75
4.5 Terbentuknya Masyarakat Slum Area Di Gang Ksatria Kelurahan Sei Mati Skema 2
Terbentuknya Masyarakat Slum Area Di Gang Ksatria Kelurahan Sei Mati
Tanah Wakaf
Tanah Wakaf di Sewakan
Semakin Banyak Yang Berdatangan Dan
Mempertahankan Untuk Menetap
Menetap Secara Turun
Temurun
Universitas Sumatera Utara
76
Dari dua belas lingkungan atau gang yang berada di Kelurahan Sei Mati, gang yang paling menunjukan wilayah kumuh yaitu gang Ksatria. Hal tersebut di perkuat dengan sempitnya gang
Ksatria tersebut, yaitu terlalu banyaknya masyarakat yang menetap, tidak teraturnya tatanan lingkungan, dan masyarakatnya memakai tanah perkuburan yang diwakafkan.
Awalnya, tanah yang berada di gang Ksatria merupakan tanah perkuburan mandailing yang diwakafkan dan yang memegang sertifikat tanah tersebut turun temurun. Karena
perkuburan tersebut hanya diperuntukan untuk masyarakat yang bersuku mandailing, maka tanah wakaf yang besarnya dua setengah hektar 2,5 Ha hanya terisi bagian depannya saja
sedangkan dari tengah sampai kebelakang tanah wakaf tersebut masih kosong. Karena tanah wakaf tersebut terlalu luas, maka diperlukan beberapa orang untuk menjadi penggali dan
penjaga kuburan, yang tugasnya untuk membersihkan dan mengawasi kuburan tersebut. Karena penggali dan penjaga kuburan tersebut tidak memiliki rumah, pada tahun 1950-an salah satu
keturunan yang memiliki tanah wakaf tersebut mengizinkan penggali dan penjaga tersebut untuk menetap untuk sementara di tanah wakaf yang masih kosong agar lebih mudah untuk menjaga
tanah wakaf tersebut. Hal ini senada dengan penuturan Bapak Ahmad Fauzi yang merupakan salah satu keturunan dari pemilik tanah wakaf tersebut:
“ Tanah perkuburan tersebut telah lama diwakafkan dan ayah saya merupakan keturunan yang memiliki sertifikat tanah tersebut. Besarnya dua
setengah hektar dari depan sampai kebelakang, awalnya ayah saya yang menjaga namun karena banyaknya pekerjaan dan terlalu luasnya tanah
perkuburan ini maka ayah saya mencari beberapa orang untuk menjaga perkuburan tersebut. Karena mereka tidak memiliki tempat tinggal untuk
menetap makanya ayah saya mengizinkan mereka untuk menetap di tanah perkuburan yang masih kosong dan sementara ”.
Universitas Sumatera Utara
77
Sumber wawancara dengan bapak Ahmad Fauzi, 28 Januari 2014 Dari penuturan bapak Ahmad diatas, jelas bahwa dua setengah hektar luas tanah di Gang Ksatria
merupakan tanah wakaf dan sertifikat asli ada ditangan salah satu keturunan yang memiliki tanah. Tanah perkuburan tersebut hanya bisa digunakan untuk masyarakat bersuku mandiling.
Kekhususan ini yang membuat tanah wakaf tersebut banyak yang kosong. Banyaknya tanah yang masih kosong membuat pemilik tanah secara ikhlas mengizinkan penjaga dan penggali tanah
wakaf tersebut untuk mendiami tanah wakaf tersebut walaupun untuk sementara. Pada tahun 1970-an, setelah meninggalnya keturunan yang memiliki sertifikat tanah,
maka yang menggantikannya yaitu penjaga perkuburan tersebut. Karena sifatnya hanya menjaga dan tidak ada sifat hukum yang mengikat, maka banyak orang datang untuk menetap dan penjaga
tersebut mengizinkannya. Seiring berjalannya waktu, dengan semakin banyaknya yang bermukim, pada tahun 2000, tanah tersebut menjadi ajang mencari uang yaitu dengan cara
disewakan dengan pembayaran setiap bulan atau tahun. Karena sifatnya membayar maka ketika tanah wakaf tersebut ingin dipakai semua, masyarakat yang menetap disitu menentang dan
menolak. Penentangan ini membuat penjaga tanah wakaf tadi tidak berani untuk meminta uang lagi dan segera digantikan. Setelah digantikan, tidak ada lagi pemungutan . Namun pada tahun
2003, preman yang sering disebut oleh masyarakat sekitar sebagai calo, mereka sering memanfaatkan masyarakat yang ingin membangun rumah di sana dengan memungut biaya sewa
tanah yang sebenarnya tidak ada yang menyuruh. Walaupun begitu masyarakat Gang Ksatria menerimanya dengan ikhlas dan sampai sekarang kalau siapa saja yang membangun rumah, pasti
dimintai biaya sewa tanah.
Universitas Sumatera Utara
78
4.6 Kehidupan Sosial Ekonomi Informan Slum Area Pada Masyarakat Gang Ksatria