2. Bentuk usahanya tidak selalu murni berupa kayu-kayuan tetapi terpadu atau dikombinasikan dengan berbagai tanaman seperti tanaman pertanian,
tanaman perkebunan, rumput makanan ternak dan tanaman pangan. Usaha seperti ini sering uga disebut sistem wana tani Agroforestry.
3. Terdiri dari tanaman yang mudah cepat tumbuh, cepat memberikan hasil bagi pemiliknya
Sedangkan Lembaga Penelitian IPB 1983 membagi hutan rakyat menjadi dua, yaitu :
1. Hutan rakyat tradisional, yaitu hutan rakyat yang saat sekarang telah ada dan diusahakan oleh masyarakat sendiri tanpa campur tangan pemerintah.
2. Hutan rakyat Inpres, yaitu hutan rakyat yang dikembangkan melalui Program Bantuan Penghijauan.
Berdasarkan jenis tanaman. Balai Informasi Pertanian 1982, membagi bentuk hutan rakyat menjadi tiga, yaitu :
1. Hutan rakyat murni, yaitu hutan rakyat yang hanya terdiri dari satu jenis tanaman pokok berkayu yang ditanam dan diusahakan secara homogen
atau monokultur. 2. Hutan rakyat campuran, yaitu hutan rakyat yang terdiri dari berbagai jenis
pohon-pohonan yang ditanam secara campuran. 3. Hutan rakyat agroforestry, yaitu hutan rakyat yang mempunyai bentuk
usaha kombinasi kehutanan dengan cabang usaha tani lainnya seperti perkebunan, pertanuan tanaman pangan, peternakan dan lain-lain secara
terpadu.
2.6.2. Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat
Menurut Lembaga Penelitian IPB 1990, kerangka dasar sistem pengelolaan hutan rakyat melibatkan beberapa sub sistem yang satu sama lainnya
cenderung berkaitan. Sub sistem itu terdiri dari sub sistem produksi, sub sistem pengolahan hasil dan sub sistem pemasaran hasil. Tujuan yang ingin dicapai dari
tiap-tiap subsistem adalah sebagai berikut :
1. Sub Sistem Produksi, adalah tercapainya keseimbangan produksi dalam jumlah jenis dan kualitas tertentu serta tercapainya kelestarian
usaha dari para pemilik lahan hutan rakyat. 2. Sub Sistem Pengolahan Hasil adalah tercapainya kondisi bentuk hasil
yang memberikan keuntungan terbesar bagi pemilik lokasi hutan rakyat.
3. Sub Sistem Pemasaran Hasil adalah tercapainya tingkat penjualan yang optimal, dimana semua produk yang dihasilkan dari hutan rakyat
terjual di pasaran. Selanjutnya Lembaga Penelitian IPB 1990 menjelaskan bahwa pada
dasarnya pengelolaan hutan rakyat merupakan upaya menyeluruh dari kegiatan- kegiatan merencanakan , membina, mengembangkan, dan menilai serta
mengawasi pelaksanaan kegiatan produksi, pengolahan hasil dan pemasaran secara terencana dan berkesinambungan. Tujuan akhir dari pengelolaan hutan
rakyat ini adalah peningkatan peran kayu rakyat terhadap peningkatan pendapatan pemilikpengusahaannya secara terus-menerus selama daur.
2.6.3. Pola Pengelolaan Hutan Rakyat
Secara fisik hutan rakyat memiliki pola pengelolaan yang beragam dan berbeda di setiap daerah, baik cara memilih jenis yang dikembangkan maupun
cara penataannya di lapangan.
2.6.3.1 Hutan Rakyat di Jawa
Hutan rakyat di Jawa mempunyai karakteristik yang berbeda baik dari segi budidaya maupun status kepemilikannya dibandingkan dengan di luar Jawa.
Budidaya dan manajemen pengelolaan hutan rakyat di Jawa relatif lebih intensif dan lebih baik dibandingkan dengan luar Jawa. Disamping itu juga status
kepemilikan lahan dengan tata-batas yang lebih jelas serta luas lahan yang sangat sempit dan kondisi-kondisi lain seperti pasar, informasi dan aksessibilitas yang
relatif lebih baik. Beberapa faktor telah mendorong budidaya hutan rakyat di Jawa, faktor
ekologis, ekonomi dan sosial budaya. Hutan rakyat di Jawa umumnya dibudidayakan di areal-areal lahan kering daerah atas. Budidaya hutan rakyat pada
awalnya dianggap bukan pilihan utama bagi masyarakat pedesaan Jawa pada
umumnya. Namun perkembangan pasar telah mengubah kondisi tersebut dalam pengembangan hutan rakyat di Jawa. Jika kondisi lingkungan alam
memungkinkan, pilihan yang utama adalah budidaya tanaman yang cepat menghasilkan dengan keuntungan yang tinggi.
Budidaya hutan rakyat di Jawa dengan hasil utama kayu yang umumnya kayu sengon berkembang karena adanya pasar termasuk yang mengatur perilaku
efisien maupun gengsi. Namun demikian, kayu sebagai hasil hutan rakyat masih menempati posisi kurang penting sebagai komponen pendapatan rumah tangga
petani. Kayu masih lebih banyak sebagai tabungan saja dan belum menjadi prioritas usaha, karena daurnya dirasakan sangat lama dibandingkan tanaman
pertanian lainnya. Pohon umumnya ditanam sebagai pelindung atau pada ruang- ruang sisa dari komoditi lain seperti pada batas-batas lahan, pematang sawah,
lahan-lahan maarjinal dan sebagian dengan budidaya monokultur Hardjanto dalam Suharjito 2000.
2.6.3.2 Hutan Rakyat di Luar Jawa
Sebagian besar hutan rakyat di luar Jawa berada pada tanah dengan status tanah milik rakyat dan adat, pengembangan hutan rakyat sangat erat kaitannya
dengan program pemerintah khususnya program penghijauan. Menurut laporan studi yang dilakukan Wartaputra 1990, pengembangan hutan rakyat di luar Jawa
dimulai pada tahun 1950 oleh pemerintah melalui program penghijauan. Pada awal pengembangannya, sasaran pengembangan hutan rakyat adalah pada lahan-
lahan kritis yang berjurang, dekat mata air, lahan terlantar dan tidak lagi dipergunakan untuk budidaya tanaman semusim. Tujuan pengembangan hutan
rakyat adalah untuk meningkatkan produktivits lahan kritis, memperbaiki tata air dan lingkugan dan membantu masyarakat dalam penyediaan kayu bangunan,
bahan perabotan rumah tangga dan sumber kayu bakar. Hutan rakyat di luar jawa pada umumnya termasuk jenis hutan rakyat
campuran dengan sistem agroforestrywanatani. Pola ini merupakan bentuk usaha kombinasi kehutanan dengan cabang usaha lainnya seperti perkebunan, pertanian,
peternakan dan lain-lain secara terpadu. Pola ini berorientasi pada optimalisasi pemanfaatan lahan secara rasional, baik dari aspek ekonomis maupun aspek
ekologis. Penerapannya di lapangan dilakukan dengan cara pemanfaatan suatu ruang tumbuh baik vertikal maupun horizontal dalam bentuk penanaman
campuran lebih dari satu jenis seperti jenis kayu-kayuan mahoni, kayu manis, buah-buahan petai, nangka, tanaman industri kopi, melinjo, tanaman pangan
singkong, jagung, hijauan makanan ternak rumput gajah, tanaman obat-obatan kapolaga, jahe, lebah madu dan lainnya. Kelebihan pola tanam ini yaitu
mempunyai daya tahan yang kuat terhadap serangan hama, penyakit dan angin. Secara ekonomis dapat diperoleh keuntungan ganda yang berkesinambungan
melalui panen harian, mingguan, bulanan dan tahunan, serta tenaga kerja yang terserap akan lebih banyak dan berkelanjutan.
2.6.4. Peranan Hutan Rakyat
Menurut Djaja 1995 hutan rakyat berperan penting dan mempunyai manfaat-manfaat yang cukup meyakinkan, yaitu :
1. Hutan rakyat dapat merupakan sumber pendapatan masyarakat yang berkesinambungan dan berbentuk tabungan.
2. Keberadaan hutan rakyat dapat membuka lapangan kerja yang cukup berarti.
3. Produksi hutan rakyat yang berupa kayu dan non-kayu dapat mendorong dibangunnya industri rakyat yang akan mempunyai peranan penting dalam
ekonomi nasional. 4. Hutan rakyat yang dibangun pada lahan-lahan kritis dapat berperan
melindungi bahaya erosi, sedangkan hutan rakyat yang memiliki jenis tanaman tertentu dapat meningkatkan kesuburan tanah.
5. Hutan rakyat dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan pendapatan negara melalui berbagai pajak dan pungutan.
Departemen Kehutanan 1995, menegaskan bahwa tujuan pokok dari pengembangan hutan rakyat adalah :
1. Memenuhi kebutuhan kayu. 2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
3. Memperluas kesempatan kerja penduduk.
4. Salah satu upaya pengentasan kemiskinan. Lembaga Penelitian IPB 1990 mengemukakan bahwa dengan semakin
berkembangnya hutan rakyat diharapkan disamping akan menjaga tanah-tanah kritis dari ancaman erosi juga akan meningkatkan perkembangan ekonomi suatu
daerah. Dari segi ekonomi, selain sebagai komoditi perdagangan untuk bahan bangunan dan kayu bakar, juga sebagai tabungan untuk keperluan yang sifatnya
besar bagi petani kayu rakyat.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rao, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat. Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah bulan Agustus 2010.
3.2. Alat dan Sasaran Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain kuesioner, kamera digital, software SPSS Statistic Programme for Social Science 17.0, software Excel.
Sasaran penelitiannya adalah Kelompok Tani Hutan Bukit Sarana, Kecamatan Rao, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatra Barat.
3.3. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapat dari para anggota KTH. Data primer ini dikumpulkan dengan
menggunakan teknik wawancara, berdasarkan daftar pertanyaan atau kuesioner yang telah dipersiapkan serta pengamatan langsung terhadap keberadaan
kelompok dan keadaan usaha hutan rakyat. Data sekunder, khususnya yang mencakup data mengenai KTH diperoleh dari dokumen-dokumen kelompok,
Balai Penyuluhan Pertanian, Peternakan dan Kehutanan BP3H Kecamatan Rao. Data sekunder lainnya diperoleh dari statistik Kecamatan Rao.
3.4. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah anggota kelompok tani hutan yang bermatapencaharian tani-hutan. Semua anggota kelompok tani hutan Bukit Sarana
yang berjumlah 67 orang dilibatkan sebagai responden penelitian dengan menggunakan tekhnik sensus.