1. Sub Sistem Produksi, adalah tercapainya keseimbangan produksi dalam jumlah jenis dan kualitas tertentu serta tercapainya kelestarian
usaha dari para pemilik lahan hutan rakyat. 2. Sub Sistem Pengolahan Hasil adalah tercapainya kondisi bentuk hasil
yang memberikan keuntungan terbesar bagi pemilik lokasi hutan rakyat.
3. Sub Sistem Pemasaran Hasil adalah tercapainya tingkat penjualan yang optimal, dimana semua produk yang dihasilkan dari hutan rakyat
terjual di pasaran. Selanjutnya Lembaga Penelitian IPB 1990 menjelaskan bahwa pada
dasarnya pengelolaan hutan rakyat merupakan upaya menyeluruh dari kegiatan- kegiatan merencanakan , membina, mengembangkan, dan menilai serta
mengawasi pelaksanaan kegiatan produksi, pengolahan hasil dan pemasaran secara terencana dan berkesinambungan. Tujuan akhir dari pengelolaan hutan
rakyat ini adalah peningkatan peran kayu rakyat terhadap peningkatan pendapatan pemilikpengusahaannya secara terus-menerus selama daur.
2.6.3. Pola Pengelolaan Hutan Rakyat
Secara fisik hutan rakyat memiliki pola pengelolaan yang beragam dan berbeda di setiap daerah, baik cara memilih jenis yang dikembangkan maupun
cara penataannya di lapangan.
2.6.3.1 Hutan Rakyat di Jawa
Hutan rakyat di Jawa mempunyai karakteristik yang berbeda baik dari segi budidaya maupun status kepemilikannya dibandingkan dengan di luar Jawa.
Budidaya dan manajemen pengelolaan hutan rakyat di Jawa relatif lebih intensif dan lebih baik dibandingkan dengan luar Jawa. Disamping itu juga status
kepemilikan lahan dengan tata-batas yang lebih jelas serta luas lahan yang sangat sempit dan kondisi-kondisi lain seperti pasar, informasi dan aksessibilitas yang
relatif lebih baik. Beberapa faktor telah mendorong budidaya hutan rakyat di Jawa, faktor
ekologis, ekonomi dan sosial budaya. Hutan rakyat di Jawa umumnya dibudidayakan di areal-areal lahan kering daerah atas. Budidaya hutan rakyat pada
awalnya dianggap bukan pilihan utama bagi masyarakat pedesaan Jawa pada
umumnya. Namun perkembangan pasar telah mengubah kondisi tersebut dalam pengembangan hutan rakyat di Jawa. Jika kondisi lingkungan alam
memungkinkan, pilihan yang utama adalah budidaya tanaman yang cepat menghasilkan dengan keuntungan yang tinggi.
Budidaya hutan rakyat di Jawa dengan hasil utama kayu yang umumnya kayu sengon berkembang karena adanya pasar termasuk yang mengatur perilaku
efisien maupun gengsi. Namun demikian, kayu sebagai hasil hutan rakyat masih menempati posisi kurang penting sebagai komponen pendapatan rumah tangga
petani. Kayu masih lebih banyak sebagai tabungan saja dan belum menjadi prioritas usaha, karena daurnya dirasakan sangat lama dibandingkan tanaman
pertanian lainnya. Pohon umumnya ditanam sebagai pelindung atau pada ruang- ruang sisa dari komoditi lain seperti pada batas-batas lahan, pematang sawah,
lahan-lahan maarjinal dan sebagian dengan budidaya monokultur Hardjanto dalam Suharjito 2000.
2.6.3.2 Hutan Rakyat di Luar Jawa
Sebagian besar hutan rakyat di luar Jawa berada pada tanah dengan status tanah milik rakyat dan adat, pengembangan hutan rakyat sangat erat kaitannya
dengan program pemerintah khususnya program penghijauan. Menurut laporan studi yang dilakukan Wartaputra 1990, pengembangan hutan rakyat di luar Jawa
dimulai pada tahun 1950 oleh pemerintah melalui program penghijauan. Pada awal pengembangannya, sasaran pengembangan hutan rakyat adalah pada lahan-
lahan kritis yang berjurang, dekat mata air, lahan terlantar dan tidak lagi dipergunakan untuk budidaya tanaman semusim. Tujuan pengembangan hutan
rakyat adalah untuk meningkatkan produktivits lahan kritis, memperbaiki tata air dan lingkugan dan membantu masyarakat dalam penyediaan kayu bangunan,
bahan perabotan rumah tangga dan sumber kayu bakar. Hutan rakyat di luar jawa pada umumnya termasuk jenis hutan rakyat
campuran dengan sistem agroforestrywanatani. Pola ini merupakan bentuk usaha kombinasi kehutanan dengan cabang usaha lainnya seperti perkebunan, pertanian,
peternakan dan lain-lain secara terpadu. Pola ini berorientasi pada optimalisasi pemanfaatan lahan secara rasional, baik dari aspek ekonomis maupun aspek
ekologis. Penerapannya di lapangan dilakukan dengan cara pemanfaatan suatu ruang tumbuh baik vertikal maupun horizontal dalam bentuk penanaman
campuran lebih dari satu jenis seperti jenis kayu-kayuan mahoni, kayu manis, buah-buahan petai, nangka, tanaman industri kopi, melinjo, tanaman pangan
singkong, jagung, hijauan makanan ternak rumput gajah, tanaman obat-obatan kapolaga, jahe, lebah madu dan lainnya. Kelebihan pola tanam ini yaitu
mempunyai daya tahan yang kuat terhadap serangan hama, penyakit dan angin. Secara ekonomis dapat diperoleh keuntungan ganda yang berkesinambungan
melalui panen harian, mingguan, bulanan dan tahunan, serta tenaga kerja yang terserap akan lebih banyak dan berkelanjutan.
2.6.4. Peranan Hutan Rakyat