekolah tersebut terpaksa ditutup karena pada tanggal 1 Maret 1942 tentara Jepang melarang adanya sekolah Tinggi. Disamping kegiatan di bidang pendidikan, Mahmud Yunus juga mempelopori berdirinya berbagai majalah di Sumatera Barat, seperti al-Basyir,al-Munir, al-Manar di Padang Panjang, al-Bayan di Bukit 62 Ramayulis, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, h. 338 63 Armai Arief, Mahmud Yunus dan Pemikiran Pendidikan Islam di Indonesia, h. 79 43 Tinggi, dan al-Itqan di Maninjau.dan pada tahun 1943 ia diangkat sebagai penasihat residen mewakili Majelis Islam Tinggi. 64 Dan pada tahun 1044, Mahmud Yunus mengusulkan kepada pengajaran Jepang supaya pelajaran agama di masukkan ke sekolah- sekolah rakyat. Usulan ini diterima, bahkan Mahmud Yunus sendiri diangkat menjadi pengawas pendidikan agama, ia juga aktif membina pemuda bekas Gyungun yang telah didik tentara Jepang agar mereka tetap mempertahankan agama, bangsa, dan tanah air. 65 Sejak tahun 1947 Mahmud Yunus pindah ke Pematang Siantar untuk memegang dua jabatan , yaitu sebagai Kepala Bagian Islam pada Jawatan Agama Propinsi Sumatra. Dalam kedudukannya yang demikian itu, ia mengusulkan kepada PPK sekarang Kanwil PK Propinsi Sumatra agar memasukkan pelajaran agama kr dalam pengajaran di sekolah-sekolah negeri mulai dari tingkat Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas . usul tersebut diterima dengan baik oleh PPK Propinsi Sumatra. Setelah Pematang Siantar diserang dan dikuasai oleh Belanda, ibu kota propinsi Sumatra dipindahkan ke Bukittinggi, sehingga administrasi juga turut dipindahkan, termasuk Mahmud Yunus. Ketika Belanda menyerang Bukittinggi, januari 1949, gubernur dan semua karyawannya menungsi ke daerah pedalaman, sementara Mahmud Yunus mengungsi ke kampung halamannya. Pada tanggal 1 januari 1951 ia dipercaya oleh KH. Abdul Wahid Hasyim selaku Meteri Agama waktu itu, untuk menjadi kepala penghubung pendidikan Agama pada Departemen Agama di Jakarta. Dalam jabatan ini Mahmud Yunus di bawah pimpinan Menteri Agama telah mengeluarkan ketetapan-ketetapan yang cukup penting menyangkut pendidikan Islam di Indonesia, dan Mahmud Yunus diminta menjadi dosennya pada PTAIN di Yogyakarta, tetapi ia menolak tawaran itu dengan alasan bahwa perguruan tiinggi harus ada di pusat Jakarta, dan ia berusaha mendirikan PTAIN di Jakarta. Usaha ini ternyata gagal karena ditolak Menteri P K mengingat SK 64 Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam Di Indonesia, h. 59 65 Armai Arief, Mahmud Yunus dan Pemikiran Pendidikan Islam di Indonesia, h. 82