81
4.6.3. Kondisi Tempat Tinggal Informan Slum Area di Lingkungan XII Gang Ksatria
Tempat tinggal atau rumah merupakan salah satu sarana terpenting bagi suatu keluarga yang menetap disuatu daerah tertentu. Dengan adanya tempat tinggal yang menetap, masyarakat
dapat terhindar dari bahaya. Namun terkadang kondisi tempat tinggal ini ada yang layak dan ada juga yang tidak layak untuk ditempati. Kondisi ini juga yang dialami oleh masyarakat di gang
Ksatria Kelurahan Sei Mati. Gang Ksatria merupakan kawasan kumuh. Kalau dilihat dari kondisi tempat tinggal
memang sangat memprihatinkan. Luas hunian sangat sempit, bersebelahan dengan kuburan. Berada di kawasan aliran sungai yang kotor. Bentuk rumah berdempetan. Aliran pembuangan
atau parit banyak yang tergenang dan kondisi jalan yang berlubang. Jika terjadi hujan yang deras, sungai meluap dan masuk ke rumah dan membuat jalan menjadi berlumpur. Gang Ksatria juga
sulit untuk dilewati oleh kendaraan, karena dipenuhi kuburan dan rumah yang berdempet, serta struktur jalan yang tidak rata. Hal ini juga senada dengan penuturan Bapak Ridho yang
bertempat tinggal di pinggiran sungai, lingkungan XII Gg Ksatria: “ Tidak tahu lagi apa yang harus kami lakukan kalau sudah hujan deras.
Sungai meluap dan masuk kedalam rumah. Tanah ini menjadi lumpur dan perabot rumah tangga sudah pasti tergenang karena kami tidak tau lagi mau
diselamatkan kemana. Kami hanya bisa menguras saja, dan kamipun bingung untuk mengungsi kemana. Kecuali kalau memang banjirnya sudah parah,
masyarakat yang tidak kena banjir pasti mempersilahkan kami untuk menginap sementara di rumahnya ”.
Sumber wawancara dsengan Bapak Ridho, 30 Januari 2014
Universitas Sumatera Utara
82
Dari penuturan di atas, jelas kondisi tempat tinggal yang berdekatan dengan sungai sangat mencemaskan masyarakat daerah pinggiran sungai. Terlebih lagi jika hujan rutin mengguyur
dengan derasnya, sungai Deli pun akan meluap. Rumah tergenang air beserta sampah. Di saat itu masyarakat kehilangan arah. Tidak tau mau kemana. Tetangga yang tidak terkena banjir menjadi
pilihan masyarakat untuk mengungsi. Tetangga tersebut memiliki jarak rumah 6 meter dari bibir sungai, dan banjir tidak sampai ke sana.
Selain kondisi tempat tinggal yang memprihatinkan, kondisi lingkungan juga miris. Tempat pembuangan sampah dan parit tidak tersedia dengan maksimal. Terkadang masyarakat
memakai sungai untuk membuang sampah. Ditambah lagi kondisi kamar mandi yang kecil dan air yang sulit, sehingga membuat masyarakat sering mandi dan membuang air besar di sungai.
Tempat masak masyarakat pun kebanyakan berada di luar dengan menggunakan kayu atau tungku dan berdekatan dengan tumpukan sampah di pinggiran sungai. Kondisi ini juga sesuai
dengan penuturan Ibu Pina yang menempati daerah pinggiran sungai: “ Kami sekeluarga mandi, menyuci piring dan menyuci sayur di sungai,
kamar mandi hanya dipergunakan untuk membuang air besar atau pun kecil. Untuk air minum, kami menggunakan air aqua. Kemudian, kalau masak di
luar rumah dengan menggunakan tungku. Sumber wawancara dengan Ibu Pina, 09 Februari 2014
Hal senada juga didukung dengan penuturan Ibu Mursidah Sebagai Kepling Gang Ksatria: “ Masyarakat di Gang Ksatria dan khususnya di pinggiran sungai memakai
jasa sungai begitu besar. Mereka memanfaatkan sungai semaksimal mungkin. Ini dikarenakan karena rumah yang sempit dan kamar mandi yang tidak
memadai dan ada juga yang masak di luar rumah dan berdekatan dengan tumpukan sampah. Kemarin ada sumbangan kamar mandi umum dari
Universitas Sumatera Utara
83
darmawan namun belum sampai setahun sudah rusak karena pompa airnya di curi”.
Sumber wawancara dengan Ibu Mursidah 29 Januari 2014 Dari penuturan di atas, jelas bahwa ketergantungan masyarakat terhadap sungai sangat kuat. Hal
ini didukung juga dengan kondisi rumah mereka yang kecil. Sebenarnya kamar mandi umum pernah ada di daerah Gang Ksatria, namun sudah rusak karena tidak dirawat dan peralatan mesin
airnya ada yang mencurinya. Dan akhirnya kamar mandi umum tersebut sudah menjadi tempat sampah.
Kondisi tempat tinggal yang memprihatinkan dari segi kebersihan, dikarenakan oleh faktor utama yaitu bentuk rumah yang sangat tidak memungkinkan untuk membuat kamar mandi
yang besar karena ukuran rumah yang kecil. Dinding rumah masyarakat Gang Ksatria rata-rata terbuat dari setengah batu dan setengah seng bekas yang mereka satukan dengan kayu tipis agar
tidak terasa panas pada siang hari. Ukuran rumah yang sempit membuat rumah tersebut hanya memiliki 2 ruangan yaitu
ruang tamu pada siang hari dan malam harinya menjadi ruang tidur dan ruang kedua yaitu dapur yang digabungkan dengan kamar mandi yang tidak tertutup. Bagian atas rumah bertutupkan seng
bekas dan tidak ada asbes, jadi kalau matahari begitu terik maka terasa panas sampai kedalam rumah. Sedangkan lantai rumah terbuat dari semen yang ditutupi dengan karpet agar tidak terasa
debu atau kotoran yang menempel di lantai. Kondisi ini senada dengan penuturan Ibu Harmiati : “ Kondisi rumah kami sangat memprihatinkan. Dinding kebanyakan terbuat
dari seng bekas, atap kami juga seng bekas jadi terkadang kalau hujan bisa bocor dan lantai kami disemen seadanya agar tidak terasa kali kaki kami
menginjak tanah. Besar rumah kami hanya bisa memuat dua ruangan saja. Ruang tamu yang malamnya menjadi tempat tidur kami dan dapur yang kami
gabungkan dengan kamar mandi”.
Universitas Sumatera Utara
84
Sumber wawancara dengan Ibu Harmiati, 02 Februari 2014 Dari penuturan di atas, jelas bahwa kondisi rumah pada masyarakat Gang Ksatria tidak layak
huni, namun mereka tetap bertahan karena mereka tidak tahu lagi untuk bermukim dimana. Pemerintah tidak sigap untuk mengurus mereka dan membuat rumah yang baru, sedangkan
mereka tidak akan sanggup untuk membuat rumah yang bagus karena untuk memenuhi kebutuhan primer saja kurang apalagi untuk memenuhi kebutuhan sekunder.
Namun ada beberapa alasan lain dari masyarakat gang Ksatria ini, yang membuat mereka tidak mau memperbaiki rumah yaitu bertempat tinggal di tanah yang bukan milik
mereka. Dalam arti masyarakat tidak memiliki surat tanah. Kondisi ini sesuai dengan penuturan Bapak Ramlan:
“ Kami tidak punya uang untuk membangun rumah yang layak, apalagi kami berada di tanah wakaf yang tidak memiliki surat tanah. Sehingga kalau kami
mempercantik rumah, tiba-tiba kami diusir jadi rugi kami ”. Sumber wawancara dengan Bapak Ramlan, 02 Februari 2014
Dari penuturan di atas, menjelaskan bahwa tidak adanya surat tanah yang mereka miliki atau mereka berada di atas tanah wakaf merupakan alasan lain yang membuat mereka tidak mau
mempercantik rumah mereka. Jadi jika ada penggusuran, mereka tidak merasa rugi untuk pergi walaupun tidak diberikan ganti rugi yang memadai.
Tabel 18. Rekapitulasi Data Kondisi Tempat Tinggal Informan Gang Ksatria Rumah
Informan Keteraturan
Polabentuk Karakteristik Permukiman Kumuh
Jumlah satu atap
MCK Tempat pembuang
an sampah Luas Rumah
meter Sumber air
1 Berdempetan 4 orang
Di rumah Di halaman rumah 4,5 x 9
PAM
Universitas Sumatera Utara
85
2 Dinding Pisah
6 orang Di rumah Di halaman rumah
5 x 8 PAM
3 Berdempetan 4 orang
Di rumah Di halaman rumah 4,5 x 9
PAM
4 Berdempetan 6 orang
Sungai Bibir sungai
6 x 9 Sungai
5 Berdempetan 4 orang
Sungai Bibir sungai
3 x 8 Sungai
6 Berdempetan 4 orang
Di rumah Bantaran sungai 4 x 7
Sungai 7
Berdempetan 3 orang Di rumah Pekarangan rumah
4 x 9 Sungai
8 Berdempetan 5 orang
Sungai Sungai
3 x 5 Sungai
9 Dinding pisah
6 orang Di rumah Pekarangan rumah
4 x 9 Sungai
10 Berdempetan 8 orang
Di rumah Bantaran sungai 4 x 7
PAM 11
Berdempetan 5 orang Di rumah Belakang rumah
4,5 x 7 PAM
12 Berdempetan 6 orang
Sungai Bantaran sungai
3 x 5 Sungai
13 Berdempetan 8 orang
Sungai Bantaran sungai
5 x 7 Sungai
14 Dinding pisah
6 orang Di rumah Pekarangan rumah
4 x 9 Sungai
15 Dinding pisah
6 orang Di rumah Halaman rumah
4 x 9 Sungai
16 Berdempetan 3 orang
Di rumah Bantaran sungai 5 x 8
PAM 17
Berdempetan 5 orang Di rumah Pekarangan rumah
4,5 x 7 Sungai
4.6.4. Tingkat Pendidikan Informan Slum Area di Lingkungan XII Gg Ksatria