Etos Kerja Informan Slum Area di Lingkungan XII Gg Ksatria

88

4.7. Etos Kerja Informan Slum Area di Lingkungan XII Gg Ksatria

Etos kerja sangat erat kaitannya dengan pekerjaan, dan sebaliknya pekerjaan tidak akan terlaksana jika tidak ada etos kerja. Etos kerja merupakan pedoman seseorang dalam bekerja. Yaitu bagaimana seseorang meyakini dan memaknai suatu pekerjaan. Etos kerja ada dua sifat, diantaranya adalah etos kerja tinggi dan etos kerja rendah. Etos kerja tinggi ditandai dengan adanya motivasi, penghasilan besar, kemajuan produksi, jaringan sosial luas, pekerjaan dianggap ibadah, pekerjaan bukan suatu hambatan dan bukan hanya untuk mengisi sejengkal perut. Etos kerja rendah adalah sebaliknya, yaitu bekerja hanya upaya untuk mengisi perut, tidak punya waktu yang jelas antara bekerja dengan waktu luang, berleha – leha, tidak memiliki jaringan sosial yang luas, hasil kerja produksi tidak berkembang, dan cepat merasa puas. Jika memang demikian, orientasi nilai budaya yang dimiliki oleh sebagian bangsa Indonesia, maka implikasi sosialnya adalah jika hasil dari pekerjaan itu sudah memenuhi kebutuhan mencari makan itu, maka cukuplah, tidak perlu bekerja lebih dari itu. Artinya, etos kerja menjadi sangat rendah. Ungkapan bekerja dengan makna mencari makan itu jelas merupakan ungkapan yang tumbuh pada masyarakat yang subsisten dan tradisional, yaitu masyarakat yang hanya bekerja untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, tanpa harus bekerja lebih keras untuk mencapai tingkat produktivitas yang lebih dari itu. Dengan penjelasan di atas, dapat kita lihat bagaimana kondisi masyarakat gang Ksatria, kelurahan Sei Mati dalam memaknai sebuah pekerjaan. Pekerjaan masyarakat gang Ksatria dominan buruh bangunan, dan penjual jajanan mie sop dan burger . Pendapatan perbulan paling tinggi adalah Rp 1.500.000bulan. Jam kerja tidak menentu. Apalagi buruh bangunan, kalau tidak ada borongan tidak akan bekerja. Sama seperti halnya dengan penjual burger, ketika Universitas Sumatera Utara 89 penghasilan hari ini sudah mencapai Rp 50.000 – 60.000hari, maka besok jam jualan dipersingkat, atau bahkan tidak berjualan lagi. Seperti penuturan ibu Cinta berikut ini, “ saya membuka jualan burger ini, kalau anak – anak sudah nampak berkeliaran di depan rumah. Biasanya pukul lima sore, dan tutup jualan pukul sepuluh malam. Di pagi hari saya hanya bersih – bersih rumah, menyuci dan geletak – geletak. Untuk membuka jualan, sesuka hati saya, kapan riang hati saya, saya berjualan. Kalau lagi malas, saya tidak berjualan, apalagi di hari sebelumnya dapat untung besar”. Sumber wawancara dengan Ibu Cinta, 29 Januari 2014 Dari penuturan di atas, jelas bahwa aktifitas pekerjaan masyarakat di Gang Ksatria begitu santai. Mereka masih menilai suatu pekerjaan itu dari penghasilan. Jika penghasilan banyak diperoleh di hari pertama, maka di hari keduanya sudah bisa santai dalam bekerja karena merasa pendapatan sudah banyak di hari sebelumnya. Perasaan cepat puas dengan keadaan yang pas-pasan disebabkan kurangnya keinginan untuk maju. Kondisi ini dapat terlihat dari pekerjaan yang selalu dilakukan dengan santai. Jika di lihat dari siklus aktifitas Bapak - bapaknya, di pagi hari mereka bekerja dengan pekerjaannya masing-masing sebagai tukang parkir, buruh bangunan, jualan jajanan, dan lain-lain. Di siang harinya mereka duduk – duduk di warung. Hal ini sesuai dengan penuturan Ibu Mursidah : “ Kalau di pagi hari gang ini sepi. Semua Bapak-bapaknya bekerja. Ada yang jualan, ada yang menjadi tukang parkir, ada yang menjadi buruh bangunan sedangkan yang tidak bekerja biasanya duduk-duduk di warung kopi dan tempat billiard. Bapak-Bapak yang bekerja tadi, ketika jam makan siang, sebagian besar mereka sudah berpulangan, setelah itu mereka bergabung duduk-duduk di warung sambil ngopi”. Sumber wawancara dengan Ibu Mursidah, 29 Januari 2014 Universitas Sumatera Utara 90 Kondisi ini didukung dengan penuturan Bapak Ramlan : “ Saya bekerja sebagai tukang parkir di pasar sambas. Pagi hari saya pergi setelah sarapan. Siang harinya sekitar jam dua saya pulang. Saya kan tukang parkir yang tidak ada izin, kalau udah siang ada petugas yang meminta uang. Makanya secepat mungkin saya pulang. Daripada pendapatan saya dipotong bagusan saya pulang. Setelah itu saya gabung dengan kawan – kawan di warung karena besoknya saya baru bekerja lagi. Sumber wawancara dengan Bapak Ramlan, 05 Februari 2014 Dari penuturan di atas, jelas bahwa bapak-bapaknya pada pagi hari bekerja namun pada siang hari pulang dan tidak melanjutkan bekerja lagi dengan berbagai alasan. Pada siang hari Bapak- bapaknya berkumpul di warung sambil ngopi ataupun bermain billiard dengan anak-anak muda. Sedangkan yang tidak bekerja ada yang bercerita di warung kopi dan ada juga yang bermalas- malasan, mereka menunggu ketika ada seseorang warga yang meminta bantuan jasa seperti mengangkat benda yang berat-berat dan memotong rumput. Setelah selesai, mereka kembali lagi berkumpul di warung dan tempat billiard. Warung tersebut semakin ramai ketika malam datang dan akan selesai pada tengah malam. Aktifitas Ibu-ibunya tidak jauh berbeda dengan aktifitas Bapak-bapaknya. Ibu – ibunya kebanyakan ibu rumah tangga, kalaupun ada yang bekerja yaitu hanya sebagai pengrajin, penjual jajanan, cleaning service, guru honorer dan juga penjahit. Ibu-ibunya pada pagi hari hanya melakukan aktifitas sebagai ibu rumah tangga seperti memasak, menggosok, mengurusi anaknya yang belum sekolah. Setelah semua tugas ibu rumah tangga selesai, barulah mereka melakukan pekerjaan yang bisa mereka kerjakan untuk menambah penghasilan dari suaminya untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti menjahit dan membuat kerajinan. Hal ini juga senada dengan penuturan Ibu Lina yang bekerja sebagai pengrajin di rumahnya : Universitas Sumatera Utara 91 “ Saya sebenarnya hanya sebagai ibu rumah tangga, namun daripada saya tidak ada kerjaan jadi saya mencoba membuat kerajinan seperti alas kaki dan sabun. Semoga apa yang saya lakukan menambah ilmu saya dan juga mendapatkan penghasilan agar bisa membantu keuangan keluarga. Pekerjaan ini saya lakukan pada siang hari setelah semua pekerjaan rumah sudah selesai semua. Sayapun mengerjainya dengan santai saja, tidak peru terburu-buru, namanya juga untuk menambah-nambah keuangan keluarga saja. Pada malam hari kadang-kadang saya melanjutkan membuat kerajinan tersebut tapi kalau sudah lelah dan mengantuk, saya lanjutkan besok harinya”. Sumber wawancara dengan Ibu Lina, 08 Februari 2014 Hal ini juga senada dengan penuturan Ibu Pina yang bekerja sebagai penjual mie sop dan gorengan : “ Saya menjual gorengan dan mie sop dimulai dari pukul 12 siang setelah semua pekerjaan saya sebagai ibu rumah tangga selesai dan setelah suami saya pulang kerja. Karena saya bergantian untuk menjualnya. Biasanya kalau menjelang sore saya merasa gantuk jadi saya bergantian berjualan dengan suami saya”. Sumber wawancara dengan Ibu Pina, 09 Februari 2014 Dari penuturan di atas, jelas bahwa Ibu-ibunya melakukan pekerjaan sekedarnya saja hanya untuk mengilangkan rasa jenuh. Pekerjaan yang mereka lakukan tidak dilakukan dengan kerja keras, mereka merasa apa yang mereka kerjakan sebagai pengisi kekosongan dan sekedar menambah keuangan keluarga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pekerjaan yang dilakukanpun bersifat sementara dan tidak ada kesinambungan. Hanya begitu – begitu saja. Tidak ada kemajuan dalam produksi. Pelanggan yang membeli pun hanya mereka – mereka saja. Universitas Sumatera Utara 92 Rendahnya semangat kerja tidak terlepas juga dengan faktor ketidak tahuan apa yang harus diperbuat atau dikerjakan. Kurangnya peluang kerja dan tidak adanya kebijakan dari pihak pemerintahan baik kota atau sekitar yang dapat mendukung kerajinan yang mereka buat. Mereka bekerja hanya sebatas pekerjaan kecil dan tidak akan selalu cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sedangkan untuk bekerja sebagai pengrajin saja terkendala yaitu masalah dana. Kondisi ini sesuai dengan penuturan Ibu Harmiati : “ Kami yang bekerja sebagai pengrajin sebenarnya tidak tahu lagi apa yang harus kami lakukan. Kami membutuhkan modal. Modal kami terlalu kecil untuk membuka usaha yang lebih besar. Kami tidak tahu harus menyalahi siapa dan meminta bantuan sama siapa. Tapi sejujurnya yang harus bertanggung jawab yaitu pemerintah, baik itu pemerintah kota maupun pemerintah sekitar, dan yang terpenting mereka memperhatikan masyarakatnya. Kami membuat kerajinan ini sebenarnya bisa membuat daerah ini terkena., Namun pikiran pemerintah tidak sampai kesana. Pemerintah hanya ingin membesarkan perutnya sendiri tanpa membesarkan masyarakatnya ”. Sumber wawancara dengan Ibu Harmiati, 02 Februari 2014 Dari penuturan di atas, jelas bahwa masyarakat gang Ksatria perlu perhatian dari pemerintah yaitu dari segi modal atau membantu mengembangkan kerajinan yang mereka lakukan. Modal sangat dibutuhkan oleh masyarakat agar usaha mereka tetap berjalan secara berkelanjutan. Kalau tidak dari pemerintah, mereka tidak tahu dari siapa lagi. Sedangkan kalau dari bank atau instansi yang sejenis tempat peminjaman, mereka tidak bisa meminjamnya karena biasanya membutuhkan jaminan sertifikat tanah. Sertifikat tanah inilah yang tidak dimiliki oleh masyarakat gang Ksatria. Universitas Sumatera Utara 93 Tabel 20. Rekapitulasi Data Etos Kerja Informan Gang Ksatria No Nama Pekerjaan Jam Kerja mulai selesai Lama Kerja Penggunaan waktu luang Pekerjaan Sampingan Le gal Motivasi Kerja 1 Ibu Mursida Kepala Lingkungan 07.00 wib 14.00 wib 7 jam Kegiatan sosial Ya Aktifitas yang bermakna 2 Bpk Asbin Kepala Lurah 07.00 wib 13.00 wib 6 jam Kegiatan sosial Ya Mewujudkan cita – cita 3 Ibu Cinta Penjual Burger 17.00 wib 22.00 wib 5 jam Membersihkan rumah saja Ya Sebagai rutinitas hidup 4 Ibu Juniar Guru Honor Paud 09.00 wib 11.00 wib 2 jam Menyebar catalog Tupperware Ya Mengisi kekosongan 5 Ibu Harmiati Tukang Jahit keset kaki Tidak tentu 6 – 8 jam Ngerumpi di kedai Ya Untuk sejengkal perut 6 Dahlia Guru Honor SMP Swasta 07.00 wib 17.00 wib 8 jam Ngerumpi Ya Rutinitas 7 Bpk Ridho Jual Jajanan 08.00 wib 19.00 wib 11 jam Di tempat billiard Ya Untuk makan 8 Indah Penjaga Toko Baju Tidak Tentu 6 jam Melayani para lelaki Tid ak Menghambat kesenangan 9 Ibu EM IRT - - - Membersihkan rumah Ya Keterpaksaan 10 Ibu KH Cleaning Service Toko 19.00 wib 22.00 wib 3 jam Duduk-duduk, ngerumpi di kedai Ya Keterpaksaan 11 Ibu Erlina Tukang Jahit Keset Kaki Tidak tentu 8 jam Tidak jelas Ya Rutinitas hidup 12 Ibu P Penjual Mie Sop Tidak tentu 6 jam Pengedar Narkoba Tid ak Untuk sejengkal perut 13 Bpk Hasan Wiraswasta Tidak tentu tergantung borongan - Berleha – leha Ya Untuk makan 14 Bpk Ramlan Tukang Parkir 07.00 wib 19.00 wib 12 jam Istirahat Ya Untuk biaya sekolah anak 15 Ibu Riski SPG Tergantung sip 8 jam Jalan-jalan ke Mall, nongkrong dan berleha-leha Ya Keterpaksaan 16 Ibu Ernita Jualan Buah 16.00 wib 19.00 wib 3 jam Ngerumpi di warung, sambil makan gorengan Ya Rutinitas 17 Bpk Fauzi Wiraswasta Tidak tentu 7 jam Duduk – duduk di pos jaga perkuburan Ya Ibadah Universitas Sumatera Utara 94 4.8. Penyebab Gaya Hidup Tinggi dan Cara Memenuhi Gaya Hidup Tinggi Pada Informan Slum Area Di Gang Ksatria Gaya hidup menunjukkan bagaimana orang mengatur kehidupan pribadinya, kehidupan masyarakat, perilaku di depan umum, dan upaya membedakan statusnya dari orang lain melalui lambang – lambang sosial. Gaya hidup bisa terlihat normal maupun terlihat tinggi. Hal tersebut tergantung bagaimana masyarakat ingin menunjukan apakah mereka bergaya hidup normal atau pun tinggi. Gaya hidup masyarakat gang Ksatria cukup tinggi. Kondisi ini terlihat dengan cara mereka berpakaian, mempunyai asesoris perhiasan, mempunyai barang elektronik dan perlengkapan rumah yang harganya sebenarnya tidak bisa terjangkau dengan pendapatan yang kecil. Hal ini senada dengan penuturan Bapak Asbin sebagai Kepala Lurah Sei Mati: “ Kalau saya melihat warga saya, saya heran mereka bisa berdandan yang cantik, mempunyai peralatan yang bagus dan barang-barang yang mereka punya memiliki nilai yang menurut saya hanya bisa dimiliki oleh orang yang mempunyai penghasilan yang lumayan. Sumber wawancara dengan bapak Asbin, 10 Februari 2014 Dari penuturan di atas, gaya hidup masyarakat gang Ksatria menunjukan sesuatu yang lebih. Jika mereka mengunjungi suatu acara baik itu pernikahan maupun acara khitanan, mereka menunjukan pakaian dan aksesoris yang bagus. Begitu juga masyarakat yang membuat acara pesta, mereka membuatnya sangat meriah. Dari segi acara, mereka menggunakan keyboard yang mahal, dan untuk makannya tidak jarang juga mereka memakai cateringan. Gaya hidup yang tinggi juga terlihat pada anak-anaknya dan malah mendapat dukungan dari orang tuanya. Kondisi ini terlihat dari peralatan elektronik yang mereka punya. Anak yang baru menginjak sekolah dasar saja sudah menggunakan Handphone yang bagus dengan pengisian pulsa dua sampai tiga Universitas Sumatera Utara 95 kali dalam seminggu. Uang jajan yang mereka terima juga cukup besar yaitu Rp 15.000 sampai Rp 20.000hari dan jika ada kegiatan yang lain di luar sekolah maka bisa bertambah lagi. Peralatan dan perlengkapan isi rumah juga menunjukan kemewahan. Adanya tv yang besar lebih dari 23 inchi , memiliki kulkas, mesin cuci, dan kipas angin membuat isi rumah tersebut lebih mewah dibandingkan ukuran rumah dan bentuk rumah yang seadanya. Belum lagi kendaraan seperti sepeda motor, sebagian besar dalam satu keluarga memiliki 2 sepeda motor yang harganya sebenarnya hanya bisa dibeli oleh orang yang berpenghasilan tinggi. Kondisi ini senada dengan penuturan Ibu Pina : “ Perlengkapan rumah yang saya punya yaitu tv 32 inci, mesin cuci, kulkas, dan kipas angin. Kalau kendaraan bermotor saya mempunyai 2 unti. Biasanya yang memakainya yaitu suami saya dan anak saya”. Sumber wawancara dengan Ibu Pina, 06 Februari 2014 Dari penuturan di atas, peralatan, perlengkapan, aksesoris tubuh, dan pakaian yang mereka pakai semuanya sebenarnya hanya bisa dimiliki oleh masyarakat yang berpenghasilan tinggi. Belum lagi ketika mereka mengajak jalan-jalan anaknya berekreasi ke mall atau pun ketempat wisata, yang mengeluarkan biaya sangat banyak. Kondisi ini mengindikasikan bahwa memang gaya hidup masyarakat di gang Ksatria merupakan gaya hidup yang tinggi walaupun penghasilan rendah dan cara kerja mereka tidak menunjukan semangat untuk hidup yang lebih baik dan lebih layak. Gaya hidup tinggi namun tidak dibarengi dengan cara kerja yang gigih membuat suatu pertanyaan apa sebenarnya penyebab masyarakat bergaya hidup tinggi seperti itu. Salah satu penyebabnya yaitu faktor pergaulan dari lingkungan. Masyarakat gang Ksatria berada di daerah pinggiran sungai, namun letak kawasannya dipertengahan kota. Faktor lingkungan yang membuat masyarakat gang Ksatria ini ingin merasakan apa yang dirasakan oleh masyarakat kota Universitas Sumatera Utara 96 yang berada di sekitar mereka. Apalagi masuknya pergaulan orang luar ke daerah gang Ksatria, ini dapat merubah pola gaya hidup mereka untuk mengikuti gaya hidup yang trend yang biasanya dimiliki oleh orang-orang yang memilki penghasilan yang jauh lebih tinggi dari mereka. Kondisi ini sesuai dengan penuturan Ibu Mursidah sebagai kepala lingkungan: “ Di daerah ini memang memiliki gaya hidup yang sebenarnya tidak pantas di miliki oleh masyarakat yang tinggal di daerah yang kumuh, namun hal ini menurut saya karena faktor dari luar. Masyarakat disini banyak ikut-ikutan dalam berpakaian, berpergian, maupun mempunyai peralatan yang canggih. Apalagi banyak sekarang anak-anak disini yang pacarnya berasal dari luar membuat cara berpakai mereka sangat menunjukan ke kota-kotaan. Sumber wawancara dengan Ibu Mursidah, 29 Januari 2014 Hal ini juga dudukung dengan penuturan Ibu Rizki Antika : “ Kami bergaya sering melihat orang luar. Seperti trend sekarang. Jika mereka beli baju, kami tanya belinya dimana. Kemudian, trend yang sekarang sering diikuti dengan memakai behel gigi. Apalagi kalau anak-anak di sini. Suka sekali mengikuti pergaulan yang ada di luar sana, tapi mungkin ini suatu pembelajaran juga bagi mereka biar tidak kampungan kali ”. Sumber wawancara dengan Ibu Riski Antika, 08 Februari 2014 Dari penuturan di atas, gaya hidup dari lingkungan luar penyebab tingginya gaya hidup masyarakat gang Ksatria. Apalagi gaya hidup tinggi sudah menjangkit sampai ke anak remajanya. Jelas terlihat yaitu pemakaian behel gigi pada kalangan remaja. Perlu biaya yang cukup besar untuk memakai behel sekitar kisaran harga tujuh ratus ribu sampai satu setengah juta perkawat. Belum lagi perawatannya yang memerlukan biaya lima puluh ribu sampai seratus ribu rupiah perbulan. Universitas Sumatera Utara 97 Penyebab yang lain mengapa gaya hidup masyarakat gang Ksatria tinggi yaitu ingin menunjukan eksistensi pada lingkungan luar bahwa masyarakat gang Ksatria tidak kalah gaya dengan masyarakat kota. Ketidak pedulian pemerintah mengembangkan lingkungan mereka membuat masyarakat secara spontan ingin mengeksiskan status mereka biar tetap terpandang. Kondisi ini senada dengan penuturan Bapak Ridho: “ Kami ingin sekali ada perhatian dari pemerintah terhadap nasib kami, namun tidak ada tanggapan dari pemerintah untuk mengembangkan kami. Karena itu kami selalu berperilaku sesuai apa yang kami kehendaki, biar kami tidak kalah bersaing dengan masyarakat yang berada diluar lingkungan kami. Jadi kalau kami malu dengan gaya kami yang selalu ikut-ikutan, pemerintah sekitar juga kan yang malu”. Sumber wawancara dengan Bapak Ridho, 30 Januari 2014 Dari penuturan di atas, jelas bahwa masyarakat ingin menunjukan ke esksisannya kepada masyarakat luar dan pemerintahan sekitar, namun mereka tidak sadar bahwa gaya hidup tinggi yang mereka tunjukan tidak sesuai dengan kondisi mereka yang sebenarnya. Ketidaksesuaian antara gaya hidup,cara bekerja dan penghasilan rendah membuat tanda t anya besar bagi peneliti. Ternyata masyarakat gang Ksatria melakukan cara lain yang lebih instan dan keluar dari ajaran agama atau pun hukum yang berlaku sehingga bisa memenuhi gaya hidup tinggi mereka. Ada beberapa cara instan yang dilakukan dan hal ini juga sudah tidak menjadi masalah lagi di gang Ksatria, yaitu penjualan Narkoba, penjualan diri Melacur , dan perjudian. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup tinggi yang lain yaitu melakukan pinjaman kepada rentenir. Penjualan narkoba jenis ganja banyak dijual di tempat ini, namun agar tetap tertutup, menjualnya harus keluar dari daerah mereka. Kondisi ini senada dengan penuturan Ibu Mursidah selaku kepala lingkungan : Universitas Sumatera Utara 98 “ Ada beberapa warga di sini melakukan pekerjaan instan untuk mendapatkan uang dengan mudah dan sudah menjadi kebiasaan yaitu menjual ganja dan main judi. Sedangkan kalau melacur kayaknya mereka main di luar jadi hanya terdengar kabarnya saja. Kalau meminjam kepada rentenir sudah menjamur pada masyarakat sini ”. Sumber wawancara dengan Ibu Mursida, 28 Januari 2014 Dari penuturan di atas, pekerjaan tersebut sudah lama dilakukan oleh beberapa pihak demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Belum lagi perjudian menjadi kebiasaan masyarakat gang Ksatria pada malam hari. Pelaku biasanya Bapak - bapak dan anak remaja laki-laki. Jika sudah malam, mereka mencari tempat yang nyaman dan enak untuk bermain judi. Sedangkan untuk perempuannya, melakukan pekerjaan instan yang paling mudah yaitu menjual diri, namun cara mereka tidak terang-terangan tetapi berkedok sebagai tukang kusuk plus - plus. Hal ini sesuai penuturan Indah sebagai salah satu pelakunya : “ Saya sebenarnya bekerja di salah satu toko Cina dan saya sebagai penjaganya. Namun dengan penghasil yang sedikit tidak akan bisa memenuhi kebutuhan hidup saya. Jadi saya setiap malam disalah satu daerah di kota medan tepatnya di daerah rumah kawan saya membuka usaha kusuk, namun itu hanya kedok saja, karena inti dari usaha kusuk ini yaitu ada tambahannya atau sering dikenal dengan kusuk plus-plus. Itulah yang bisa saya lakukan. Daripada bermain judi, tidak tahu kapan untungnya, malah bisa jadi rugi terus ”. Sumber wawancara dengan Indah, 11 Februari 2014 Dari penuturan di atas, jelas bahwa banyak sekali cara yang dilakukan untuk mendapatkan uang dengan cara instan. Walaupun cara menjual diri ini tertutup dan tidak meluas, akan tetapi bisa saja pekerjaan ini menjadi kebiasaan kalau tetap dibiarkan. Namun di samping semua itu, cara instan yang sudah menjadi tradisi masyarakat gang Ksatria dan banyak yang melakukannya Universitas Sumatera Utara 99 yaitu meminjam uang ke rentenir. Hal ini paling sering dilakukan masyarakat karena masyarakat merasa nyaman, dan tidak ada ganjaran hukuman yang memberatkan mereka. Kondisi ini sesuai dengan penuturan Ibu EM yang sering meminjam kepada rentenir : “ Mungkin satu-satunya cara kami untuk memenuhi kebutuhan hidup dan tidak melanggar hukum yaitu meminjam uang kepada rentenir. Walaupun saya tahu bunga pasti banyak tapi hal ini terpaksa dilakukan karena saya tidak tahu lagi kepada siapa meminjam. Ada juga tempat lain kami bisa meminjam tapi tujuannya untuk memutar proses pengembalian uang yang kami pinjam”. Sumber wawancara dengan Ibu EM, 06 Februari 2014 Dari penuturan di atas , jelas bahwa cara bekerja instan membuat masyarakat sudah merasa puas karena dengan bekerja instan tidak membutuhkan tenaga yang banyak dan waktu yang lama, namun mendapatkan penghasilan yang besar. Akan tetapi mereka tidak menyadari bahwa apa yang mereka lakukan itu merugikan diri mereka sendiri. Tabel 21. Rekapitulasi Data Kondisi Gaya Hidup Informan Gang Ksatria No Informan Kepemilikian Barang Handphone smartphone BB dan Android Televisi 23 inch Kenderaan Bermotor Emas Kulkas Mesin cuci Behel Gigi Emas 1 Ibu Mursida Blackberry 2 unit Tv 23 inch Sepeda Motor 2 unit Cincin, kalung, gelang 1 unit 1 unit - 2 Bpk Asbin Samsung Galaxy Tv 23 inch Sepeda Motor 2 - 1 unit 1 unit - 3 Ibu Cinta BB 1 unit dan Handpho ne made in Cina 2 unit TV 21 inch Sepeda Motor 1 unit Cincin, gelang, kalung 1 unit 1 unit - 4 Ibu Juniar BB 1 unit Tv 25 inch Sepeda Cincin, 1 unit 1 unit - Universitas Sumatera Utara 100 Motor 1 kalung, gelang kaki 5 Ibu Harmiati Handphone Mito 3 unit - - Cincin, kalung - - - 6 Ibu Dahlia BB 1 unit Tv 23 inch 2 unit Cincin, kalung 1 unit 1 unit - 7 Bpk Ridho BB 1 unit Tv 21 inch 1 unit - 1 unit 1 unit - 8 Indah Bb 1 unit Tv 23 inch 1 unit Cincin, kalung, gelang kaki 1 unit 1 unit - 9 Ibu EM Handphone Titan 1 unit Tv 21 inch 1 unit Cincin, kalung, emas 1 unit 1 unit - 10 Ibu KH HP made in china 3 unit Tv 21 inch 1 unit Cincin, kalung 1 unit 1 unit - 11 Ibu ER BB 2 unit Tv 23 inch 3 unit Cincin, kalung 1 unit 1 unit - 12 Ibu Pina BB 3 unit Tv 23 inch 2 unit Cincin, kalung, gelang 1 unit 1 unit - 13 Bpk Hasan HP Samsung Tv 21 inch 2 unit - - 1 unit - 14 Bpk Ramlan HP Nexian Tv 21 inch 2 unit - 1 unit 1 unit - 15 Ibu Riski BB 1 unit Tv 21 inch 1 unit Cincin, kalung, gelang kaki 1 unit 1 unit Behel atas dan bawah 16 Ibu Ernita Samsung galaxy 1 unit Tv 23 inch 1 unit Cincin, 1 unit 1 unit - Universitas Sumatera Utara 101 kalung 17 Bpk Ahmad Blackberry 2 unit Tv 23 inch 1 unit - 1 unit 1 unit - Universitas Sumatera Utara 102

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

1.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dari Bab I sampai dengan Bab V maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam kehidupan ekonomi masyarakat gang Ksatria, Kelurahan Sei Mati, Kecamatan Medan Maimoon memiliki : 1. Etos kerja diorientasikan hanya untuk jangka pendek tidak berorientasi pada masa panjang . Sehingga kerja terkesan kurang semangat. 2. Etos kerja; bekerja hanya sebagai beban kerja, tidak ada tanggung jawab dan hanya sekedar untuk mengisi perut. 3. Tidak adanya perencanaan atau peningkatan usaha tidak ada strategi tidak ada upaya untuk memajukan usaha yang produktif. 4. Penilaian bahwa kerja dihayati sebagai bentuk rutinitas hidup. Masyarakat bekerja untuk mencari makan, ungkapan ini jelas tumbuh pada masyarakat yang subsisten dan tradisional, yang artinya masyarakat hanya bekerja untuk memenuhi kebutu han dasar mereka, tanpa harus bekerja lebih keras untuk mencapai tingkat produktivitas yang lebih dari itu dan cepat merasa puas. Ini diperjelas dari penelitian bahwa pekerjaan yang paling dominan adalah sebagai buruh bangunan. Jam kerjanya tidak mene ntu. Terkadang bekerja, terkadang tidak, tergantung borongan. Waktu luang banyak digunakan di warung kopi dan tempat billiard. Sedangkan Ibu - ibunya bekerja sebagai penjahit keset kaki, penjual burger, cleaning service dan ada salah satu anak gadis yang bekerja sebagai penjaga toko yang sekaligus tukang pijat plus plus pada malam harinya. Universitas Sumatera Utara