Tujuan dan Kurikulum Konsep pendidikan Imam Zarkasyi

34 klasikal dikembangkan secara terpimpin dan terorganisir dalam bentuk penjenjangan kelas dalam jangka waktu yang ditetapkan. Sistem klasikal ini merupakan bentuk pembaharuan karena berbeda dengan sistem pesantren model lama. Pengajaran dengan sistem ini menjadi lebih efisien, karena dengan biaya dan waktu yang relatif sedikit dapat menghasilkan produk yang besar dan bermutu. Perbaikan terhadap sistem pengajaran menghendaki sejumlah perombakan sistem pengajaran yang dianut oleh pesantren tradisional. Metode lebih penting dibanding materi, tetapi pribadi guru jauh lebih penting dari metode itu sendiri. Beberapa metode dan kaidah pengajaran dalam proses belajar mengajar di kelas antara lain pelajaran harus dimulai dari yang mudah dan sederhana, tidak tergesa-gesa pindah ke pelajaran yang lain sebelum siswa memahami betul pelajaran yang telah diberikan, proses pengajaran harus teratur dan sistematik, latihan-latihan diperbanyak setelah pelajaran selesai, dan lain-lain yang kesemua kaidah tersebut bisa dipraktikkan oleh setiap guru dengan persyaratan guru harus memiliki dan menguasai metode dalam mengajar . Pembaharuan yang dilakukan Imam Zarkasyi hanya menyangkut metodologi pengajaran di kelas-kelas, sedangkan esensi pelajaran agama yang menjadi inti kitab kuning pada pesantren tradisional tetap ada dan dikemas sedemikian rupa dalam buku-buku yang lebih praktis dan sistematis serta disesuaikan dengan jenjang pendidikan para santri. Santri tetap diberi kesempatan untuk membongkar dan memahami kumpulan kitab-kitab kuning dalam jumlah besar dari berbagai disiplin ilmu agama. Dengan bekal bahasa Arab yang dimiliki, santri diharapkan sudah dapat membaca dan memahami kitab-kitab tebal tersebut dengan sendirinya, tanpa harus dibantu dan diterjemahkan oleh kyai sebagaimana yang dilakukan pada metode sorogan atau wetonan yang dilakukan pesantren tradisional. 52 52 mukhamad fathoni, http:mufaesa.blogspot.com201301pemikiran-pendidikan-kh- imam-zarkasyi_22.htm 35 Walaupun Gontor dinilai sangat konsekwen memegang ajaran az- Zarnuji tetapi sistem pengajaran dan pendidikan berbeda. Dalam hal ini az- Zurjani mengenalkan sistem “individual” dan cara “halaqah”. Dan hal ini bertentangan dengan metode dan sistem pendidikan yang diterapkan di Gontor yaitu sistem pendidikan “klasikal” yang terpimpin secara terorganisir dalam bentuk penjenjangan kelas dalam jangka waktu yang ditetapkan. Sistem “klasikal” ini dinilai sebagai bentuk pembaharuan dikarenakan sistem pendidikan dan pengajaran berbeda dengan pesantren model lama. 53 Hal ini ditempuh oleh Imam Zarkasyi dalam rangka menerapkan efisiensi dalam pengajaran, dengan harapan bahwa dengan biaya dan waktu yang relatif sedikit dapat menghasilkan produk yang besar dan bermutu. Keinginan untuk memperbaiki prosedur-prosedur pengajaran agar menjadi lebih efektif, tidak dapat tidak menghendaki adanya sejumlah perombakan terhadap sistem pengajaran yang selama ini dianut oleh pesantren tradisional. Di samping dengan menggunakan sistem “kasikal”, Imam Zarkasyi juga memperkenalkan kegiatan ekstrakurikuler. Dalam kaitan ini para santri memiliki kegiatan lain di luar jam pelajaran, seperti olahraga, kesenian, keterampilan, pidato dalam tiga bahasa Indonesia, Arab dan Inggris, pramuka dan organisasi pelajar. Semuanya ini dijadikan sebagai kegiatan ekstra kurikuler dalam wadah sistem pesantren yang diselenggarakan oleh santri sendiri student government. Dalam mengerjakan semua aktivitas itu, santri diharuskan tetap tinggal di pondok pesantren boarding school.Sistem asrama pesantren, tetap dipertahankan oleh K.H. Imam Zarkasyi, karena selain untuk tidak meninggalkan ciri khas pesantren, juga dimaksudkan agar tujuan dan asas pendidikan dapat dibina dan dikembangkan secara lebih efisien dan efektif. Sehubungan dengan pencapaian tujuan dan berjalannya sistem pendidikan tersebut, maka di Gontor jam-jam belajar diatur secara ketat, 53 Ini adalah satu dari perbedaan ta’limul al-muta’allim versi az-Zurnaji dan ta’limul al- muata’allim versi Imam Zarkasyi. Jika kita mempelajari menekankan pembelajaran ilmu agama, sedangkan Imam Zarkasyi mencanangkan belajar ilmu agama 100 dan ilmu sekuler baca : pengetahuan umum 100. 36 bahkan untuk ini para santri tidak diperkenankan memasak sendiri. Hal ini dimaksudkan untuk menghemat waktu. Kegiatan para santri sehari-hari diawali dengan bangun pagi, sembahyang subuh secara berjamaah dan membaca al-Qur`an. Usai mengaji dilanjutkan dengan latihan berbahasa lnggris yang dilakukan oleh para tutor baca: pengurus, yaitu para santri senior. Setelah itu para santri segera harus menyiapkan waktu untuk belajar di kelas, mulai dari pukul 07.00 sampai dengan pukul 12.30 dengan istirahat sebanyak dua kali. Keluar dari kelas semua santri harus shalat Dzuhur berjamaah di Masjid, dilanjutkan dengan makan siang. Pukul 14.00 tepat bel berbunyi lagi untuk menandai kegiatan pelajaran kelas yang kedua kalinya bagi santri kelas IV ke bawah yang dibimbing oleh santri senior baca: kelas V dan VI selama satu jam. 54 Setelah shalat Ashar berjamaah santri baru diperbolehkan melakukan kegiatan ekstrakurikuler seperti olahraga, kesenian, keterampilan dan sebagainya. Untuk ini mereka bebas memilih kegiatan sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya masing-masing. Pola dan irama kegiatan pesantren yang demikian padat itu terus berlangsung di Pondok Modern Gontor hingga saat ini, dan hal itu berlangsung secara alamiah dengan disiplin yang ketat, tanpa ada peraturan tertulis. Dalam pandangan Imam Zarkasyi, peraturan harus diproses menjadi bagian dari kualitas kesadaran, pikiran dan naluri atau dlomir baca: hati kecil yang seharusnya dijadikan pedoman santri untuk membangun kehidupan sosialnya di dalam pesantren. Perpaduan antara day school system dengan sistem asrama yang diterapkan Imam Zarkasyi secara sekilas memang kelihatan menghilangkan satu elemen penting dalam tradisi sistem pendidikan pesantren, yaitu pengkajian kitab-kitab Islam klasik yang sering disebut Kitab Kuning. Namun dalam kenyataan kesan dan asumsi ini tidak tepat. Karena yang dilakukan oleh Imam Zarkasyi hanya menyangkut metode pengajaran di kelas-kelas. Sedangkan esensi pelajaran agama yang menjadi inti kitab kuning itu tetap ada dan dikemas sedemikian rupa dalam buku-buku yang lebih 54 Perlu diketahui kegiatan pelajaran sore tambahan ini juga termasuk kegiatan ektra kurikuler meskipun resmi dilakukan dalam kelas. 37 praktis dan sistematis serta disesuaikan dengan jenjang pendidikan para santri. Pada saatnya nanti, setelah para santri memasuki jenjang pendidikan terakhir, mereka diberi kesempatan untuk membongkar dan memahami kumpulan kitab-kitab kuning dalam jumlah besar dari berbagai disiplin ilmu agama. Dengan bekal bahasa Arab yang dimiliki sejak kelas satu, para santri diharapkan sudah dapat membaca dan memahami kitab-kitab tebal itu dengan sendirinya, tanpa harus dibantu diterjemahkan oleh kyai sebagaimana yang lazimnya dilakukan pada metode sorogan atau wetonan yang dilakukan pesantren tradisional. Program yang diterapkan oleh Imam Zarkasyi itu diberi nama Program Fathul Kutub baca: membuka buku-buku. Di samping itu,Imam Zarkasyi juga menganjurkan agar para santri memiliki, membaca dan memahami kitab-kitab yang dipakai di pesantren tradisional. Kitab-kitab tersebut antara lain Fatbul Qarib, Fatbul Mu’in, I’anatul Thalibin dan sebagainya. 55

c. Aspek Kelembagaan Menurut Imam Zarkasyi

Dalam tradisi pesantren pada umumnya, secara kelembagaan, pesantren adalah milik kyai. Kyai dan keluarga kyai menjadi pemilik tunggal dari seluruh aset yang dimiliki oleh pesantrennya. karena ia adalah hak milik, maka ketika kyai itu wafat ia akan diturunkan kepada ahli warisnya. Dalam hal ini, Pesantren tidak ubahnya bagai kerajaan kecil dari sebuah dinasti yang diwariskan kepada generasi berikutnya secara turun-temurun. Sistem kelembagaan semacam ini memiliki kelebihan berupa kuatnya ikatan emosional antara pesantren dengan pemiliknya. Tetapi tentu saja sistem kelembagaan pesantren semacam ini juga memiliki beberapa kelemahan. Di antaranya adalah bahwa tidak semua keluarga dapat mengerti dan memahami pondok dengan baik dengan segala persoalannya sehingga sangat terbuka kemungkinan bagi kepentingan dan persoalan keluarga akan muncul dan berubah menjadi kepentingan dan persoalan pondok.disamping itu, 55 mukhamad fathoni, http:mufaesa.blogspot.com201301pemikiran-pendidikan-kh- imam-zarkasyi_22.htm