20
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Etos Kerja Masyarakat Kawasan Kumuh Slum Area
Etos adalah sikap dasar seseorang atau kelompok orang dalam melakukan kegiatan tertentu Suseno, 1991 : 56 , Etos kerja adalah totalitas kepribadian dirinya serta caranya
mengekspresikan, memandang, meyakini dan memberikan makna ada sesuatu, yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal sehingga pola hubungan antara manusia
dengan dirinya dan antara manusia dengan makhluk lainnya dapat terjalin dengan baik. Berpijak pada pengertian bahwa etos kerja menggambarkan suatu sikap, maka dapat
ditegaskan bahwa etos kerja mengandung makna sebagai aspek evaluatif yang dimiliki oleh individu kelompok dalam memberikan penilaian terhadap kegiatan kerja. Mengingat
kandungan yang ada dalam pengertian etos kerja adalah unsur penilaian, maka secara garis besar dalam penilaian itu, dapat digolongkan menjadi dua, yaitu penilaian positif dan
negatif. Berpangkal tolak dari uraian itu, maka jika suatu individu atau kelompok masyarakat dapat dikatakan memiliki etos kerja yang tinggi, apabila menunjukkan tanda-tanda sebagai
berikut: 1.
Mempunyai penilaian yang sangat positif terhadap hasil kerja manusia yaitu diorientasikan pada ukuran hasil dan kualitas kerja yang lebih baik dan bermutu.
2. Menempatkan pandangan tentang kerja, sebagai suatu hal yang amat luhur
bagi eksistensi manusia. 3.
Kerja yang dirasakan sebagai aktivitas yang bermakna bagi kehidupan manusia.
Universitas Sumatera Utara
21
4. Kerja dihayati sebagai suatu proses yang membutuhkan ketekunan dan
sekaligus sarana yang penting dalam mewujudkan cita-cita, 5.
Kerja dilakukan sebagai bentuk ibadah.
Bagi individu atau kelompok masyarakat, yang memiliki etos kerja yang rendah, maka akan menunjukkan ciri-ciri yang sebaliknya, yaitu;
1. Kerja dirasakan sebagai suatu hal yang membebani diri,
2. Kurang dan bahkan tidak menghargai hasil kerja manusia,
3. Kerja dipandang sebagai suatu penghambat dalam memperoleh kesenangan,
4. Kerja dilakukan sebagai bentuk keterpaksaan,
5. Kerja dihayati hanya sebagai bentuk rutinitas hidup,
6. Tidak dapat memisahkan antara waktu bekerja dengan waktu senggang.
http:www.psychologymania.com201211pengertian-etos-kerja.html Etos atau semangat kerja, merupakan karakteristik pribadi atau kelompok masyarakat yang
dipengaruhi oleh orientasi nilai – nilai budaya mereka. Antara etos kerja dengan nilai budaya masyarakat seakan sulit dipisahkan Syahrial de Saputra T, 1996 . Etos etika kerja
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1.
Agama, dasar pengkajian makna etos kerja di Eropa diawali oleh buah pikiran Max Weber dalam Taufik Abdullah, 1988 : 6 , Salah satu unsur dasar dari kebudayaan
modern, yaitu rasionalitas yang lahir dari etika Protestan. Pada dasarnya agama merupakan suatu sistem nilai. Sistem nilai ini tentunya akan mempengaruhi atau
menentukan pola hidup para penganutnya. Cara berpikir, bersikap dan bertindak
Universitas Sumatera Utara
22
seseorang pastilah diwarnai oleh ajaran agama yang dianutnya, jika ia sungguh- sungguh dalam kehidupan beragama. Dengan demikian, jelaslah bahwa agama akan
turut menentukan jalannya pembangunan. 2.
Budaya, bahwa sikap mental, tekad, disiplin dan semangat kerja masyarakat juga disebut sebagai etos budaya. Kemudian etos budaya ini secara operasional juga disebut
sebagai etos kerja. Kualitas etos kerja ditentukan oleh sistem orientasi nilai budaya masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat yang memiliki sistem nilai
budaya maju akan memiliki etos kerja yang tinggi. Sebaliknya, masyarakat yang memiliki sistem nilai
budaya yang konservatif akan memiliki etos kerja yang rendah, bahkan
bisa sama
sekali tidak memiliki etos kerja. 3.
Sosial politik, tinggi atau rendahnya etos kerja suatu masyarakat dipengaruhi juga oleh ada atau tidaknya struktur politik yang mendorong masyarakat untuk bekerja
keras dan dapat menikmati hasil kerja keras mereka dengan penuh. 4.
Kondisi lingkungan geografis , adanya indikasi bahwa etos kerja dapat muncul dikarenakan faktor kondisi geografis. Lingkungan alam yang mendukung
mempengaruhi manusia yang berada di dalamnya melakukan usaha untuk dapat mengelola dan mengambil manfaat, dan bahkan dapat mengundang pendatang untuk
turut mencari penghidupan di lingkungan tersebut. 5.
Pendidikan, etos kerja tidak dapat dipisahkan dengan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan sumber daya manusia akan membuat seseorang mempunyai etos kerja
keras. Meningkatnya kualitas penduduk dapat tercapai apabila ada pendidikan yang
Universitas Sumatera Utara
23
merata dan bermutu, disertai dengan peningkatan dan perluasan pendidikan, keahlian dan keterampilan, sehingga semakin meningkat pula aktivitas dan produktivitas
masyarakat sebagai pelaku ekonomi. 6.
Motivasi intrinsik individu, dikatakan individu memiliki etos kerja yang tinggi adalah individu yang bermotivasi tinggi. Etos kerja merupakan suatu pandangan dan
sikap, yang tentunya didasari oleh nilai-nilai yang diyakini seseorang. Keyakinan ini
menjadi suatu motivasi kerja, yang mempengaruhi etos kerja seseorang. Ini menurut studi yang dilakukan oleh Sekolah Tinggi Akuntansi Negara dalam website
http:www.stan.ac.idaspek-aspek-etos-kerja-dan-faktor-yang-mempengaruhi.
Dalam penelitian ini, faktor lingkungan, pendidikan dan motivasi instrik individu yang relevan dalam mengkaji penelitian ini. Menurut Koentjaraningrat dalam Sjafri, 2002 : 12 dari
hasil kajian, mayoritas bangsa Indonesia masih memandang bekerja itu adalah dengan tujuan untuk mencari nafkah dan mendapatkan status sosial. Cukup menarik bahwa pada umumnya
masyarakat Indonesia kata bekerja selalu dikaitkan dengan upaya untuk mengisi perut. Jika seseorang akan pergi bekerja, sering ia mengatakan pergi mencari makan. Hal ini mencerminkan
bahwa orientasi nilai budaya bangsa Indonesia dalam hubungannya dengan kegiatan bekerja hanyalah sekedar untuk mencari nafkah.
Ini bertentangan dengan kajian Mc Clelland yaitu penyebaran inovasi untuk berprestasi kebutuhan untuk berprestasi . Motivasi untuk berprestasi adalah perjuangan untuk mencapai
sukses dengan cara berupaya sendiri dalam situasi yang membutuhkan penilaian pelaksanaan pekerjaan seseorang dalam kaitannya dengan standar keunggulannya. Ada beberapa sikap dan
perilaku yang dikaitkan dengan motivasi untuk berprestasi yang dihasilkan oleh sindrom
Universitas Sumatera Utara
24
kepribadian. Di sini, perilaku, motivasi untuk berprestasi, ternyata berkaitan dengan mobilitas ke atas, frekuensi bepergian, lamanya jam kerja, keinginan untuk mengakumulasi kapital, aspirasi
untuk mendidik anak, dan aktivitas berusaha. Disisi sikap terlihat dorongan inovatif, ketinggian rasa tanggung jawab, rencana tindakan, pilihan atas perhitungan rasional dan kesediaan untuk
memikul resiko tingkat menengah Stzompka, 2004 : 283 . Namun, dalam penelitian ini masyarakat yang berada di kawasan kumuh sebagian besar memiliki pemandangan bahwa
bekerja itu hanya sekedar untuk makan, mengisi sejengkal perut.
2.2. Perilaku Konsumtif Pada Masyarakat Kawasan Kumuh Slum Area