Buku Gur u Kela s X I I 138
kerusakan fisik karena gesekan, penyinaran, kuman-kuman, panas zat kimia dan lain-lain. Di daerah tropis dimana pancaran sinar ultra violet begitu kuat, maka
pakaian ini menjadi sangat penting. Pancaran radiasi sinar ultra violet akan dapat menimbulkan terbakarnya kulit, penyakit kanker kulit dan lain-lain.
Dalam kaitannya dengan penggunaan bahan, hendaknya pakaian terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat seperti katun, karena memudahkan terjadinya
penguapan keringat, dan untuk menjaga suhu kestabilan tubuh agar tetap normal. Pakaian harus bersih dan secara rutin dicuci setelah dipakai supaya terbebas
dari kuman, bakteri ataupun semua unsur yang merugikan bagi kesehatan tubuh manusia.
Agama Islam mengajarkan kepada pemeluknya agar berpakaian yang baik, indah dan bagus, sesuai dengan kemampuan masing-masing. Dalam pengertian bahwa
pakaian tersebut dapat memenuhi hajat tujuan berpakaian, yaitu menutupi aurat dan keindahan. Sehingga bila hendak menjalankan shalat pakian tersebut langsung
dapat memenuhi syarat digunakan untuk menjalankan shalat dan seyogyanya pakaian yang kita pakai itu adalah pakaian yang baik dan bersih bukan berarti
mewah. Hal ini sesuai firman Allah dalam Surat al-A’raf7:31.
ُبِ ُي َ
ل ۥُهَنِإ ۚ ْآوُفِ ۡسُت َلَو ْاوُبَ ۡشٱَو ْاوُُكَو ٖدِجۡسَم ِّ ُل َدنِع ۡمُكَتَنيِز ْاوُذُخ َمَداَء ٓ ِنَبَٰي۞
١ َنِفِ ۡسُم ۡ
لٱ
Artinya: “ Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap memasuki masjid makan, minumlah, dan janganlah berlebihlebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang yang berlebih-lebihan. Q.S.al-A’raf 7: 31 . Ketentuan dan kriteria busana muslimah menurut Al-Qur’an dan Sunnah
memang lebih ketat dibanding ketentuan berbusana untuk kaum pria. Hal-hal yang tidak diatur oleh Al-Qur’an dan Sunnah diserahkan kepada pilihan masing-
masing, misalnya masalah warna dan mode. Keduanya menyangkut selera dan budaya, pilihan warna dan mode akan selalu berubah sesuai dengan perkembangan
peradaban umat manusia. Karena itu apapun model busananya, maka haruslah dapat mengantarkan menjadi hamba Allah yang bertaqwa.
2. ADAB BERHIAS a.
Pengertian Adab Berhias
Berhias adalah kebutuhan dasar untuk memperindah penampilan diri, baik di
139
Akhlak Tasawuf Kurikulum 2013
dalam rumah ataupun di luar rumah. Berhias adalah bentuk ekpresi personal, yang menegaskan jati diri dan menjadi kebanggaan seseorang.
Menurut bahasa, berhias berasal dari kata “Zayyana – yuzayyinu yang artinya hias atau berhias, atau berhias diartikan; “usaha memperelok diri dengan pakaian
ataupun keindahan sejenis, berdandan dengan dandanan yang indah dan menarik”. Secara istilah berhias dapat dimaknai sebagai upaya setiap orang untuk
memperindah diri dengan berbagai busana, asesoris ataupun yang lain dan dapat memperindah diri bagi pemakainya, sehingga memunculkan kesan indah bagi yang
menyaksikan serta menambah rasa percaya diri penampilan untuk suatu tujuan tertentu.
Berdasarkan ilustrasi di atas, maka dapat dipahami bahwa pada hakekatnya berhias itu dapat dikatagorikan akhlak terpuji, sebagai perbuatan yang dibolehkan
bahkan dianjurkan, selama tidak bertentangan dengan prinsip dasar Islam. QS. Al- A’raf : 31
Dalam sebuah Hadits Nabi saw bersabda :
ملسم هاور َلاَمَ ْ
لا ُبِ ُي ٌلْيِ َج َلا َنِإ
Artinya : Sesungguhnya Allah itu Indah dan menyukai keindahan HR. Muslim Adapun tujuan berhias untuk memperindah diri sehingga lebih memantapkan
pelakunya menjadi insan yang lebih baik muttaqin.
b. Bentuk Akhlak Berhias
Berhias merupakan perbuatan yang diperintahkan ajaran Islam. Mengenakan pakaian merupakan salah satu bentuk berhias yang diperintahkan. Pakaian dalam
Islam memiliki fungsi hiasan yaitu, memenuhi kebutuhan manusia yang tidak sekadar membutuhkan pakaian penutup aurat, tetapi juga busana yang memperelok
pemakainya. Pada masyarakat yang sudah maju peradabanya, mode pakaian ataupun
berdandan memperoleh perhatian lebih besar. Jilbab, dalam konteks ini, menjalankan fungsinya sebagai hiasan bagi para muslimah. Mode jilbab dari waktu ke waktu
terus mengalami perkembangan. Jilbab bukan hanya sebagai penutup aurat, namun juga memberikan keelokan dan keindahan bagi pemakainya untuk mempercantik
dirinya. Berhias dalam ajaran Islam tidak sebatas pada penggunaan pakaian, tetapi
Buku Gur u Kela s X I I 140
mencakup keseluruhan piranti alat aksesoris yang lazim digunakan untuk mempercantik diri, mulai dari kalung, gelang, arloji, anting-anting, bross dan lainnya.
Di samping itu dalam kehidupan modern, berhias juga mencakup penggunaan bahan ataupun alat tertentu untuk melengkapi dandanan dan penampilan mulai
dari bedak, make up, semir rambut, parfum, wewangian dan sejenisnya. Agama Islam telah memberikan pedoman yang tegas agar setiap muslim
mengindahkan kaidah berhias yang meliputi; 1.
Niat yang lurus, yaitu berhias hanya untuk beribadah, artinya segala bentuk kegiatan berhias diorientasikan sebagai bentuk nyata bersyukur atas nikmat
dan bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah 2.
Dalam berhias tidak dibenarkan menggunakan bahan-bahan yang dilarang agama.
3. Dilarang berhias dengan mengguankan simbol-simbol non muslim salib dll.,
4. Tidak berlebih-lebihan .
5. Dilarang berhias seperti cara berhiasnya orang-orang jahiliyah .
6. Berhias menurut kelaziman dan kepatutan dengan memperhatikan jenis
kelamin, 7.
Dilarang berhias untuk keperluan berfoya-foya atau pun riya’, . Agama Islam memberi batasan dalam etika berhias, sebagaimana ditegaskan
dalam firman Allah berikut:
َةٰوَكَزلٱ َنِتاَءَو َةٰوَل َصلٱ َنۡمِق َ
أَو ٰۖ َ
يو ُ ۡ
لٱ ِةَيِلِهٰ َج ۡلٱ َجُ َبَت َنۡجَ َبَت َلَو َنُكِتوُيُب ِف َنۡرَقَو
ۡمُكَرِّه َطُيَو ِتۡيَ ۡ
لٱ َلۡه َ
أ َسۡجِّرلٱ ُمُكنَع َبِه ۡذُ ِل ُ َلٱ ُديِرُي اَمَنِإ ۚٓۥَُلوُسَرَو َ َلٱ َنۡعِطَأَو
٣ اٗرِه ۡطَت
Artinya: dan hendaklah kamu tetap di rumahmu[1215] dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orangorang Jahiliyah yang dahulu[1216] dan dirikanlah
shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan RasulNya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan
kamu sebersih-bersihnya. Q.S. al-Ahzāb33:33 Larangan Allah dalam ayat tersebut di atas, secara khusus ditujukan kepada
wanita- wanita muslimah, agar mereka tidak berpenampilan tabarruj seperti
orang-orang jahiliyyah zaman Nabi dahulu.
141
Akhlak Tasawuf Kurikulum 2013
b. Nilai Positif Akhlak Berhias
Islam adalah agama yang sempurna, yang mengatur manusia dalam segala aspeknya. Ajaran Islam bukannya hanya mengatur hubungan vertikal manusia
hablum minallah, tetapi juga hubungan horizontal dengan sesamanya hablum minannas. Karena itulah antara lain Islam dikatakan sebagai yang sempurna, Islam
mengajarkan kepada manusia mulai dari bagaimana cara makan, minum, tidur, sampai bagaimana cara mengabdi kepada sang Khaliq.
Dalam masalah berhias, Islam menggariskan aturan-aturan yang harus ditaati yakni dalam apa yang disebut etika berhias berdandan. Seorang muslim atau
muslimah dituntut untuk berhias sesuai dengan apa yang digariskan dalam aturan. Tidak boleh misalnya, seorang muslim atau muslimah dalam berhias hanya
mementingkan mode atau adat yang berlaku di suatu masyarakat, sementara batasan-batasan yang sudah ditentukan agama ditinggalkan.
Seorang muslim ataupun muslimah yang berhias berdandan sesuai ketentuan Islam, maka sesungguhnya telah menegaskan jati dirinya sebagai mukmin ataupun
muslim. Mereka telah menampilkan diri sebagai sosok pribadi yang bersahaja dan berwibawa sebagai cermin diri yang konsisten dalam berhias secara syar’i. Di
samping itu seorang yang berhias secara Islami akan merasa nyaman dan percaya diri dengan dandanannya yang telah mendapatkan jaminan halal secara hukum.
Sehingga apa yang sudah dilakukan akan menjadi motivasi untuk menghasilkan karya yang bermanfaat bagi sesamanya.
Berhias secara Islami akan memberikan pengaruh positif dalam berbagai aspek kehidupan, karena berhias yang dilakukan diniatkan sebagai ibadah, maka
segala aktifitas berhias yang dilakukan seorang muslim, akan menjadi jalan untuk mendapatkan barakah dan pahala dari sang Khaliq.
Adapun bentuk perangkap setan dalam hal berhias, dapat kita telusuri melalui kisah manusia pertama sebelum diturunkan di bumi. Ketika Adam dan Hawa masih
tinggal di surga, setan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya. Setan membujuk mereka untuk menampakkan auratnya dengan cara merayu mereka untuk memakan
buah khuldi.
اَمُكٰىَهَن اَم َلاَقَو اَمِهِتٰۡوَس نِم اَمُهۡنَع َيِرۥُو اَم اَمُه َل َيِدۡبُ ِل ُنٰ َطۡيَشلٱ اَمُهَل َسَوۡسَوَف
٠ َنيِ ِلٰ َخۡلٱ َنِم اَنوُكَت ۡو َ
أ ِ ۡن َكَلَم اَنوُكَت نَأ ٓ َلِإ ِةَرَجَشلٱ ِهِذَٰه ۡنَع اَمُكُبَر
Maka syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk Menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka Yaitu auratnya dan syaitan berkata:
Buku Gur u Kela s X I I 142
“Tuhan kamu tidak melarangmu dan mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi Malaikat atau tidak menjadi orangorang yang kekal dalam
surga”.Q.S. al-A’raf7: 20 Dari peristiwa Adam dan Hawa tersebut, kita dapat mengambil dua pelajaran,
pertama, ide membuka aurat adalah idenya setan yang selalu hadir dalam lintasan pikiran manusia. Kedua, Adam dan Hawa dikeluarkan dari surga karena terjebak
pada perangkap setan.
3. ADAB PERJALANAN a. Pengertian Akhlak Perjalanan