64
tujuan pendidikan Islam dan Imam  Zarkasyi menerapkan kurikulum Kulliyat Al-
Mu’allimin  Al-Islamiyah  di  Pondok  Pesantren  Gontor  berdasarkan pengalamannya  mengenyam  pendidikan  di  Normal  Islam  sekolah  yang  di
pimpin Mahmud Yunus.
B. Perbandingan Metode Dan Sistem Pendidikan Islam Mahmud Yunus dan
Imam Zarkasyi
Seperti yang telah di bahas pada bab sebelumnya bahwa metode adalah jalan  yang  akan  ditempuh  oleh  guru  untuk  memberikan  berbagai  pelajaran
kepada  peserta  didik  dalam  berbagai  jenis  mata  pelajaran.  Jalan  itu  adalah khittah  garis  yang  drencanakan  sebelum  masuk  ke  dalam  kelas  dan
dilaksanakan di dalam kelas waktu mengajar.
8
Selanjutnya  Mahmud  Yunus  juga  menyarankan  agar  setiap  pendidik memahami  gejolak  jiwa,  kecendrungan  potensi,  kemampuan  dan  bakat  yang
dimiliki  setiap  peserta  didik.  Dengan  cara  demikian,  setiap  mata  pelajaran yang diberikan dapat diserap oleh anak sebaik-baiknya.
Oleh sebab itu seorang guru harus  menggunakan  metode  yang efisien dan  efektif.  Sehingga  tidak  melelahkan  dan  membosankan  murid,  serta
beragam  penggunaannya.  Sehubungan  dengan  mengharapkan  metode  pada suatu  mata  pelajaran,  Mahmud  Yunus  juga  sangat  memperhatikan  psikologi
anak  didik  sesuai  dengan  kaidah-kaidah  pengajaran  modern,  dengan  tujuan agar pelajar dapat dipahami dan diingat secara kritis oleh murid. Ia juga sangat
menekankan  tentang  pentingnya  penanaman  moral  dalam  proses  belajar mengajar, karena moralitas adalah merupakan bagian yang sangat penting dari
sistem ajaran Islam. Pandangan Mahmud Yunus yang demikian itu memperlihatkan bahwa
konsep yang dirumuskan dan disosialisasikannya itu benar-benar menyeluruh. Mencakup  aspek  kognitif,  psikomotorik  dan  afektif,.  Aspek  kognitif  karena
dalam  kegiatan  belajar  mengajar,  Mahmud  Yunus  lebih  menekankan  pada pendalaman  materi  untuk  membawa  murid  berpikir  secara  kritis.  Sehingga
8
Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, h. 85
65
para  siswa  menggunakan  penalarannya  semaksimal  mungkin.  Aspek psikomotorik,  karena  dalam  kegiatan  belajar  mengajar,          Mahmud  Yunus
lebih  menekankan  pada  pengembangan  kecakapan  murid  semaksimal mungkin sehingga seorang anak selain cerdas, juga mengaplikaikan ilmu yang
dipelajarinya. Sedangkan aspek afektif, terlihat dari cara Mahmud Yunus yang menekankan pentingnya metode seorang guru kepada murid.
9
Mahmud Yunus juga memberikan cara-cara membangkitkan minat dan perhatian  peserta  didik  dengan  cara  mengaktifkan  panca  indra  mereka,  baik
dengan  lisan,  tulisan,  perbutan,  maupun  alat  peraga.  Dengan  cara  demikian, peserta  didik  dilatih  untuk  berpikir  dan  mampu  memecahkan  masalah  yang
dihadapi  dengan  kekuatannya  sendiri,  agar  pelajaran  yang  diberikan  benar- benar dapat dikuasainya dengan baik.
Mahmud  Yunus  menyarankan  agar  supaya  setiap  peserta  didik memahami  gejolak  jiwa,  kecendrungan,  potensi,  gharizah,  kemampuan  dan
bakat  yang  dimiliki  setiap  peserta  didik,  dan  menggunakan  pendekatan integrated  dalam  mengajar  pegetahuan  agama  dan  umum.  Dalam  pelajaran
keimanan diintegrasikan dengan pelajaran ilmu tumbuh-tumbuhan, ilmu bumi, ilmu  biologi,  dan  sebagainya.  Dengan  cara  demikian,  metode  pengajaran
tersebut  selain  bersifat  integrated  juga  harus  bertolak  dari  keinginan  untuk memberdayakan  peserta  didik,  yaitu  mereka  yang  tidak  hanya  kaya  dalam
pengetahuan  kognitif  to  know,  melainkan  juga  harus  disertai  dengan mempratikkannya  to  do,  menghayatinya  dalam  kehidupan  sehari-hari  to
act, dan mempergunakannya dalam kehidupan sehari-hari to life together.
10
Sedangkan  sistem  pendidikan  yang  diterapkan  di  Pesantren  Gontor adalah  sistem  pendidikan  klasikal  dan  sistem  pendidikan  berasrama,  kitab-
kitab  kuning  dikemas  sedemikia  rupa  ke  dalam  buku-buku  tekas  pelajaran yang disesuaikan dengan jenjang pendidikan para santrinya.
11
Sistem  pendidikan  klasikal  dikembangkan  secara  terpimpin  dan terorganisir  dalam  bentuk  perjenjangan  kelas  dalam  jangka  waktu  yang
9
Armai Areif, Mahmud Yunus dan Pemikiran Pendidikan Islam Di Indoesia, h.111
10
Abudin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam, h. 69
11
Susanto,  Pemikiran Pendidikan Islam, h. 142
66
ditetapkan.  Sistem  klasikal  ini  merupakan  bentuk  pembaharuan  karena berbeda  dengan  sistem    pesantren  model  lama.  Pengajaran  dengan  sistem  ini
menjadi  lebih  efisien,  karena  dengan  biaya  dan  waktu  yang  relatif  sedikit dapat menghasilkan produk yang besar dan bermutu.
Metode itu lebih penting dari pada materi, guru lebih penting dari pada metode,  dan  jiwa  guru  lebih  penting  dai  pada  guru  itu  sendiri.  Ungkapan  ini
mengandung  makna  bahwa  sebuah  kurikulum,  betapapun  hebatnya  ia dirancang,  tidak  menjamin  berhasilnya  suatu  proses  pendidikan  dan
pengajaran.  Kurikulum  yang  baik  itu  memang  penting,  tetapi  yang  lebih penting  lagi  metode    bagaimana  ia  ditransmisikan  dan  ditransformasikan.
Dalam  hal  apapun,  metode  itu  berperan  penting  dalam  keberhasilan penyelenggaraan  suatu  proses.  Tetapi  metode  yang  baik  juga  bukan  jaminan
bahwa  suatu  proses  itu  akan  dapat  berhasil  secara  optimal,  sebab  metode  itu yang  menggunakan  adalah  manusia.  Karena  itu  wujud  manusia  itu  lebih
menentukan daripada metode.
12
Mengingat  bahwa  pendidikan  bukan  hanya  sebatas  pada  pengajaran, maka  metode  pendidikan  itu  jelas  lebih  luas  dari  pada  metode    pengajaran.
Pembaharuan  di  bidang  metode  ini  juga  merupakan  konsekwensi  logis  dari pembaharuan  di  bidang  kelembagaan  ;  yang  mengintegrasikan  pesantren  dan
madrasah, maka metode yang digunakan  dan diterapkan di pondok pesantren Gontor  adalah  metode  keteladanan,  penciptaan  lingkungan,  pengarahan,
penugasan, penyadaran, dan pengajaran. Dari  uraian  di  atas  Mahmud  Yunus  dan  Imam  Zarkasyi  menerapkan
sistem  klasikal  dalam  pembaharuan  pada  lembaga  pendidikan  yang  di pimpinnya,  tetapi  ada  sedikit  perbedaan  antara  Mahmud  Yunus  dan  Imam
Zarkasyi  dalam  menerapkan  metode  pendidikan  dan  pengajaran,  kalau menurut  Mahmud  Yunus  metode  itu  harus  bervariasi  dan  harus
memperhatikan  kondisi  kejiwaan  peserta  didik.  Maka  menurut  Mahmud Yunus  metode  itu  lebih  penting  daripada  materi.  Tetapi  bagi  Imam  Zarkasyi
lebih  mengembangkan  bahwa  meskipun  materi  dan  metode  itu  hebat  tetapi
12
Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren, h.133
67
jiwa guru itu jauh lebih penting dari metode dan materi tersebut, karena materi dan  metode  itu  di  jalankan  dan  dilakukan  oleh  manusia  maka  jiwa  guru  itu
lebih penting sebagai pembelajaran dalam pesantren sebagai figur.
C. Perbandingan kelembagaan Mahmud Yunus dan Imam Zarkasy
Langakah  awal  yang  dilakukan  Mahmud  Yunus  adalah  dengan mendirikannya  sekolah  Jami’ah  Al  Islamiyah  dan  Normal  Islam  di  Padang
Sumatera Barat. Pada  kedua  lembaga  inilah  beliau  menerapkan  pengetahuan  dan
pengalamanya  dari  Universitas  Dar  Al  Ulum  Kairo,  dan  melalui  kedua lembaga  pendidikan  Islam  ini  pemikiran  Mahmud  Yunus  dimulai  dengan
mengklasifikasi  murid  dalam  kelas-kelas  dan  membuat  jenjang  pendidikan berdasarkan  tingkat  usia  anak  didik,  klasifikasi  dan  perjenjangan  ini
sebelumnya pada masa itu di lembagalembaga pendidikan Islam di Indonesia belum  mengenal  sistem  ini,  yang  ada  pada  masa  itu  anak  didik  membaur
dalam kelas yang besar, menyatu baik dari segi usia, maupun dari pengalaman pendidikan.
13
Mahmud Yunus kemudian mengeluarkan ketentuan bagi anak berumur antara  6-8  tahun  di  perbolehkan  masuk  tingkat  ibtidaiyah  atau  tingkat  dasar,
disamping  itu  secara  kelembagaan  program  pendidikan  yang  dilakuakan berlangsung selama 12 tahun dengan jenjang sebagai berikut :
1. Tingkat Ibtidaiyah  Masa Belajar 4 Tahun
2. Tingakat Tsanawiyah  Masa Belajar sampai dengan 4Tahun
3. Tingkat ‘Aliyah  Masa Belajar sampai dengan 4Tahun
14
Jika  diperhatikan  program  perjenjangan  ini  serupa  dengan  program pendidikan  di  Al  Azhar  dan  Dar  Al  Ulum  Mesir  juga  sejalan  dengan  sistem
pendidikan nasional sekarang yaitu Pendidikan Dasar, menengah, dan atas, ini berarti  bahwa  adanya  perjenjangan  pada  sekolah-sekolah  yang  dipimpin
Mahmud  Yunus  merupakan  model  sekolah  modern  dengan  kata  lain  sejak
13
Mahmud  Yunus,  Pengembangan  Pendidikan  Islam  di  Indonesia,  Jakarta  :Hidakarya Agung,1997, h. 34 dan 39
14
Mahmud Yunus, Riwayat Hidup Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, h. 45
68
munculnya  Jami’ah  Al  Islamiyah  dan  Normal  Islam,  modernisai  pendidikan Islam telah dimulai di Indonesia.
15
Di  samping  itu,  pemikiran  lainnya  yang  di  lakukan  Mahmud  Yunus pada  sekolah  Jami’ah  Al-Islamiyah  Sungayang  dan  Normal  Islam  padang
yaitu  pengenalan  pengetahuan  umum  dan  pembaharuan  pengajaran  bahasa Arab,  pengajaran  pengetahuan  umum  yang  di  tekankan  pada  kedua  lembaga
itu  pada  dasarnya  tidaklah  baru,  karena  Abdullah  Ahmad  pada  tahun  1909 sebelumnya  telah  mengajarkan  pengetahuan  umum  seperti  berhitung  dengan
bahasa  Belanda  Inggris  diAdabiyah  School,  bedanya  Mahmud  Yunus menambahkan pelajaran umum lainya seperti ilmu alam fisika, kimia, biologi
, ilmu dagang, tata buku sebagaimana beliau pelajari di Dar Al Ulum bahkan mendirikan laboratorium IPA.
Modernisasi  sekolah  Mahmud  Yunus  juga  terlihat  dari  sikap keterbukaan dalam hal  penerimaan dari siswa  yang belajar di  kedua lembaga
tersebut. Dengan beragam latar belakang, yang membolehkan siapa saja yang bersekolah  di  lembaga  tersebut  dengan  syarat  beragama  Islam.  Kebijakan  ini
berbeda  dengan  lembaga-lembaga  pendidikan  yang  didirikan  pemerintah kolonial belanda yang sangat diskriminatif terhadap rakyat miskin yang bukan
dari  kalangan  kaya  atau  pejabat  pemerintahan  belanda,  antara  masyarakat pribumi  Bumi  Putra  dengan  anak-anak  Belanda  atau  kalangan  Borjuis
lainya.
16
Keberhasilan  Mahmud  Yunus  modernisasi  sekolah  Jami’ah  Al Islamiyah dan Normal Islam semakin menguatkan keinginan Mahmud Yunus
untuk  mendirikan  sekolah  Islam  Tinggi  di  Padang  yang  pada  tanggal  7 November  1940  Mahmud  Yunus  kemudian  mendirikan  Sekolah  Tinggi
tersebut  sekaligus  menjabat  sebagai  Derekturnya,  namun  saying  Sekolah Tinggi  ini  tidak  berumur  panjang  karena  pada  tanggal  1  Maret  1942
pemerintahan Jepang melarang adanya Sekolah Tinggi tersebut.
15
Armai Arief, Mahmud Yunus dan Pemikiran Pendidikan Islam,  h. 99
16
Suhartono,  Sejarah  Pergerakan  Nasional  dari  Budi  Utomo  sampai  Proklamasi  1908- 1945, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1994, h. 22