10
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Sejak tahun 2003, terjadi perkembangan penduduk dunia yang demikian pesat. Tercatat po pulasi penduduk dunia saat ini telah mencapai 6,5 miliar jiwa. Jumlah tersebut akan terus
bertambah sehingga pada tahun 2050 diperkirakan mencapai angka 9 miliar. Hal yang menarik bahwa perkembangan penduduk perkotaan ternyata juga meningkat sangat tajam. Pada tahun
2008, batas psikologis 50 persen telah terlampaui. Kondisi ini juga terjadi di Indonesia. Pada tahun 2010, penduduk Indonesia yang tinggal di perkotaan telah mencapai 118 juta atau sebesar
49,8 dari seluruh penduduk Indonesia. Angka tersebut cukup fantastis, dengan membandingkan kondisi tahun 1950 yang hanya 14,62 juta atau sekitar 12,4 penduduk yang
tinggal di perkotaan. Jadi hanya dalam waktu 60 tahun separuh penduduk Indonesia telah bertempat tinggal di wilayah perkotaan. Telah menjadi semacam ge
jala yang lazim di perkotaan bahwa pertambahan penduduk akan diikuti pertumbuhan kawas an kumuh Slum Area . Bertambahnya luas kawasan kumuh Slum Area disebabkan oleh
banyak faktor. Antara lain urbanisasi penduduk, tidak tersedianya ruang yang cukup untuk permukiman di kota, ketidakmampuan finansial warga untuk membangun rumah yang layak,
serta degradasi permukiman menjadi padat dan kumuh. Faktor penyebabnya begitu kompleks dan saling kait mengait, dalam studi repository usu http:reposit
ory.usu.ac.idbitstream123456789270464Chapter20I.pdf .
Universitas Sumatera Utara
11
Menurut data BPS 2009, kawasan kumuh Slum Area di Indonesia tercatat seluas 57.800 hektar pada tahun 2009. Angka ini naik dari tahun 2004 yang luasnya 54.000 hektar. Dalam
rentang lima tahun, kawasan kumuh Slum Area bertambah menjadi 3.800 hektar. Walaupun menurut BPS jumlah masyarakat miskin menurun dari 35 juta jiwa pada tahun 2008 menjadi
32,5 juta jiwa pada tahun 2009. Namun, kawasan kumuh Slum Area justru semakin meningkat. Berdasarkan data BPS 2008, terdapat 26,9 juta unit rumah yang tidak layak huni di
Indonesia, baik yang semi permanen maupun tidak permanen. Jumlah rumah yang tidak terlayani air bersih sebanyak 9,7 juta unit. Sedangkan rumah yang tidak mendapatkan listrik sebanyak 3,9
juta unit dan yang tidak terlayani jamban sebanyak 10,5 juta unit. Untuk menata kawasan kumuh Slum Area , yang paling diperlukan adalah perumahan dan pengendalian alih fungsi,
memperbaiki kondisi lingkungan, pemugaran kondisi bangunan, pemeliharaan lingkungan, dan peremajaan terutama daerah kawasan industri yang merupakan kawasan identik dengan
lingkungan kumuh dikarenakan kurangnya tempat tinggal bagi para pekerja sehingga menciptakan kawasan kumuh Slum Area di daerah tersebut.
Kota Medan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia, setelah Jakarta dan Surabaya. Perkembangan kota medan juga telah melampaui batas wilayah administratifnya. Kota Medan
terus berkembang baik dari segi pembangunan sarana dan prasarana maupun jumlah penduduk Sirojuzilam, 2011: 152 . Pada tahun 2010, penduduk Kota Medan mencapai 2,1 juta jiwa.
Dibanding hasil sensus penduduk tahun 2005 terjadi pertambahan penduduk sebesar 100.000 jiwa 0,5 . Data tersebut menunjukkan kota Medan belum terlepas dari masalah kekumuhan.
Pemukiman kumuh banyak dijumpai di beberapa kecamatan seperti di Medan Belawan, Medan Labuhan, Medan Marelan, Medan Tembung, Medan Denai, Sunggal, Medan Maimoon, dan
Medan Johor. Kawasan kumuh Slum Area di sebelah Selatan kota Medan banyak ditemukan
Universitas Sumatera Utara
12
pemukiman kumuh, khususnya di bantaran Sungai Deli. Sedangkan di pusat kota ada di bantaran sungai Babura dan daerah pinggir rel kereta api misalnya di sepanjang Jalan Sutomo - Jalan
Thamrin. Hingga pada tahun 2010, luas wilayah kawasan kumuh Slum Area di Medan mencapai 462,3 hektar di 8 delapan kecamatan. Daerah tersebut mencakup 8 delapan
kecamatan yakni Medan Area dengan luas daerah kumuh 27,55 Ha dengan 1.625 masyarakat miskin, Medan Denai 110,4 Ha dengan 6.849 masyarakat miskin, Medan Perjuangan 18,30 Ha
dengan 1.067 warga miskin, Medan Belawan 65,35 Ha dengan penduduk miskin 17.716 warga, Medan Deli 116,2 Ha dengan penduduk miskin 25.280 warga, Medan Labuhan 60,5 Ha dengan
penduduk miskin 20.599 warga dan Medan Marelan 35 Ha dengan penduduk miskin 11.931 warga, Medan Maimoon 39 Ha dengan penduduk miskin 3.134 warga. Sebagian masyarakat
miskin selalu menempati kawasan kumuh Slum Area yang berada di sekitar kota Medan ataupun kota-kota di Indonesia.
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara BPS Statistics of Sumatera Utara Province 2010 Kemiskinan pada masyarakat kawasan kumuh Slum Area sangat erat kaitannya
dengan etos kerja masyarakat kumuh. Etos kerja merupakan seperangkat sikap atau pandangan mendasar yang dipegang sekelompok manusia untuk menilai bekerja sebagai suatu hal yang
positif bagi peningkatan kualitas kehidupan, sehingga mempengaruhi perilaku kerjanya. Seseorang yang memiliki etos kerja tinggi dan positif akan terus berusaha untuk memperbaiki
dirinya, sehingga nilai pekerjaannya bukan hanya bersifat produktif materialistik tapi juga melibatkan kepuasaan spiritualitas dan emosional. Sebaliknya seseorang yang memiliki etos
kerja rendah dan negatif tidak akan berusaha untuk memperbaiki dirinya, sehingga nilai pekerjaannya tidak bersifat produktif materialistik dan tidak mempunyai kepuasaan spiritualitas
Universitas Sumatera Utara
13
dan emosional. Dalam studi ilmiah 2011 Putra Indonesia http:www.putra-putri-
indonesia.compengertian-etos-kerja.html . Masyarakat yang tinggal di pemukiman kumuh di beberapa kecamatan kota Medan,
identik dengan masyarakat miskin. Kemiskinan itu terlihat dari kondisi fisik rumah yang berupa jenis lantai, jenis dinding, jenis atap, dan ventilasi, serta keberadaan lokasi dan situasi rumah,
tempat pembuangan sampah, tempat MCK, sumber air bersih yang biasa digunakan, luas rumah yang ditempati, dan status kepemilikan lahan. Namun terkadang sebagian besar masyarakat
miskin memiliki gaya hidup yang tinggi. Fenomena ini terjadi sebagai akibat dari arus globalisasi yang sudah tidak bisa dibendung lagi. Globalisasi telah memunculkan gaya hidup dan
konsumtivisme yang kerap mengundang keprihatinan Bahtiar, 2002 . Hal tersebut terlihat pada masyarakat di Gang Ksatria Kelurahan Sei Mati, Kecamatan
Medan Maimoon. Kelurahan Sei Mati terletak di kota Medan, tepatnya di sekitaran jalan Brigdjen Katamso. Kelurahan Sei mati berbatasan dengan kelurahan Sukaraja, kelurahan
Teladan Barat, kelurahan Kampung Baru, dan kelurahan Suka Dame. Secara geografis, luas kelurahan Sei Mati adalah 23 Ha. Areal tanah kelurahan Sei mati dimanfaatkan sebagai
pemukiman, areal kuburan, areal perkarangan, dan areal perkantoran. Pada Gang Ksatria kelurahan Sei Mati, areal pemukiman dan areal kuburan lebih
terfokuskan. Dengan luas wilayah Gang Ksatria hanya 6 Ha, diantaranya 2,5 Ha adalah luas areal perkuburan, dan luas 3,5 Ha dihuni oleh 176 Kepala Keluarga. Jumlah keseluruhannya 984 jiwa
yang terdiri dari laki – laki sejumlah 446 jiwa dan perempuan 538 jiwa. Dari 176 kepala Keluarga yang ada di Gang Ksatria, beberapa masyarakat menempati tanah wakaf yang
semestinya dipakai untuk perkuburan Mandailing. Selain tempat tinggal masyarakat yang ilegal, masyarakat yang tinggal di salah satu permukiman kumuh ini mayoritas bekerja di sektor
Universitas Sumatera Utara
14
informal antara lain sebagai buruh bangunan, pedagang asongan di lampu merah, penjahit keset kaki, cleaning service di ponsel dan tukang parkir.
Sedangkan parit dan gorong-gorong penuh dengan sampah, toilet umum tidak terawat dan tidak dimanfaatkan, akhirnya masyarakat banyak yang membuang air kecil dan besar
langsung ke sungai. Sungai menjadi kotor dan keruh, serta sampah bertumpukan di bibir sungai. Padahal sehari – hari sungai ini digunakan untuk mandi , menyuci piring, dan bahkan
juga membilas pakaian serta sayuran. Lokasi rumah yang rapat, minimnya sirkulasi cahaya dan udara. Rumah yang sempit, tata ruang yang tidak berfungsi semestinya multi fungsi jika pagi
dijadikan sebagai ruang tamu, dan malam menjadi ruang tidur. Akses jalan yang tidak merata, berliku – liku dan berkelok – kelok seperti jalan tikus. Daerah ini rentan terkena banjir, karena
dekat dengan bibir sungai serta tumpukan sampah yang berserakan. Hal ini menunjukkan betapa kumuhnya daerah ini.
Dalam kegiatan sehari-hari, masyarakat Gang Ksatria terlihat seperti tidak mempunyai kegiatan yang dinamis dan terlihat stagnan. Pada pagi hari, Ibu – ibu pergi ke sungai menyuci
dan mandi, sedangkan bapak - bapaknya ada yang duduk menikmati kopi dan gorengan namun ada juga yang bersiap untuk pergi bekerja, dan anak remajanya belum terbangun. Pada siang
hari, aktifitas ibu - ibunya hanya duduk-duduk dan bercerita sesama ibu - ibu yang lain, sedangkan beberapa bapak - bapaknya yang tidak bekerja beserta anak remajanya, berkumpul
dalam suatu tempat untuk bermain billiard dan bermain kartu serta aktifitas tersebut berlanjut hingga malam hari. Sedangkan bapak-bapaknya yang bekerja pada siang hari, setibanya pulang
ke rumah, mereka akhirnya hanya duduk - duduk, terkadang berkumpul dengan bapak - bapak yang tidak bekerja dan menikmati kopi dan gorengan di kedai. Kemudian, daerah ini juga
dijumpai para lelaki dan para perempuan usia produktif yang tidak memiliki pekerjaan
Universitas Sumatera Utara
15
pengangguran . Selain dari hasil pengamatan penulis, hal ini senada dengan yang dikemukakan Ibu Kepala Lingkungan XII Gang Ksatria, yaitu :
“ Anak lajang dan gadis di sini yang tamatan Sekolah Dasar mayoritas pengangguran. Itu karena dulu mereka tidak suka untuk sekolah, lebih bagus
membantu bapaknya berjualan. Pada akhirnya mereka banyak menghabiskan waktu di tempat billiard dan berleha – leha di depan tv. Mereka itu
kebanyakan pendatang, dan sangat susah untuk mendapatkan pekerjaan. “ Sumber wawancara dengan Ibu Mursida, 02 Februari 2014
Hal ini menjadi suatu pemandangan yang biasa di daerah ini dan fenomena yang biasa juga dianggap oleh masyarakat.
Hal ini menunjukkan bahwa betapa kumuh dan rendahnya mata pencaharian serta kurangnya keinginan untuk giat dan ulet bekerja pada masyarakat di kawasan Gang Ksatria
Kelurahan Sei Mati. Meskipun sempitnya areal pemukiman yang mereka tempati dengan bentuk rumah yang tidak tertata, dan rendahnya mata pencaharian masyarakat Gang Ksatria namun
terkadang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya melebihi batas kewajaran seperti mempunyai peralatan rumah yang mewah dan barang-barang elektronik yang mahal yaitu memiliki
handphone berjenis smartphone, mesin cuci, tv rata – rata 23 inci , kipas angin, kulkas dan ketika membuat suatu acara seperti acara pernikahan, acara ulang tahun, masyarakat di Gang
Ksatria Kelurahan Sei Mati merayakannya dengan mewah. Hal inilah yang menggungah penenliti untuk melakukan penelitian ini. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang etos kerja dan gaya hidup pada masyarakat kawasan kumuh Slum Area . Penelitian ini secara sosiologis melihat etos kerja yang rendah tetapi mempunyai gaya hidup
Universitas Sumatera Utara
16
yang tinggi pada masyarakat kawasan kumuh Slum Area di Gang Ksatria kelurahan Sei Mati kecamatan Medan Maimoon.
1.2. Perumusan Masalah