Pemberdayaan masyarakat TINJAUAN PUSTAKA

kesimpulan yang lebih dikenal dengan evaluasi dan identifikasi Sugiyanto 1996. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi proses pembentukan persepsi yaitu faktor struktural dan faktor fugsional. Faktor struktural berasal semata-mata dari sifat rangsangan stimuli fisik dan efek-efek syaraf yang ditimbulkannya pada sistem syaraf individu. Itu berarti secara struktural persepsi ditentukan oleh jenis dan bentuk rangsangan yang diterima. Sedangkan faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk faktor pribadi, jadi yang menentukan persepsi secara fungsional ialah karakteristik orang yang memberi respons terhadap rangsangan tersebut Rakhmat 2004.

2.2. Pemberdayaan masyarakat

Di Indonesia, konsep pemberdayaan mulai ramai dibicarakan sekitar tahun 1980-an. Memasuki 1990-an sampai sekarang konsep pemberdayaan masyarakat menjadi pusat perhatian baik dari kalangan pemerintah, atau LSM dalam mengembangkan program pembangunan. Menurut Moeljarto dalam Priyono 1996 istilah pemberdayaan adalah terjemahan dari kata Empowerment yang berasal dari kata Power yang berarti daya, kemudian berkembang menjadi Empower yang berarti kekuatan atau kemampuan ataupun kekuasaan. Istilah tersebut sering disamakan dengan pemberian, perolehan kekuatan atau daya serta kekuasaan, dari yang tidak berdaya menjadi berdaya untuk mengembangkan dirinya sendiri. Hal tersebut mengandung makna yang cukup luas, sehingga muncul berbagai pengertian pemberdayaan dari para ilmuwan. Pengertian pemberdayaan menurut Kartasasmita 1996 sebagai berikut: “Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu dengan mendorong encourange, motivasi, dan membangkitkan kesadaran awareness akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya”. Sedangkan menurut Hulme dan Turner 1990, mendefinisikannya sebagai berikut: “Pemberdayaan adalah upaya mendorong terjadinya suatu proses perubahan sosial yang memungkinkan orang-orang pinggiran yang tidak berdaya untuk memberikan pengaruh yang lebih besar dikarena politik, secara lokal maupun nasional. Oleh karena itu pemberdayaan sifatnya individual sekaligus kolektif, dan pemberdayaan juga merupakan suatu proses yang menyangkut hubungan-hubungan kekuasaan kekuatan yang berubah antara individu, kelompok dan lembaga – lembaga sosial. Pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan itu dapat dilihat dari beberapa segi dalam kehidupan masyarakat , misalnya sosial ekonomi, politik dan sosial budaya, baik dalam konteks individu, kelompok maupun lembaga sosial. Menurut Hikmat 2001, proses pemberdayaan mengandung dua kecendrungan yaitu: Pertama,proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu yang bersangkutan menjadi lebih berdaya survival of the fites. Proses ini dapat dilengkapi dengan upaya membangun aset material guna mendukung pembangunan kemandirian melalui organisasi, dan proses ini juga merupakan suatu kecenderungan primer dari makna pemberdayaan. Kedua proses pemberdayaan dengan kecenderungan sekunder yang menekankan pada proses menstimulasi, mendorong, atau memotivasi agar individu mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidup melalui proses dialog. Oleh karena itu kedua kecenderungan ini merupakan satu mata rantai yang saling berhubungan dan saling mendukung dalam kontek pemberdayaan. Pemberdayaan masyarakat dapat dipandang sebagai jembatan bagi konsep- konsep pembangunan baik makro maupun mikro. Berbagai input seperti dana, sarana, dan prasarana, yang dialokasikan kepada masyarakat melalui berbagai program pembangunan dan harus ditempatkan sebagai perangsang stimulan untuk memacu motivasi masyarakat dalam mengembangkan pembangunan selanjutnya. Menurut Tompubolong 2002, pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan potensi masyarakat agar mampu meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik bagi seluruh warga masyarakat melalui kegiatan swadaya. Untuk mencapai tujuan ini, faktor peningkatan kualitas sumberdaya melalui pendidikan formal maupun informal perlu mendapat prioritas. Memberdayakan masyarakat bertujuan untuk “mendidik masyarakat agar mau mendidik diri mereka sendiri”. Pada umumnya segala kegiatan pemberdayaan masyarakat dapat dikategorikan sebagai suatu usaha pendidikan non formal yang bertujuan untuk menciptakan perbaikan kualitas hidup masyarakat. Menurut Nasdian dan Dharmawan 2003, pemberdayaan meliputi penguatan kelembagaan yaitu suatu bentuk pengembangan yang mencangkup kapasitas institusi dan sumber daya manusia yang dipengaruhi oleh aspek fungsi informasi dan peningkatan program-program pendidikan dan pelatihan secara berkelompok. Pemberdayaan kelompok tani hutan rakyat dimaksudkan agar petani dapat mengelola hutan dengan baik. Selain itu, penyuluh sebagai penyampai informasi dapat pula menyalurkan ilmunya kepada masyarakat, khususnya dalam tata cara pengelolaan hutan rakyat secara baik dan benar, sehingga masyarakat menjadi sejahtera dan bahagia.

2.3. Kredibilitas penyuluh sebagai sumber informasi