Persepsi petani hutan rakyat terhadap kredibilitas penyuluh kehutanan: studi kasus Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat
Persepsi Petani Hutan Rakyat Terhadap Kredibilitas Penyuluh
Kehutanan (Kasus : Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman
Provinsi SumateraBarat)
RATNA IDOLASARI
E14063343
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
(2)
Persepsi Petani Hutan Rakyat Terhadap Kredibilitas Penyuluh
Kehutanan (Kasus : Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman
Provinsi SumateraBarat)
RATNA IDOLASARI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
(3)
ABSTRAK
Ratna Idolasari. E14063343. Persepsi Petani Hutan Rakyat Terhadap Kredibilitas Penyuluh Kehutanan (Kasus: Kecamatan Rao, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat). Di bawah bimbinganIr. Sudaryanto.
Pemberdayaan masyarakat desa di sekitar hutan rakyat menjadi salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia masyarakat pedesaan menuju arah yang lebih baik. Dalam hal ini penyuluh kehutanan memegang peranan penting dalam penyampaian informasi kepada petani hutan rakyat. Perubahan dapat terjadi jika penyuluh berperan baik. Hal ini ditandai dengan kredibilitas yang dimiliki oleh penyuluh. Semakin kredibel seorang penyuluh, maka semakin memungkinkan terjadinya perubahan ke arah yang lebih baik.
Tujuan dari penelitian ini ialah untuk menilai persepsi petani hutan tentang kredibilitas penyuluh sebagai sumber informasi mengenai pengelolaan hutan rakyat serta untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi petani hutan tentang kredibilitas penyuluh kehutanan berdasarkan metode uji korelasi jenjang Spearman. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Rao, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat pada bulan Agustus 2010. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah kuisioner. Alat yang digunakan ialah, kalkulator, alat tulis, kamera, laptop dengan software SPSS 17 dan Microsoft Excel. Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi dan analisis korelasi dengan pengambilan responden secara sensus sebanyak 67 angota kelompok tani hutan.
Berdasarkan penelitian didapatkan hubungan antara karakteristik petani hutan dengan persepsi petani hutan terhadap kredibilitas penyuluh kehutanan yaitu : Y1 = 85.448 - 0,90 X1 +1,624 X2– 0,29 X3 + 2.600E-7X4, Y2 = 27,047 –
0,077 X1+ 0,17 X2- 0,48 X3+ 2.885E-8 X4 , dan Y3 = 20,277 - 0,040 X1+ 0,174
X2- 0,067 X3 + 5.584E-8 X4 ,dimana Y sebagai Persepsi Petani hutan Terhadap
kredibilitas penyuluh kehutanan, X1sebagai umur, X2sebagai tingkat pendidikan,
X3 sebagai lama menjadi anggota kelompok dan X4 sebagai pendapatan.
Berdasarkan persamaan tersebut dapat dilihat hubungan antara karakteristik petani hutan rakyat (umur, pendidikan dan lama menjadi anggota kelompok) memiliki hubungan yang cukup kuat dengan persepsinya mengenai kredibilitas penyuluh kehutanan.
Petani hutan berpersepsi bahwa penyuluh kehutanan cukup memenuhi perannya sebagai penyuluh kehutanan, komunikatif dalam penyampaian materi dan dapat dipercaya. Jumlah interaksi antara petani hutan dengan penyuluh kehutanan baik secara formal maupun informal berpengaruh nyata terhadap persepsi petani hutan terhadap kredibilitas penyuluh kehutanan.
(4)
ABSTRACT
Ratna Idolasari. E14063343.Perceptions of Forest Farmers on the Credibility of Forestry Counselor (Study Case: District Rao, Pasaman, West Sumatra Province).Under the supervision ofIr. Sudaryanto)
Empowerment of rural communities around the public forest can be done as one of alternative in order to improve the quality of human resources in rural communities. Forestry counselor plays an important role in disseminating information to the forest farmer community for a better change. The more credible a counselor, then the possible occurrence of change will be better.
The purpose of this study was to assess the farmer’s perceptions about the credibility of forest counselor as the sources of information agents about forest management and toassess the factors that affect farmers perceptions about the credibility of forestry counselor based on the Spearman correlation test method. The research was conducted in Distric Rao, Pasaman, West Sumatra Province in August 2010. The materials used in this study was questionnaire. The instrument used was calculators, stationery, cameras, PC with the software SPSS 17 and Microsoft Excel. This study uses regression analysis and correlation analysis by taking a census respondents from 67 members from the forest farmer groups.
Based on the research, the relationship between characteristics of forest farmers with farmer's perception to the credibility of forestry counselor can be found with the equation : Y1 = 85,448 to 0.90 X1 +1.624 X2 - 0.29 X3 + 2.600E-7X4, Y2 = 27.047 to 0.077 X1 + 0.17 X2 - 0.48 X3 + X4 2.885E-8, and Y3 = 20.277-.040 X1 + .174 X2 - .067 X3 + X4 5.584E-8, where Y as Forest farmers perceptions on the credibility of forestry counselor, X1 as an age, X2 as an education level, X3 as the length of joining in forest farmer group and X4 as an income of group members. Based on these equations, we can see that the relationship between characteristics of forest farmers (age, education and the length of joining in forest farmer group) have a fairly strong relationship with perceptions about the credibility of forestry counselor.
Forest farmers have a perception that forestry counselor is plenty enough on fulfilling its role, has a good communication and trustworthy as a forestry counselor agents. The number of interactions between forest farmers with forestry counselor workers either formally or informally has significantly affect farmers' perceptions of the credibility of forestry counselor.
(5)
Judul Skripsi : Persepsi Petani Hutan Rakyat Terhadap Kredibilitas Penyuluh Kehutanan (Kasus : Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat)
Nama : Ratna Idolasari
NIM : E14063343
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Ir. Sudaryanto
NIP : 19480310 198003 1 001
Menyetujui
Ketua Departemen Manajemen Hutan,
Dr. Ir. Didik Suhardjito, MS NIP : 196304011994031001
(6)
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur senantiasa dipanjatkan oleh kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis dalam menyusun penelitian ini. Penelitian ini berjudul Persepsi Petani Hutan Rakyat Terhadap Kredibilitas Penyuluh Kehutanan (Kasus: Kecamatan Rao, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat) sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ayahanda Drs. H. Masran Nasution dan Ibunda Hj. Mailis Ratna tercinta yang telah memberikan dorongan motivasi, doa, dukungan materil, dan kasih sayang, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan penulisan skripsi ini.
2. Kakak-kakak tercinta Ismaira Niasofa, Donny Agusta ,Hendra Ma Putra, dan Genta Ma Putra yang senantiasa memberikan bantuan doa dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan studi ini.
3. Ir. Sudaryanto selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, ilmu, saran, kritik, motivasi, serta pengarahan kepada penulis dalam proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.
4. Gilang Ramadhan Singabella untuk setiap dukungan, motivasi, bantuan, doa, serta kasih sayang yang diberikan dalam penyelesaian setiap prosesnya.
5. Keluarga besar Tuan ketek Razmal, Uniang Wizhayati, Bang Epi Darlis, Atika, Aqilla, Darrel, Maciak, Ibu Epi, Dul, Rahman yang senantiasa memberikan dorongan semangat kepada penulis.
6. Sahabat di Pondok Amanah B Erni, Enyi Tea, Sifa, Shabrina, Indri, Evi, Riri, Irma, dan Yuli yang senantiasa memberikan perhatian dan semangat serta telah menjadi tempat untuk berbagi suka maupun duka.
(7)
7. Sifa, Kris, Sentot, Suke, Linda, Yayat, Hania, Miranti, Andin, Suci, May, Elisda, Putri, Anita, Andi, Danesh, Andre, Ayu, Devi, Iffah, Ani, Lisa, Ana, Mas Ragil, Kak Ronald, Kak Afwan yang senantiasa membantu penulis dalam menyelesaikan tugas ini.
8. Seluruh teman-teman Manajemen Hutan 43 yang telah membuat kenangan indah selama masa perkuliahan.
9. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-satu yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi. Semoga Allah membalas kebaikan mereka yang diberikan.
(8)
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak keempat dari pasangan Drs. H. Masran Nasution dan Hj. Mailis Ratna. Penulis memiliki tiga orang kakak, yaitu Ismaira Niasofa, Hendra Ma Putra dan Genta Ma Putra. Penulis dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 8 Februari 1988.
Penulis mengawali pendidikan formal pada TK Flora pada tahun 1993-1994. Menempuh pendidikan dasar pada SDN 02 Aur Kuning, Bukittinggi pada tahun 1994-2000. Penulis memulai pendidikan tingkat menengah pertama di SLTPN 2 Bukittinggi pada tahun 2000-2003. Pada tahun 2003-2006, penulis menempuh pendidikan tingkat menengah atas di SMUN 1 Bukittinggi. Melalui proses USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB), penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor pada Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan sejak tahun 2006 hingga sekarang.
Semasa kuliah, penulis aktif di Himpunan Profesi FMSC (Forest Management Student Club) sebagai sekretaris, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan (BEM-E) sebagai staf INFOKOM. Penulis pernah menjadi mahasiswa magang di PT. Balik Papan Forest Industry, Kalimantan Timur pada bulan Maret hingga Mei tahun 2010.
(9)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... v
DAFTAR GAMBAR... vi
DAFTAR LAMPIRAN... vii
BAB I. Pendahuluan... 1
1.1. Latar Belakang... 1
1.2. Perumusan Masalah... 2
1.3. Tujuan Penelitian... 3
1.4. Manfaat Penelitian... 3
1.5. Kerangka Pemikiran... 3
BAB II. Tinjauan Pustaka... 6
2.1. Persepsi... 6
2.2. Pemberdayaan Masyarakat... 8
2.3. Kredibilitas Penyuluh Sebagai Sumber Informasi... 10
2.4. Penyuluhan dan penyuluh kehutanan... 11
2.5. Karakteristik Petani Hutan... 12
2.6. Hutan Rakyat ... 14
BAB III. Metode Penelitian... 20
3.1.Waktu dan Tempat………... 20
3.2. Alat dan Sasaran... 20
3.3. Jenis Data... 20
3.4. Populasi dan sampel... 20
3.5. Pengolahan dan Analisis Data... 21
3.6. Definisi Istilah... 22
BAB IV. Kondisi Umum Wilayah... 24
4.1.Kondisi Geografis…………... 24
4.2. Kondisi Biotik... 24
4.3. Kondisi demografi... 25
4.4. Profil Kelompok Tani Hutan... 27
BAB V. Hasil dan Pembahasan... 29
5.1. Karakteristik Petani Hutan... 29
5.2. Interaksi Petani Hutan dengan penyuluh dan sesama petani ... 32
5.3. Persepsi Petani Hutan Tentang Kredibilitas Penyuluh Kehutanan... 34
5.4. Analisis Regresi Karakteristik dengan Persepsi Petani.. 39
5.5. Analisisi Regresi Derajat Interaksi dengan persepsi .... 44
5.6. Hubungan Karakteristik dengan Persepsi... 48
5.7. Hubungan Derajat Interaksi dengan Persepsi... 50
BAB V. Kesimpulan dan Saran ... 53
5.1. Kesimpulan ... 53
5.2. Saran... 53
DAFTAR PUSTAKA... 54
(10)
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1 Tetapan nilai terhadap pilihan jawaban responden... 21
2 Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur... 25
3 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Pasaman 1999, 2002, 2005……….. 26
4 Mata pencaharian masyarakat kecamatan Rao... 27
5 Tingkat pendidikan masyarakat kecamatan Rao... 27
6 Banyak fasilitas kesehatan... 27
7 Interaksi antara petani hutan dengan penyuluh kehutanan dan sesama petani hutan rakyat... 33
8 Rataan skor petani hutan rakyat mengenai persepsi mereka terhadap peran penyuluh kehutanan... 35
9 Persepsi petani hutan rakyat terhadap keterampilan berkomunikasi penyuluh kehutanan…….………... 37
10 Persepsi petani hutan rakyat terhadap kepercayaan petani hutan kepada penyuluh kehutanan... 38
11 Analisis ragam model terpilih hubungan karakteristik petani dengan persepsi terhadap peran penyuluh ... 41
12 Analisis ragam model terpilih hubungan karakteristik petani dengan persepsi terhadap komunikasi penyuluh ... 42
13 Analisis ragam model hubungan karakteristik petani dengan persepsi terhadap kepercayaan pada penyuluh ... 43
14 Analisis ragam model terpilih hubungan derajat interaksi petani dengan persepsi terhadap peran penyuluh ... 45
15 Analisis ragam model terpilih hubungan derajat interaksi petani dengan persepsi terhadap komunikasi penyuluh ... 46
16 Analisis ragam model hubungan derajat interaksi dengan persepsi terhadap kepercayaan pada penyuluh ... 47
17 Koefisien korelasi karakteristik petani dengan persepsi petani tentang kredibilitas penyuluh……….………... 49
18 Koefisien korelasi derajat interaksi petani dengan persepsi petani tentang kredibilitas penyuluh……….…... 51
(11)
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1 Kerangka pemikiran... 5
2 Karakteristik usia responden... 29
3 Karakteristik tingkat pendidikan... 30
4 Lama menjadi anggota kelompok... 31
(12)
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1 Data perhitungan analisis regresi ………... 56
2 Peta kabupaten Pasaman ………... 63
3 Peta kecamatan Rao…… …………... 64
(13)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan sekarang ini tidak bisa dilepaskan dari pembangunan sosial, pembangunan ekonomi dan pembangunan sumberdaya manusia. Diantara ketiga aspek pembangunan tersebut, kualitas pembangunan sumberdaya manusia memegang peranan penting sebagai faktor penentu keberhasilan pembangunan demi terciptanya kesejahteraan rakyat.
Seperti yang kita ketahui kualitas sumberdaya manusia di pedesaan terutama masyarakat desa di sekitar hutan mempunyai banyak keterbatasan. Kendala keterbatasan ini diakibatkan faktor ekonomi masyarakat yang masih rendah dan belum optimalnya pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki. Pemberdayaan masyarakat desa di sekitar hutan rakyat menjadi salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia masyarakat pedesaan, yang nantinya diharapkan mampu meningkatkan kualitas ekonomi masyarakat desa disekitar hutan. Dalam hal ini pemberdayaan dilakukan oleh pemerintah melalui penyuluh sebagai ujung tombak pelaksanaan pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan rakyat.
Peran penyuluh sangat penting dalam pemberdayaan masyarakat sekitar hutan rakyat, salah satunya dalam penyampaian informasi kepada petani hutan rakyat. Hal ini dikarenakan penyuluhan yang berhubungan langsung dengan petani di lapangan, jadi segala permasalahan yang terjadi di lapangan maupun segala informasi tentang pengelolaan hutan rakyat ada di tangan penyuluh. Penyuluh menentukan apakah suatu informasi yang berkaitan dengan pengelolaan hutan rakyat disampaikan pada petani dan apakah masalah yang dihadapi petani dapat teratasi atau tidak. Selain itu yang perlu digaris bawahi, penyuluh adalah pemrakarsa terjadinya perubahan.
Perubahan dapat terjadi jika penyuluh berperan baik. Hal ini ditandai dengan kredibilitas yang dimiliki oleh penyuluh. Semakin kredibel seorang penyuluh, maka semakin memungkinkan terjadinya perubahan ke arah yang lebih
(14)
baik. Kredibilitas dapat dinilai salah satunya dengan kemampuan berkomunikasi yang baik antara petani dengan penyuluh, penyuluh dengan pihak pemerintah ataupun penyuluh dengan sumber informasi yang lain. Selain itu penyuluh juga harus mengerti apa yang diinginkan petani dan kebutuhan mereka, sehingga petani dapat menerima keberadaan penyuluh dan tujuan penyuluhan dapat tercapai, yaitu mengajak petani untuk berubah ke arah yang lebih baik demi peningkatan kesejahteraan petani tersebut yang akan berdampak pada pembangunan dunia kehutanan secara umum. Selain faktor di atas, persepsi petani terhadap penyuluh besar peranannya, karena jika persepsi mereka positif maka motivasi dan partisipasi mereka juga akan lebih baik.
Yusri (1999) mengatakan bahwa peran penyuluh pertanian di Kabupaten Daerah tingkat II batang Hari sangat dipengaruhi oleh persepsi petani terhadap kredibilitas penyuluh. Hali ini sering sekali berbeda dengan kenyataan di lapangan. Penyuluhan saat ini kurang berjalan sebagaimana seharusnya. Faktor di atas mendorong peneliti untuk mengetahui persepsi petani hutan tentang kredibilitas penyuluh sebagai sumber informasi pengelolaan hutan rakyat di Kabupaten Pasaman, karena hal ini dapat dijadikan sebagai salah satu acuan untuk penyuluh kedepannya. Jika persepsi petani tentang kredibilitas penyuluh baik, berarti penyuluh tersebut sudah berhasil menjalankan fungsinya dengan baik, sebaliknya jika persepsi petani tentang kredibilitas penyuluh kurang baik, maka penyuluh tersebut harus memperbaiki kinerjanya.
1.2. Perumusan Masalah
Keadaan yang terjadi di lapangan saat ini diduga masih banyak penyuluh yang belum memiliki kredibilitas yang memadai sesuai dengan tugasnya sehingga proses penyampaian informasi tentang pengelolaan hutan rakyat pada umumnya tidak optimal. Hal ini perlu diteliti lebih lanjut untuk mengetahui kredibilitas penyuluh, khususnya di mata petani, sehingga pernyataan di atas dapat dibuktikan kebenarannya. Selain itu kinerja penyuluh dinilai makin lama makin menurun, hal ini tentu menimbulkan pertanyaan tentang penyuluh yaitu apakah petani masih mempercayai penyuluh atau tidak, atau apakah petani membutuhkan penyuluh dalan membantu usahanya atau tidak.
(15)
Faktor-faktor di atas menimbulkan beberapa permasalahan yang menyangkut kredibilitas penyuluh sebagai sumber informasi, yaitu :
1. Bagaimana karakteristik petani dan derajat interaksi antara petani dengan penyuluh dan petani dengan sesama petani?
2. Bagaimana persepsi petani terhadap kredibilitas penyuluh sebagai sumber informasi pengelolaan hutan rakyat?
3. Bagaimana hubungan antara karakteristik petani dan derajat interaksi petani dengan penyuluh dan petani dengan sesama petani dengan persepsi tentang kredibilitas penyuluh sebagai sumber informasi pengelolaan hutan rakyat.
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menilai persepsi petani hutan tentang kredibilitas penyuluh sebagai sumber informasi mengenai pengelolaan hutan rakyat.
2. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi petani hutan tentang kredibilitas penyuluh kehutanan.
1.4. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak yang memerlukan informasi. Bahan masukan bagi pihak-pihak yang terkait, seperti Dinas Kehutanan, kelompok tani hutan maupun penyuluh itu sendiri, sehingga dapat mengetahui kendala yang ada dan juga dapat memperbaiki kredibilitas penyuluh agar menjadi lebih efektif.
1.5. Kerangka Pemikiran
Perkembangan hutan rakyat tidak terlepas dari peran aktif semua pihak yang terkait. Di antaranya adalah penyuluh kehutanan sebagai mitra bagi petani hutan. Penyuluh kehutanan memiliki tugas dan peranan yang harus dilaksanakan, salah satunya adalah sebagai sumber informasi petani, baik yang berasal dari pemerintah maupun dari sumber informasi yang lain. Sebagai sumber informasi, tentu saja penyuluh berusaha agar petani dapat menerima informasi tersebut
(16)
dengan baik dengan harapan akan dapat umpan balik positif dari petani, sehingga informasi tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik oleh petani.
Melihat hal di atas, maka ada beberapa faktor yang menyebabkan petani hutan akan dapat menerima informasi dari penyuluh dengan penuh keyakinan. Salah satunya dengan melihat kredibilitas penyuluh dari segi keahlian penyuluh. Keahlian yang dimaksud meliputi penguasaan materi yang akan disampaikan, penguasaan bahasa, serta pendidikan dari penyuluh. Selain keahlian, petani juga memiliki kepercayaan terhadap penyuluh yang dilihat dari kejujuran penyuluh, apakah penyuluh tersebut menepati janji dan keterbukaan penyuluh kepada petani. Sehingga informasi dapat disampaikan dan diterima dengan baik oleh petani.
Persepsi petani tentang kredibilitas penyuluh sebagai sumber informasi mengenai pengelolaan hutan rakyat penting untuk diketahui. Kredibilitas penyuluh kehutanan merupakan seperangkat kelebihan-kelebihan yang dimiliki penyuluh kehutanan sehingga informasi yang disampaikan dapat diterima dan diikuti oleh petani hutan. Jika persepsi petani terhadap kredibilitas penyuluh baik,maka dapat dikatakan kinerja penyuluh sudah baik dimata petani, begitu juga sebaliknya jika persepsi petani tidak baik maka kinerja penyuluhpun kurang baik di mata petani. Hal ini dapat dijadikan salah satu indikator keberhasilan dari program penyuluhan.
Persepsi petani tentang kredibilitas penyuluh sebagai sumber informasi mengenai pengelolaan hutan rakyat diduga berhubungan dengan karakteristik petani yang meliputi umur, pendidikan, pengalaman bertani, lama petani menjadi anggota kelompok tani hutan dan pendapatan petani, serta derajat interaksi antara petani dengan penyuluh dan antara petani dengan sesama petani yang meliputi frekuensi bertemu antara petani dengan penyuluh baik secara informal maupun secara formal dan frekuensi bertemu dengan sesama petani.
(17)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Persepsi
2.1.1. Pengertian Persepsi
Menentukan seberapa tinggi kredibilitas penyuluh sebagai informasi pengelolaan hutan rakyat dapat dilihat dari persepsi petani terhadap kredibilitas penyuluh yang bertugas di wilayahnya. Van den Ban dan Hawkins (1999) mengatakan bahwa persepsi adalah proses menerima informasi atau stimuli dari lingkungan dan mengubahnya kedalam kesadaran psikologis. Petugas penyuluhan tidak dituntut untuk memehami psikologis persepsi manusia yang rumit, tetapi mereka diminta untuk menghargai timbulnya tafsiran mengenai lingkungan yang berbeda serta bagaimana perbedaan tersebut mempengaruhi perilaku komunikasinya. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah pengamatan, pengertian dan penilaian seseorang terhadap rangsangan pesan yang disampaikan kepada orang tersebut.
Persepsi adalah pengindraan yang dipengaruhi oleh pengalaman, kebiasaan dan kebutuhan kemampuan mempersepsi antara orang yang satu dengan yang lain, tidak akan sama meskipun mereka sama-sama dalam satu organisasi atau kelompok. Hal ini disebabkan persepsi tersebut dipengaruhi oleh aktivitas komunikasi orang tersebut baik ia seorang komunikator atau komunikan (Effendy 2003). Mulyana (2004) menyebutkan bahwa persepsi adalah inti proses internal yang memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita. Persepsi adalah suatu proses kognitif psikologi dalam diri seseorang yang mencerminkan sikap, kepercayaan, nilai dan pengharapan yang digunakan oleh orang tersebut untuk memaknai objek persepsi, tidak ada persepsi yang bersifat objektif, sehingga persepsi bersifat pribadi dan subyektif.
Sebagai suatu kesatuan psikologis, persepsi masyarakat dapat mempengaruhi konsesi individu dan berpengaruh langsung terhadap perubahan perilakunya. Perilaku seseorang tidak dapat dilepaskan dari persepsi orang
(18)
tersebut terhadap tindakan yang dilakukannya. Dengan kata lain bahwa persepsi merupakan proses psikologis seseorang untuk melakukan tindakan yang menghasilkan gambaran unik mengenai kenyataan yang berbeda dengan kenyataan yang ada (Sugiyanto 1996). Rakhmat (2004) menyebutkan bahwa persepsi ialah pengalaman seseorang tentang obyek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyebutkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi petani terhadap kredibilitas penyuluh adalah pengalaman petani tentang penyuluh atau yang berhubungan dengan kredibilitas penyuluh yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
2.1.2. Proses pembentukan persepsi
Manusia mempunyai keinginan untuk mengetahui dan mengerti dunia tempat dia hidup dan mengetahui makna dari informasi yang diterimanya. Orang bertindak sebagian dilandasi oleh persepsi mereka pada suatu situasi. Di pihak lain, pengalamannya berperan pada persepsi orang itu. Persepsi orang dipengaruhi oleh pandangan seseorang pada suatu keadaan, fakta dan tindakan, karena itu, individu perlu mengerti dengan jelas tugas dan tanggung jawab yang dipikulkan kepadanya. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa walaupun seseorang hanya mendapatkan bagian-bagian informasi, ia cepat menyusunnya menjadi suatu gambaran yang meyeluruh.
Informasi yang sampai pada seseorang menyebabkan individu yang bersangkutan membentuk persepsi, dimulai dari pemilihan atau penyaringan informasi tersebut, kemudian informasi yang masuk tersebut disusun menjadi kesatuan yang bermakna dan akhirnya terjadilah interpretasi mengenai fakta keseluruhan informasi tersebut.
Persepsi dibentuk oleh serangkaian proses, yaitu seleksi, organisasi dan interpretasi. Ketiga proses tersebut merupakan rangkaian proses yang terjadi dengan cepat dan bersamaan. Seleksi adalah proses penyeleksian stimulus dan hanya stimulus yang sesuai dengan tujuan atau yang menarik saja yang kemudian akan diubah menjadi kesadaran. Organisasi merupakan suatu proses menyusun rangsangan ke dalam bentuk sederhana dan terpadu, sedangkan interpretasi yaitu proses di mana seseorang membentuk penilaian-penilaian dan mengambil
(19)
kesimpulan yang lebih dikenal dengan evaluasi dan identifikasi (Sugiyanto 1996).
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi proses pembentukan persepsi yaitu faktor struktural dan faktor fugsional. Faktor struktural berasal semata-mata dari sifat rangsangan (stimuli) fisik dan efek-efek syaraf yang ditimbulkannya pada sistem syaraf individu. Itu berarti secara struktural persepsi ditentukan oleh jenis dan bentuk rangsangan yang diterima. Sedangkan faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk faktor pribadi, jadi yang menentukan persepsi secara fungsional ialah karakteristik orang yang memberi respons terhadap rangsangan tersebut (Rakhmat 2004).
2.2. Pemberdayaan masyarakat
Di Indonesia, konsep pemberdayaan mulai ramai dibicarakan sekitar tahun 1980-an. Memasuki 1990-an sampai sekarang konsep pemberdayaan masyarakat menjadi pusat perhatian baik dari kalangan pemerintah, atau LSM dalam mengembangkan program pembangunan. Menurut Moeljarto dalam Priyono (1996) istilah pemberdayaan adalah terjemahan dari kata Empowerment yang berasal dari kata Power yang berarti daya, kemudian berkembang menjadi Empower yang berarti kekuatan atau kemampuan ataupun kekuasaan. Istilah tersebut sering disamakan dengan pemberian, perolehan kekuatan atau daya serta kekuasaan, dari yang tidak berdaya menjadi berdaya untuk mengembangkan dirinya sendiri. Hal tersebut mengandung makna yang cukup luas, sehingga muncul berbagai pengertian pemberdayaan dari para ilmuwan.
Pengertian pemberdayaan menurut Kartasasmita (1996) sebagai berikut: “Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu dengan mendorong (encourange), motivasi, dan membangkitkan kesadaran (awareness) akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya”.
Sedangkan menurut Hulme dan Turner (1990), mendefinisikannya sebagai berikut:
“Pemberdayaan adalah upaya mendorong terjadinya suatu proses perubahan sosial yang memungkinkan orang-orang pinggiran yang tidak berdaya untuk memberikan pengaruh yang lebih besar dikarena
(20)
politik, secara lokal maupun nasional. Oleh karena itu pemberdayaan sifatnya individual sekaligus kolektif, dan pemberdayaan juga merupakan suatu proses yang menyangkut hubungan-hubungan kekuasaan (kekuatan) yang berubah antara individu, kelompok dan lembaga – lembaga sosial.
Pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan itu dapat dilihat dari beberapa segi dalam kehidupan masyarakat , misalnya sosial ekonomi, politik dan sosial budaya, baik dalam konteks individu, kelompok maupun lembaga sosial.
Menurut Hikmat (2001), proses pemberdayaan mengandung dua kecendrungan yaitu: Pertama,proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu yang bersangkutan menjadi lebih berdaya (survival of the fites). Proses ini dapat dilengkapi dengan upaya membangun aset material guna mendukung pembangunan kemandirian melalui organisasi, dan proses ini juga merupakan suatu kecenderungan primer dari makna pemberdayaan. Kedua proses pemberdayaan dengan kecenderungan sekunder yang menekankan pada proses menstimulasi, mendorong, atau memotivasi agar individu mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidup melalui proses dialog. Oleh karena itu kedua kecenderungan ini merupakan satu mata rantai yang saling berhubungan dan saling mendukung dalam kontek pemberdayaan.
Pemberdayaan masyarakat dapat dipandang sebagai jembatan bagi konsep-konsep pembangunan baik makro maupun mikro. Berbagai input seperti dana, sarana, dan prasarana, yang dialokasikan kepada masyarakat melalui berbagai program pembangunan dan harus ditempatkan sebagai perangsang (stimulan) untuk memacu motivasi masyarakat dalam mengembangkan pembangunan selanjutnya.
Menurut Tompubolong (2002), pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan potensi masyarakat agar mampu meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik bagi seluruh warga masyarakat melalui kegiatan swadaya. Untuk
(21)
mencapai tujuan ini, faktor peningkatan kualitas sumberdaya melalui pendidikan formal maupun informal perlu mendapat prioritas. Memberdayakan masyarakat bertujuan untuk “mendidik masyarakat agar mau mendidik diri mereka sendiri”. Pada umumnya segala kegiatan pemberdayaan masyarakat dapat dikategorikan sebagai suatu usaha pendidikan non formal yang bertujuan untuk menciptakan perbaikan kualitas hidup masyarakat.
Menurut Nasdian dan Dharmawan (2003), pemberdayaan meliputi penguatan kelembagaan yaitu suatu bentuk pengembangan yang mencangkup kapasitas institusi dan sumber daya manusia yang dipengaruhi oleh aspek fungsi informasi dan peningkatan program-program pendidikan dan pelatihan secara berkelompok. Pemberdayaan kelompok tani hutan rakyat dimaksudkan agar petani dapat mengelola hutan dengan baik. Selain itu, penyuluh sebagai penyampai informasi dapat pula menyalurkan ilmunya kepada masyarakat, khususnya dalam tata cara pengelolaan hutan rakyat secara baik dan benar, sehingga masyarakat menjadi sejahtera dan bahagia.
2.3. Kredibilitas penyuluh sebagai sumber informasi
Kredibilitas adalah seperangkat persepsi tentang kelebihan-kelebihan yang dimiliki sumber sehingga diterima atau diikiuti oleh khalayak atau penerima (Cangara 2000). Menurut Iskandar (1999), tingkat kepercayaan terhadap sumber sangat tergantung sejauh mana informasi itu bermanfaat bagi pengguna, mampu memecahkan masalah dan disampaikan tepat waktu dan tepat sasaran. Jika petani menilai bahwa penyuluh kehutanan mempunyai kredibilitas yang tinggi dari beberapa sumber lain, maka apa yang dapat disampaikan oleh penyuluh akan lebih bermakna dan mudah diterima daripada sumber informasi lainnya. Sedangkan penilaian keahlian didasarkan pada apakah sumber informasi benar-benar menguasai materi yang disampaikan.
Gobbel dalam Cangara (2000) mengatakan bahwa untuk menjadi seorang komunikator yang efektif harus memiliki kredibilitas yang tinggi. Kredibilitas dapat diukur melalui keahlian penyuluh dan kepercayaan sasaran terhadap penyuluh tersebut. Keahlian seorang penyuluh dapat dilihat dari (1)
(22)
Pengetahuannya tentang materi yang akan disampaikan, dalam hal ini tentang pengelolaan hutan rakyat; (2) Penguasaan bahasa dalam hal ini penyuluh mampu menggunakan bahasa yang dapat dipahami dengan baik oleh sasaran (Widjaja, 2000) ; (3) Pendidikan, termasuk penguasaan materi oleh penyuluh semakin tinggi pendidikan penyuluh, diharapkan semakin tinggi juga keahliannya (Iskandar, 1990). Sedangkan kepercayaan dapat dinilai dari penampilan penyuluh dan sejauh mana informasi yang disampaikan bermanfaat bagi peternak (Iskandar, 1999). 2.4. Penyuluhan dan penyuluh kehutanan
2.4.1. Penyuluhan
Penyuluhan kehutanan tidak bisa dilepaskan dari pembangunan dunia kehutanan. Sampai saat ini, kegiatan kegiatan penyuluhan dinilai masih diperlukan untuk membantu petani hutan khususnya yang menghadapi masalah di lapangan. Secara harfiah penyuluhan berasal dari kata suluh yang artinya obor atau alat penerang, jadi penyuluhan dapat diartikan sebagai usaha menerangi orang dalam kegelapan. Pengertian yang lebih dalam, penyuluhan adalah usaha memberikan pendidikan kepada masyarakat tentang pengetahuan, keterampilan dan sikap agar menjadi tahu, mau dan mampu meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan keluarga mereka (Yusri 1999).
2.4.2. Penyuluh Kehutanan
Penyuluh kehutanan adalah aparatur kehutanan yang berfungsi sebagai pendidik non formal pada masyarakat tani (Kirana 2007). Penyuluh sebagai sumber informasi berkewajiban menyampaikan informasi kepada petani hutan. Seorang penyuluh dapat mencari dan mendapatkan informasi yang untuk seterusnya dikomunikasikan kepada petani dan keluarganya untuk maksud meningkatkan kesejahteraan petani tersebut berikut keluarga serta masyarakat disekelilingnya (Soekartawi 1988).
Penyuluh mempunyai peran antara lain sebagai sumber informasi, pendidik, penghubung dari atau kepada sumber informasi, katalisator dan dinamisator, penasehat, dan pelatih dalam keterampilan khusus. Untuk menjadi penyuluh yang baik, maka keenam peran diaatas harus dipenuhi oleh peran penyuluh.
(23)
2.4.3. Tujuan Penyuluhan Kehutanan
Tujuan penyuluhan kehutanan sesuai dengan pasal 56, Undang-Undang nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yaitu untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta mengubah sikap dan perilaku masyarakat agar mau dan mampu mendukung pembangunan kehutanan atas dasar iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta sadar akan pentingnya sumberdaya hutan bagi kehidupan manusia.
Menurut Mardikanto (1993), penyuluhan kehutanan bertujuan untuk memberikan pendidikan bagi masyarakat petani untuk membuat mereka tahu, mau dan mampu berswadaya melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan produksi, pendapatan dan perbaikan kesejahteraan keluarganya.
2.5. Karakteristik petani hutan
Karakteristik petani hutan sebagai individu perlu diperhatikan untuk melihat apakah faktor-faktor ini akan mempengaruhi persepsi petani terhadap kredibilitas penyuluh sebagai sumber informasi mengenai pengelolaan hutan rakyat . Kotler dalam Rona, 1999 menyebutkan karakteristik individu dapat diklasifikasikan ke dalam karakteristik
demografi dan karakteristik psikografi. Karakteristik demografi mencakup umur, jenis kelamin, ukuran keluarga, penghasilan, pekerjaan, pendidikan dan tingkat sosial. Sedangkan karakteristik psikografi meliputi gaya hidup dan kepribadian. 2.5.1. Umur
Kelompok petani yang berumur muda memiliki wawasan dan pandangan ke depan yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok umur tua. Petani yang sudah tua cenderung daya tahan tubuhnya sudah berkurang, sehingga kemampuannya untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan penyuluhan akan berkurang. Seperti yang diungkapkan Yusri (1999) yang mengatakan bahwa umur patani erat hubungannya dengan kemampuan fisik, petani yang sudah tua kemungkinan kekuatan bekerja akn berkurang.
Hasil penelitian Damayanti (1992) menunjukkan bahwa masyarakat yang berumur kurang dari 40 tahun mempunyai daya terima yang beragam terhadap
(24)
pesan dan media, sedangkan yang berumur diatas 40 tahun sebagian cenderung bersikap kaku atau sebagian besar bersifat demokratis.
2.5.2. Pendidikan
Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan formal yang terahir diikuti oleh petani. Petani yang berpendidikan tinggi lebih mempunyai kemampuan untuk memberikan idea tau saran dalam diskusi, penyusunan rencana kerja dan juga mencari dan menyebarkan informasi untuk kepentingan anggota kelompok lainnya (Akhyar 1994).
2.5.3. Pendapatan
Menurut Dewi (2003), pendapatan total rumah tangga petani hutan rakyat adalah pendapatan yang diterima oleh petani pengelola hutan rakyat, yaitu hasil dari usaha hutan rakyat ditambah hasil dari usaha selain hutan rakyat dikurangi pengeluaran total yang dikeluarkan oleh petani hutan rakyat. Pendapatan rumah tangga dihitung berdasarkan komponen arus penerimaan dan pengeluaran keluarga selama satu bulan (Susetiyaningsih 1992).
Pendapatan petani yang tinggi sering kali berhubungan dengan kemauan untuk melakukan perubahan, begitu pula sebaliknya petani yang berpenghasilan rendah adalah lambat dalam melakukan suatu perubahan atau dalam mencoba sesuatu (Soekartawi 1988).
2.5.4. Pengalaman bertani
Pengalaman bertani biasanya secara tidak langsung akan mempengaruhi persepsi petani terhadap kredibilitas penyuluh. Petani yang berpengalaman akan lebih bijaksana saat menerima atau menolak suatu inovasi. Kasup dalam Kirana (2007) menyebutkan bahwa mengambil suatu keputusan tentang berbagai masalah, seseorang sangat dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman di masa lampau, kecakapan persepsi dan asumsi mengenai situasi tertentu.
(25)
2.5.5. Lama menjadi anggota kelompok
Lamanya menjadi anggota kelompok akan mempengaruhi tingkat partisipasi seseorang dalam kegiatan kelompok, maka diharapkan akan semakin besar ia mengetahui keadaan kelompok dan ini dapat mempengaruhi partisipasinya dalam kelompok (Adhisuryana 2002). Hal ini secara tidak langsung akan mempengaruhi persepsi petani tentang kredibilitas penyuluh. 2.6. Hutan Rakyat
2.6.1. Definisi Hutan Rakyat
Menurut UUPK No. 5 tahun 1967 secara umum hutan rakyat merupakan hutan buatan yang terletak di luar kawasan hutan negara. Sedangkan menurut Undang-Undang No.41 tahun 1999 tentang kehutanan, pembagian hutan berdasarkan kepemilikannya dibagi kedalam hutan negara dan hutan rakyat, hanya terdapat perbedaan istilah dari “hutan rakyat” menjadi “hutan hak” . Tetapi pada prinsipnya pengertian “hutan hak” yang dimaksud sama seperti Undang -Undang terdahulu dimana “hutan hak” adalah hutan yang dibebani hak milik atas tanah baik perseorangan maupun kelompok.
Definisi hutan rakyat menurut SK. Menteri Kehutanan Nomor. 49/Kpts-II/1997 adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat dengan luasan minimal 0,25 ha dengan penutupan tajuk tanaman tahunan pertama dengan tanaman sebanyak 500 tanaman tiap hektar. sedangkan menurut Hardjanto (1990) hutan rakyat merupakan hutan yang dimiliki oleh masyarakat yang dinyatakan oleh kepemilikan lahan, karenanya hutan rakyat juga disebut hutan milik. Walaupun hutan rakyat di Indonesia hanya merupakan bagian kecil dari total wilayah hutan di Indonesia, namun keberadaanya tetap penting karena selain fungsinya untuk perlindungan tata air pada lahan-lahan masyarakat, juga berperan sebagai sumber penghasilan bagi pemiliknya, dari hasil penjualan kayu, buah-buahan, daun, kulit kayu, biji dan sebagainya.
Balai Informasi Pertanian (1982) menyebutkan bahwa hutan rakyat mempunyai beberapa ciri khas sebagai berikut :
1. Tidak merupakan kawasan yang kompak, tetapi terpencar-pencar diantara lahan-lahan pedesaan lainnya.
(26)
2. Bentuk usahanya tidak selalu murni berupa kayu-kayuan tetapi terpadu atau dikombinasikan dengan berbagai tanaman seperti tanaman pertanian, tanaman perkebunan, rumput makanan ternak dan tanaman pangan. Usaha seperti ini sering uga disebut sistem wana tani (Agroforestry).
3. Terdiri dari tanaman yang mudah cepat tumbuh, cepat memberikan hasil bagi pemiliknya
Sedangkan Lembaga Penelitian IPB (1983) membagi hutan rakyat menjadi dua, yaitu :
1. Hutan rakyat tradisional, yaitu hutan rakyat yang saat sekarang telah ada dan diusahakan oleh masyarakat sendiri tanpa campur tangan pemerintah. 2. Hutan rakyat Inpres, yaitu hutan rakyat yang dikembangkan melalui
Program Bantuan Penghijauan.
Berdasarkan jenis tanaman. Balai Informasi Pertanian (1982), membagi bentuk hutan rakyat menjadi tiga, yaitu :
1. Hutan rakyat murni, yaitu hutan rakyat yang hanya terdiri dari satu jenis tanaman pokok berkayu yang ditanam dan diusahakan secara homogen atau monokultur.
2. Hutan rakyat campuran, yaitu hutan rakyat yang terdiri dari berbagai jenis pohon-pohonan yang ditanam secara campuran.
3. Hutan rakyat agroforestry, yaitu hutan rakyat yang mempunyai bentuk usaha kombinasi kehutanan dengan cabang usaha tani lainnya seperti perkebunan, pertanuan tanaman pangan, peternakan dan lain-lain secara terpadu.
2.6.2. Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat
Menurut Lembaga Penelitian IPB (1990), kerangka dasar sistem pengelolaan hutan rakyat melibatkan beberapa sub sistem yang satu sama lainnya cenderung berkaitan. Sub sistem itu terdiri dari sub sistem produksi, sub sistem pengolahan hasil dan sub sistem pemasaran hasil. Tujuan yang ingin dicapai dari tiap-tiap subsistem adalah sebagai berikut :
(27)
1. Sub Sistem Produksi, adalah tercapainya keseimbangan produksi dalam jumlah jenis dan kualitas tertentu serta tercapainya kelestarian usaha dari para pemilik lahan hutan rakyat.
2. Sub Sistem Pengolahan Hasil adalah tercapainya kondisi bentuk hasil yang memberikan keuntungan terbesar bagi pemilik lokasi hutan rakyat.
3. Sub Sistem Pemasaran Hasil adalah tercapainya tingkat penjualan yang optimal, dimana semua produk yang dihasilkan dari hutan rakyat terjual di pasaran.
Selanjutnya Lembaga Penelitian IPB (1990) menjelaskan bahwa pada dasarnya pengelolaan hutan rakyat merupakan upaya menyeluruh dari kegiatan-kegiatan merencanakan , membina, mengembangkan, dan menilai serta mengawasi pelaksanaan kegiatan produksi, pengolahan hasil dan pemasaran secara terencana dan berkesinambungan. Tujuan akhir dari pengelolaan hutan rakyat ini adalah peningkatan peran kayu rakyat terhadap peningkatan pendapatan pemilik/pengusahaannya secara terus-menerus selama daur.
2.6.3. Pola Pengelolaan Hutan Rakyat
Secara fisik hutan rakyat memiliki pola pengelolaan yang beragam dan berbeda di setiap daerah, baik cara memilih jenis yang dikembangkan maupun cara penataannya di lapangan.
2.6.3.1 Hutan Rakyat di Jawa
Hutan rakyat di Jawa mempunyai karakteristik yang berbeda baik dari segi budidaya maupun status kepemilikannya dibandingkan dengan di luar Jawa. Budidaya dan manajemen pengelolaan hutan rakyat di Jawa relatif lebih intensif dan lebih baik dibandingkan dengan luar Jawa. Disamping itu juga status kepemilikan lahan dengan tata-batas yang lebih jelas serta luas lahan yang sangat sempit dan kondisi-kondisi lain seperti pasar, informasi dan aksessibilitas yang relatif lebih baik.
Beberapa faktor telah mendorong budidaya hutan rakyat di Jawa, faktor ekologis, ekonomi dan sosial budaya. Hutan rakyat di Jawa umumnya dibudidayakan di areal-areal lahan kering daerah atas. Budidaya hutan rakyat pada awalnya dianggap bukan pilihan utama bagi masyarakat pedesaan Jawa pada
(28)
umumnya. Namun perkembangan pasar telah mengubah kondisi tersebut dalam pengembangan hutan rakyat di Jawa. Jika kondisi lingkungan alam memungkinkan, pilihan yang utama adalah budidaya tanaman yang cepat menghasilkan dengan keuntungan yang tinggi.
Budidaya hutan rakyat di Jawa dengan hasil utama kayu yang umumnya kayu sengon berkembang karena adanya pasar termasuk yang mengatur perilaku efisien maupun gengsi. Namun demikian, kayu sebagai hasil hutan rakyat masih menempati posisi kurang penting sebagai komponen pendapatan rumah tangga petani. Kayu masih lebih banyak sebagai tabungan saja dan belum menjadi prioritas usaha, karena daurnya dirasakan sangat lama dibandingkan tanaman pertanian lainnya. Pohon umumnya ditanam sebagai pelindung atau pada ruang-ruang sisa dari komoditi lain seperti pada batas-batas lahan, pematang sawah, lahan-lahan maarjinal dan sebagian dengan budidaya monokultur (Hardjanto dalamSuharjito 2000).
2.6.3.2 Hutan Rakyat di Luar Jawa
Sebagian besar hutan rakyat di luar Jawa berada pada tanah dengan status tanah milik rakyat dan adat, pengembangan hutan rakyat sangat erat kaitannya dengan program pemerintah khususnya program penghijauan. Menurut laporan studi yang dilakukan Wartaputra (1990), pengembangan hutan rakyat di luar Jawa dimulai pada tahun 1950 oleh pemerintah melalui program penghijauan. Pada awal pengembangannya, sasaran pengembangan hutan rakyat adalah pada lahan-lahan kritis yang berjurang, dekat mata air, lahan-lahan terlantar dan tidak lagi dipergunakan untuk budidaya tanaman semusim. Tujuan pengembangan hutan rakyat adalah untuk meningkatkan produktivits lahan kritis, memperbaiki tata air dan lingkugan dan membantu masyarakat dalam penyediaan kayu bangunan, bahan perabotan rumah tangga dan sumber kayu bakar.
Hutan rakyat di luar jawa pada umumnya termasuk jenis hutan rakyat campuran dengan sistem agroforestry/wanatani. Pola ini merupakan bentuk usaha kombinasi kehutanan dengan cabang usaha lainnya seperti perkebunan, pertanian, peternakan dan lain-lain secara terpadu. Pola ini berorientasi pada optimalisasi pemanfaatan lahan secara rasional, baik dari aspek ekonomis maupun aspek
(29)
ekologis. Penerapannya di lapangan dilakukan dengan cara pemanfaatan suatu ruang tumbuh baik vertikal maupun horizontal dalam bentuk penanaman campuran lebih dari satu jenis seperti jenis kayu-kayuan (mahoni, kayu manis), buah-buahan (petai, nangka), tanaman industri (kopi, melinjo), tanaman pangan (singkong, jagung), hijauan makanan ternak (rumput gajah), tanaman obat-obatan (kapolaga, jahe), lebah madu dan lainnya. Kelebihan pola tanam ini yaitu mempunyai daya tahan yang kuat terhadap serangan hama, penyakit dan angin. Secara ekonomis dapat diperoleh keuntungan ganda yang berkesinambungan melalui panen harian, mingguan, bulanan dan tahunan, serta tenaga kerja yang terserap akan lebih banyak dan berkelanjutan.
2.6.4. Peranan Hutan Rakyat
Menurut Djaja (1995) hutan rakyat berperan penting dan mempunyai manfaat-manfaat yang cukup meyakinkan, yaitu :
1. Hutan rakyat dapat merupakan sumber pendapatan masyarakat yang berkesinambungan dan berbentuk tabungan.
2. Keberadaan hutan rakyat dapat membuka lapangan kerja yang cukup berarti.
3. Produksi hutan rakyat yang berupa kayu dan non-kayu dapat mendorong dibangunnya industri rakyat yang akan mempunyai peranan penting dalam ekonomi nasional.
4. Hutan rakyat yang dibangun pada lahan-lahan kritis dapat berperan melindungi bahaya erosi, sedangkan hutan rakyat yang memiliki jenis tanaman tertentu dapat meningkatkan kesuburan tanah.
5. Hutan rakyat dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan pendapatan negara melalui berbagai pajak dan pungutan.
Departemen Kehutanan (1995), menegaskan bahwa tujuan pokok dari pengembangan hutan rakyat adalah :
1. Memenuhi kebutuhan kayu.
2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 3. Memperluas kesempatan kerja penduduk.
(30)
4. Salah satu upaya pengentasan kemiskinan.
Lembaga Penelitian IPB (1990) mengemukakan bahwa dengan semakin berkembangnya hutan rakyat diharapkan disamping akan menjaga tanah-tanah kritis dari ancaman erosi juga akan meningkatkan perkembangan ekonomi suatu daerah. Dari segi ekonomi, selain sebagai komoditi perdagangan untuk bahan bangunan dan kayu bakar, juga sebagai tabungan untuk keperluan yang sifatnya besar bagi petani kayu rakyat.
(31)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rao, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat. Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah bulan Agustus 2010. 3.2. Alat dan Sasaran Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain kuesioner, kamera digital, software SPSS (Statistic Programme for Social Science) 17.0, software Excel. Sasaran penelitiannya adalah Kelompok Tani Hutan Bukit Sarana, Kecamatan Rao, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatra Barat.
3.3. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapat dari para anggota KTH. Data primer ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara, berdasarkan daftar pertanyaan atau kuesioner yang telah dipersiapkan serta pengamatan langsung terhadap keberadaan kelompok dan keadaan usaha hutan rakyat. Data sekunder, khususnya yang mencakup data mengenai KTH diperoleh dari dokumen-dokumen kelompok, Balai Penyuluhan Pertanian, Peternakan dan Kehutanan (BP3H) Kecamatan Rao. Data sekunder lainnya diperoleh dari statistik Kecamatan Rao.
3.4. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah anggota kelompok tani hutan yang bermatapencaharian tani-hutan. Semua anggota kelompok tani hutan Bukit Sarana yang berjumlah 67 orang dilibatkan sebagai responden penelitian dengan menggunakan tekhnik sensus.
(32)
3.5. Pengolahan dan Analisis Data
Pengukuran terhadap persepsi petani tentang kredibilitas penyuluh digunakan statistik deskriptif yaitu terhadap aspek-aspek penyuluh kehutanan dengan menggunakan opsi jawaban model Skala Likert, yaitu dengan kuantifikasi penilaian:
Tabel 1 Tetapan nilai terhadap pilihan jawaban responden
Nilai/Skor Jawaban Responden
5 Sangat setuju
4 Setuju
3 Ragu-ragu
2 Tidak Setuju
1 Sangat Tidak Setuju
Sebelum dilakukan pengolahan dan analisis data, terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner. Uji validitas dilakukan untuk menentukan keabsahan dari pertanyaan yang digunakan dalam penelitian ini. Validasi menunjukkan sejauh mana skor, nilai atau ukuran yang diperoleh benar-benar menyatakan hasil pengukuran dari hasil kuesioner. Uji validitas dilakukan dengan mengukur korelasi antara variabel atauitemdengan skor total variabel. Kriteria: H0: tidak ada hubungan antara pertanyaan dengan total (tidak valid)
H1: ada hubungan antara pertanyaan dengan total (valid)
Keputusan:
tolak H0jika pvalue(sig 2 tailed) kurang dari alpha 5%
Sedangkan uji Reliabilitas digunakan untuk mengetahui konsistensi alat ukur dalam mengukur gejala yang sama. Suatu kuesioner dapat dipercaya jika kuesioner tersebut dapat digunakan berulang-ulang kepada kelompok yang sama dan menghasilkan data yang sama.
Dalam penelitian ini, analisis hubungan antar peubah dilakukan untuk melihat keterkaitan antara peubah yang satu dengan peubah yang lainnya. Pengujian hubungan (korelasi) antara satu peubah dengan peubah lainnya tersebut didasarkan atas hipotesis sebagai berikut:
(33)
H0 : tidak terdapat hubungan (korelasi) antara satu peubah dengan peubah
lainnya.
H1 : terdapat hubungan (korelasi) antara satu peubah dengan peubah lainnya.
Untuk menguji erat tidaknya hubungan antar peubah tersebut, digunakan Uji Korelasi Jenjang Spearman. Dua peubah dikatakan memiliki hubungan yang nyata antara satu dengan yang lainnya apabila dapat dibuktikan bahwa tolak H0
jika angka probabilitas (Asymp. Sig.) < nilai α (Alpha), dan dikatakan tidak memiliki hubungan yang nyata antara satu peubah dengan peubah lainnya apabila dapat dibuktikan bahwa terima H0 jika angka probabilitas (Asymp. Sig.) > nilai α
(Alpha).
3.6. Definisi Istilah
Umur adalah usia petani hutan yang dihitung sejak lahir hingga penelitian dilakukan, dinyatakan dalam satuan tahun.
Pendidikan formal adalah pendidikan tertinggi yang telah dicapai atau diselesaikan melalui jenjang sekolah oleh petani hutan pada saat penelitian ini dilakukan.
Pendapatanadalah jumlah penghasilan yang diterima petani dari usaha tani hutan ataupun dari usaha lain yang diperoleh setiap bulannya berdasarkan nilai rupiah. Lama menjadi anggota kelompok adalah jumlah tahun petani bergabung dalam kelompok tani hutan.
Derajat Interaksi adalah frekuensi petani dengan penyuluh dan sesama petani berkomunikasi, baik secara langsung maupun menggunakan alat komunikasi dan materi yang disampaikan penyuluh kepada petani.
Frekuensi bertemu petani dan penyuluh adalah bayaknya interaksi yang dilakukan antara peternak dengan penyuluh selama satu bulan terakhir, baik secara formal maupun tidak formal.
Frekuensi bertemu petani dengan sesama petani adalah banyaknya tatap muka yang dilakukan antar sesama petani hutan.
(34)
Kredibilitas penyuluh adalah kemampuan penyuluh dalam menyampaikan informasi kepada petani. Dalam hal ini dilihat dari dua peubah yaitu keahlian dan kepercayaan.
Keahlian adalah kemampuan yang dimiliki penyuluh yang meliputi pengetahuan dan pengetahuan bahasa setempat.
Pengetahuan adalah wawasan yang dimiliki oleh penyuluh tentang pertanian hutan rakyat.
Penguasaan bahasa adalah tingkat kemampuan penyuluh untuk berkomunikasi dengan petani menggunakan bahasa daerah setempat.
Kepercayaanadalah kemampuan penyuluh untuk mempengaruhi petani sehingga petani meyakini kebenaran materi yang disampaikan oleh penyuluh dengan melihat manfaat informasi yang disampaikan, keterbukaan penyuluh, menepati janji dan kejujuran penyuluh.
(35)
BAB IV
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Kondisi Geografis
Kecamatan Rao merupakan salah satu kecamatan dari dua belas kabupaten yang ada di Kabupaten Pasaman dengan ketinggian di atas permukaan laut sebesar 215 m dpl. Kecamatan Rao terletak di 00028' - 00055' LU dan 99051' - 100006' BT dengan luas wilayah sebesar 263,20 Km2. Jenis tata guna lahan yang ada di Kecamatan Rao untuk lebih jelasnya disajikan dalam
Adapun batas-batas Kecamatan Rao secara administrasi adalah sebagai berikut : a. Sebelah Utara berbatasan dengan Propinsi Sumatera Utara.
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kec. Rao Selatan dan Kec. Rao Utara c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Rao Selatan.
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Propinsi Sumatera Utara.
4.2 Kondisi Biofisik 4.2.1 Topografi
Secara umum wilayah Kecamatan Rao berbukit-bukit dengan ketinggian 215 m dpl. Lahan di wilayah Kecamatan Rao sebagian besar didominasi oleh perkebunan seperti kebun campuran karet dengan tanaman lain serta kebun monokultur karet atau surian dan sisanya persawahan dengan jenis tingkat kelerengan datar, landai dan curam. Tingkat kelerengan yang datar dan landai ditanami dengan jenis tanaman pertanian dan kebun campuran seperti padi, sengon, dan karet. Sedangkan untuk tingkat kelerengan yang curam digunakan untuk tanaman kopi.
4.2.2 Iklim
Kecamatan Rao memiliki iklim tipe B 1 (Oldemand). Suhu rata-rata tiap bulan sebesar 260 C dengan suhu terendah 21,80 C dan suhu tertinggi sebesar 30,40 C, kelembaban udara sebesar 70% dengan curah hujan rata-rata setiap tahun sekitar 3000-4000 mm dengan curah hujan terbesar pada Bulan Desember. Musim hujan umumnya dimulai pada Bulan September. Pada Bulan Januari hujan mulai berkurang ke tingkat paling rendah dari Bulan Juni hingga Bulan Agustus.
(36)
4.2.3 Jenis Tanah
Kondisi tanah banyak dipengaruhi oleh batuan induk dan faktor lain pembentuknya. Kecamatan Rao memiliki jenis tanah Podsolik Merah Kuning (Ultisol) yang sangat cocok untuk tanaman karet dan kelapa sawit dengan persentase sebesar 80% dan sisanya merupakan jenis tanah Aluvial yang terdapat pada lahan basah (persawahan). Ultisol merupakan tanah yang mengalami penimbunan liat di horison bawah, bersifat masam dan tingkat kejenuhan basa pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah kurang dari 35%.
4.3 Kondisi Demografi
Kecamatan Rao memiliki jumlah penduduk sebanyak 23.225 jiwa yang terdiri dari laki-laki 11.423 jiwa dan perempuan 11.802 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 4.697 KK. Kecamatan Rao memiliki kepadatan penduduk sebanyak 90 jiwa/Km2 yang penyebarannya tidak merata. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur
No Kelompok Umur (tahun)
Jumlah Jiwa
Jumlah
Laki-laki Perempuan
1 0-4 1.369 1.376 2.745
2 5-9 1.404 1.328 2.732
3 10-14 1.462 1.404 2.866
4 15-19 1.308 1.308 2.616
5 20-24 972 982 1.954
6 25-29 853 917 1.770
7 30-34 732 789 1.521
8 35-39 756 854 1.610
9 40-44 652 796 1.448
10 45-49 595 576 1.171
(37)
12 55–59 229 241 470
13 60–64 288 286 574
14 65–69 152 203 355
15 70–74 119 166 285
16 > 75 89 133 222
Jumlah 11.423 11.802 23.225
Sumber : Pasaman Dalam Angka (2010)
Masyarakat Kecamatan Rao penduduknya menganut agama Islam. Dalam memenuhi kebutuhannya, masyarakat Kecamatan Rao sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani baik itu yang berasal dari kebun campuran maupun dari sawah. Sedangkan untuk bidang pendidikan, di Kecamatan Rao masih rendah, sebagian besar pendidikan masyarakat hanya sampai sekolah dasar (SD). Tetapi walaupun demikian, sumberdaya manusianya cukup memadai untuk membantu dalam meningkatkan perkembangan desa dalam mempercepat proses pembangunan di segala bidang. Untuk lebih jelasnya tentang kondisi sosial masyarakat Kecamatan Rao dapat dilihat pada Tabel 3, Tabel 4, Tabel 5 dan Tabel 6
Tabel 3 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Pasaman 1999, 2002, 2005
No Kecamatan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
1999 2002 2005
1 Tigo Nagari 63.2 64.1 67.4
2 Bonjol 64.4 65.9 68.4
3 Simpang Alahan Mati 61.6 63.7 68.3
4 Lubuk Sikaping 61.9 61.5 67.1
5 Dua Kot 66.1 68.2 71.6
6 Panti 64.4 65.7 68.8
(38)
8 Rao 64.2 66.7 67.7
9 Rao Utara 62.0 64.4 69.7
10 Rao Selatan 61.0 62.2 65.8
11 Mapat Tunggul 61.2 61.9 64.5
12 Mapat Tunggul Selatan 63.4 62.5 67.0
Kabupaten Pasaman 63.1 64.3 67.7
Provinsi Sumatra Barat 65.8 67.5 71.2
Indonesia 64.3 65.8 69.6
Sumber : Pasaman Dalam Angka (2010)
Tabel 4 Mata pencaharian masyarakat kecamatan Rao
No Lapangan Usaha
Penduduk
Jumlah
Laki-laki Perempuan
1 Pertanian dan Kehutanan 4.875 4.420 9.295
2 Pertambangan dan Penggalian
32 0 32
3 Industri Pengolahan 141 108 249
4 Listrik dan Air Bersih 2 0 2
5 Bangunan 21 2 23
6 Perdagangan, Hotel dan Restoran
402 568 988
7 Pengangkutan dan Komunikasi
187 3 190
8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
(39)
9 Jasa-jasa 214 347 561
10 Lainnya 7 82 89
Jumlah 5.895 5.559 11.454
Sumber : Pasaman Dalam Angka (2010)
Tabel 5 Tingkat pendidikan masyarakat kecamatan Rao
No Jenis Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa)
1 SD / Sederajat 6.693
2 SMP / Sederajat 5.106
3 SMA / Sederajat 2.165
4 Akademi dan perguruan tinggi Jumlah
309 14.273 Sumber : Pasaman Dalam Angka (2010)
Tabel 6 Banyak fasilitas kesehatan
No Fasilitas Kesehatan Jumlah (unit)
2 Puskesmas 1
3 Pukesmas Pembantu 1
4 Praktek Dokter ( Umum, Spesialis, Gigi ) 2
5 Posyandu 5
6 Polindes 3
7 Toko Obat
Jumlah
2 14 Sumber : Pasaman Dalam Angka (2010)
4.4 Profil Kelompok Tani Hutan Bukit Sarana
Kelompok tani di Kecamatan Rao bernama Kelompok Tani Bukit Sarana. Berdiri pada tahun 1996 dengan jumlah anggota awal 35 orang. Kelompok tani ini didirikan
(40)
dengan tujuan untuk memfasilitasi anggota kelompok mulai dari pengadaan bibit hingga pemasaran. Kelompok tani ini lahir dari keinginan masyarakat untuk memperbaiki kehidupan ekonomi melalui usaha tani. Keadaan ini didukung dengan potensi hutan rakyat di Kecamatan Rao yang mayoritas petaninya menanam kayu karet. Pada saat itu trend kayu sengon sedang naik di pasar perdagangan, hal ini mendorong petani untuk semakin berkembang dalam usaha taninya terutama usaha dalam menanam karet selanjutnya membuat lahirnya keinginan petani akan pentingnya pengetahuan dan teknologi mengenai usaha taninya mendorong untuk mengelola hutan rakyat lebih optimal dan membawa pada kemampuan produktivitas karet meningkat. Dari kedua kondisi tersebut, lahirlah keinginan-keinginan petani untuk memperoleh bantuan dalam menjalankan usaha taninya. Keinginan-keinginan tersebut ternyata tidak bisa diwujudkan apabila petani melakukannya secara individual. Pemerintah Daerah setempat mengusulkan untuk membentuk suatu kelompok-kelompok tani agar petani bisa lebih mandiri dan bantuan atau proyek yang datang pun tepat sasaran, transparan dan efektif. Keadaan ini didukung oleh Balai Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan dan memperoleh Instruksi dari Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan untuk membentuk suatu kelompok-kelompok tani. Dengan demikian lahirlah kelompok tani Bukit Sarana yang bergerak di bidang pertanian dan kehutanan.
Setelah tiga tahun terbentuk, pada tahun 1999 Kelompok Tani Bukit Sarana mendapatkan pengesahan akta pendirian koperasi tani keluarga yang terdaftar atas nama menteri koperasi pengusaha kecil dan menengah tanggal 11 Maret 1999 dengan jumlah anggota 77 orang. Dalam akta pendirian koperasi tersebut memuat anggaran dasar dan rumah tangga kelompok bukit sarana, struktur pengurus, usaha dan rencana jenis usaha.
(41)
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Petani Hutan Rakyat 5.1.1 Umur
Umur merupakan salah satu unsur penting yang menentukan persepsi petani hutan rakyat tentang kredibilitas penyuluh sebagai sumber informasi mengenai pengelolaan hutan rakyat. Responden penelitian berumur antara 18–65 tahun.
Berdasarkan Gambar 2, terlihat bahwa usia responden menyebar ke dalam beberapa kelompok umur. Sebagian besar anggota kelompok petani hutan berusia antara 35-44 tahun dengan persentase sebesar 31 persen. Untuk yang berusia antara 45-54 tahun sebesar 28 persen, 25-34 tahun sebesar 16 persen, 15-24 tahun sebesar 14 persen dan 55 tahun keatas sebesar 8 persen. Dengan demikian dapat diketahui sebagian besar anggota kelompok tani hutan bukit sarana masih berada pada usia produktif masa bekerja yaitu 19-55 tahun (Papalia dan Olda, 1966).
(42)
5.1.2 Pendidikan
Pendidikan adalah tingkatan atau jenjang tertinggi sekolah terahir yang pernah ditempuh oleh petani hutan Bukit Sarana.
Tingkat pendidikan petani hutan terbanyak adalah pada kisaran Sekolah Dasar yaitu sebanyak 87% dari total responden. Kemudian untuk tingkat pendidikan SMP dan SMA berturut-turut sebesar 10% dan 3%. Tidak ada satupun responden yang pernah mengenyam pendidikan lanjut seperti tingkat diploma maupun sarjana, hal ini menunjukan bahwa tingkat pendidikan responden masih tergolong rendah.
5.1.3 Lama Menjadi Anggota Kelompok
Lama menjadi anggota kelompok adalah jumlah tahun petani hutan bergabung dalam Kelompok Tani Bukit Sarana. Lama menjadi anggota kelompok akan mempengaruhi interaksi responden dengan penyuluh. Semakin lama responden bergabung dalam kelompok, maka akan semakin sering mereka berinteraksi dengan penyuluh kehutanan. Hal ini akan dapat mempengaruhi persepsi mereka terhadap penyuluh kehutanan. Berikut adalah gambar lamanya responden menjadi anggota kelompok.
(43)
Berdasarkan gambar 4 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden sudah cukup lama bergabung menjadi kelompok tani hutan bukit sarana yakni selama 11-15 tahun dengan persentase sebesar 45 persen. Kemudian para anggota yang telah bergabung dengan kelompok tani selama 6-10 tahun sebesar 34 persen, dan anggota yang sudah bergabung dengan kelompok tani selama 1-5 tahun memiliki persentase sebesar 21 persen. Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden sudah cukup lama menjadi anggota kelompok tani hutan bukit sarana, sehingga interaksi antara anggota kelompok tani hutan dan penyuluh pun cukup tinggi.
5.1.4 Pendapatan
Pendapatan adalah jumlah penghasilan yang diterima petani hutan dari usaha hutan rakyat ataupun dari usaha lain yang diperoleh setiap bulannya berdasarkan nilai rupiah dikurangi dengan jumlah pengeluaran petani setiap bulannya. Berikut adalah gambar mengenai pendapatan petani hutan rakyat Bukit Sarana.
(44)
Berdasarkan gambar 5 dapat dilihat pendapatan petani hutan rakyat bukit sarana bervariasi yaitu antara Rp.500.000,- hingga Rp. 6.240.000,-. Persentase pendapatan responden yaitu 37 persen terdapat pada kategori Rp.500.000,- hingga Rp.1.500.000,-. Sedangkan persentase terkecil yaitu 23 persen terdapat pada kategori Rp.1.550.000,- hingga Rp.3.500.000,-. Hal ini mengindikasikan bahwa pendapatan responden baik bila dibandingkan dengan UMR per bulan Kabupaten Pasaman adalah Rp.819.100 per bulan.
5.2 Interaksi Petani Hutan Rakyat dengan Penyuluh Kehutanan dan Petani Hutan Rakyat dengan Sesama Petani Hutan Rakyat
Derajat interaksi petani hutan rakyat dengan penyuluh kehutanan dan sesama petani hutan rakyat adalah frekuensi bertemu dengan substansi yang dibicarakan mengenai pengelolaan hutan rakyat antara petani hutan rakyat dengan penyuluh kehutanan ataupun petani hutan rakyat dengan sesamanya. Derajat interaksi akan mempengaruhi persepsi petani hutan rakyat tentang kredibilitas penyuluh kehutanan. Semakin sering petani hutan rakyat berinteraksi dengan penyuluh kehutanan maka mereka akan semakin mengetahui karakter penyuluh kehutanan tersebut. Hal ini tentu saja akan menyebabkan persepsi petani hutan tentang kredibilitas penyuluh kehutanan menjadi lebih sesuai dengan kondisi penyuluh kehutanan yang ada.
(45)
Frekuensi berinteraksi antara petani hutan dengan penyuluh kehutanan baik secara formal maupun informal lebih sedikit dibandingkan interaksi sesama petani hutan rakyat. Hal ini menyebabkan kriteria kategori antara interaksi yang satu dengan yang lain berbeda. Dapat kita lihat, kriteria untuk interaksi secara informal adalah1.85, secara formal 2.89 dan sesama petani hutan 5.77 . Kriteria ini didapat dari jumlah interaksi yang dilakukan pada satu bulan terakhir dibagi dengan jumlah responden. Berikut ini tabel mengenai distribusi interaksi petani hutan rakyat dengan penyuluh kehutanan dan sesama petani hutan rakyat.
Tabel 7 Distribusi interaksi antara petani hutan rakyat dengan penyuluh kehutanan dan sesama petani hutan rakyat
No Jenis Interaksi Kategori Jumlah
(orang) Persentase (%) 1 2 3 Secara informal Secara formal
Sesama Petani Hutan Rakyat
Jarang (≤ 1,85) Sering ( > 1,85 ) Jarang (≤ 2,89) Sering (> 2,89) Jarang (≤ 5,77) Sering (> 5,77 )
55 12 17 50 38 29 82 18 25.37 74.63 56.71 43.29
5.2.1 Frekuensi bertemu penyuluh kehutanan secara informal
Frekuensi bertemu penyuluh kehutanan secara informal adalah banyaknya interaksi yang dilakukan antara petani hutan rakyat dengan penyuluh kehutanan selama satu bulan terakhir di luar dari pertemuan rutin kelompok. Frekuensi ini dilihat bukan hanya dari banyaknya interaksi saja, tetapi juga substansi yang dibicarakan, yaitu mengenai pengelolaan hutan rakyat.
Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat bahwa petani hutan jarang berinteraksi dengan penyuluh kehutanan diluar pertemuan rutin kelompok. Hal ini dikarenakan keterbatasan waktu yang dimiliki penyuluh kehutanan dan petani hutan rakyat. Sebanyak 12 responden atau 18 persen responden sering berinteraksi dengan penyuluh diluar kegiatan kelompok. Hal ini karena mereka aktif mencari
(46)
informasi mengenai pengelolaan hutan rakyat milik mereka kepada penyuluh kehutanan.
5.2.2 Frekuensi bertemu penyuluh kehutanan secara formal
Frekuensi bertemu penyuluh kehutanan secara formal adalah banyaknya interaksi yang dilakukan antara petani hutan rakyat dengan penyuluh kehutanan selama satu bulan terakhir di pertemuan rutin kelompok. Berdasarkan Tabel 7 dapat kita lihat bahwa 74,63 persen responden sering bertemu penyuluh kehutan secara formal. Hal ini dikarenakan sebagian besar dari anggota kelompok tani hutan Bukit Sarana selalu aktif dalam mengikuti pertemuan rutin kelompok. 5.2.3 Frekuensi bertemu sesama petani hutan rakyat
Frekuensi bertemu sesama petani hutan rakyat adalah banyaknya tatap muka yang dilakukan antar sesama petani hutan rakyat baik di areal hutan rakyat, ladang maupun di tempat umum yang membicarakan tentang pengelolaan hutan rakyat. Berdasarkan tabel di atas dapat kita lihat bahwa 56,71 persen responden sering berinteraksi dengan sesama petani hutan, sedangkan 43,29 persen responden jarang berinteraksi dengan sesama petani hutan rakyat. Hal ini terjadi karena pembicaraan antara sesama petani hutan rakyat jarang sekali membicarakan tentang pengelolaan hutan rakyat yang mereka garap , tetapi membicarakan seputar masalah keluarga dan kehidupan sehari-hari.
5.3 Persepsi Petani Hutan Rakyat Tentang Kredibilitas Penyuluh Kehutanan Keahlian penyuluh yang meliputi pengetahuan dan keterampilan berkomunikasi dan kepercayaan petani hutan rakyat diperlukan pada diri penyuluh kehutanan sehingga penyuluh kehutanan dapat memenuhi perannya. Keahlian yang baik akan membantu petani hutan rakyat lebih mudah menerima materi yang disampaikan oleh penyuluh kehutanan. Kepercayaan yang tinggi akan mempermudah penyuluh kehutanan dalam membimbing petani hutan rakyat sehingga peran penyuluhpun dapat terpenuhi.
Persepsi petani hutan rakyat tentang kredibilitas penyuluh kehutanan sebagai sumber informasi mengenai pengelolaan hutan rakyat dapat dilihat dari faktor keahlian penyuluh kehutanan dan tingkat kepercayaan petani hutan rakyat
(47)
terhadap penyuluh kehutanan. Penelitian ini menjadikan persepsi petani hutan rakyat terhadap keahlian penyuluh kehutanan dan kepercayaan petani hutan terhadap penyuluh kehutanan sebagai indikator dari persepsi petani hutan rakyat tentang kredibilitas penyuluh kehutanan sebagai sumber informasi mengenai pengelolaan hutan rakyat.
5.3.1 Persepsi Petani Hutan Rakyat Terhadap Pemenuhan Peran Penyuluh Kehutanan
Penyuluh memiliki peran antara lain sebagai sumber informasi, pendidik, penghubung dari atau kepada sumber informasi, katalisator dan dinamisator, penasihat dan pelatih dalam keterampilan khusus (Rogers dan Shoemaker, 1971). Untuk menjadi penyuluh yang baik, maka keenam peran diatas harus dipenuhi oleh setiap penyuluh.
Tabel 8 Rataan skor petani hutan rakyat mengenai persepsi mereka terhadap peran
penyuluh kehutanan
No Komponen Peran Penyuluh Kehutanan Rataan Skor Kelas Kategori
1. Sumber informasi 4,05 Tinggi
2. Pendidik 3,82 Cukup tinggi
3. Penghubung dari atau kepada sumber informasi
4,12 Tinggi
4. Katalisator dan dinamisator 3,67 Cukup Tinggi
5. Penasihat 3,32 Cukup Tinggi
6. Pelatih dalam keterampilan khusus 3,22 Cukup Tinggi
Rataan skor 3,70 Cukup Tinggi
Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat bahwa persepsi petani hutan rakyat tentang pemenuhan peran penyuluh kehutanan dalam pengelolaan hutan rakyat berada pada kategori cukup dengan rataan skor total 3,70. Rataan skor tertinggi yaitu pada peran penyuluh sebagai penghubung dari atau kepada sumber informasi yang memiliki skor 4,12 dan selanjutnya peran penyuluh sebagai informasi memiliki skor 4,05. Hal ini dikarenakan penyuluh selalu menyampaikan informasi terbaru
(48)
mengenai dunia kehutanan, perkebunan dan informasi-informasi lain yang dirasa berhubungan dengan pengelolaan hutan rakyat.
Sedangkan untuk peran penyuluh kehutanan sebagai pelatih keterampilan khusus mendapat skor terendah yaitu 3,22. Hal ini terjadi karena penyuluh kehutanan di kelompok tani Bukit Sarana tidak mengajarkan keterampilan khusus kepada semua anggota kelompok tani hutan, hanya kepada para anggota yang meminta saja. Contohnya untuk tekhnik penggunaan chainsaw, penyuluh hanya mengajarkan pada beberapa orang saja.
5.3.2 Persepsi Petani Hutan Rakyat Terhadap Keterampilan Berkomunikasi Penyuluh Kehutanan
Komunikasi adalah inti dari penyuluhan, tanpa komunikasi suatu kegiatan penyuluhan tidak akan berjalan dengan efektif. Keterampilan komunikasi perlu dimiliki oleh seorang penyuluh agar petani hutan rakyat dapat menerima materi yang disampaikan dengan optimal. Keterampilan berkomunikasi seorang penyuluh kehutanan dapat dikatakan baik jika materi yang disampaikan dapat diterima dengan baik tanpa adanya kesalah pahaman persepsi akan isi pesan/ materi.
Persepsi petani hutan rakyat terhadap keterampilan berkomunikasi penyuluh kehutanan dinilai dari penguasaan bahasa setempat (bahasa minang), cara penyampaian materi (dikemas secara menarik atau tidak) serta kejelasan suara atau intonasi penyuluh dalam menyampaikan materi. Berikut tabel rataan skor persepsi petani hutan rakyat terhadap keterampilan komunikasi penyuluh kehutanan.
(49)
Tabel 9 Persepsi petani hutan rakyat terhadap keterampilan berkomunikasi penyuluh kehutanan
No Keterampilan berkomunikasi Rataan Skor Kelas Kategori
1. Penguasaan materi 4,07 Tinggi
2. Materi mudah dipahami 3,85 Cukup tinggi
3. Berbahasa Minang sama baiknya dengan
bahasa Indonesia 4,39
Tinggi
4. Penyampaian materi dengan suara dan
intonasi yang jelas 3,87
Cukup Tinggi
5. Ketepatan (tidak cepat atau tidak lambat)
dalam penyampaian materi 3,82
Cukup Tinggi
6. Kelengkapan materi 3,82 Cukup Tinggi
Rataan skor 3,97 Cukup Tinggi
Berdasarkan tabel 9 dapat dilihat bahwa petani hutan rakyat secara umum menilai bahwa keterampilan berkomunikasi penyuluh kehutanan adalah baik. Petani hutan rakyat menganggap penyuluh kehutanan sudah komunikatif dalam berkomunikasi kepada mereka. Rataan tertinggi terdapat pada kemampuan penyuluh berbahasa Minang sama baiknya dengan bahasa Indonesia dengan rataan skor 4,39. Hal ini terjadi karena penyuluh kehutanan merupakan putra asli daerah yang sudah terbiasa menggunakan bahasa Minang dalam komunikasi sehari-hari. Keterampilan dalam berbahasa daerah ini tentu saja mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam proses penyampaian pesan kepada petani hutan rakyat. Penyuluh kehutanan lebih sering menggunakan bahasa daerah saat menyampaikan materi, hal ini dapat memperkecil kemungkinan adanya kesalah pahaman dalam mengenai isi pesan. Materi yang disampaikan sudah dikuasai dengan baik oleh penyuluh kehutanan. Hal ini dapat dilihat dari skor yang diperoleh yaitu sebesar 4,07. Dalam menyampaikan materi penyuluh kehutanan menggunakan intonasi dan suara yang jelas, materipun dirasa mudah dipahami oleh petani hutan rakyat. Untuk kelengkapan materi dan ketepatan dalam penyampaian memiliki rataan skor yang sama sebesar 3,82. Materi yang disampaikan oleh penyuluh selalu disesuaikan dengan kebutuhan petani hutan rakyat. Misalnya, pada saat musim
(50)
panen, penyuluh akan memberikan informasi mengenai cara-cara memasarkan hasil panen tersebut.
5.3.3 Persepsi Petani Hutan Rakyat Terhadap Kepercayaan Petani Hutan Rakyat Kepada Penyuluh Kehutanan
Salah satu indikator kredibilitas seorang penyuluh adalah kepercayaan petani hutan terhadap penyuluh yang bersangkutan. Menurut Iskandar (1999), tingkat kepercayaan terhadap sumber sangat tergantung sejauhmana informasi itu bermanfaat bagi pengguna, mampu memecahkan masalah dan disampaikan tepat waktu dan tepat sasaran. Jika petani hutan rakyat menilai bahwa penyuluh kehutanan mempunyai kredibilitas yang tinggi dari beberapa sumber lain, maka apa yang disampaikan oleh penyuluh akan lebih bermakna dan mudah diterima daripada sumber informasi lainnya. Berdasarkan uraian di atas , maka kepercayaan petani hutan terhadap penyuluh kehutanan dapat dinilai berdasarkan manfaat pesan yang disampaikan penyuluh dan ketepatan waktu dari penyuluh tersebut. Lebih jauh dapat kita lihat kepercayaan petani hutan rakyat terhadap penyuluh kehutanan pada tabel 10.
Tabel 10 Persepsi petani hutan rakyat terhadap kepercayaan petani hutan kepada penyuluh kehutanan
No Kepercayaan petani hutan rakyat Rataan Skor Kelas Kategori
1. Informasi bermanfaat bagi petani hutan 4,34 Tinggi
2. Petani hutan menerapkan informasi
tersebut 3,82
Cukup tinggi
3. Penyuluh kehutanan menceritakan
kehidupan pribadinya 2,88
Rendah
4. Penyuluh datang tepat waktu pada saat
pertemuan rutin ataupun tidak rutin 3,82
Cukup Tinggi
5. Penyuluh selalu dating tepat waktu ke
pertemuan kelompok 3,84
Cukup Tinggi
Rataan Skor 3,74 Cukup Tinggi
Rataan skor keseluruhan berada pada kategori Tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa petani hutan rakyat dapat dikatakan tingkat kepercayaan petani hutan rakyat pada informasi yang disampaikan penyuluh cukup tinggi. Rataan tertinggi
(51)
(4,34) yaitu pada manfaat materi yang disampaikan. Dengan kata lain petani hutan rakyat menganggap materi yang disampaikan oleh penyuluh kehutanan bermanfaat bagi mereka. Informasi yang diterima melalui penyuluh kehutanan sering sebagian besar diterapkan oleh petani hutan. Hal ini dapat dilihat dari skor bernilai 3,82 yang masuk pada kriteria tinggi. Penyuluh kehutanan selalu tepat waktu saat pertemuan rutin maupun pertemuan kelompok. Bahkan terkadang penyuluh harus menunggu hingga anggota kelompok terkumpul semua agar materi dapat tersampaikan pada seluruh anggota kelompok. Rataan terendah (2,88) yaitu penyuluh menceritakan pengalaman pribadinya. Hal ini akan mempengaruhi kepercayaan kepada penyuluh karena pada hakekatnya jika seorang terbuka mengenai kehidupannya, maka orang tersebut akan cenderung jujur dan ini dapat meningkatkan persepsi petani hutan rakyat terhadap kredibilitas penyuluh kehutanan. Pada kenyataan di lapangan, penyuluh kehutanan hamper tidak pernah menceritakan pengalaman pribadinya secara terbuka. Penyuluh menceritakan pengalaman pribadinya hanya kepada anggota tertentu saja.
Petani hutan rakyat secara umum belum bisa menerima penyuluh kehutanan secara terbuka. Faktor yang menyebabkan hal ini terjadi antara lain karena frekuensi berinteraksi antara penyuluh kehutanan dengan petani hutan rakyat tidak terlalu sering, sehingga petani hutan rakyat tidak mengenal penyuluh kehutanan secara baik.
Secara umum petani hutan rakyat berpersepsi penyuluh kehutanan menguasai materi mengenai pengelolaan hutan rakyat dengan baik, sangat baik dalam berkomunikasi dan petani hutan rakyat cukup percaya kepada penyuluh kehutanan. Komponen di atas menunjukkan bahwa petani hutan rakyat menganggap penyuluh kehutanan paling kredibel dalam hal keterampilan berkomunikasi.
5.4 Hasil Analisis Regresi Pendugaan Karakteristik Petani Hutan Dengan Persepsi Petani Hutan Rakyat Terhadap Kredibilitas Penyuluh Kehutanan
Pada dasarnya banyak faktor yang mempengaruhi persepsi petani hutan terhadap kredibilitas penyuluh kehutanan. Namun pada penelitian ini hanya
(52)
digunakan empat faktor penduga. Keempat faktor tersebut ialah umur (X1),
pendidikan (X2), lama menjadi anggota kelompok (X3), dan pendapatan (X4).
5.4.1 Hasil Analisis Regresi Pendugaan Karakteristik dan Persepsi Mengenai Peran Penyuluh Kehutanan
Dari pengolahan data dengan regresi linier dapat dihasilkan sebuah persamaan, yaitu:
Y1 = 85.448 - 0,90 X1+ 1,624 X2–0,29 X3+ 2.600E-7X4
R-sq = 51,80% Keterangan :
Y = Persepsi Petani hutan Terhadap Pemenuhan Peran Penyuluh Kehutanan X1 = Umur
X2 = Pendidikan
X3 = Lama menjadi anggota kelompok
X4 = Pendapatan
Berdasarkan hasil perhitungan regresi linier berganda yang dilakukan dapat dilihat bahwa tabel perolehan analisis ragam menghasilkan koefisien determinasi sebesar 51,80 % . Jumlah persentase itu diartikan bahwa dari keempat faktor penduga yang digunakan telah dapat mewakili keseluruhan dari faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi petani hutan mengenai peran penyuluh. Semakin besar nilai koefisien determinasi (R-sq) maka semakin baik model regresinya. Pada hasil penelitian ini ditunjukkan bahwa sebanyak 51,80 % variabel tak bebas (persepsi petani hutan mengenai peran penyuluh) telah dapat diterangkan oleh keempat variabel bebas yang terdapat di dalam model. Sedangkan sisanya sebesar 48,20 % dapat dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Adapun hasil analisis regresi linear berganda dari model terpilih mengenai faktor-faktor penduga disajikan pada tabel Tabel 11 Analisis ragam model terpilih hubungan karakteristik petani dengan
persepsi terhadap peran penyuluh kehutanan
Sumber Derajat
Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat
Tengah F hitung
F tabel
P
Regresi 4 149.225 37.306 9,560 3,637
(α: 1%)
(1)
LAMPIRAN 1
Regression
[DataSet0]
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .618 .518 .342 1.97541
a. Predictors: (Constant), pendapatan, umur, pendidikan, intensitas
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 149.225 4 37.306 9.560 .000
Residual 241.939 62 3.902
Total 391.164 66
a. Predictors: (Constant), pendapatan, umur, pendidikan, intensitas
b. Dependent Variable: peran
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 85.448 1.284 66.543 .000
umur -.090 .041 -.404 -2.172 .034
pendidikan 1.624 .571 -.298 2.845 .006
intensitas -.029 .097 -.058 -.302 .024
pendapatan 2.600E-7 .000 .143 1.423 .160
(2)
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .413 .570 .117 1.53975
a. Predictors: (Constant), pendapatan, umur, pendidikan, intensitas
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 30.203 4 7.551 3.185 .009
Residual 146.991 62 2.371
Total 177.194 66
a. Predictors: (Constant), pendapatan, umur, pendidikan, intensitas
b. Dependent Variable: komunikasi
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 27.047 1.001 27.023 .000
umur -.077 .032 -.515 -2.387 .020
pendidikan .170 .445 -.047 .383 .003
intensitas -.048 .076 .140 -.636 .027
pendapatan 2.885E-8 .000 -.024 .203 .840
a. Dependent Variable: komunikasi
(3)
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .210 .544 -.017 1.25995
a. Predictors: (Constant), pendapatan, umur, pendidikan, intensitas
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 4.562 4 1.140 7.18 .001
Residual 98.423 62 1.587
Total 102.985 66
a. Predictors: (Constant), pendapatan, umur, pendidikan, intensitas
b. Dependent Variable: kepercayaan
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 20.277 .819 24.758 .000
umur -.040 .026 -.351 -1.515 .035
pendidikan .174 .364 -.062 .478 .035
intensitas -.067 .062 .254 -1.074 .027
pendapatan 5.584E-8 .000 -.060 .479 .634
a. Dependent Variable: kepercayaan
Variables Entered/Removed
Model
Variables Entered
Variables
Removed Method
1 sesama, formal, informala
. Enter
a. All requested variables entered.
(4)
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .111 .512 -.035 2.47630
a. Predictors: (Constant), sesama, formal, informal
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 4.843 3 1.614 5.263 .000
Residual 386.321 63 6.132
Total 391.164 66
a. Predictors: (Constant), sesama, formal, informal
b. Dependent Variable: peran
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 75.952 7.549 10.062 .000
informal .110 .168 .085 .657 .014
formal .060 .218 .035 .275 .034
sesama .162 .238 .089 .683 .497
a. Dependent Variable: peran
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .111 .512 -.035 1.66680
a. Predictors: (Constant), sesama, formal, informal
ANOVAb
(5)
1 Regression 2.165 3 .722 5.260 .001
Residual 175.029 63 2.778
Total 177.194 66
a. Predictors: (Constant), sesama, formal, informal
b. Dependent Variable: komunikasi
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 22.509 5.081 4.430 .000
informal .012 .113 .013 .102 .019
formal .101 .147 .087 .687 .024
sesama .074 .160 .060 .460 .647
a. Dependent Variable: komunikasi
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .089 .408 -.039 1.27352
a. Predictors: (Constant), sesama, formal, informal
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression .808 3 .269 .166 .015
Residual 102.178 63 1.622
Total 102.985 66
a. Predictors: (Constant), sesama, formal, informal
(6)
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 16.601 3.882 4.276 .000
informal .004 .086 .006 .045 .024
formal .017 .112 .019 .147 .003
sesama .077 .122 .082 .633 .529