Formulasi hard candy dengan penambahan ekstrak buah pedada (Sonneratia caseolaris) sebagai flavor

(1)

I

FORMULASI HARD CANDY DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK BUAH PEDADA (Sonneratia caseolaris) SEBAGAI FLAVOR

NURWATI C34062484

SKRIPSI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

II

II

FORMULASI HARD CANDY DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK BUAH PEDADA (Sonneratia caseolaris) SEBAGAI FLAVOR

NURWATI C34062484

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(3)

III

RINGKASAN

NURWATI.C34062484.Formulasi Hard Candy dengan Penambahan Ekstrak Buah Pedada (Sonneratia caseolaris) sebagai Flavor.Dibimbing oleh AGOES MARDIONO JACOEB, dan CHAIRITA.

Luas ekosistem mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, atau sekitar 27% dari luas mangrove di dunia. Salah satu jenis tumbuhan yang tumbuh di perairan mangrove adalah Sonneratia caseolaris atau yang dikenal sebagai pedada. Tumbuhan ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan dan obat-obatan. Sonneratia sp memiliki kadar gizi yang cukup tinggi, terutama vitamin C, dan mineral yang dapat difortifikasi dalam produk hard candy.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan formula terbaik hard candy dengan penambahan buah pedada, mengetahui zat gizi, serta menganalisis pengaruh penambahan buah pedada terhadap kekerasan hard candy. Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk melihat tingkat kesukaan produk hard candy dari hasil uji hedonik produk kemudian dilakukan pengambilan keputusan menggunakan metode Bayes. Selain itu, untuk mengetahui pengaruh penambahan buah pedada dengan konsentrasi yang berbeda terhadap tingkat kekerasan hard candy Konsentrasi buah pedada yang digunakan pada penelitian pendahuluan bervariasi 0%, 10%, 20%, dan 30% dan konsentrasi perbandingan sirup glukosa dan sukrosa yang digunakan adalah 1:1, 1:2, dan 2:1. Penelitian utama bertujuan untuk mengetahui kandungan gizi dari produk hard candy dari perlakuan yang terpilih berdasarkan uji metode Bayes. Perlakuan yang digunakan pada penelitian ini yaitu perbedaan persentase buah pedada dan komposisi perbandingan sirup glukosa dan sukrosa. Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan rancangan acak lengkap (RAL).

Hasil uji Bayes menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan komposisi sirup glukosa dan sukrosa 1:1 dengan penambahan buah pedada 30% (A13) menghasilkan nilai terbaik. Sedangkan produk permen yang paling tidak disukai panelis adalah permen dengan komposisi perbandingan sirup glukosa dan sukrosa 2:1 dengan tanpa penambahan buah pedada (0%). Hasil uji kekerasan hard candy

menunjukkan bahwa permen dengan kekerasan tertinggi terdapat pada perlakuan komposisi perbandingan sirup glukosa dan sukrosa 2:1 dengan penambahan buah pedada 30% (C13) dengan nilai 20,0 Kgf, sedangkan kekerasan terendah terdapat pada permen dengan perlakuan komposisi perbandingan sirup glukosa dan sukrosa 2:1 dengan penambahan buah pedada 0% dengan nilai 12,0 Kgf. Semakin tinggi persentase buah pedada yang ditambahkan, kekerasan hard candy semakin meningkat. Hasil uji proksimat analisis gizi hard candy yang paling disukai antara lain kadar air 0,85 %, abu 0.16%, lemak 0,13%, protein 0,18%, karbohidrat 97,70%, vitamin C 28,16 mg/100g, kalsium 69.98 mg/100g, iodium 9,45 mcg/100 g.


(4)

IV

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul „Formulasi

Hard Candy dengan Penambahan Buah Pedada (Sonneratia caseolaris) sebagai

Flavor‟ belum pernah diajukan pada perguruan tinggi lain atau lembaga lain

manapun untuk tujuan memperoleh gelar akademik tertentu. Saya juga menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar hasil karya sendiri dan tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain kecuali bahan sebagai rujukan yang dinyatakan dalam naskah.

Bogor, Juni 2011

Nurwati


(5)

V

Judul : Formulasi Hard Candy dengan Penambahan Ekstrak Buah Pedada (Sonneratia caseolaris) sebagai Flavor

Nama : Nurwati

NRP : C34062484

Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Menyetujui,

Pembimbing 1

Dr. Ir Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl.Biol NIP. 1959 1127 1986 01 1 005

Pembimbing II

Chairita S.Pi, M.Si NIP. 1972 0330 1998 03 2 001

Tanggal Pengesahan :……….

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil NIP. 1958 0511 1985 03 1 002


(6)

VI

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Brebes, pada tanggal 11April1987 dari pasangan Bapak Casudi dan Ibu Surniah sebagai anak ke dua dari lima bersaudara. Pendidikan formal dimulai dari SDN Kemurang-Kulon 1 dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun 2002, penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SLTPN 3Tanjung-Brebes. Pada tahun 2005, penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMAN 1 Tanjung. Pada tahun 2005 penulis diterima di STIE Pandu Madania, Bogor dan tahun 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Jalur Seleksi Nasional Perguruan Tinggi Negeri (SNPTN) .

Selama studi di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan yaitu Organisasi Mahasiswa Daerah Brebes (KPMDB) periode 2007-2008 sebagai staff divisi kerohanian, Forum Keluarga Muslim Perikanan (FKMC) periode 2008-2009 sebagai Staf divisi kewirausahaan, Beastudi Etos Bogor Community (BEB-C) sebagai staf divisi perekonomian (2007-2008), Leadership and Entrepreneurship School BEM KM IPB, Bogor Smart Entrepreneurship (BSE) tahun 2008-2009, Pendamping Masyarakat Posdaya, P2SDM IPB 2007-2011 dan pendamping mahasiswa beastudi etos Dhompet Dhuafa Republika 2010-2011, asisten mata kuliah diversifikasi dan pengembangan produk hasil perairan, asisten mata kuliah teknologi pemanfaatan hasil samping dan limbah hasil perairaperiode 2009-2010. Selain itu, penulis pernah mewakili IPB dalam COP-10 (Asia-Pacific Children and Youth Biodiversity Ise Bay Environmental Conference and Symposium) 2010, Nagoya, Jepang, dan aktif dalam kepanitiaan berbagai kegiatan mahasiswa di IPB.

Penulis melakukan penelitian dengan judul ‟Formulasi hard candy dengan Penambahan ekstrak buah pedada (Sonneratia caseolaris) sebagai Flavorsebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor dibawah bimbingan Dr. Ir Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl.-Biol dan Chairita, S.Pi, M.Si.


(7)

VII

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan laporan akhir skripsi dengan judul Pengembangan Formulasi hard candy dengan penambahan buah pedada (Sonneratia caseolaris). Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi, terutama kepada:

1. Bapak Dr. Ir Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl.-Biol sebagai dosen pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan arahan serta bimbingan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Ibu Chairita, S.Pi, M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi, senantiasa memberikan arahan serta bimbingan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini

3. Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan.

4. Balai Besar Pengembanagan dan Pengendalian Hasil Perikanan, Muara Baru Jakarta yang telah mendanai penelitian ini.

5. Keluarga terutama Ayah, Ibu, Kakak dan Adik-adik yang telah memberikan semangat dan membantu penulis dalam menyelesaikan laporan skripsi ini.

6. Keluarga besar Departemen Teknologi Hasil Perairan, staff dosen dan Tata Usaha (TU), serta teman-teman THP 41, 42, 43, 44, dan 45 yang telah memberikan dorongan dan semangat.

7. Dan kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa laporan skripsi ini masih banyak kekuarangannya, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan.

Bogor, Juni 2011


(8)

VIII

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR GAMBAR ... X DAFTAR TABEL ... XI DAFTAR LAMPIRAN ...XII

1 PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Tujuan Penelitian... ...2

2 TINJAUAN PUSTAKA ...3

2.1 Klasifikasi Buah Pedada (Sonneratia caseolaris) ...3

2.2 Komposisi Kimia dan Manfaat Buah Pedada (Sonneratia caseolaris)...4

2.3 Hard Candy………. ...5

2.4 Glukosa Sirup……. ...6

2.5 Sukrosa……….…...………8

2.6 Vitamin C………. ...10

2.7 Flavor………… ...11

3 METODOLOGI ...12

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ...12

3.2 Bahan dan Alat ...12

3.3 Metode Penelitian ...12

3.3.1 Penelitian pendahuluan ...13

3.3.2 Penelitian utama ...15

3.4 Parameter Pengamatan ...15

3.4.2 Uji kekerasan ...16

3.4.3 Kadar air (AOAC 1995) ...16

3.4.4 Kadar abu (AOAC 2007) ...16

3.4.5 Analisis kadar lemak (AOAC 2007) ...17

3.4.6 Analisis kadar protein (AOAC 2007) ...17

3.4.7 Analisis kadar karbohidrat (AOAC 2007) ...18

3.4.8 Kadar vitamin C ...18

3.4.9 Kadar kalsium (Apriantono, et al. 1988) ...19

3.4.10 Kadar iodium (Slamet et al. 1990) ...20

3.5 Analisis Data…………. ...20


(9)

IX

3.5.2 Rancangan Percobaan ...21

4.1 Penelitian Pendahuluan ...24

4.1.1 Uji Hedonik ...24

4.1.1.1 Penampakan ...24

4.1.1.2 Rasa ...26

4.1.1.3 Warna...28

4.1.1.4 Aroma ...30

4.1.1.5 Tekstur ...31

4.1.2 Penentuan Formula dengan Metode Bayes ...33

4.1.3 Uji Kekerasan………….. ... 34

4.2 Penelitian Utama ...37

5 KESIMPULAN DAN SARAN ...43

5.1 Kesimpulan ...43

5.2 Saran………… ...43


(10)

X

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Buah pedada (Sonneratia caesolaris) ...3

2 Struktur kimia glukosa ...7

3 Struktur Molekul Sukrosa ...8

4 Struktur Kimia Vitamin C ...10

5 Proses ekstraksi buah pedada ...14

6 Proses pengolahan hard candy ...15

7 Histogram uji hedonik penampakan hard candy ...24

8 Histogram hasil uji hedonik rasa hard candy ...27

9 Histogram hasil uji hedonik warna hard candy ...28

10 Histogram uji hedonik aroma hard candy ...30

11 Histogram uji hedonik tekstur hard candy ...32

12 Histogram nilai kekerasan hard candy (glukosa:sukrosa 1:1) ...34

13 Histogram nilai kekerasan hard candy (glukosa:sukrosa 1:2) ...35


(11)

XI

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Nilai proksimat buah pedada (Sonneratia caseolaris) ...5

2 Persyaratan mutu hard candy menurut SNI 01-3547-1994 ...6

3 Kemanisan relatif beberapa pemanis ...8

4 Penetapan gula menurut Luff-Schrool ...10

5 Formulasi hard candy ...13

6 Hasil analisis dengan metode Bayes ...33


(12)

XII

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Gambar permen dengan berbagai perlakuan ...48

2 Score sheet uji kesukaan (uji hedonik) hard candy ...50

3 Data uji hedonik penampakan hard candy ...51

4 Hasil uji hedonik rasa hard candy ...52

5 Hasil uji hedonik aroma hard candy ...53

6 Hasil uji hedonik warna hard candy ...54

7 Hasil uji hedonik tekstur hard candy ...55

8 Uji Kruskal Wallis organoleptik hard candy ...56

9 Data mentah hasil uji kekerasan ...58

10 Hasil uji ANOVA kekerasan hard candy (glukosa:sukrosa 1:1) ...59

11 Hasil uji ANOVA kekerasan hard candy (glukosa : sukrosa 1:2) ...60

12 Hasil uji ANOVA kekerasan hard candy (glukosa:sukrosa 2:1) ...61

13 Hasil uji Bayes ...62


(13)

1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan mangrove terbesar dan memiliki kekayaan hayati yang paling banyak. Luas hutan mangrove di Indonesia mencapai 3,2 juta hektar, walaupun belakangan ini dilaporkan lebih dari 50 persen jumlah hutan itu sudah rusak. Luas hutan mangrove di Indonesia antara 2,5 hingga 4,5 juta hektar, merupakan mangrove yang terluas di dunia. Melebihi Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1,1 juta ha) dan Australia (0,97 juta ha) (Abidin 2010). Pedada merah (Sonneratia caesolaris ) diketahui menyebar luas, mulai dari Sri Lanka di barat, Asia Tenggara (Kamboja, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura, Indonesia, Brunei, Filipina, Timor Timur, Papua Nugini, hingga ke Australia, Kepulauan Solomon dan New Hebrides, diintroduksi ke Cina selatan (Glessen et al. 2006).

Salah satu jenis tumbuhan yang tumbuh di perairan mangrove adalah

Sonneratia caseolaris atau yang dikenal sebagai pedada. Tumbuhan ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan (Septiadi 2010) dan obat-obatan (Soeroyo 1989). Fermentasi air buah digunakan sebagai obat untuk menghentikan pendarahan, air buah yang setengah matang dapat digunakan sebagai obat batuk dan bubur buah pedada dipercaya dapat mengobati kejang-kejang atau salah urat (Soeroyo 1989). Getah buah pedada dapat digunakan sebagai anti sinar ultraviolet (Kusmana et al. 2008).

Buah pedada dapat dimakan, demikian pula daunnya yang muda, yang kerap dilalap. Buah ini pun sering dimakan mentah atau dimasak sebagai campuran ikan. Buah rambai di daerah Kalimantan Selatan dijadikan sebagai bahan ramuan bedak dingin. Kayunya berkualitas rendah, dan kadang-kadang digunakan sebagai kayu api. Akar nafasnya relatif lunak dan banyak mengandung rongga renik di dalamnya, sehingga kerap digunakan sebagai pengganti gabus tutup botol (Heyne K 1987). Beberapa masyarakat telah memanfaatkan buah pedada untuk diolah menjadi sirup dan dodol, serta kini dikembangkan dalam pembuatan permen.


(14)

2

Buah pedada masih belum dimanfaatkan secara optimal di masyarakat. Biasanya buah ini akan berjatuhan ketika matang, dan berserakan dan belum termanfaatkan dengan baik. Buah pedada sangat mudah membusuk karena mengandung kadar air yang tinggi hingga 79% (Febrianti 2010), dimana air merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan bakteri penyebab kebusukan. Salah satu cara penanganan bahan baku ini harus cepat, dengan cara diambil daging buahnya kemudian disimpan pada suhu beku.

Permen marupakan jenis makanan yang digemari masyarakat dari berbagai lapisan. Jenis permen yang diteliti adalah hard candy,merupakan permen yang mempunyai tekstur keras, penampakan yang jernih, dan biasanya terdiri dari komponen dasar sukrosa dan sirup glukosa serta bahan-bahan lain yang dapat ditambahkan untuk memberikan rasa yang lebih baik (Lees dan Jackson 1973

dalam Hartati, 2007). Gapmi (Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia), memperkirakan, nilai pasar permen mencapai 5% dari total nilai industri makanan dan minuman tahun 2010 yang diprediksi mencapai Rp 260 triliun.

1.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui formulasi terbaik hard candy dengan penambahan ekstrak buah pedada

2. Mengetahui pengaruh penambahan buah pedada terhadap tingkat kekerasan dan sifat organoleptik hard candyandy.


(15)

3

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Buah Pedada (Sonneratia caseolaris)

Pedada (Sonneratia caseolaris) merupakan anggota dari komunitas mangrove yang tumbuh dan berkembang pada salinitas rendah, dan biasanya berada pada zona belakang atau diantara zona Nypa dan zona Rhizophora. Pedada berada diantara 5-50% air laut dan memiliki toleransi yang baik terhadap perubahan salinitas (Smith dalam Kusmana et al. 2008). Pedada (Soneratia caseolaris) memilki nama daerah Barembang (Sumatera Timur), Perpat merah, Rambai (Banjarmasin), Bogem (Sunda), Betah, Bidada (Jawa), Bughem, Boghem (Madura), Posi-posi merah (Ternate), dan Wahat merah (Ambon dan Sulawesi). Penyebaran Sonneratia caseolaris cukup luas mulai dari India sampai Papua New Guinea dan Australia bagian utara.

Klasifikasi pedada (Sonneratia caseolaris) (L) Engler menurut Tomlinson (1986) dalam Kusuma et al (2008) sebagai berikut:

Kingdom : Plantae Phyllum : Anthophyta Kelas : Angiospermae Ordo : Myrtales Famili : Sonneratiaceae Genus : Sonneratia

Species : Sonneratia caseolaris

Gambar 1 Buah pedada (Sonneratia caesolaris) Sumber: Mangrove Information Center (2009)


(16)

4

Soneratia ceasolaris memiliki beberapa ciri morfologis dengan tinggi pohon mencapai 16 meter, memiliki akar nafas, berbentuk kerucut dan tingginya mencapai 1 meter. Tipe daun tanaman ini memiliki susunan tunggal dan bersilangan. Bentuk buah pedada jorong sampai oblong, ujungnya membundar membengkok tajam yang menonjol dengan panjang 4-8 cm dan tipe biji normal. Bunga memiliki rangkaian 1 sampai beberapa susun, mahkota berwarna merah, dan kelopak terdiri dari 6-8 helai. Bunga terbuka menjelang malam hari dan berlangsung sepanjang malam, mengandung banyak madu pada pembuluh kelopak. Buah pedada memiliki ukuran diameter 6-8 cm dengan warna hijau kekuning-kuningan, dan permukaannya mengkilap. Sonneratia caesolaris tumbuh ditepi muara sungai terutama pada daerah dengan salinitas rendah dengan campuran air tawar (Mangrove Information Center 2009)

Tumbuhan pedada (Sonneratia caseolaris) (Linn Engler 1897) merupakan anggota dari komunitas mangrove yang tumbuh dan berkembang pada salinitas rendah, dan biasanya berada pada zona belakang atau diantara zona Nypa dan zona Rhizophora. Seringkali tanaman ini dapat dijumpai sampai jauh di pedalaman, terutama pinggiran sungai-sungai besar, misalnya Sungai Kapuas, Sungai Barito, Sungai Mahakam, Sungai Siak, Sungai Musi dan sebagainya. Bahkan tanaman ini mampu tumbuh dan berkembang pada lingkungan tawar (Santoso et al. 2008)

Keberadaan tumbuhan pedada tersebar di kawasan Muara Angke, sebagian merupakan tumbuhan alam dan sebagian merupakan hasil penanaman dengan bibit yang didatangkan dari Muara Gembong (Bekasi), Subang, dan Segara Anakan (Cilacap) (Santoso et al. 2008).

2.2 Komposisi Kimia dan Manfaat Buah Pedada (Sonneratia caseolaris) Buah mangrove pada umumnya memiliki kadar gizi yang cukup tinggi, walaupun dari segi rasa, rata-rata buah mangrove tidak bisa dikatakan manis. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rumaseuw (1990), buah mangrove memiliki kadar karbohidrat 76,56 gram, lemak (gliserol) 0,9 gram/buah, protein 4,83 gram, dan kadar abu yang menjaga kebersihan buah mangrove itu sendiri, terdapat pula vitamin C serta zat yodium (Kasemat Indonesia 2009).


(17)

5

Buah pedada banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat tradisional, yaitu sebagai tapal (daun-daun yang dihancurkan dengan garam) untuk mengobati luka, memar, keseleo dan bengkak. Daun-daunnya yang dihaluskan juga dapat digunakan untuk mengobati cacar (Perry 1980 dalam Duke 1983). Buahnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan yaitu sebagai sayur atau untuk cuka. Adapun analisis proksimat dari buah pedada adalah sebagai berikut:

Tabel 1 Nilai proksimat buah pedada (Sonneratia caseolaris)

Komponen Nilai (%)

Kadar air 79,24

Kadar abu 4,35

Kadar Lemak 0,89

Kadar Protein 1,17

Kadar Karbohidrat (by difference) 14,35 Sumber: (Febrianti 2010)

2.3 Hard Candy

Permen adalah suatu produk yang diharapkan dapat mempertahankan bentuknya dalam waktu yang cukup lama, dan tidak rusak baik karena pengaruh kimiawi ataupun mikrobiologi, sebelum permen tersebut dikonsumsi. Permen dapat dicetak menjadi berbagai macam bentuk sesuai dengan keinginan. Menurut Buckle at al. (1987), permen merupakan produk yang dibuat dengan mendidihkan campuran gula dan air bersama-sama dengan bahan pewarna dan pemberi rasa sampai tercapai kadar air kira-kira 3%.

Permen merupakan produk pangan yang banyak digemari. Salah satu jenis permen yang banyak beredar saat ini adalah hard candy. Hard candy merupakan salah satu permen non kristalin yang dimasak dengan suhu tinggi (140-150 0C) yang memiliki tekstur keras, penampakan mengkilat dan bening. Bahan utama dalam pembuatan permen jenis ini adalah sukrosa, air, sirup glukosa atau gula inversi. Sedangkan bahan-bahan lainnya adalah flavor, pewarna, dan zat pengasam (Amos dan Purwanto 2002).

Syarat mutu hard candy menurut Badan Standarisasi Nasional diperlihatkan pada Tabel 2.


(18)

6

Tabel 2 Persyaratan mutu hard candy menurut SNI 01-3547-1994

Nomor. Kriteria Uji Satuan Hard Candy

1. Keadaan - Bentuk - Rasa - Bau Normal Normal Normal

2. Air % (b/b) Max. 3,5

3. Abu % (b/b) Max. 2,0

4. Gula reduksi (sebagai gula invert) % (b/b) Max.22

5. Sakarosa % (b/b) Min. 40

6. Bahan tambahan 6.1 Pemanis buatan 6.2 Pewarna buatan

Negatif Negatif 7. Cemaran Logam

8.1 Timbal

8.2 Tembaga (Cu) 8.3 Seng (Zn) 8.4 Timah (Sn) 8.5 Raksa (Hg)

Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg

Max. 5x 102 Max. 10,0 Max. 10,0 Max. 40,0 Max. 0,03

8. Cemaran Arsen (As) Mg/kg Max.1,0

9. Cemaran Mikroba 9.1 Angka lempeng total 9.2 Bakteri koliform 9.3 E. coli

9.4 Salmonellata

9.5 Staphylococcus aureus

9.6 Kapang dan khamir

Kolini/gr APM/gr APM/gr negatif Koloni/gr Koloni/gr

Max. 5x102 Max. 20 <3 negatif Max. 102 Max. 102 Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2010)

Suhu yang digunakan untuk membuat permen agar kadar air mencapai kira-kira 3% adalah 150 0C. Teknik membuat permen dengan daya tahan yang memuaskan terletak pada pembuatan produk dengan kadar air minimum sehingga kecil kemungkinan kecenderungan untuk mengkristal (Buckle et al., 1987). Hasil penelitian Wahyuni (1998) menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu yang digunakan untuk pembuatan hard candy maka kekerasannya semakin tinggi dan kadar air semakin rendah.

2.4 Glukosa Sirup

Sirup glukosa adalah cairan kental dan jernih dengan komponen utama glukosa yang diperoleh dari hidrolisis pati dengn cara kimia atau enzimatik (SNI 01-2978-1992). Proses hidrolisis pada dasarnya adalah pemutusan rantai polimer


(19)

7

pati (C6H1206)n menjadi unit-unit monosakarida (C6H1206) (Meyer 1978). Sirup glukosa bukan merupakan produk yang murni tetapi merupakan campuran dari glukosa, maltosa, dan dekstrin. Sirup glukosa juga dapat digunakan sebagai pemanis bersama dengan sukrosa. Perbandingan jumlah sirup glukosa dan sukrosa yang dipergunakan dalam pembuatan permen sangat menentukan tekstur yang terbentuk (Herschdoefer 1972 ).

Gambar 2 Struktur kimia glukosa Sumber: (Winarno 1992)

Fungsi utama dari sirup glukosa dalam pembuatan hard candy adalah untuk mengontrol kristalisasi gula. Selain itu glukosa juga dapat menambah kepadatan dan mengatur tingkat kemanisan hard candy (Alikonis 1979). Kandungan glukosa dalam sirup dinyatakan dengan Dextrose Equivalent (DE) yang secara komersial adalah kandungan gula pereduksi yang dinyatakan dalam persen dekstrosa terhadap padatan kering. DE tidak menyatakan kandungan glukosa yang sebenarnya dari produk, tetapi berhubungan dengan kandungan gula pereduksi dari semua jenis gula yang terdapat dalam produk (Jackson 1995).

Sirup glukosa dengan nilai DE rendah mempunyai viskositas yang tinggi dan kemanisan yang rendah. Sirup glukosa mempunyai sifat higroskopis yang rendah sehingga dapat digunakan sebagai pelindung pada hard candy (Minife 1989). Sirup glukosa yang umum digunakan adalah DE 42 yang dihasilkan dengan metode hidrolisis asam maupun kombinasi asam enzim (Dziedzic dan Kearsley 1984).

Sirup glukosa yang digunakan dapat meningkatkan viskositas dari permen, sehingga permen tetap tidak lengket dan mengurangi migrasi dari karbohidrat. Permen yang jernih dapat dihasilkan dengan kandungan air yang rendah dan penambahan sirup glukosa yang akan mempertahankan viskositas tetap tinggi


(20)

8

(Jackson 1995). Sirup glukosa mempunyai rasa manis relatif yang lebih rendah dari fruktosa, sukrosa, dan gula invert, tetapi lebih tinggi dari pemanis yang lain terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Kemanisan relatif beberapa pemanis Pemanis Rasa manis relatif Fruktosa

Gula invert Sukrosa Glukosa Galaktosa

Maltosa Laktosa

173 130 100 74 32 32 16 Sumber: Gaman dan Sherrington (1992)

2.5 Sukrosa

Sukrosa merupakan polimer dari molekul glukosa dan fruktosa melalui ikatan glikosidik yang mempunyai peranan yang penting dalam pengolahan makanan. Oligosakarida ini banyak terdapat pada tebu, bit, siwalan dan kelapa kopyor. Biasanya gula ini digunakan dalam bentuk kristal halus atau kasar (Winarno, 2008). Buckle et al. (1987) dalam Budiana (2002) menyatakan bahwa penggunaan sukrosa dalam pembuatan hard candy umumnya sebanyak 50-70% dari berat total. Hasil penelitian Wahyuni (1998) menunjukkan bahwa peningkatan kadar sukrosa akan meningkatkan kekentalannya.

Gambar 3 Struktur Molekul Sukrosa Sumber: (Sastrohamijojo 2005)

Sukrosa dapat digunakan dalam pembuatan hard candy dalam bentuk granular atau gula cair. Agar dihasilkan permen dengan kejernihan yang baik atau penampakan mirip air, dibutuhkan gula dengan tingkat kemurnian yang tinggi dan rendah kandungan abunya. Kandungan abu yang tinggi menyebabkan peningkatan


(21)

9

inversi, pewarnaan dan pembusaan selama pemasakan sehingga memperbanyak gelembung udara yang terperangkap dalam massa gula (Bernard 1989 dalam

Wahyuni 1998).

Penggunaan sukrosa memiliki peranan penting dalam teknologi pangan karena fungsinya yang beraneka ragam, yaitu sebagai pemanis, pembentuk tekstur, pengawet, pembentuk cita rasa, sebagai substrat bagi mikroba dalam proses fermentasi, bahan pengisi dan pelarut (Nicol 1979).

Sukrosa apabila dipanaskan akan terbentuk gula invert (gula pereduksi) yakni glukosa dan fruktosa. Semakin tinggi suhu pemanasan sukrosa dalam air, maka semakin tinggi pula persentase gula invert yang dapat dibentuk. Pada suhu 20 0C misalnya dapat terbentuk 72% gula invert, pada suhu 30 0C terbentuk hampir 80% gula invert (Minife 1989). Gula invert dengan jumlah yang terlalu banyak mengakibatkan terjadinya extra heating sehingga dapat merusak flavor

dan warna. Selain itu, gula invert yang berlebihan mangakibatkan permen lengket atau bahkan produk tidak dapat mengeras (Lawrence 1991). Gaman dan Sherrington (1992) menyatakan, glukosa dan fruktosa merupakan agen pereduksi (gula reduksi), yaitu menjadi bahan pembawa atau menyebabkan terjadinya proses reduksi atau pengambilan oksigen. Gula invert dalam hard candy berfungsi untuk mencegah kristalisasi, karena memilki tingkat kelarutan yang tinggi.

Keberhasilan pembuatan permen ditentukan oleh kemampuan untuk mencegah terjadinya kristalisasi sukrosa kembali, meskipun sudah dalam keadaan lewat jenuh (supersaturated). Terbentuknya kristalisasi karena sukrosa yang tidak larut pada saat dipanaskan, sehingga terbentuk kristal-kristal gula. Permen yang menggunakan sukrosa murni mudah mengalami kristalisasi, oleh karena itu perlu digunakan bahan lain untuk menghambat kristalisasi, misalnya sirup glukosa, sirup maltosa, dekstrosa, gula invert, ataupun High Fructose Syrup (HFS). Perdagangan bahan-bahan ini disebut doctoring agent yaitu bahan yang dapat mencegah terjadinya kristal-kristal pada permen (Tjokroadikoesoemo, 1986). Sistem penetapan gula menurut Luff-Schroll disajikan pada Tabel 4 sebagai berikut.


(22)

10

Tabel 4 Penetapan gula menurut Luff-Schrool Na2S2O3 Gula, fruktosa, gula invert

(g)

Na2S2O3 Gula, fruktosa, gula inverse (mg)

1 2,4 13 33,0

2 4,8 14 35,7

3 7,2 15 38,5

4 9,7 16 41,3

5 12,2 17 44,2

6 14,7 18 47,1

7 17,2 19 50,0

8 19,8 20 53,0

9 22,4 21 56,0

10 25,0 22 59,1

11 27,6 23 62,2

Sumber: Gaman dan Sherrington (1992)

2.6 Vitamin C

Vitamin C merupakan senyawa yang sangat mudah larut dalam air, mempunyai sifat asam, dan sifat pereduksi yang kuat. Sifat-sifat tersebut terutama disebabkan oleh adanya struktur enediol yang berkonjugasi dengan gugus karbonil dalam cincin lakton. Bentuk vitamin C yang ada di alam terutama adalah L-asam askorbat. D-asam askorbat jarang terdapat di alam dan hanya memilki 10% aktivitas vitamin C. Biasanya D-asam askorbat ditambah ke dalam bahan pangan sebagai antioksidan, bukan sebagai sumber vitamin C (Andarwulan dan Koswara 1992).

Gambar 4 Struktur Kimia Vitamin C Sumber: Winarno (1992)

Sejak pertama ditemukan, banyak nama telah diberikan untuk memberi nama vitamin C. Nama-nama tersebut dapat digolongkan menjadi nama umum, nama trivial, dan nama kimia. Adapun beberapa nama untuk vitamin C adalah


(23)

11

vitamin C, asam askorbat, dan asam ceritamat (ceritamic acid), asam heksuronat (hexuronic acid), anti-scorbutin, dan L-asam askorbat.

Menurut hasil penelitian Balai Besar Pengolahan dan Pengendalian Hasil Perairan (2010), kandungan vitamin C pada buah pedada (Sonneratia caseolaris

adalah sebesar 69,98 mg/100 g. Kandungan vitamin C yang merupakan asam askorbat terdapat pada buah pedada. Dalam pembuatan hard candy, penambahan asam berfungsi untuk mengontrol pembentukan gula invert (gula pereduksi). Gula

invert dalam hard candy dapat mencegah terjadinya kristalisasi, karena memilki kelarutan yang tinggi. Gula invert akan terbentuk jika dalam kondisi asam. Gula

invert yang terlalu banyak (maksimal 22% (b/b)) mengakibatkan terjadinya ekstra

heating sehingga dapat merusak flavor dan warna (Lawrence 1991).

2.7 Flavor

Flavor atau cita rasa merupakan sensasi yang dihasilkan oleh bahan makanan ketika diletakkan dalam mulut terutama ditimbulkan oleh rasa dan bau. Ada 3 komponen yang berperan yaitu bau, rasa, dan rangsangan mulut. Studi mengenai flavor dapat dijelaskan sebagai berikut:

- Komponen makanan dan senyawa–senyawa yang merupakan yang merupakan pemberi rasa dan bau.

- Interaksi senyawa-senyawa tersebut dengan reseptor organ perasa dan penciuman yang merupakan signal yang dihasilkan dibawa menuju pusat susunan syaraf untuk memberi pengaruh dari flavor (Zuhra, 2006). Terbentuknya sensasi rasa dan bau disajikan pada bagan berikut.

Rasa: Sesuatu yang diterima oleh lidah Bau: Sesuatu yang dirasakan oleh hidung

Aktivitas susunan syaraf Otak


(24)

12

12

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan juni hingga September 2010. Proses pembuatan hard candy dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Perikanan (Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perairan) dan Laboratorium Diversifikasi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan untuk pembuatan hard candy terdiri dari ekstrak buah pedada (Sonneratia caseolaris) yang berasal dari Muara Gembong, Bekasi, glukosa sirup, sukrosa. Adapun bahan yang digunakan untuk análisis adalah toluen, aquades, pb-asetat setengah basa, (NH4)2HPO4, larutan Luff schrool, H2SO4 25%, KI 20%, kanji 1%, Natrium Thiosulfat 0,1 N, HCl 25%, NaOH 30% dan fenolftalin.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi timbangan, pengaduk, panci, termometer, gelas piala, pemanas listrik dan alat pencetak. Selain itu digunakan pula alat untuk análisis yaitu instron 1140, pipet mohr, pipet volumetrik, penangas air, buret, neraca analitik, labu ukur, erlenmeyer, gelas piala, stopwatch, cawan porselen, dan Kiya hardness tester.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian terdiri dari penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan formula terbaik hard candy

yang paling disukai konsumen. Komposisi perbandingan sirup glukosa dan sukrosa dalam penelitian ini adalah 1:1, 1:2, dan 2:1 dengan penambahan buah pedada 0%, 10%, 20%, dan 30%. Kemudian dilakukan uji hedonik dan dilanjutkan dengan uji Bayes untuk melihat formulasi yang paling disukai panelis dalam penelitian pendahuluan. Hard candy yang merupakan formulasi terbaik pada penelitian pendahuluan selanjutnya diuji zat gizi yang terkandung di dalamnya pada penelitian utama.


(25)

13

3.3.1 Penelitian pendahuluan

Penelitian pendahuluan meliputi uji hedonik, uji Bayes, dan uji kekerasan. Proses penelitian ini diawali dengan pembuatan ekstrak buah pedada yang akan ditambahkan pada produk permen dengan persentasi yang berbeda-beda. Penyiapan komposisi perbandingan sirup glukosa dan sukrosa untuk diolah menjadi permen dan ditentukan formulasi terbaik yang paling disukai oleh panelis. Konsentrasi bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan hard candy

disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Formulasi hard candy

Formula bahan Glukosa (gram)

Sukrosa (gram)

Pedada (%) Air (gram)

A10 50 50 0 50

A11 50 50 10 50

A12 50 50 20 50

A13 50 50 30 50

B10 33 66 0 50

B11 33 66 10 50

B12 33 66 20 50

B13 33 66 30 50

C10 66 33 0 50

C11 66 33 10 50

C12 66 33 20 50

C13 66 33 30 50

Proses pembuatan hard candy dengan penambahan buah pedada adalah diawali dengan pembuatan ekstrak pedada dengan cara menyiapkan bahan baku buah pedada yang telah dibersihkan. Pedada kemudian dipreparasi untuk diambil daging buahnya serta dicampur dalam air dengan perbandingan air dan buah pedada 1:1 (v/w), sambil dilakukan pengadukan hingga homogen. Pedada kemudian disaring menggunakan saringan kelapa, untuk diambil airnya yang merupakan sari buah pedada, dan ditimbang dengan persentase (0%, 10%, 20%, 30%) untuk ditambahkan pada hard candy. Langkah selanjutnya adalah penyiapan komposisi perbandingan sirup glukosa dan sukrosa dengan komposisi 50g:50g, 33g : 66g, dan 66g : 33g dengan penimbangan masing-masing sampel. Proses ekstraksi buah pedada dapat pada Gambar 5 sebagai berikut.


(26)

14

Gambar 5 Proses ekstraksi buah pedada

Proses pembuatan hard candy diawali dengan pemanasan sukrosa (33g, 50g, 66g) dalam air 50 gram hingga suhunya mencapai 110 0C, kemudian ditambahkan sirup glukosa (33g, 50 g, 66 g) sambil terus diaduk hingga homogen. Selanjutnya ditambahkan buah pedada yang telah dilarutkan, dan terus diaduk hingga suhu mencapai 140-150 0C. Setelah suhu adonan permen tercapai 140-150 0C, adonan permen dituangkan dalam cetakan permen dan dibiarkan hingga dingin, kemudian diambil dari cetakan untuk dilakukan pengemasan. Pengemasan permen harus cepat dilakukan agar tidak terjadi penyerapan air dari udara yang menyebabkan kelembaban permen meningkat, sehingga mempengaruhi penurunan mutu permen yaitu cepat rusak dan berair. Diagram alir proses pengolahan hard candy dapat dilihat pada Gambar 6.

Buah Pedada

Pengambilan daging buah

Pencampuran dengan air

Penyaringan

Ekstrak Pedada Pengendapan

Air : Buah = 1:1 (v/w)


(27)

15

Gambar 6 Proses pengolahan hard candy

Sumber:Halimah (1997) Keterangan: * modifikasi

3.3.2 Penelitian utama

Penelitian utama bertujuan untuk mengetahui zat gizi yang terkandung dalam hard candy, yang merupakan formulasi terbaik hasil uji kesukaan dengan metode uji Bayes terhadap nilai organoleptik (parameter penampakan, warna, aroma, rasa, dan tekstur hard candy).

3.4 Parameter Pengamatan

Penelitian hard candy menggunakan beberapa parameter pengamatan antara lain analisis sensori, uji kekerasan, uji proksimat atau uji gizi.

3.4.1 Analisis sensori (Carpenter et al. 2000)

Pengujian sifat sensori dilakukan dengan melalui uji kesukaan terhadap penampakan, warna, aroma, rasa, dan tekstur dengan menggunakan skala hedonik sebagai berikut : (1) amat sangat tidak suka; (2) sangat tidak suka; (3) tida suka;

Sukrosa

Pencampuran dan Pengadukan

Pemanasan (T=1100 C, t=15 menit)

Pencampuran

Air 50 ml

Sirup glukosa Pemanasan (T=150 0C, T=10 menit)

Pengadukan (t=1 menit)

Pencetakan

Hard Candy

Ekstrak buah pedada (0%, 10%, 20% dan 30%*)


(28)

16

(4) agak tidak suka; (5) netral; (6) agak suka; (7) suka; (8) sangat suka; (9) amat sangat suka. Panelis yang digunakan adalah panelis semi terlatih sebanyak 30 orang. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji Kruskall-Wallis dengan menggunakan soft ware SPSS 13.0.

3.4.2 Uji kekerasan

Pengukuran kekerasan dilakukan dengan menggunakan alat Kiya hardness tester. Metode penggunaan alat ini adalah dengan meletakkan permen pada bagian sampel permen, kemudian menggerakkan alat pemutar tekanan, sehingga menimbulkan tekanan pada permen, dan permen akan pecah. Nilai kekerasan pada permen ditunjukkan oleh jarum penunjuk yang berputar menunjuk arah angka tertentu. Angka tersebut merupakan nilai kekerasan dari permen. Setelah selesai sampel permen diambil dari alat dan memposisikan kembali alat yang digunakan seperti semula.

3.4.3 Kadar air (AOAC 1995)

Pengukuran kadar air menggunakan Metode Oven. Cawan porselen bersih dikeringkan dengan cara dimasukkan ke dalam oven selama 30 menit pada suhu 105 °C. Cawan diangkat dan dimasukkan ke dalam desikator yang berisi gel silika pendingin, selama 15 menit, lalu ditimbang. Sebanyak 5 g sampel dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya, kemudian cawan berisi sampel tersebut dioven selama 6 jam dengan suhu 100-102 °C atau hingga berat konstan. Setelah selesai, cawan dan sampel dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit atau hingga dingin, lalu ditimbang. Apabila masih belum diperoleh berat yang konstan maka perlu dilakukan pengeringan di dalam oven. Penentuan kadar air menggunakan perhitungan sebagai berikut:

Kadar air (%) =

x

100%

A

B

A

Keterangan :

A = berat sampel awal (gram)

B = berat sampel setelah dikeringkan (gram) 3.4.4 Kadar abu (AOAC 2007)

Sebanyak 2-3 gram contoh ditimbang ke dalam sebuah cawan porselen yang telah diketahui beratnya dan diarangkan diatas nyala pembakar hingga tidak berasap lagi, lalu diabukan dalam tanur listrik pada suhu maksimal 550 oC sampai


(29)

17

pengabuan sempurna (abu berwarna putih). Setelah didinginkan dalam desikator, lalu beratnya ditimbang sampai konstan. Perhitungan :

Kadar abu (%) = (b – c) x 100% a

Keterangan:

a = berat contoh sebelum diabukan (g)

b = berat contoh ditambah cawan sesudah diabukan (g) c = berat cawan kosong (g)

3.4.5 Analisis kadar lemak (AOAC 2007)

Sampel sebanyak 0,5 gram ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring sebagai pelindung dan diletakkan pada alat ekstraksi soxhlet yang dipasang di atas kondensor serta labu lemak di bawahnya. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan dan dilakukan refluks selama minimal 16 jam sampai pelarut turun kembali ke dalam labu lemak. Pelarut di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 5 jam. Labu lemak kemudian didinginkan dalam desikator selama 20-30 menit dan ditimbang. Kadar lemak dapat dihitung berdasarkan rumus:

% Lemak = 100%

(g) sampel Berat

) ( lemak Berat

x g

Berat lemak = (berat labu + lemak) – berat labu 3.4.6 Analisis kadar protein (AOAC 2007)

Analisis kadar protein dilakukan dengan metode kjeldahl. Sampel sebanyak 0,1 gram dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 30 ml. Kemudian ditambahkan K2SO4 (1,9 gram), H2SO4 (2,5 ml) serta beberapa tablet kjeldahl. Sampel dididihkan sampai berwarna jernih (sekitar 1-1,5 jam); didinginkan dan dipindahkan ke alat destilasi, lalu dibilas dengan air sebanyak 5-6 kali dengan akuades (20 ml) dan air bilasan tersebut juga dimasukkan dalam wadah yang terdapat di bawah kondensor dengan ujung kondensor terendam di dalamnya. Dalam tabung destilasi ditambahkan larutan NaOH 40% sebanyak 20 ml. Cairan dalam ujung kondensor ditampung dengan erlenmeyer 125 ml berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes indikator (campuran metil merah 0,2% dalam alkohol dan


(30)

18

metilen biru 0,2 % dalam alkohol dengan perbandingan 2:1) yang diletakkan di bawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai diperoleh kira-kira 200 ml destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan indikator dalam erlenmeyer. Destilat dititrasi dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah. Kadar protein dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

% 100 sampel

Bobot

fp x 14,007 x

N BM x NHCl x VHCl

%Nitrogen x

% Protein = %N x Faktor konversi Faktor konversi = 6,2

3.4.7 Analisis kadar karbohidrat (AOAC 2007)

Analisis karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil pengurangan dari 100 % dengan kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak, sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangannya. Hal ini karena karbohidrat sangat berpengaruh terhadap zat gizi lainnya. Analisis karbohidrat dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

% Kadar karbohidrat = 100% - (kadar air + kadar abu + kadar lemak + kadar protein)

3.4.8 Kadar vitamin C

Kandungan vitamin C ditentukan dengan cara titrasi iod. Sebanyak 10 ml konsentrat diambil, ditetesi indikator pati sebanyak 2-3 tetes dan dititrasi menggunakan larutan iod 0,01 N. Titik akhir ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi biru. Tiap ml iod ekivalen dengan 0,88 mg asam askorbat. Kadar vitamin C dalam produk dihitung dengan rumus:

Vitamin C = ml iod x Normalitas I2 x 0,88 x FP x100 ml sampel


(31)

19

3.4.9 Kadar kalsium (Apriantono, et al. 1988)

Prinsip pengujian kadar kalsium adalah dengan pembuatan larutan standar dan larutan preparasi. Larutan stok standar 1000µg/ml diencerkan menjadi stok standar 50 µg/ml. Larutan stok standar 50 µg/ml dipipetkan sebanyak 0, 1, 2, 3, 4, 5 ml, masing-masing ke dalam labu ukur 50 ml dan diencerkan dengan HCl 0,3 N sampai tanda tera. Sebelumnya ke dalam masing-masing labu ukur ditambahkan 2,5 ml lantanum klorida 0,5%. Masing-masing larutan menjadi larutan standar dengan konsentrasi 1, 2, 3, 4, 5, µg/ml. Kemudian dibuat kurva standar untuk masing-masing logam (nilai absorpsi emisi vs konsentrasi logam dalam µg/ml). Larutan standar diukur absorpsi emisi dengan AAS pada panjang gelombang nm. Pembuatan preparasi

Sampel yang telah diabukan dalam cawan porselen ditambahkan 5-6 ml HCN 6 N dan dipanaskan di atas pemanas hingga kering. Selanjutnya ke dalam cawan porselen ditambahkan 15 ml HCL 3 N dan dipanaskan di atas pemanas hingga mulai mendidih. Filtrat didinginkan dan disaring melalui kertas saring dan dimasukkan ke dalam abu takar 100 ml. Pada cawan porselen awal ditambahkan lagi 10 ml HCl 3 N, kemudian dipanaskan hingga larutan mulai mendidih. Filtrat didinginkan dan disaring, kemudian dimasukkan dalam labu takar. Cawan dan kertas saring dicuci dengan aquades dan air cucian dimasukkan dalam labu takar. Pada labu takar ditambahkan 5 ml lantanum klorida 10%. Filtrat dalam labu takar didinginkan dan diencerkan dengan aquades sampai tanda tera. Labu takar didinginkan dan diencerkan dengan uquades sampai tanda tera blanko disiapkan dengan menggunakan sejumlah pereaksi yang sama. Larutan sampel dan blanko diukur absorpsi emisi dengan AAS pada panjang gelombang 422,7 nm dan dibandingkan dengan standar Ca yang telah diketahui konsentrasinya.

Kadar Ca (%, bb) = FP x (konsentrasi sampel-konsentrasi blanko) x 100% 1000 x berat sampel (mg)

Kadar Ca (%, bk) = Kadar Ca (%bb) x 100% 100 - kadar air


(32)

20

3.4.10 Kadar iodium (Slamet et al. 1990)

Salah satu metode kuantitatif untuk menetapkan kadar iodium dalam bahan makanan adalah berdasar reduksi katalis ion Ce 3+ (kuning) menjadi Ce2+ (tidak berwarna). Metode ini terdiri dari empat bagian yaitu pembuatan larutan pereaksi, pembuatan kurva standar dan persiapan contoh dan perhitungan kadar Iodium. Cara perhitungan nilai iodium adalah sebagai berikut:

I (µg/g 100) = CxVx100 B Keterangan :

C : Konsentrasi larutan sampel yang terbaca dari kurva standar dalam µg I/ml

V : Volume ekstrak sampel dalam ml(10 ml) B : Berat sampel dalam gram

3.5 Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini mengguanakan uji indeks kinerja metode Bayes dan rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). 3.5.1 Pemilihan hard candy terbaik dengan uji indeks kinerja

Penentuan formulasi hard candy terbaik dilakukan dengan menggunakan uji indeks kinerja (metode Bayes). Metode Bayes merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk melakukan analisis dalam pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternatif dengan tujuan menghasilkan perolehan yang optimal.Pengambilan keputusan yang optimal akan tercapai bila mempertimbangkan berbagai kriteria (Marimin 2004)

Persamaan Bayes yang digunakan untuk menghitung nilai alternatif sering disederhanakan menjadi :

Total nilaii= Keterangan :

Total nilaii = total nilai akhir dari alternatif ke –i Nilaiij = Nilai dari alternatif ke-i pada kriteria ke-j Kritj = tingkat kepentingan (bobot) kriteria ke-j


(33)

21

ij i

ij

Y

i = 1,2,3,....n ; n jumlah alternatif j = 1,2,3,....n ; n jumlah kriteria

Adanya perlakuan merupakan kriteria yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan selai jambu biji lembaran terbaik. Pemilihan selai jambu biji lembaran terbaik dengan uji indeks kinerja didasarkan pada total nilai yang paling tinggi dari setiap perlakuan. Parameter yang diberi bobot meliputi karakteristik sensori (tekstur, penampakan, aroma, warna, dan rasa). Nilaikepentinganmasing-masing parameter sensori yang digunakan terdiri dari 5 nilainumerik, dimana 1 mewakili tidak penting, 2 mewakili kurang penting, 3 mewakili biasa, 4 mewakili penting dan 5 mewakili sangat penting. Nilai kepentingan bisa diperoleh dari hasil kuisioner panelis atau dari ahli.Nilai numerik yang digunakan adalah 1 mewakili tidak penting, 2 biasa, 3 penting dan 4 sangat penting. Bobot dari masing-masing parameter didapat dari hasil manipulasi matriks perbandingan nilai kepentingan antar parameter, kemudian matriks tersebut dikuadratkan. Hasil penjumlahan setiap baris matriks dibagi dengan total penjumlahan baris matriks tersebut hingga diperoleh nilai eigen. Nilai eigen dari proses manipulasi matriks merupakan nilai bobot dalam metode Bayes.

3.5.2 Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan pada penelitian utama yang digunakan untuk mengetahui pengaruh perlakuan penambahan buah pedada terhadap parameter subjektif dan objektif yaitu rancangan acak lengkap (RAL) faktor tunggal dengan dua kali ulangan. Konsentrasi buah pedada yang digunakan sebagai perlakuan sebesar 0%, 10%, 20% dan 30% serta rengginang komersil sebagai pembanding. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Statistical Package For Social Science (SPSS) pada komputer. Menurut Steel dan Torie (1993) model uji rancangan acak lengkap sebagai berikut:

Keterangan:

Yij = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai rata-rata


(34)

22

εij = Galat percobaan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j i = Perlakuan ke-i

j = Ulangan ke-j

Bentuk hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut:

Ho = Penambahan buah pedada tidak berpengaruh nyata terhadap karakteristik

hard candy

H1 = Penambahan buah pedada berpengaruh nyata terhadap karakteristik hard candy

Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis ragam one way

ANOVA. Apabila hasil analisis ragam memberikan pengaruh yang berbeda nyata (tolak Ho), maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. Data hasil uji sensori dianalisis statistik dengan Kruskal-Wallis dengan menggunakan software SPSS 13.0. Apabila hasil analisis menunjukkan adanya pengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji Multiple Comparison yang bertujuan untuk mengetahui perlakuan mana saja yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter yang dianalisis. Langkah-langkah metode pengujian Kruskal-Wallis

adalah sebagai berikut:

1. Merumuskan Ho dan H1 2. Perangkingan

3. Membuat tabel rangking

4. Menghitung jumlah T (t-1) (t+1)

5. Menghitung faktor koreksi atau pembagi Pembagi =

6. Menghitung H

Menghitung H‟,

dimana

7. Melihat X2tabel dengan α : 0,05 db (v) = k-1

Jika x2 hitung > tabel = tolak Ho = uji lanjutmultiple comparison


(35)

23

Keterangan:

ni = Banyaknya pengamatan dalam perlakuan n = Banyaknya data

Ri2 = Jumlah rata-rata tiap perlakuan ke-i

t = Banyaknya pengamatan yang seri dalam ulangan

H‟ = H terkoreksi FK = Faktor koreksi

Apabila hasil uji Kruskal Wallis menunjukan kesimpulan bahwa diantara perlakuan tersebut memberikan pengaruh yang berbeda nyata, maka pengujian dilanjutkan dengan uji Multiple Comparison dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

Ri = Rata-rata nilai ranking perlakuan ke-i Rj = Rata-rata nilai ranking perlakuan ke-j k = Jumlah perlakuan

n = Jumlah data yang dibandingkan

H‟ = H terkoreksi


(36)

24

24

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan dengan menggunakan uji skala hedonik yaitu uji kesukaan panelis untuk mencari formulasi terbaik yang paling disukai oleh konsumen. Hasil formulasi terbaik pilihan panelis yang telah diuji menggunakan metode uji Bayes, yakni hasil permen yang paling disukai untuk penelitian utama, kemudian diuji hasil analisis gizi yang terkandung dalam hard candy tersebut. Berikut ini uraian hasil uji hedonik tiap parameter sampel.

4.1.1 Uji Hedonik 4.1.1.1 Penampakan

Hasil pembuatan hard candy dari berbagai perlakuan diperlihatkan dalam Lampiran 1. Panelis secara umum agak suka terhadap penampakan hard candy. Rata-rata dari seluruh perlakuan panelis memberikan nilai lebih dari 6 (agak suka). Perlakuan yang paling disukai dari segi penampakan oleh panelis adalah yang memiliki formula perbandingan sirup glukosa dan sukrosa (1:2) dan konsentrasi buah pedada 0% (B10) yaitu dengan rata-rata penilaian 7,33, sedangkan penampakan yang paling kurang disukai panelis adalah perbandingan sirup glukosa dan sukrosa (2:1) dengan konsentrasi buah pedada 0% (C10) dengan rata-rata penilaian 4,80. Histogram uji organoleptik skala hedonik penampakan hard candy dapat dilihat pada Gambar 7 sebagai berikut.

Gambar 7 Histogram uji hedonik penampakan hard candy

0 1 2 3 4 5 6 7 8

A10 A11 A12 A13 B10 B11 B12 B13 C10 C11 C12 C13

N il ai r ata -r ata h e d o n ik Perlakuan 6,63 6,9 7,33

6,63 6,56 6,53

4,8

6,73 6,66 6,73 6,5 6,73


(37)

25

Keterangan:

A10 : sirup glukosa:sukrosa (1:1), pedada 0% B12: sirup glukosa:sukrosa (1:2), pedada 20% A11 : sirup glukosa:sukrosa (1:1), pedada 10% B13: sirup glukosa:sukrosa (1:2), pedada 30% A12 : sirup glukosa:sukrosa (1:1), pedada 20% C10: sirup glukosa:sukrosa (2:1), pedada 0% A13 : sirup glukosa:sukrosa (1:1), pedada 30% C11: sirup glukosa:sukrosa (2:1), pedada 10% B10 : sirup glukosa:sukrosa (1:2), pedada 0% C12: sirup glukosa:sukrosa (2:1), pedada 20% B11 : sirup glukosa:sukrosa (1:2), pedada 10% C13: sirup glukosa:sukrosa (2:1), pedada 30%

Gambar 7 memperlihatkan bahwa secara umum, semakin banyak konsentrasi sukrosa dan buah pedada yang ditambahkan, maka panelis semakin menyukai penampakan hard candy. Sukrosa memiliki peranan penting dalam pembuatan permen. Menurut Jackson (1995) komponen terbesar dalam industri

confectionery adalah sukrosa. Menurut Lawrence (1991) penggunaan sukrosa dalam hard candy umumnya sebanyak 50-70%. Sukrosa dengan kemurnian yang tinggi dan kadar abu yang rendah sangat dibutuhkan agar penampakan permen yang dihasilkan jernih (Minife, 1989). Selain itu, komposisi sirup glukosa dan sukrosa 1:2 memberikan kemudahan saat pencetakan permen, sehingga bentuk permen dapat dibuat sesuai yang diinginkan. Perlakuan permen B10, memberikan penampakan yang jernih dan utuh.

Kesukaan panelis terhadap penampakan hard candy juga sangat terkait dengan komponen gula yang terkandung di dalamnya. Semakin banyak sirup glukosa yang digunakan pada penelitian, maka panelis semakin tidak menyukai penampakannya. Menurut Ward dan Court (1977) campuran glukosa dalam permen dapat membuat tekstur yang dihasilkan lebih liat, dan kekerasannya cenderung turun. Hal inilah yang menyebabkan permen akan lebih sulit saat dicetak sesuai bentuk yang diinginkan, sehingga konsumen tidak menyukainya. Namun, setelah penambahan buah pedada viskositas permen menurun dan dapat dibentuk. Penampakan secara umum perlakuan C10 adalah jernih dan bentuk permen tidak teratur, sehingga paling tidak disukai panelis.

Hasil uji Chi-Square menggunakan Kruskal Wallis (Lampiran 5) dapat dilihat bahwa perlakuan perbandingan sirup glukosa dan sukrosa serta konsentrasi buah pedada memberikan pengaruh terhadap penampakan hard candy. Walaupun

hard candy dengan komposisi sirup glukosa dan sukrosa 1:2 dengan buah pedada 0% (B10) menunjukkan penampakan paling disukai, penambahan buah pedada


(38)

26

pada perlakuan hard candy yang lain masih dalam taraf nilai lebih dari 6, artinya penambahan buah pedada pada hard candy masih diterima oleh panelis.

Pada pembuatan hard candy juga dapat digunakan sukrosa dalam bentuk granular atau cair, agar dihasilkan permen dengan kejernihan yang baik atau penampakan mirip air, dibutuhkan gula dengan kemurnian yang tinggi dan rendah kandungan abunya. Kandungan abu yang tinggi menyebabkan peningkatan inversi, pewarnaan, dan pembusaan selama pemasakan sehingga memperbanyak gelembung udara yang terperangkap dalam masa gula (Bernard 1989).

4.1.1.2 Rasa

Berdasarkan hasil uji kesukaan (hedonik) diketahui bahwa nilai rasa hard candy dengan penambahan buah pedada (Sonneratia caseolaris) adalah 5.50-6,86 dari skala hedonik 1-9 (Gambar 8). Nilai rasa permen yang paling disukai oleh panelis adalah yang memiliki formula perbandingan sirup glukosa dan sukrosa 1:1 dengan konsentrasi pedada 20% (A12) dengan rata-rata nilai 6,86, dan rasa yang paling kurang disukai panelis adalah perbandingan sirup glukosa dan sukrosa 2:1 dengan konsentrasi pedada 0% (C10) dengan rata-rata nilai 5,50. Hal ini menujukkan bahwa konsentrasi buah pedada masih disukai hingga konsentrasi 20%.

Hasil uji Chi-Square menggunakan Kruskal Wallis dapat dilihat pada Lampiran 5, menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan sirup glukosa dan sukrosa dengan konsentrasi buah pedada berpengaruh nyata terhadap rasa hard candy. Perlakuan A memiliki kandungan sukrosa lebih sedikit dibandingkan perlakuan B. Sukrosa memiliki tingkat kemanisan relatif lebih tinggi yaitu 100 dari pada kemanisan relatif glukosa yaitu 74 (Gaman dan Sherrington 1974). Kadar Sukrosa yang tinggi pada perlakuan akan berpengaruh terhadap rasa permen, semakin tinggi sukrosa maka permen akan semakin manis. Semakin tinggi persentase ekstrak buah pedada, mengakibatkan permen terasa asam. Histogram uji organoleptik skala hedonik rasa hard candy dapat dilihat pada Gambar 8 sebagai berikut.


(39)

27

Gambar 8 Histogram hasil uji hedonik rasa hard candy

Keterangan:

A10 : sirup glukosa:sukrosa (1:1), pedada 0% B12: sirup glukosa:sukrosa (1:2), pedada 20% A11 : sirup glukosa:sukrosa (1:1), pedada 10% B13: sirup glukosa:sukrosa (1:2), pedada 30% A12 : sirup glukosa:sukrosa (1:1), pedada 20% C10: sirup glukosa:sukrosa (2:1), pedada 0% A13 : sirup glukosa:sukrosa (1:1), pedada 30% C11: sirup glukosa:sukrosa (2:1), pedada 10% B10 : sirup glukosa:sukrosa (1:2), pedada 0% C12: sirup glukosa:sukrosa (2:1), pedada 20% B11 : sirup glukosa:sukrosa (1:2), pedada 10% C13: sirup glukosa:sukrosa (2:1), pedada 30%

Pada perlakuan A, semakin tinggi konsentrasi buah pedada hingga 20% rasa permen masih disukai, sedangkan pada penambahan 30% pedada kesukaan panelis terhadap rasa permen menurun. Hal ini disebabkan oleh rasa asam yang dominan dari buah pedada. Sedangkan pada perlakuan B, semakin tinggi konsentrasi buah pedada panelis semakin menyukai rasanya hingga penambahan pedada 30%. Kadar sukrosa yang tinggi dapat mengurangi tingkat keasaman permen, sehingga pada penambahan pedada 30%, permen masih dapat diterima dengan baik oleh panelis. Pada perlakuan C, kesukaan panelis masih meningkat hingga 20%, dan menurun pada konsentrasi 30%. Sirup glukosa mempunyai rasa manis reatif lebih rendah dibandingkan fruktosa, sukrosa, dan gula invert (Gaman dan Sherrington, 1992), sehingga kekuatan untuk menetralisir rasa asam juga rendah yang mengakibatkan pada penambahan pedada 30%, kurang disukai.

0 1 2 3 4 5 6 7 8

A10 A11 A12 A13 B10 B11 B12 B13 C10 C11 C12 C13

N il ai r ata -r ata H e d o n ik Perlakuan 5,83

6,63 6,86 6,80

5,96 6,20 6,36 6,50 5,50


(40)

28

Penambahan buah pedada pada hard candy menyebabkan rasa asam yang merupakan asam askorbat dari buah pedada.

4.1.1.3 Warna

Warna dalam makanan sangat penting karena berpengaruh terhadap penampakan sehingga meningkatkan daya tarik dan memberikan informasi yang lebih kepada konsumen tentang karakteristik makanan (Counsell 1991). Berdasarkan uji kesukaan yang dilakukan oleh panelis, hard candy dengan penambahan buah pedada mempunyai kisaran nilai 5,33 sampai 6,70 pada skor skala hedonik 1-9. Hasil uji warna dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Histogram hasil uji hedonik warna hard candy

Keterangan:

A10 : sirup glukosa:sukrosa (1:1), pedada 0% B12: sirup glukosa:sukrosa (1:2), pedada 20% A11 : sirup glukosa:sukrosa (1:1), pedada 10% B13: sirup glukosa:sukrosa (1:2), pedada 30% A12 : sirup glukosa:sukrosa (1:1), pedada 20% C10: sirup glukosa:sukrosa (2:1), pedada 0% A13 : sirup glukosa:sukrosa (1:1), pedada 30% C11: sirup glukosa:sukrosa (2:1), pedada 10% B10 : sirup glukosa:sukrosa (1:2), pedada 0% C12: sirup glukosa:sukrosa (2:1), pedada 20% B11 : sirup glukosa:sukrosa (1:2), pedada 10% C13: sirup glukosa:sukrosa (2:1), pedada 30%

Warna hard candy yang dibuat pada penelitian secara umum berwarna cokelat. Data kesukaan panelis pada warna hard candy dapat dilihat pada Lampiran 2. Nilai tertinggi kesukaan panelis terhadap warna hard candy ini diperoleh pada perlakuan perbandingan sirup glukosa dan sukrosa 1:2 dengan

5.4 5.6 5.8 6 6.2 6.4 6.6 6.8 7

A10 A11 A12 A13 B10 B11 B12 B13 C10 C11 C12 C13

N il ai R ata -r ata Hed o n ik Perlakuan 6,76 6,40 6,50 6,70 6,40 6,80 6,76 6,70 5,90 6,50 6,63 6,56


(41)

29

konsentrasi buah pedada 10% (B11), dengan rata-rata penilaian 6,80 dengan warna permen cokelat kekuning-kuningan. Sedangkan nilai terendah adalah perbandingan sirup glukosa dan sukrosa 2:1 dengan konsentrasi buah pedada 0% (C10) dengan rata-rata penilaian 5,90 dengan warna permen cokelat muda.

Bahan baku permen yaitu sirup glukosa dan sukrosa diduga cukup murni dan memiliki kandungan abu yang rendah, karena menurut Minifie (1989) kandungan abu yang tinggi pada sukrosa akan menyebabkan inversi dan pewarnaan. Menurut Winarno (2008), jika sukrosa dipanaskan terus sampai titik leburnya yaitu 160 0C maka akan terjadi proses karamelisasi. Pencoklatan pada produk hard candy ini baru tahap mendekati karamelisasi, warna coklat tersebut merupakan senyawa hidroksimethil furfural, karena suhu yang digunakan untuk membuat permen baru mencapai 150 0C.

Reaksi yang terjadi merupakan reakasi pencoklatan non-enzimatis yaitu reaksi karamelisasi yang menyebabkan permen menjadi gelap. Proses tersebut adalah setiap molekul sukrosa dipecah menjadi molekul glukosa dan fruktosa, suhu tinggi mampu mengeluarkan molekul air dari setiap molekul gula, sehingga terbentuk glukosan dan fruktosan (dehidrasi). Setelah proses pemecahan dan dehidrasi adalah reaksi polimerisasi yaitu terbentuknya komponen polimer yang berwarna, menyebabkan larutan berwarna gelap (Winarno 2008). Komponen gelap tersebut adalah hidroksimethil furfural (Meyer 1978). Semakin tinggi konsentrasi buah pedada, panelis semakin menyukai permen tersebut, namun tingkat kesukaan menurun pada penambahan pedada 30%. Buah pedada mengandung karbohidrat yang cukup tinggi sehingga mempengaruhi proses karamelisasi.

Hasil analisis Chi-Square menggunakan Kruskal Wallis (Lampiran 5), memperlihatkan bahwa perlakuan perbandingan sirup glukosa dan sukrosa dengan penambahan konsentrasi buah pedada berpengaruh nyata terhadap warna hard candy. Pengaruh yang nyata dari perlakuan itu terhadap warna dilihat panelis secara visual dan bersifat relatif. Winarno (2008) menyatakan, suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan testurnya sangat baik tidak akan dikonsumsi bila memilki warna yang tidak sedap dipandang atau warnanya menyimpang dari warna seharusnya.


(42)

30

4.1.1.4 Aroma

Aroma suatu produk sangat berpengaruh terhadap selera konsumen yang berkaitan dengan indera penciuman sehingga menimbulkan keinginan untuk mengkonsumsinya. Aroma yang enak akan menggugah selera, sedangkan aroma yang tidak enak akan menurunkan selera konsumen untuk mengkonsumsi produk tersebut. Produk hard candy pada penelitian ini memiliki aroma yang khas dari buah pedada (Sonneratia caseolaris).

Gambar 10 Histogram uji hedonik aroma hard candy

Keterangan:

A10 : sirup glukosa:sukrosa (1:1), pedada 0% B12: sirup glukosa:sukrosa (1:2), pedada 20% A11 : sirup glukosa:sukrosa (1:1), pedada 10% B13: sirup glukosa:sukrosa (1:2), pedada 30% A12 : sirup glukosa:sukrosa (1:1), pedada 20% C10: sirup glukosa:sukrosa (2:1), pedada 0% A13 : sirup glukosa:sukrosa (1:1), pedada 30% C11: sirup glukosa:sukrosa (2:1), pedada 10% B10 : sirup glukosa:sukrosa (1:2), pedada 0% C12: sirup glukosa:sukrosa (2:1), pedada 20% B11 : sirup glukosa:sukrosa (1:2), pedada 10% C13: sirup glukosa:sukrosa (2:1), pedada 30%

Histogram kesukaan panelis terhadap bau atau aroma hard candy

dicantumkan pada Gambar 10. Penelis memberikan penilaian tertinggi pada aroma hard candy yang menggunakan perbandingan sirup glukosa dan sukrosa 2:1 dengan penambahan buah pedada 30% (A13) dengan nilai 6,33, dan penilaian

4.8 5 5.2 5.4 5.6 5.8 6 6.2 6.4 6.6

A10 A11 A12 A13 B10 B11 B12 B13 C10 C11 C12 C13

N il ai r ata -r ata h e d u n ik Perlakuan 6,13 6,30 6,33 5,66 5,83 6,03 5,86 6,00 5,93 5,96 b 5,33 5,90


(43)

31

terendah pada perbandingan sirup glukosa dan sukrosa 1:1 dengan konsentrasi buah pedada 0% pula (A10) dengan nilai 5,66.

Hasil analisis Chi-Square kesukaan menggunakan Kruskal Wallis

(Lampiran 5), perlakuan komposisi sirup glukosa dan sukrosa dengan konsentrasi buah pedada tidak berpengaruh nyata terhadap aroma hard candy. Menurut Heath (1978) flavor yang digunakan dalam hard candy ditambahkan pada bahan ketika masih panas dan diusahakan tetap panas untuk beberapa saat setelah penambahan. Pada kondisi ini dapat terjadi kehilangan flavor yang bersifat volatil misalnya komponen pada minyak atsiri. Penambahan buah pedada sebagai flavor tidak memberikan pengaruh yang nyata, karena terurai oleh panas yang tinggi. Demikian juga dengan perlakuan perbandingan sirup glukosa dan sukrosa 1:2, dan 2:1 Semakin tinggi konsentrasi buah pedada semakin disukai panelis karena aroma permen yang harum dan khas dari buah pedada. Aroma yang harum dari buah pedada berasal dari senyawa fenol yang memiliki gugus aromatik yang menyerap kuat pada spektrum sinar UV. Kandungan total fenol dari buah pedada menggunakan ekstrak metanol adalah sebesar 29,18 (mg TAE/sampel) (Febrianti 2010).

4.1.1.5 Tekstur

Tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur hard candy (Lampiran 2) menujukkan bahwa perlakuan perbandingan sirup glukosa dan sukrosa 1:2 dengan konsentrasi 0% (B10) merupakan permen yang paling disukai dengan nilai rata-rata 7,03. Sedangkan perbandingan sirup glukosa dan sukrosa 2:1 dan konsentrasi buah pedada 20% (C12) adalah produk yang teksturnya paling kurang disukai dengan rata-rata penilaian 4,8.

Hasil analisis Chi-Square menggunakan Kruskal Wallis (Lampiran 5), perbandingan sirup glukosa dan sukrosa dengan penambahan konsentrasi buah pedada berpengaruh nyata terhadap kesukaan panelis pada tekstur hard candy. Secara umum, semakin tinggi ekstrak buah pedada yang ditambahkan, panelis semakin tidak menyukainya. Hal ini dikarenakan, semakin tinggi kandungan buah pedada tekstur permen menjadi liat dan kasar karena kandungan serat buah pedada yang terdapat pada permen. Histogram hasil uji hedonik tekstur terligat Gambar 11 berikut.


(44)

32

Gambar 11 Histogram uji hedonik tekstur hard candy

Keterangan:

A10 : sirup glukosa:sukrosa (1:1), pedada 0% B12: sirup glukosa:sukrosa (1:2), pedada 20% A11 : sirup glukosa:sukrosa (1:1), pedada 10% B13: sirup glukosa:sukrosa (1:2), pedada 30% A12 : sirup glukosa:sukrosa (1:1), pedada 20% C10: sirup glukosa:sukrosa (2:1), pedada 0% A13 : sirup glukosa:sukrosa (1:1), pedada 30% C11: sirup glukosa:sukrosa (2:1), pedada 10% B10 : sirup glukosa:sukrosa (1:2), pedada 0% C12: sirup glukosa:sukrosa (2:1), pedada 20% B11 : sirup glukosa:sukrosa (1:2), pedada 10% C13: sirup glukosa:sukrosa (2:1), pedada 30%

Penggunaan sukrosa dan sirup glukosa dengan beberapa macam perbandingan pada penelitian ini diduga menghasilkan variasi dalam menghasilkan tekstur akhir. Menurut Nicol (1979), sukrosa dalam produk pangan berfungsi sebagai pembentuk tekstur dan citarasa. Selain itu juga Ward dan Court (1977) menyatakan campuran sukrosa dan sirup glukosa dapat membuat tekstur yang dihasilkan lebih liat, tetapi kekerasannya cenderung menurun.

Pembentukan tekstur produk selain dipengaruhi oleh komposisi sirup gukosa dan sukrosa juga dipengaruhi oleh konsentrasi penambahan buah pedada pada produk hard candy tersebut. Perbandingan sirup glukosa dan sukrosa yang digunakan dalam pembuatan permen sangat menentukan tekstur yang terbentuk. Sirup glukosa berpengaruh untuk memperbaiki tekstur, dan memiliki sifat higroskopis yang rendah sehingga dapat digunakan sebagai pelindung pada hard candy. Sukrosa juga berfungsi sebagai pembentuk tekstur, peningkatan kadar sukrosa akan meningkatkan kekentalan. Buah pedada banyak mengandung serat

0 1 2 3 4 5 6 7 8

A10 A11 A12 A13 B10 B11 B12 B13 C10 C11 C12 C13

N il ai r ata -r ata h e d o n ik Perlakuan 5,73 5,30 5,10 7,03 5,66 5,60 5,63 5,40 5,33 5,93 4,80 6,70


(45)

33

sehingga menyebabkan permen memiliki tekstur lebih liat dan kasar, sehingga sangat diperlukan untuk proses ekstraksi yang lebih murni dari serat-serat buah pedada.

4.1.2 Penentuan Formula dengan Metode Bayes

Metode Bayes merupakan salah satu teknik yang dapat dipergunakan untuk melakukan analisis dalam pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternatif dengan tujuan menghasilkan perolehan yang optimal. Untuk menghasilkan keputusan yang optimal yang perlu dipertimbangkan berbagai kriteria (Marimin 2004). Sebelum dilakukan analisis menggunakan metode Bayes, dilakukan perangkingan terhadap beberapa parameter yang diamati berdasarkan indeks kepentingan berdasarkan pendapat ahli.

Tabel 6 Hasil analisis dengan metode Bayes

Parameter Rasa Tekstur Warna Penampakan Aroma Total Rangking

A10 3 11 11 7 1 6,6 7

A11 10 9 4 5 10 7,6 4

A12 12 3 5 10 11 8,2 2

A13 11 2 9 11 12 9 1

B10 4 12 4 12 2 6,8 6

B11 6 8 12 7 3 7,2 5

B12 7 6 11 8 9 8,2 2

B13 9 7 10 6 4 7,2 5

C10 2 5 1 4 8 4 10

C11 6 4 6 10 5 6,2 9

C12 8 1 8 9 6 6,4 8

C13 5 10 7 10 7 7,8 3

Bobot 0,3 0,24 0,18 0,18 0,11

Parameter yang dianggap penting pada produk permen secara berturut-turut adalah rasa, tekstur, penampakan, warna, dan bau. Hasil analisis dengan metode Bayes dapat dilihat pada Tabel 6, dan data yang lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 8. Hasil analisis menunjukkan bahwa permen dengan formula perbandingan sirup glukosa dan sukrosa (1:1) dengan konsentrasi buah pedada 30% (A13) menunjukkan peringkat pertama. Hasil uji hedonik menunjukkan bahwa hampir semua parameter yang diuji yaitu aroma, tekstur, warna, penampakan, dan rasa mempunyai skor rata-rata organoleptik tinggi,


(46)

34

begitu juga analisis dengan metode Bayes, permen dengan formula penggunaan bahan baku sirup glukosa dan sukrosa dengan pedada 30% menghasilkan respon terbaik.

4.1.3 Uji Kekerasan

Sesuai dengan namanya yaitu hard candy, analisis kekerasan sangat dibutuhkan sebagai parameter untuk menilai mutu permen. Analisa kekerasan dilakukan, karena kekerasan merupakan salah satu kriteria mutu yang penting bagi berbagai jenis permen (Mark dan Stewart 1955). Perubahan kekerasan hard candy sampai taraf tertentu dapat merupakan petunjuk kelayakan permen tersebut untuk dikonsumsi. Hasil uji kekerasan disajikan pada gambar berikut ini.

4.1.3.1 Komposisi sirup glukosa:sukrosa (1:1)

Nilai hasil uji kekerasan komposisi sirup glukosa:sukrosa (1:1) dengan penambahan ekstrak buah pedada disajikan pada Gambar 12.

Gambar 12 Histogram nilai kekerasan hard candy (glukosa:sukrosa 1:1) Berdasarkan hasil analisis ANOVA terhadap uji kekerasan hard candy

yang terlihat pada Lampiran 10, menunjukkan bahwa perlakuan penambahan pedada pada produk hard candy memberikan pengaruh yang nyata terhadap tingkat kekerasan hard candy. Semakin tinggi ekstrak buah pedada yang ditambahkan tingkat kekerasan hard candy semakin meningkat. Tingkat kekerasan tertinggi terdapat pada perlakuan hard candy dengan penambahan ekstrak buah pedada sebesar 30% dengan nilai kekerasan sebesar 19,9 Kgf,

16.5 17 17.5 18 18.5 19 19.5 20 20.5

0% 10% 20% 30%

ke

ke

rasan

(k

g

f)

Perlakuan pedada 17,7 a

19,5 b 19,7

b 19,9


(47)

35

dan nilai kekerasan terendah terdapat pada hard candy tanpa penambahan ekstrak buah pedada (0%) yaitu 17,7 Kgf.

Hasil uji lanjut multiple comparison menunjukkan bahwa penambahan ekstrak buah pedada memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kekerasan hard candy. Nilai kekerasan hard candy dengan penambahan pedada 0% ber berbeda nyata dengan perlakuan penambahan ekstrak buah pedada 10%, 20%, dan 30%. Sedangkan pada penambahan 10%, 20%, dan 30%, satu sama lain tidak berbeda nyata. Kandungan gula atau karbohidrat buah pedada sangat tinggi sehingga diduga dapat meningkatkan kekerasan dari hard candy. Berdasarkan penelitian Febrianti (2010) menyatakan bahwa kandungan karbohidrat buah pedada mencapai 14,35%. Nilai kekerasan permen juga dipengaruhi oleh kadar air. Sesuai dengan penelitian Halimah (1997) semakin tinggi kadar air permen, maka tingkat kekerasannya semakin rendah. Buah pedada banyak mengandung serat yang diduga berpengaruh terhadap kekerasan permen. Semakin tinggi buah pedada yang ditambahkan, tingkat kekerasan permen semakin tinggi.

4.1.3.2 Komposisi sirup glukosa:sukrosa (1:2)

Nilai hasil uji kekerasan komposisi sirup glukosa:sukrosa (1:2) dengan penambahan ekstrak buah pedada disajikan pada Gambar 13.

Gambar 13 Histogram nilai kekerasan hard candy (glukosa:sukrosa 1:2)

16.5 17 17.5 18 18.5 19 19.5

0% 10% 20% 30%

K

e

ke

rasan

(k

g

f)

Perlakuan pedada

17,7 a 17,8 a

18,8 a


(48)

36

Berdasarkan hasil analisis ANOVA pada hard candy yang terlihat pada Lampiran 11, menunjukkan bahwa perlakuan penambahan pedada pada produk

hard candy tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap tingkat kekerasan

hard candy (p>0,05). Semakin tinggi ekstrak buah pedada yang ditambahkan tingkat kekerasan hard candy semakin meningkat, walaupun tidak berbeda secara signifikan. Tingkat kekerasan tertinggi terdapat pada perlakuan hard candy

dengan penambahan ekstrak buah pedada sebesar 30% dengan nilai kekerasan sebesar 19,3 Kgf, sedangkan nilai kekerasan terendah terdapat pada hard candy

tanpa penambahan buah pedada (0%) dengan nilai 17,7 Kgf. Hal ini diduga ada faktor lain yang lebih dominan mempengaruhi kekerasan permen seperti komposisi sirup glukosa dan sukrosa atau kadar air hard candy. Berdasarkan penelitian Budiana (2002), kandungan sukrosa yang dominan pada hard candy

menghasilkan tingkat kekerasan yang paling tinggi jika dibandingkan dengan

hard candy yang memiliki kandungan sukrosa sedikit. 4.2.3 Komposisi sirup glukosa:sukrosa (2:1)

Nilai hasil uji kekerasan komposisi sirup glukosa:sukrosa (2:1) dengan penambahan ekstrak buah pedada disajikan pada Gambar 14.

Gambar 14 Histogram nilai kekerasan hard candy (glukosa:sukrosa 2:1) Berdasarkan hasil analisis ANOVA pada uji kekerasan hard candy yang terlihat pada Lampiran 12, menunjukkan bahwa perlakuan penambahan pedada pada produk hard candy memberikan pengaruh yang berbeda terhadap tingkat

0 5 10 15 20 25

0% 10% 20% 30%

K

e

ke

rasan

(k

g

f)

Perlakuan pedada

12,0 a 12,8

a

17,4 ab


(49)

37

kekerasan hard candy. Semakin tinggi ekstrak buah pedada yang ditambahkan tingkat kekerasan hard candy semakin meningkat. Tingkat kekerasan tertinggi terdapat pada perlakuan hard candy dengan penambahan ekstrak buah pedada sebesar 30% dengan nilai kekerasan sebesar 20,0 Kgf, dan nilai kekerasan terendah terdapat pada hard candy tanpa penambahan ekstrak buah pedada (0%) yaitu 12,0 Kgf.

Hasil uji lanjut multiple comparison menunjukkan bahwa Nilai kekerasan

hard candy dengan penambahan pedada 0% berbeda nyata dengan 30%, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan penambahan ekstrak buah pedada 10%, dan 20%. Kandungan gula atau karbohidrat buah pedada sangat tinggi sehingga diduga dapat meningkatkan kekerasan dari hard candy. Berdasarkan penelitian Febrianti (2010) menyatakan bahwa kandungan karbohidrat buah pedada mencapai 14,35%. Buah pedada banyak mengandung serat yang juga diduga berpengaruh terhadap kekerasan permen. Semakin tinggi buah pedada yang ditambahkan, tingkat kekerasan permen semakin tinggi. Nilai kekerasan permen juga dipengaruhi oleh kadar air. Sesuai dengan penelitian Halimah (1997) semakin tinggi kadar air permen, maka tingkat kekerasannya semakin rendah.

4.2 Penelitian Utama

Hard candy yang terbaik diperoleh berdasarkan metode Bayes dengan memperhatikan parameter sensori (penampakan, rasa, warna, aroma dan tekstur) adalah hard candy dengan kode A13 dan B12, kemudian dilakukan pengujian nilai gizi. Uji gizi hard candy digunakan untuk mengetahui komposisi gizi pada

hard candy sebagai langkah untuk mengetahui besarnya susut gizi dari buah pedada setelah menjadi produk olahan permen. Uji gizi ini sangat penting dalam produk pangan sebagai pertimbangan layak tidaknya untuk dikonsumsi sebagai asupan gizi bagi tubuh. Komposisi gizi permen disajikan pada Tabel 7


(50)

38

Tabel 7 Hasil uji nilai gizi

Parameter uji gizi A13 B12

Air 0,85% 0,60%

Abu 0,16% 0,10%

Lemak 0,13% 0,25%

Protein 1,18% 1,82%

Karbohidrat 97,70% 97,23%

Vitamin C 28,16 mg/100g 34,31 mg/100g

Kalsium 19,23 mg/100g 38,16 mg/100g

Iodium 9,54µg/100g 13,36 µg/100g

Selenium 3,37µg/100g 5,09 µg/100g

Tabel 7 menunjukkan bahwa kandungan gizi yang terdapat dalam hard candy B12 dengan perbandingan sirup glukosa dan sukrosa 1:2 dengan konsentrasi buah pedada 20%, secara keseluruhan mempunyai kandungan gizi yang lebih tinggi dibanding dengan perlakuan A13, terutama vitamin C dan kandungan mineralnya yaitu kalsium, iodium, dan selenium.

Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu hard candy, karena tingkat keawetan hard candy mempunyai hubungan yang erat dengan kadar air yang dikandungnya. Kadar air pada hard candy perlakuan A13 sebesar 0,85%, sedangkan perlakuan B12 adalah 0,60%. Menurut penelitian Wahyuni (1998) semakin tinggi kandungan sukrosa hard candy, kadar airnya semakin rendah. Nilai ini sudah sesuai denga standar SNI tentang syarat mutu hard candy, yang mengisyaratkan kadar air maksimum yang dibolehkan 3,5%. Kadar air yang rendah ini diduga selain disebabkan oleh faktor bahan baku juga dipengaruhi oleh suhu pemasakan. Menurut Purnomo dan Adiono (1985), seni membuat permen dengan daya tahan memuaskan terletak pada pembuatan produk dengan kadar air minimum.

Larutan gula yang digunakan sebagai bahan utama pembuatan hard candy

dengan pemanasan pada suhu tinggi akan mengeras dan mengalami penurunan kadar air. Hal ini sesuai dengan Winarno (2008), bila larutan sukrosa diuapkan maka konsentrasinya akan meningkat, demikian juga dengan titik didihnya. Keadaan ini akan terus berlangsung sehingga air menguap semua dan keseluruhan larutan merupakan cairan sukrosa yang lebur.

Kadar abu merupakan syarat mutu penting pada produk permen. Abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Abu terdiri dari


(1)

60

Lampiran 11 Hasil uji ANOVA kekerasan hard candy (komposisi sirup glukosa : sukrosa 1:2)

ANOVA kekeras an

3,640 3 1,213 ,300 ,825

16,200 4 4,050

19,840 7

Between Groups Within Groups Total

Sum of

Squares df Mean S quare F Sig.

ke kera san

2 17,7000 2 17,8000 2 18,8000 2 19,3000 ,854 2 17,7000 2 17,8000 2 18,8000 2 19,3000 ,473 perlakuan 0% 10% 20% 30% Sig. 0% 10% 20% 30% Sig. Tukey HSDa

Duncana

N 1

Subset for alpha

= . 05

Means for groups in homogeneous s ubsets are dis played. Us es Harmonic Mean Sample S ize = 2,000.


(2)

61

Lampiran 12 Hasil uji ANOVA kekerasan hard candy (komposisi sirup glukosa:sukrosa 2:1)

ANOVA kekeras an

86,074 3 28,691 12,632 ,017

9,085 4 2,271

95,159 7

Between Groups Within Groups Total

Sum of

Squares df Mean S quare F Sig.

ke kera san

2 12,0500

2 12,8000

2 17,4000 17,4000

2 20,0000 ,077 ,418 2 12,0500 2 12,8000 2 17,4000 2 20,0000 ,645 ,160 perlakuan 0% 10% 20% 30% Sig. 0% 10% 20% 30% Sig. Tukey HSDa

Duncana

N 1 2

Subset for alpha = .05

Means for groups in homogeneous s ubsets are displayed. Us es Harmonic Mean Sample S ize = 2,000.


(3)

62

Lampiran 13 Hasil Uji Bayes

parameter analisis nilai kepentingan

Rasa 5

Tekstur 4

penampakan 3

warna 3

Aroma 2

x/y Aroma (y) tekstur warna penampakan rasa

aroma (x) 1 0.5 0.67 0.67 0.4

tekstur 2 1 1.33 1.33 0.8

warna 1.5 0.75 1 1 0.6

penampakan 1.5 0.75 1 1 0.6

Rasa 2.5 1.25 2.5 1.67 1

Perkalian Matriks yang sama (matrik A x matrik A)

1 0.5 0.67 0.67 0.4 1 0.5 0.67 0.67 0.4

2 1 1.33 1.33 0.8 2 1 1.33 1.33 0.8

1.5 0.75 1 1 0.6 X 1.5 0.75 1 1 0.6

1.5 0.75 1 1 0.6 1.5 0.75 1 1 0.6

2.5 1.25 2.5 1.67 1 2.5 1.25 2.5 1.67 1

Hasil perkalian matriks AXA =B

5.00 2.5 3.68 3.34 2.00

10 5 7.33 6.67 3.98

7.5 3.75 5.50 5.00 3

7.5 3.75 5.50 5.00 3


(4)

63

Perkalian Matriks yang sama (matrik B x matrik B)

5.00 2.5 3.68 3.34 2.00 5.00 2.5 3.68 3.34 2.00 10 5 7.33 6.67 3.98 10 5.00 7.33 6.67 3.98 7.5 3.75 5.50 5.00 3.00 X 7.5 3.75 5.50 5.00 3.00 7.5 3.75 5.50 5.00 3.00 7.5 3.75 5.50 5.00 3.00 13.76 6.88 10.00 10.00 5.50 13.76 6.88 10.00 10.00 5.50

Hasil perkalian mariks B

130.17 131.5751 198.4043 208.7876 313.0125 100 105.1299 158.5249 166.8166 250.0899 75 78.8550 118.8875 125.1125 187.5675 75 78.8550 118.8875 125.1125 187.5675 37.5900 49.5626 75.2668 79.4251 119.0700

Hasil penjumlahan Matrik C dan nilai bobot

Hasil

penjumlahan nilai bobot 130.1700 65.085 95.335 88.4750 52.01 431.0750 0.11 259.7648 129.8824 190.25 176.5500 103.7900 860 0.24 195.0300 97.515 142.8375 132.5625 77.925 645.8700 0.18

195.0300 97.515 142.8375 132.5625 77.925 646.0325 0.18 363.2800 181.64 266.0672 246.8480 145.1524 1202.988 0.3


(5)

64

Hasil analisis dengan metode Bayes

Parameter Rasa Tekstur Warna Penampakan Aroma Total Rangking

A10 3 11 11 7 1 6,6 7

A11 10 9 4 5 10 7,6 4

A12 12 3 5 10 11 8,2 2

A13 11 2 9 11 12 9 1

B10 4 12 4 12 2 6,8 6

B11 6 8 12 7 3 7,2 5

B12 7 6 11 8 9 8,2 2

B13 9 7 10 6 4 7,2 5

C10 2 5 1 4 8 4 10

C11 6 4 6 10 5 6,2 9

C12 8 1 8 9 6 6,4 8

C13 5 10 7 10 7 7,8 3


(6)

65

Lampiran 14 Dokumentasi penelitian

Buah Pedada Daging Buah Daging buah

Sirup Glukosa Sukrosa

Kiya Hardness Tester