39 2. Pihak yang berhak tersebut adalah pihak yang menguasai atau memiliki objek
pengadaan tanah Pasal 1 angka 3. Objek Pengadaan Tanah adalah tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, atau
lainnya yang dapat dinilai Pasal 1 angka 4.
3. Pengertian Kepentingan Umum.
Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tidak melakukan perubahan mengenai pengertian kepentingan umum yang ada di dalam Perpres Nomor 36 Tahun
2005. Secara sederhana dapat diartikan bahwa kepentingan umum dapat saja
dikatakan untuk keperluan, kebutuhan atau kepentingan orang banyak atau tujuan yang luas. Namun demikian rumusan tersebut terlalu umum dan tidak ada
batasannya.
47
Kepentingan umum adalah termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, dengn memperhatikan segi-segi sosial, politik,
psikologis dan hankamnas atas dasar asas-asas Pembangunan Nasional dengan mengindahkan Ketahanan Nasional serta Wawasan Nusantara.
48
UUPA dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 mengatakan kepentingan umum dinyatakan dalam arti peruntukannya, yaitu untuk kepentingan bangsa dan
negara, kepentingan bersama dari rakyat dan kepentingan pembangunan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kepentingan
umum adalah kepentingan tersebut harus memenuhi peruntukannya dan harus
47
Oloan Sitorus dan Dayat Limbong, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, Yogyakarta, 2004, Hal. 6
48
John Salindeho, Masalah Tanah dalam Pembangunan,, Cetakan kedua Sinar Grafika, Jakarta, 1988, Hal.40
Universitas Sumatera Utara
40 dirasakan kemanfaatannya, dalam arti dapat dirasakan oleh masyarakat secara
keseluruhan dan atau secara langsung. Menurut Perpres nomor 36 Tahun 2005, pada pasal 1 angka 5 menyebutkan
Kepentingan Umum adalah Kepentingan sebagian besar lapisan masyarakat. Ada beberapa kriteria kepentingan umum di dalam pelaksanaan pembangunan yaitu :
a. Kepentingan Negara b. Kepentingan Bangsa
c. Kepentingan bersama rakyat d. Kepentingan pembangunan adalah pertahanan, pekerjaan umum, perlengkapan
umum, jasa umum, keagamaan, ilmu kesehatan dan seni budaya, kesehatan, olahraga, kesejahteraan umum dan sosial.
4. Syarat-syarat Persetujuan Ganti Rugi.
Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah yang dirumuskan pada pasal 1 butir 6 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005, yaitu pelepasan atau penyerahan hak
atas tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan yang dikuasainya dengan memberikan ganti rugi atas dasar
musyawarah. Rumusan tersebut berarti bahwa pelepasan atau penyerahan hak atas tanah tidak dapat dibenarkan dengan cara-cara paksaan atau tanpa kesepakatan dari
pemegang hak atas tanah yang bersangkutan. Hal ini jelas kegiatan pelepasan atau penyerahan hak atas tanah sebagai dasar
hukum materiilnya adalah hukum perdata yang terletak dalam bidang hukum perikatan. Perbuatan hukum untuk melepaskan hubungan hukum antara pemegang
hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya, tergantung kepada tidak adanya
Universitas Sumatera Utara
41 kesepakatan atau persetujuan diantara kedua belah pihak. Hal ini berarti bahwa
kesepakatan hukum tersebut harus memperhatikan syarat-syarat yang ditentukan dalam pasal 1320 KUHPerdata tersebut.
Demikian juga terhadap pembayaran ganti rugi yang dilakukan oleh panitia pengadaan tanah harus berdasarkan prinsip musyawarah yang memenuhi prinsip
pasal 1320 KUHPerdata. Untuk sahnya suatu persetujuanperjanjian harus dipenuhi 4 empat syarat yaitu :
1. adanya kesepakatan atau persetujuan antara pihak-pihak yang membuat
perjanjian konsensus. 2.
adanya kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian capacity. 3.
adanya suatu hal tertentu a certain subject matter 4.
adanya suatu sebab yang halal legal cause. Dua syarat yang pertama dinamakan sebagai syarat-syarat subjektif, karena
mengenai orang atau subjek yang mengadakan perjanjian. Sedangkan dua syarat selanjutnya disebut syarat objektif karena mengenai perjanjian itu sendiri dan
mengenai objek dari perbuatan hukum yang dilakukan. Kedua syarat tersebut yaitu syarat subyektif dan objektif harus dipenuhi dalam suatu persetujuan atau perjanjian.
Apabila syarat subjektif tidak dipenuhi maka persetujuan itu dapat dibatalkan melalui hakim oleh pihak yang berkepentingan. Demikian pula halnya, bila tidak dimintakan
pembatalan kepada hakim maka persetujuan itu tetap mengikat bagi pihak-pihak sebelum lewat waktu lima tahun pasal 1454 KUHPerdata. Sedangkan apabila syarat
objektif tidak dipenuhi, maka persetujuan itu batal demi hukum artinya dari semula dianggap tidak pernah ada suatu persetujuan.
Universitas Sumatera Utara
42 Yang
dimaksud dengan
persetujuan kehendak
adalah kesepakatan.
Persetujuan para pihak harus dilandasi dengan kesepakatan antara pihak-pihak mengenai pokok-pokok perjanjian yang dibuat itu. Pokok perjanjian itu sendiri
berupa objek perjanjian dan syarat-syarat perjanjian. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu
yang sama secara timbal balik. Dengan demikian persetujuan sifatnya sudah mantap, tidak lagi dalam perundingan.
49
Pengertian sepakat dilukiskan sebagai pernyataan kehendak yang disetujui overeenstemende wilsverklaring antara pihak-pihak. Pernyataan pihak yang
menawarkan disebut tawaran oferte, pernyataan pihak yang menerima tawaran dinamakan akseptasi acceptatie.
50
Persetujuan kehendak kedua belah pihak yang merupakan kesepakatan itu, harus dilakukan secara bebas, yaitu tanpa paksaan,
kekhilafan dan penipuan sebagaimana yang diatur dalam pasal 1321, 1322 dan 1328 KUHPerdata. Persetujuan kehendak yang dilakukan secara bebas dan tanpa paksaan
yaitu apabila orang yang melakukan perbuatan hukum tersebut tidak berada di bawah tekanan, ancaman, baik dengan kekerasan jasmani maupun rohani dengan upaya yang
bersifat menakut-nakuti sehingga orang itu terpaksa untuk menyetujui perjanjian tersebut Pasal 1324 KUHPerdata.
Suatu persetujuan kehendak dikatakan tidak ada kekhilafan atau kekeliruan atau kesesatan, apabila salah satu pihak tidak khilaf tentang hal pokok yang
49
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal 89.
50
Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Dalam rangka memperingati Memasuki Purna Bakti Usia 70 tahun, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, Hal. 98.
Universitas Sumatera Utara
43 diperjanjikan atau mengenai orang dengan siapa diadakan perjanjian itu, sehingga
seandainya orang tidak khilaf mengenai hal-hal tersebut, maka ia tidak melakukan perseetujuan. Demikian pula dengan pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata ditegaskan
bahwa semua persetujuan atau perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik tegoeder trouw, in good faith, Hal ini berarti bahwa pelaksanaan perjanjian itu harus
berjalan dengan mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan, jadi secara objektif pelaksanaan perjanjian itu harus berjalan dengan benar, jujur dan memenuhi
rasa keadilan. Syarat-syarat yang ditentukan dalam pasal 1320 KUHPerdata tersebut
merupakan syarat materiil yang harus dipenuhi dalam rangka musyawarah untuk mencapai kesepakatan antara pemegang hak atas tanah dan pihak yang memerlukan
tanah, mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi. Persetujuan kehendak kedua belah pihak yang merupakan kesepakatan itu harus dilakukan secara bebas, tanpa paksaan,
kekhilafan dan penipuan. Norma hukum pada prinsipnya untuk menjamin kapastian ketertiban dan
memenuhi tuntutan rasa keadilan. Kepastian hukum menghendaki supaya apa yang diajukan harus dipenuhi. Namun dalam menuntut dipenuhinya perjanjian itu
janganlah orang meninggalkan norma keadilan dan kepatutan. Berlakulah adil dalam menuntut pemenuhan janji itu, sebagaimana maksud pasal 1338 ayat 3
KUHPerdata.
51
Ketentuan umum ganti rugi baru timbul apabila adanya pembebasan hak atas tanah baik untuk kepentingan pemerintah maupun kepentingan pihak swasta.
51
A.P. Palindungan, Op.Cit, Hal. 34.
Universitas Sumatera Utara
44 Menurut Marmin M. Roosadijo, berpendapat bahwa pembebasan tanah atau
mengambil tanah yang diperlukan oleh pemerintah dengan cara pembebasan banyak dipergunakan karena cara ini banyak dipergunakan karena cara ini dianggap lebih
cepat terlaksana, juga dianggap tidak menimbulkan keresahan, sebab cara pembebasan tanah ini didasarkan adanya keharusan tercapai kata sepakat.
52
Adanya kata sepakat atau musyawarah dalam pembebasan tanah dimaksudkan untuk dapat memberikan rasa kesejahteraan bagi pemilik yang memerlukan tanah.
Hal ini sejalan dengan pendapat Abdurrahman, pembebasan tanah adalah melepaskan hubungan hukum semula yang terdapat diantara pemegang hakpenguasaan atas tanah
dengan cara pemberian ganti rugi atas dasar musyawarah dengan pihak yang bersangkutan.
53
Penentuan bentuk dan besarnya ganti kerugian dilakukan atas dasar dan cara perhitungan menurut pasal 15 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 ditetapkan
dengan musyawarah dalam hal persetujuan kehendak mengenai pelepasan atau peyerahan hak atas tanah sebagaimana diatur dalam UUPA, Undang-undang Nomor
20 Tahun 1961, dan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005. dengan demikian prinsip musyawarah untuk mencapai kesepakatan antara pemegang hak atas tanah
dengan pihak yang memerlukan tanah merupakan unsur yang esensil, dalam melakukan perbuatan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang
dikuasainya menurut pasal 1320 jo. pasal 1338 KUHPerdata.
52
Marmin M. Roosadijo, Tinjauan Pencabutan Hak Atas tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1997, Hal. 38.
53
Abdurrahman, Masalah pencabutan Hak Atas Tanah dan Pembebasan Tanah di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, Hal.10.
Universitas Sumatera Utara
45
5. Bentuk-bentuk Ganti Rugi.