Proses Pelepasan Hak atas Tanah untuk kepentingan umum.

71 ganti ruginya., semua tanaman yang ada di atas tanah yang diganti rugi sudah dihitung bersamaan dengan harga tanah tersebut. 80

4. Proses Pelepasan Hak atas Tanah untuk kepentingan umum.

Pasal 2 ayat 1 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 disebutkan Prosedur Pengadaan Tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dilaksanakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan cara : a. pelepasan atau penyerahan hak atas tanah; atau b. Pencabutan hak atas tanah. Sedangkan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 hanya mengenal pelepasan dan penyerahan hak atas tanah dan menghapus kemungkinan pencabutan hak atas tanah. Dalam proses pelepasan hak atas tanah di Kabupaten Aceh Timur, Instansi pemerintah yang bersangkutan meminta bantuan panitia Pengadaan Tanah yang khusus dibentuk setiap tahunnya untuk melakukan pelaksanaan pelepasan hak atas tanah untuk kepentingan umum. Proses pelepasan hak atas tanah ini tidak dilakukan melalui prosedur pengadaan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 dan nomor 65 Tahun 2006 serta Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007, seharusnya dilakukan dengan tahapan- tahapan seperti : Perencanaan, Penetapan Lokasi, Pembentukan panitia Pengadaan Tanah, Penyuluhan, Identifikasi dan Inventarisasi, Penunjukan LembagaTim penilai 80 Marzaini, Kepala Bagian Administrasi Pertanahan Setdakab.Aceh Timur, Wawancara, tanggal 10 April 2012. Universitas Sumatera Utara 72 Harga Tanah, Penilaian, Musyawarah, Keputusan Panitia Pengadaan Tanah, Pembayaran Ganti Rugi danatau Penitipan Ganti Rugi, Pelepasan Hak, Pengurusan Hak Atas tanah dan Pelaksanaan Pembangunan Fisik. Ketentuan tentang Pelepasan Hak atas Tanah ini hanya diatur dalam Pasal 49 sampai dengan 52 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2007, dengan menentukan bahwa bersamaan dengan pembayaran dan penerimaan ganti rugi dalam bentuk uang : a. Instansi pemerintah yang memerlukan tanah membuat tanda terima pembayaran ganti rugi. b. Yang berhak atas ganti rugi membuat surat pernyataan pelepasanpenyerahan hak atas tanah atau penyerahan tanah danatau bangunan danatau tanaman danatau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah. c. Panitia Pengadaan tanah membuat Berita Acara Pembayaran Ganti Rugi dan Pelepasan Hak Atas Tanah atau Penyerahan Tanah. 81 Bersamaan dengan pemberian ganti rugi hak atas tanah dibuat surat pernyataan pelepasan hak atas tanah. Surat pernyataan pelepasan hak atas tanah di tandatangani oleh pemegang hak atas tanah dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Timur. Pada saat pembuatan surat pernyataan pelepasanpenyerahan hak atas tanah atau penyerahan tanah, yang berhak atas ganti rugi wajib menyerahkan dokumen asli kepada Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten Kota, berupa : a. sertifikat hak atas tanah danatau dokumen asli pemilikan dan penguasaan tanah; 81 Lihat Pasal 49 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007. Universitas Sumatera Utara 73 b. akta-akta perbuatan hukum lainnya yang berkaitan dengan tanah yang bersangkutan; c. akta-akta lain yang berhubungan dengan tanah yang bersangkutan; dan d. surat pernyataan yang diketahui oleh Kepala DesaLurah setempat atau yang setingkat dengan itu yang menyatakan bahwa tanah tersebut pada huruf a benar kepunyaan yang bersangkutan. Untuk tanah yang sudah bersertifikat, pelepasanpenyerahan hak atas tanah dilaksanakan oleh pemegang hak atas tanah dilaksanakan oleh pemegang hak atas tanah dengan membuat surat pernyataan pelepasanpenyerahan hak atas tanah untuk kepentingan instansi pemerintah yang bersangkutan memberikan ganti rugi kepada pemegang hak atas tanah. Pelaksanaan pelepasanpenyerahan hak atas tanah tersebut dilakukan oleh para pihak dihadapan Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKota, atau Pejabat Pembuat Akta Tanah, atau camat selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah. Pemberian ganti rugi oleh instansi pemerintah kepada pemegang hak atas tanah tersebut didasarkan pada musyawarah. Bagi tanah yang belum bersertifikat, penyerahan tanahnya dilaksanakan oleh pemilik tanah dengan membuat surat penyerahan kepemilikan tanah untuk kepentingan instansi pemerintah yang memerlukan tanah, dan instansi pemerintah tersebut memberikan ganti rugi kepada pemilik tanah dan dilaksanakan oleh para pihak dihadapan Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKota. Pemberian ganti rugi juga didasarkan pada musyawarah. Berita acara pelepasan hak atas tanah sebagai salah satu pernyataan pelepasan hak memuat beberpa klausula yang dituangkan dalam surat pernyataan penanggalan Universitas Sumatera Utara 74 atau pelepasan hak atas tanah dan syarat-syarat lainnya dengan menyerahkan sertifikat asli atau surat-surat tanah yang berkaitan dengan tanah bersangkutan kepada panitia pengadaan tanah. Surat pernyataan tersebut mencantumkan identitas pemilik meliputi nama, alamat atau tempat tinggal, pekerjaan, serta luas tanah dan lokasi tanah yang dibebaskan serta jumlah besarnya ganti rugi yang diterima pemegang hak atas tanah menurut harga yang disepakati sesuai hasil musyawarah antara panitia pengadaan tanah dengan pemilikpemegang hak atas tanah atau kuasanya dari instansi yang memerlukan tanah. Demikian pula surat pernyataan mencantumkan diktum sebagai suatu perjanjian yang sifatnya baku yang berbunyi bahwa sejak tanggal surat pernyataan pelepasan hak atas tanah diperbuat, maka pemilikpemegang hak atas tanah, bangunan, tanaman, sejak saat itu putuslah hubungan penguasaan secara hukum, atas tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang ada di atasnya. Pembayaran Ganti rugi untuk Pembangunan Pusat Pemerintahan Kabupaten Aceh Timur, dilakukan di Kantor Cabang Bank Pemerintah Daerah Bank Aceh di Kota Langsa, karena mengingat uang yang ditransfer ke rekening pemilikpemegang hak atas tanah mencapai ratusan juta rupiah. Pembayaran Ganti rugi dilakukan yang sebelumnya telah ada daftar kolektif dan daftar nominatif, juga dicantumkan pas photo pemilik yang nama, persil, luas, harga, desa dan tanggal menerima uang ganti rugi. Hal tersebut dibuat oleh panitia untuk menghindari kesalahan dalam pemberian ganti rugi disamping bukti bahwa pemilikpemegang hak atas tanah tersebut sudah Universitas Sumatera Utara 75 menerima uang ganti kerugian. Proses ini dilakukan sampai 6 enam tahap mengingat dana yang dianggarkan dalam APBK setiap tahunnya terbatas. Arsip berkas pengadaan tanah selanjutnya disimpan pada kantor pertanahan Kabupaten Aceh Timur lalu Kepala Bagian Administrasi Pertanahan Setdakab Aceh Timur segera mengajukan permohonan sesuatu hak atas tanah dan mendaftarkannya sampai memperoleh sertifikat atas nama Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Timur. Menurut Boedi Harsono dalam penetapan harga ganti rugi tanah, harus mempertimbangkan kehendak dari pemegang hak atas tanah dan yang mempengaruhi harga tanah. 82 Walaupun demikian pemegang hak atas tanah yang terdaftar untuk melepaskan hak atas tanahnya sudah menerima semua ganti kerugian dalam bentuk uang, hal ini sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 8 dan Pasal 9 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005. Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten Aceh Timur hanya menunggu 1 satu lagi pemilikpemegang hak atas tanah yaitu Khatijah Gadeng yang belum mau melepaskan hak atas tanahnya karena belum mencapai kesepakatan harga ganti rugi. 82 Boedi Harsono, 1995, Op.Cit, hal.615 Universitas Sumatera Utara 76

BAB III FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT PELAKSANAAN GANTI RUGI

PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN PUSAT PEMERINTAHAN KABUPATEN ACEH TIMUR Ada beberapa faktor penghambat pelaksanaan ganti rugi pengadaan tanah untuk pembangunan Pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur, antara lain : Faktor Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat, Faktor tidak adanya Kesepakatan dalam Proses Musyawarah, dan Faktor Tuntutan Ganti Rugi di atas Harga Pasar.

A. Faktor Keadaan Sosial Ekonomi Pemegang Hak Atas tanah.

Keadaan Sosial ekonomi Pemegang Hak Atas Tanah ikut mempengaruhi kelancaran proses pelaksanaan ganti rugi tanah untuk kepentingan umum terutama dalam pelaksanaan Pembangunan Pusat Pemerintahan Kabupaten Aceh Timur diantaranya, tingkat pendidikan, pekerjaan, luas penguasaan tanah, lamanya penguasaan hak atas tanah, dan macam hak atas tanah. Tanah yang mempunyai fungsi multidimensional akan mempengaruhi status sosial dari masyarakat pemilik tanah. Penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan masyarakat pemilik tanah masih rendah. Sebahagian besar masyarakat Idi Rayeuk bekerja sebagai petani. Tetapi yang utama tetap pendapat pemilik hak atas tanah yang dijadikan dasar penentuan harga ganti rugi, dimana masyarakat sudah mengetahui prospek tanah mereka beberapa tahun ke depan. Berikut dapat kita lihat pada tabel 3; Universitas Sumatera Utara 77 Tabel 3: Tingkat Pendidikan Responden No Tingkat Pendidikan Frekwensi orang Persentase 1. 2. 3. 4. 5. SDSederajat SLTPSederajat SMUSederajat D – III Sarjana S1 18 7 14 6 5 36 14 28 12 10 Jumlah 50 100 Sumber : Bagian Pertanahan Setdakab Aceh Timur, 2012. Tingkat Pendidikan Responden 36 hanya setingkat SDSederajat, dari jumlah persentase tersebut terlihat bahwa tingkat pendidikan responden mempengaruhi keadaan sosial ekonomi masyarakat yang berdampak pada pelaksanaan ganti rugi tanah untuk Pembangunan Pusat Pemerintahan Kabupaten Aceh Timur. Hal ini setelah diadakan penelitian lapangan ternyata ada 1 satu orang Pemegang Hak Atas Tanah yang menolak yaitu Khatijah Gadeng, tanahnya seluas 1.635 m² dengan harga Rp. 600.000,-meter. Tingkat pendidikan responden menyebabkan pemilik atau pemegang hak atas tanah belum sepenuhnya menyadari bahwa pelepasan hak atas tanah tersebut adalah untuk kepentingan umum, dan tingkat sosial ekonomi yang rendah menyebabkan mereka berkeinginan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih dari pelepasan hak tersebut. Jenis pekerjaan responden ikut mempengaruhi faktor sosial ekonomi masyarakat pemegang hak atas tanah, terutama dalam Pelaksanaan Ganti Rugi Tanah untuk Pembangunan Pusat Pemerintahan Kabupaten Aceh Timur. Dapat dilihat jenis pekerjaan para responden pada tabel 4 berikut ini : Universitas Sumatera Utara 78 Tabel 4 :Tingkat Pekerjaan Responden No Jenis Pekerjaan Frekwensi orang Persentase 1. 2. 3. 4. 5. Petani PNS Nelayan Pensiunan Wiraswasta 25 8 3 5 9 50 16 6 10 18 Jumlah 50 100 Sumber : Bagian Pertanahan Setdakab Aceh Timur, 2012 Walaupun jenis pekerjaan responden beragam, tetapi tidak banyak mempengaruhi pelaksanaan sosialisasi dan penyuluhan yang diadakan oleh panitia pengadaan tanah. Pada saat pertemuan diadakan sebahagian responden menanggapi apa yang dibicarakan oleh panitia pengadaan tanah, tetapi menurut Marzaini, ada beberapa orang dari responden yang kurang setuju. Saudara Khatijah Gadeng yang menolak dan langsung pergi meninggalkan ruangan, saat mengetahui harga tanah yang ditawarkan tidak cocok dengan permintaannya. Selanjutnya pada pertemuan yang diadakan berikutnya beliau tidak pernah menghadiri lagi. Sampai sekarang ini pemerintah daerah masih menunggu keputusan saudara Khatijah Gadeng tersebut, dan kemungkinan kecil sekali untuk berhasil. 83 Menurut Khadijah Gadeng, beliau menolak untuk melepaskan hak atas tanahnya, karena pihak Pemerintah Kabupaten Aceh Timur tidak mau memenuhi 83 Marzaini, Kepala Bagian Administrasi Pertanahan Setdakab Aceh Timur, Wawancara tanggal 10 April 2012. Universitas Sumatera Utara 79 harga yang ditawarkannya yaitu Rp. 600.000,-m² enam ratus ribu rupiah per meter persegi. 84 Pekerjaan responden sebagai petani yang mengandalkan tanahnya sebagai lahan pertanian tempat mereka mencari nafkah, apabila dilepaskan maka akan mendapatkan kesulitan karena harus pindah ketempat lain yang lebih jauh dari lahan pertanian dan akan kesulitan dalam mencari pekerjaan selain di sektor pertanian. Hal ini merupakan salah satu faktor yang sulit bagi pemegang hak atas tanah untuk melepaskan haknya untuk pembangunan pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur. Faktor sosial ekonomi lainnya yaitu luas tanah yang dimilikdikuasai oleh responden, secara umum lebih dari 1000 M² dimiliki lebih dari 50 responden. Seperti terlihat pada tabel 5 berikut ini. Tabel 5 : Luas Tanah yang dimilikidikuasai Responden No Luas M² Frekwensi orang Persentase 1 2 3 4 5 100 – 200 201 – 400 401 – 800 801 – 1000 1000 3 3 12 12 50 5 5 15 15 60 Jumlah 80 100 Sumber : Bagian Administrasi Pertanahan Setdakab Aceh Timur, 2012. Lamanya responden menguasai tanah juga ikut mempengaruhi terlepasnya hak atas tanah. Seperti terlihat pada tabel 6 berikut ini jelas adanya responden yang menguasai tanah lebih dari 40 tahun memiliki persentase yang sangat besar. Ini 84 Khatijah Gadeng, Pemegang Hak Atas Tanah, di desa Titi Baro Kecamatan Idi Rayeuk, Wawancara, tanggal 11 April 2012. Universitas Sumatera Utara 80 merupakan hal yang penting dari responden karena tanah tersebut diperoleh dari warisan yang mempunyai nilai historis yang tinggi. Tabel 6 : Lamanya responden menguasai tanah. Sumber : Bagian Administrasi Pertanahan Setdakab Aceh Timur, 2012. Alasan pemegang hak atas tanah ingin mempertahankan tanahnya adalah karena mempunyai keterikatan batin yang sangat kuat. Selain tanah tersebut mempunyai nilai historis yang tinggi juga tanah tersebut telah menyatu sebagai tempat mereka dilahirkan, dibesarkan sampai mencari nafkah dan berkeluarga membesarkan keturunan mereka. Sejalan dengan pendapat B. Ter Haar, Bzn, menyebutkan tanah sebagai tempat berdiam, mencari makan, dimakamkan, tempat berlindung arwah leluhur dapat dianggap sebagai pertalian hukum Rechts bekking umat manusia dengan tanah. 85 Dikhawatirkan dengan dilepaskan hak atas tanah, maka pemegang hak atas tanah harus menyesuaikan diriberadaptasi dengan lingkungan barunya yang jauh lebih sulit dilakukan oleh mereka yang menjadi orang baru di lingkungan masyarakat sekelilingnya. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan adapun status tanah hak 85 B. Ter Haar, Bzn, Azas-azas Susunan hukum Adat , Terjemahan R.Ny.Soebekti Roesmunoto, Op.Cit, Hal. 71. No Lamanya menguasai tanah tahun Frekwensi orang persentase 1 2 3 4 5 1 – 10 11 – 20 21 – 30 31 – 40 40 8 6 5 9 22 16 12 10 18 44 Jumlah 50 100 Universitas Sumatera Utara 81 milik adat merupakan status tanah yang sebagian besar telah dibebaskan. Berikut status hak atas tanah pada tabel 7. Tabel 7: Status Tanah Responden No Status Tanah Frekwensi orang Persentase 1 2 3 4 Sertifikat Hak Milik Hak milik Adat SK Camat Akta Notaris 18 11 12 9 36 22 24 18 Jumlah 50 100 Sumber : Bagian Administrasi Pertanahan Setdakab Aceh Timur, 2012. Menurut Sudaryo Soimin, sebelum tanah itu akan dibebaskan maka perlu untuk meneliti tentang tanah yang akan dibebaskan itu dan dengan menentukan taksiran ganti rugi. 86 Penelitian yang dilakukan faktor sosial ekonomi masyarakat Idi Rayeuk dari dahulu sangat mempengaruhi keadaan dan gaya hidup masyarakatnya. Apalagi mereka mempunyai pola hidup sederhana, tetapi punya harta yang banyak berupa sawah, ladang serta kebun yang luas. Oleh karenanya dalam melepaskan hak atas tanah miliknya pun mereka harus berpikir panjang karena sulit untuk mencari tanah pengganti sebagai lahan mereka mencari nafkah, sehingga sangat enggan melepaskan tanah hak miliknya walau dengan ganti rugi, karenanya mereka bertahan dengan ganti rugi yang sangat tinggi. 87 Pembangunan Hukum Tanah Nasional, khususnya dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, diperlukan pendekatan yang mencerminkan pola 86 Sudaryo Soimin, 1994, Op.Cit hal. 86. 87 Khaidir, Camat Idi Rayeuk, Wawancara, tanggal 15 Mei 2012. Universitas Sumatera Utara 82 pikir yang proaktif dilandasi sikap kritis dan objektif. Ada reaksi pada pendekatan yang legalistik yang sikapnya sulit menerima perkembangan-perkembangan baru dan cenderung menolaknya. Sebaliknya reaksi lain yang berpangkal pada pendekatan fungsional cenderung bersikap sangat akomodatif terhadap perkembangan- perkembangan baru. “Menurut Maria S.W. Sumardjono, Prinsip dasar dalam setiap pembentukan peraturan perundang-undangan adalah pemahaman terhadap keterkaitan antara peraturan-peraturan dalam satu sistem yang merupakan kesatuan yang utuh, dan bahwa operasionalisasi suatu peraturan harus dapat dikembalikan pada konsepnya, yakni asas hukum yang mendasarinya.” 88 Pendekatan yang legalistik akan membawa ketidaksesuaian dengan kenyataan empiris, yang mungkin dari segi kepastian hukum jelas, namun dari segi keadilan dan kemanfaatannya belum dapat dijamin. Sebaliknya pendekatan fungsional segi kemanfaatannya menonjol, namun segi keadilannya kurang memperoleh perhatian. Suatu peraturan perundang-undangan yang baik harus memenuhi syarat keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan secara seimbang. Perilaku hukum masyarakat di lokasi pembangunan pusat pemerintahan Kabupaten Aceh Timur, tidak menfungsikan hak atas tanah yang berfungsi sosial. Tanah yang sedapat mungkin dapat memberikan manfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia tentunya diwujudkan dalam pelaksanaan untuk kepentingan umum bukan untuk kepentingan pribadi sehingga jika pemerintah akan melaksanakan pembangunan untuk kepentingan umum maka harus merelakan apa yang menjadi hak 88 Maria S.W.Sumardjono, Kebijakan Pertanahan antara Regulasi dan Implementasi, Kompas, Jakarta, 2001, hal.3 Universitas Sumatera Utara 83 individu demi untuk kepentingan Pembangunan, dengan demikian tidak ada kemutlakan untuk menguasai tanah itu secara terus menerus hingga akhir hayat. Pada pasal 6 UUPA menyebutkan Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Seperti yang dikutip Affan Mukti, menurut Leon Duguit pengertian fungsi sosial adalah tidak adanya hak subjektif Subjectief-Recht yang ada hanyalah Fungsi Sosial. 89 Dengan demikian pemakaian tanah harus memperhatikan kepentingan suatu masyarakat dan kepentingan Negara. Sebelum dilakukan peralihan hak dari masyarakat atau pemilikpemegang hak atas tanah, selain mendapatkan kerelaan masyarakat yang melepaskan, juga harus mengetahui status hak atas tanah tersebut. Di Lokasi pembangunan Pusat Pemerintahan Kabupaten Aceh Timur, sebahagian besar berstatus hak milik, dan sebahagian lagi berstatus tanah wakaf. Pemegang hak atas tanah sangat mempertahankan hak miliknya. Karena di ketahui bahwa hak milik seperti yang terdapat dalam pasal 20 ayat 1 Undang- undang Pokok Agraria adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6 ayat 2 hak milik dapat beralih dan dialihkan. Pada ayat 1 Pasal 20 ini jelas memberi arti bahwa, sesuai memori penjelasan UUPA yang menyatakan sifat terkuat dan terpenuh bukan berarti bahwa hak tersebut merupakan hak yang mutlak. Tak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat sebagaimana pengertian hak milik yang pada masa Pemerintahan Hindia Belanda, hal 89 H. Affan Mukti, Pembahasan Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, USU Press, Medan, 2010. Hal. 41. Universitas Sumatera Utara 84 ini tentu sangat bertentangan dengan sifat dari hukum adat dan fungsi sosial dari hak- hak atas tanah tersebut. Kata terkuat dan terpenuh memberi arti bahwa hak milik tersebut adalah hak yang paling kuat dan penuh jika dibandingkan dengan hak-hak lainnya seperti hak guna usaha dan hak guna bangunan, hak pakai dan hak-hak lain sebagainya, sedangkan kata turun-temurun bahwa hak milik ini dapat diwariskan kepada ahli warisnya. Hak milik ini mempunyai fungsi sosial memberi arti bahwa hak milik ini menunjukkan kepada kepribadian atau sifat dari manusia itu sendiri untuk memiliki hak semaunya saja, namun harus diperhatikan bahwa di dalam hak milik tersebut melekat hak dari masyarakat, sehingga hak milik yang diperoleh tersebut tidak mutlak bisa untuk dipergunakan semaunya secara terus menerus hingga akhir hayat. Oleh karena hak milik demikian sangat sakralnya bagi pemilik tanah yang dibebaskan tersebut, karena pada umumnya semua berasal dari hak atas tanah yang turun temurun. Seseorang yang mempunyai hak atas tanah misalnya hak milik, maka yang bersangkutan hanya mempunyai hak milik atas permukaan bumi saja tidak termasuk tubuh bumi yang berada di bawah air. 90 Dahulu hak milik dalam pengertian hukum barat bersifat mutlak hal ini sesuai dengan paham yang mereka anut yaitu Individualisme. Kepentingan individu menonjol sekali, individu diberi kekuasaan bebas dan penuh terhadap miliknya, hak milik tidak dapat diganggu gugat, akibat adanya ketentuan demikian, pemerintah 90 Tampil Anshari Siregar, Pendaftaran Tanah Kepastian Hak, Medan, Multi Grafik, 2007, Hal.7-8. Universitas Sumatera Utara 85 tidak dapat bertindak terhadap milik seseorang, meskipun hal ini perlu untuk kepentingan umum. 91 Bahkan sampai sekarang setelah berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria, Hak milik yang diatur dalam pasal 20 – 27 UUPA adalah Hak yang terkuat dan terpenuh, dan turun temurun yang dapat dipunyai oleh orang dengan mengingat adanya fungsi sosial. Jangka waktu hak milik tidak terbatas. Menurut Boedi Harsono yang dikutip Irene Eka Sihombing, Hak milik adalah hak untuk memakai tanah yang sifatnya sangat khusus, yang bukan sekedar berisikan kewenangan untuk memakai suatu bidang tanah tertentu, yang dihaki, tetapi juga mengandung hubungan psikologis-emosional antara pemegang hak dengan tanah yang bersangkutan. Pemegang haknya sebagai orang Indonesia, yang belum mendapat pengaruh pemikiran Barat, merasa handarbeni tanah yang bersangkutan. Nama hak milik bukan nama asli Indonesia. Tetapi sifat- sifat hak menguasai yang diberi nama sebutan Hak Milik itu sudah dikenal dalam Hukum Adat, yaitu sebagai hasil perkembangan panguasaan dan pengusahaan atau penggunaan sebagian tanah ulayat secara intensif dan terus menerus oleh perseorangan warga masyarakat Hukum Adat pemegang Hak ulayat. Karenanya Hak Milik pada dasarnya diperuntukkan khusus bagi Warga Negara Indonesia saja, baik untuk diusahakan, maupun untuk keperluan membangun sesuatu di atasnya. 92 Pendirian hak milik ini berfungsi sosial didasarkan pada pemikiran, bahwa hak milik atas tanah tersebut perlu dibatasi dengan fungsi sosial, dalam rangka mencegah penggunaan hak milik yang tidak sesuai dengan fungsi dan tujuannya, dasar fungsi sosial tercantum di dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945 berbunyi sebagai berikut : 91 Ediwarman, Perlindungan Hukum Bagi Korban-korban Kasus Pertanahan, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2003, Hal. 150. 92 Irene Eka Sihombing, Segi-segi Hukum Tanah Nasional dalam Pengadaan Tanah untuk Pembangunan, Cetakan kedua, Penerbit Universitas Trisakti, 2009, Hal. 26. Universitas Sumatera Utara 86 “Bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. 93 Sedangkan dasar hukum pembatasannya terurai dalam pasal 27 ayat 2 yang isinya adalah sebagai berikut : “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. 94 Untuk mencantumkan asas daripada hak milik adalah tiap-tiap hak milik dianggap bebas dari segala beban pembuktian sedangkan orang yang mengaku mempunyai suatu hak atas tanah itu harus memberikan pembuktian. Pembuktian dengan pemberian status hak dengan balik nama, peranan PPAT sebagai pencatat perbuatan hukum untuk melakukan pembuatan akta jual beli, akta sewa menyewa atau akta PPAT lainnya harus dipenuhi. Tentunya harus tunduk kepada Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria pasal 16 dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 serta ketentuan- ketentuan lain. Menurut Muhammad Yamin, pada pemberian status hak dengan balik nama, tentu haruslah ada perbuatan hukum di atas hak itu. Perbuatan hukum dimaksud adalah perbuatan pengalihan dari orang pertama yng telah mendaftarkan hak itu kepada orang kedua pihak lain yang menerima hak atas tanah yang disebut dengan pemindahan hak. Menurut ketentuan Undang-undang pemindahan hak ini mungkin dilakukan dengan jual beli, sewa menyewa, tukar menukar, hibah, waris, lelang, 93 Lihat Pasal 33 Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. 94 Lihat Pasal 27 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Universitas Sumatera Utara 87 merger dan pemasukan dalam inbreng. Pada tahap ini peranan PPAT sebagai pencatat perbuatan hukum untuk melakukan pembuatan akta jual beli, akta sewa menyewa, atau akta PPAT lainnya harus dipenuhi, sehingga pengalihan ini menjadi sah adanya dan dapat didaftarkan balik namanya. Sehingga dengan adanya pemberian status hukum ini di atas tanah yang didaftar, si pemilik dengan pendaftaran hak ini menerima status hak yang dilindungi oleh negara sesuai jenis haknya. 95 Faktor sosial dalam masyarakat sangat dipengaruhi oleh Faktor perilaku hukum masyarakat tidak jauh dari kontrol sosial dalam lingkungan masyarakat itu sendiri. Menurut Ediwarman, Perilaku yang menyimpang adalah suatu tingkah laku yang tunduk kepada kontrol sosial. Dengan kata lain kontrol sosial mendefinisikan apa yang dimaksud dengan yang menyimpang. 96 Dalam pengertian ini, keseriusan dari perilaku yang menyimpang itu dibatasi oleh kuantitas kontrol sosial kemana tingkah laku itu tunduk. Kuantitas dari kontrol Sosial juga mendefinisikan kadar dari perilaku yang menyimpang itu. Gaya dari kontrol sosial bahkan mendefinisikan gaya dari perilaku yang menyimpang, apakah itu suatu kejahatan yang harus dihukum, suatu hutang yang harus dibayar, suatu keadaan yang membutuhkan perlakuan, atau suatu perselisihan yang memerlukan penyelesaian. 97 Perilaku yang menyimpang dari masyarakat yang tidak patuh menerima suatu keputusan dipandang sebagai tingkah laku yang melanggar norma-norma yang ada. 95 Muhammad Yamin, Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah Edisi Revisi, Mandar Maju, 2010, Hal.121. 96 Ediwarman, Op.Cit, Hal. 151. 97 Ibid, Hal. 152. Universitas Sumatera Utara 88 Masih rendahnya tingkat kesadaran hukum masyarakat untuk memahami dan mematuhi ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku, sedangkan ketentuan-ketentuan tersebut sudah disusun sedemikian rupa untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas. Dalam Kasus ganti rugi tanah penyimpangan perilaku hukum menyebabkan timbulnya korban victim. Agar terdapat keseimbangan antara ketentuan-ketentuan menyangkut kepentingan umum maupun kepentingan para pihak yang bersangkutan dengan pelaksanaan ganti rugi tanah. Seperti pihak yang memerlukan tanah dengan pihak yang tanahnya dibebaskan, secara hukum hak dan kepentingan rakyat pemilik tanah harus mendapat perlindungan hukum yang memadai. Menurut Hasim Purba, apabila tingkat kesadaran hukum masyarakat telah baik, sehingga mereka dapat memahami dan mematuhi apa yang menjadi tujuan dan semangat yang terkandung dalam peraturan pertanahan maka dalam penerapannya untuk pengadaan tanah keperluan pembangunan akan dapat berjalan dengan lancar tanpa adanya unjuk rasa ataupun penolakan. Tentunya suasana ini baru dapat tercapai apabila dibarengi dengan kemauan moral dari para aparatur pemerintah selaku pelaksana peraturan tersebut dilapangan, tanpa penyimpangan dari maksud dan missi suatu peraturan. 98

B. Faktor Tidak adanya Kesepakatan dalam Proses Musyawarah.

Masalah pengadaan tanah untuk proyek pembangunan bagi kepentingan umum sering menghadapi berbagai kendala yang kompleks, apalagi bagi daerah yang 98 Hasim Purba, Penyelesaian Sengketa Pertanahan Melalui Asas Musyawarah Mufakat dalam Pengadaan, Kumpulan tulisan dalam bidang hukum pertanahan, CV.Cahaya Ilmu, Medan, 2006. Universitas Sumatera Utara 89 lahannya sangat terbatas. Pembangunan Proyek-proyek untuk kepentingan umum karena berbagai pertimbangan sering kali harus menggunakan tanah yang telah dihuni dan menjadi milik warga masyarakat, sehingga secara ekstrim kemudian timbul istilah “penggusuran”. Sehingga dalam menangani masalah ini memerlukan kebijakan dan kearifan tersendiri, karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Pelaksanaan musyawarah untuk Pembangunan Pusat Pemerintahan Kabupaten Aceh Timur dilakukan secara 2 tahap, setiap tahunnya yaitu : Tahap I : Kegiatan penyuluhan dan pemberian informasi serta sosialisasi tentang pelaksanaan ganti rugi tanah untuk pembangunan Pusat Pemerintahan Kabupaten Aceh Timur. Tahap II : Pelaksanaan musyawarah untuk menetapkan bentuk dan besarnya ganti kerugian yang dimulai pada tahun 2006. Kenyataannya dapat dillihat pada tabel 8, yang berkaitan dengan keterlibatan responden dalam musyawarah, berikut ini : Tabel 8 : Keterlibatan Responden dalam proses Musyawarah. No Keterlibatan dalam musyawarah Frekwensi orang Persentase 1. 2. 3. Ikut serta secara langsung Ikut serta diwakili orang lain Tidak ikut serta 25 6 19 50 12 38 Jumlah 50 100 Sumber : Bagian Administrasi Pertanahan Setdakab Aceh Timur, 2012. Berdasarkan hasil penelitian, jumlah warga yang ikut musyawarah secara langsung 50, Diwakili orang lain 12 dan tidak ikut serta sebanyak 38. Universitas Sumatera Utara 90 Pelaksanaan Musyawarah yang diketuai langsung oleh Sekretaris Daerah dan hasil musyawarah dari 50 responden yang terpilih, 25 orang 50 menjawab mereka sama sekali tidak menyetujui hasil musyawarah yang diadakan dan 25 orang 50 menjawab menyetujui hasil musyawarah untuk nilai ganti rugi. Sehingga tidak adanya kesepakatan dalam proses musyawarah. Unsur musyawarah dalam penentuan bentuk dan besarnya ganti rugi menjadi syarat yang penting di dalam setiap proses pengadaan tanah. Essensinya adalah kesepakatan secara bulat antara pemilik tanah dengan pihak yang memerlukan tanah tentang besarnya nilai ganti rugi dan bentuk ganti rugi. Musyawarah adalah kegiatan yang mengandung proses saling mendengar, saling memberi dan saling menerima pendapat, keinginan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan masalah lain yang berkaitan dengan pengadaan tanah atas dasar kesukarelaan dan kesetaraan antara pihak yang mempunyai tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah dengan pihak yang memerlukan tanah. 99 Kata-kata saling mendengar, saling memberi dan saling menerima pendapat, menunjukkan bahwa para pihak yang ada di dalam proses musyawarah berkedudukan hukum yang sama atau sederajat. Kata-kata didasarkan atas kesukarelaan, memberikan makna bahwa dalam proses untuk mencapai kesepakatan tersebut tidak boleh ada unsur- unsur yang bersifat ancaman, tekanan fisik maupun non fisik serta lain-lain kegiatan yang akhirnya membuat pihak yang mempunyai tanah takut untuk tidak menerima apa yang ditawarkan pihak lain. 99 Lihat Pasal 1 angka 10 Perpres RI Nomor 36 Tahun 2005 Universitas Sumatera Utara 91 Tentang pasal 1 angka 10 Perpres RI No. 36 Tahun 2006 tersebut, menurut Irene Eka Sihombing dapat ditafsirkan pelaksanaan pengadaan tanah harus memperhatikan : 100 a. Diperlukan komunikasi dan konsultasi diantara masyarakat dengan instansi yang memerlukan tanah secara intensif dan berkesinambungan untuk saling memberikan masukan yang diperlukan, sehingga masyarakat mengetahui informasi berkenaan dengan perencanaan pelaksanaan dan pemantauan pengadaan tanah. Dengan demikian peran serta masyarakat ini dimulai tahap inventarisasi, penyuluhan dan konsultasi, pelaksanaan pemberian imbalan. b. Peran serta semua pihak masyarakat dan pihak yang memerlukan tanah secara aktif dalam proses pengadaan tanah akan menimbulkan rasa ikut memiliki dan dapat memperkecil kemungkinan timbulnya penolakan terhadap kegiatan pengadaan tanah untuk pembangunan. c. Musyawarah harus sungguh-sungguh dijadikan sarana untuk mempertemukan perbedaan kepentingan dan keinginan dari pihak yang memerlukan tanah dan pihak yang tanahnya diperlukan untuk kepentingan umum. Oleh karena itu musyawarah dalam pengertian sebagai kegiatan yang mengandung proses saling mendengar, saling memberi, dan menerima pendapat, serta keinginan atas dasar kesukarelaan dan kesetaraan antara para pihak harus dilaksanakan secara suka rela dan menjauhkan kondisi psikologis yang menghalangi terjadinya proses tersebut. Pelaksanaan Musyawarah yang dilakukan oleh Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten Aceh Timur mengalami kendala dari masyarakat yang tidak mau hadir di dalam acara rapat yang dilaksanakan. Padahal musyawarah menunjuk kepada pembentukan kehendak bersama dalam urusan mengenai kepentingan hidup bersama dalam masyarakat yang bersangkutan secara keseluruhan. 101 Pemerintah juga tidak melakukan intimidasi dan mengkondisikan masyarakat agar mengambil keputusan yang ditawarkan Pemerintah dan diberikan kesempatan untuk ikut mengambil keputusan. Tetapi masyarakat pemegang hak atas tanah tidak 100 Irene Eka Sihombing, Op.Cit, Hal. 136-137 101 Saifannur, Ketua Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten Aceh Timur Tahun 2012, wawancara, tanggal 12 April 2012. Universitas Sumatera Utara 92 memanfaatkan kesempatan musyawarah yang diadakan. Akhirnya pihak Pemerintah mengadakan pendekatan sosiologis untuk mendapatkan persetujuan dalam melaksanakan pelepasan hak atas tanah dan menetapkan harga ganti rugi untuk pembangunan Pusat Pemerintahan Kabupaten Aceh Timur. Dalam pengadaan tanah untuk pembangunan demi kepentingan umum, kata sepakat merupakan kata kunci yang seharusnya dipedomani dan dipatuhi dalam menentukan bentuk dan besarnya ganti rugi, dilakukan menurut alur yang sepantasnya, berarti juga masing-masing pihak merasa tidak dirugikan, sehingga tercapai kompromi yang hasilnya memuaskan. Pelaksanaan musyawarah dilakukan secara langsung antara pemegang hak atas tanah dan instansi Pemerintah yang memerlukan tanah. 102 Dalam hal jumlah pemegang hak atas tanah tidak memungkinkan terselenggaranya musyawarah secara efektif, maka musyawarah dilaksanakan oleh Panitia Pengadaan Tanah dan instansi pemerintah atau pemda yang memerlukan tanah dengan wakil-wakil yang ditunjuk diantara dan oleh para pemegang hak atas tanah, yang sekaligus bertindak selaku kuasa mereka. 103 Panitia Pengadaan Tanah KabupatenKota menetapkan tempat dan tanggal musyawarah, dengan mengundang instansi pemerintah yang memerlukan tanah dan para pemilik tanah untuk musyawarah mengenai rencana pembangunan untuk kepentingan umum dilokasi tersebut, dan mengenai bentuk dan atau besarnya ganti rugi. Demikian disebutkan oleh pasal 31 ayat 1 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 102 Pasal 9 angka 1 Peraturan Presiden RI Nomor 36 Tahun 2005. 103 Pasal 9 angka 2 Peraturan Presiden RI Nomor 36 Tahun 2005. Universitas Sumatera Utara 93 2007. Musyawarah bentuk danatau besarnya ganti rugi berpedoman pada : a. kesepakatan para pihak, b. hasil penilaian dari sebagaimana dimaksud dalam pasal 30, dan c. tenggang waktu penyelesaian proyek. Jika ketentuan pasal 31 angka 3 Peraturan Ka. BPN tersebut dicermati, ternyata musyawarah dalam menentukan bentuk danatau besarnya ganti rugi, pedoman yang utama adalah kesepakatan, sehingga kesepakatan menjadi unsur yang essensial dalam mekanisme musyawarah. Kesepakatan dilakukan atas dasar persesuaian kehendak kedua belah pihak tanpa adanya unsur paksaan, kehkilafan, dan penipuan serta dilakukan dengan iktikad baik. Unsur paksaan dapat terjadi jika dilakukan dengan ancaman secara fisik maupun non fisik kepada pemilik tanah pada waktu musyawarah dilakukan. Misalnya, di dalam musyawarah dilibatkan oknum-oknum militer sehingga membuat pemilik tanah takut dan terpaksa menyetujui pelepasan hak atas tanah tersebut. Maria Soemardjono mengatakan ganti rugi atas dasar musyawarah mengandung makna “Bahwa dalam musyawarah tersebut harus diberlakukan asas kesejajaran antara pemerintah dengan pemilik tanah dan harus dihindari adanya tekanan-tekanan berupa apa pun dalam pertemuan maupun di luar pertemuan, jika tidak maka kesepakatan yang dicapai adalah kesepakatan dalam keadaan terpaksa dan kesepakatan demikian bukanlah kesepakatan”. 104 104 Maria Soemardjono, Dalam Kasus-kasus Pengadaan Tanah dalam Putusan Pengadilan, SuatuTinjauan Yuridis, Mahkamah Agung RI, 1996, Hal. 119. Universitas Sumatera Utara 94 Maria Sumardjono menyebutkan persyaratan yang diperlukan untuk tercapainya musyawarah secara sukarela dan bebas adalah : 105 a. Ketersediaan informasi yang jelas dan menyeluruh tentang kegiatan tersebut dampak dan manfaat, bentuk dan besarnya ganti rugi, rencana pemukiman kembali bila diperlukan, rencana pemulihan pendapatan dan bantuan-bantuan lain, dll. b. Suasana yang kondusif untuk melaksanakan musyawarah. c. Keterwakilan para pihak. d. Kemampuan para pihak untuk melakukan negosiasi. e. Jaminan bahwa tidak ada tipuan, paksaan, atau kekerasan dalam proses musyawarah. Selanjutnya musyawarah rencana pembangunan untuk kepentingan umum suatu lokasi sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 31 ayat 1 huruf a, dianggap telah tercapai kesepakatan apabila paling sedikit 75 dari luas tanah yang diperlukan untuk pembangunan telah diperoleh, atau jumlah pemilik telah menyetujui bentuk danatau besarnya ganti rugi. 106 Dalam hal musyawarah rencana pembangunan untuk kepentingan umum di lokasi tersebut jumlahnya kurang dari 75, maka Panitia Pengadaan Tanah KabupatenKota mengusulkan kepada instansi Pemerintah yang memerlukan tanah untuk memindahkan ke lokasi lain. 107 Pasal 36 Peraturan Ka. BPN No. 3 Tahun 2007 menjelaskan “Pemilik tanah yang belum bersepakat mengenai bentuk danatau besarnya ganti rugi, dan jumlahnya 25 dari jumlah pemilikluas tanah, Panitia Pengadaan Tanah 105 Maria Soemardjono, Tanah dalam Perspektif Hukum Ekonomi, Sosial dan Budaya, Op.Cit, Hal. 272 106 Pasal 34 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007. 107 Pasal 35 ayat 1 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 2007. Universitas Sumatera Utara 95 KabupatenKota mengupayakan musyawarah kembali sampai tercapai kesepakatan bentuk danatau besarnya ganti rugi”. Faktor tidak adanya kesepakatan dalam musyawarah yang dilakukan oleh Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten Aceh Timur merupakan hambatan yang timbul dari masyarakat pemegang hak atas tanah karena tidak tercapainya kesepakatan mengenai nilai ganti rugi yang diinginkan. Sehingga faktor ini merupakan faktor dominan dalam hambatan pelaksanaan ganti rugi tanah untuk pembangunan pusat pemerintahan kabupaten Aceh Timur. Penetapan harga ganti rugi tanah, bangunan dan tanaman serta bentuk ganti rugi uang juga dilakukan dengan musyawarah. Ganti rugi tanah yang dilakukan terdiri atas 3 tiga ring. Ring I dimulai dari pinggir jalan hitam dengan jarak 0-50 meter dengan harga Rp. 175.000,-m², Ring II berjarak 50-100 meter dengan harga Rp.125.000,m², Ring III berjarak 100 meter Sampai seterusnya dengan harga Rp.75.000,-m². Sejalan dengan penelitian hanya 50 nara sumber yang menyatakan bahwa ganti rugi yang dilakukan tidak sejalan dengan prinsip musyawarah dan demokratis. Sebanyak 50 nara sumber yang menyatakan bahwa pelaksanaan ganti rugi dilakukan dengan demokratis. Adapun data hasil penelitian penentuan harga ganti rugi berdasarkan musyawarah berikut pada tabel 9 : Tabel 9 : Penentuan harga ganti rugi berdasarkan musyawarah No. Jalannya Musyawarah Frekuensi orang Persentase 1. 2. Musyawarah secara demokratis Musyawarah tidak secara demokratis 25 25 50 50 Jumlah 50 100 Sumber : Bagian Administrasi Pertanahan Setdakab Aceh Timur, 2012. Universitas Sumatera Utara 96

C. Faktor Tuntutan Ganti Rugi di atas Harga Pasar.

Banyak yang salah menafsirkan mengenai uang ganti rugi dengan harga tanah. Pendapat yang keliru mengatakan bahwa uang ganti rugi tidak sama dengan harga tanah. Alasannya karena pemerintah memerlukan tanah untuk pembangunan, pemerintah juga yang mengatur soal tanah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, maka rakyat Warga Negara Indonesia wajib menyerahkan hak atas tanahnya dengan mendapatkan ganti rugi berupa uang. Jadi bukan harga tanah, maka sepantasnya uang ganti rugi ini lebih rendah daripada harga tanah karena ditentukan oleh pemerintah. Sedangkan harga tanah ditentukan oleh sipemilik tanah dan harganya lebih tinggi, ini merupakan pendapat yang keliru. Sesungguhnya didalam hubungan ini tidak ada perbedaan antara harga tanah dengan uang ganti rugi, perbedaannya hanyalah terletak pada perbuatan hukumnya saja, yakni : 1. Apabila jual beli yang dilakukan maka disebut pembayaran harga tanah; dan 2. Apabila dilakukan pembebasan atau pelepasan hak atas tanah, maka disebut pembayaran ganti rugi. Baik di dalam hukum adat maupun hukum barat tidak dikenal suatu perjanjian jual beli dilakukan dengan membayar uang ganti rugi, melainkan dengan membayar sesuatu harga terhadap apa yang diperjualbelikan tersebut. Misalnya membayar harga tanah kepada pemiliknya. Apabila dilakukan pembayaran uang ganti rugi adalah terhadap seseorang yang secara suka rela melepaskan hak atas tanahnya untuk kepentingan pemerintah dan pihak pemerintah yang membebaskan hak atas tanah tersebut dari pemiliknya maka dengan sendirinya harus diberikan uang ganti rugi. Universitas Sumatera Utara 97 Hak seseorang atau badan tidak dapat berpindah dalam status hak yang sama kepada pemerintah, kecuali kepada suatu badan yang telah diberi dispensasi dengan suatu ketentuan atau peraturan khusus mengenai pengadaan tanah, sehingga kelancaran dan kecepatan pelaksanaan pembangunan dapat terwujud sesuai dengan rencana. Tuntutan Ganti Rugi di atas harga pasar sangat mempengaruhi hambatan Pelaksanaan Ganti Rugi Tanah untuk Pembangunan Pusat Pemerintahan Kabupaten Aceh Timur. Tanggung Jawab Panitia Pengadaan Tanah dan Tanggung Jawab Tim Penilai Harga Tanah menentukan kondisi masyarakat pemegang hak atas tanah untuk ikhlas melepaskan hak atas tanahnya. Tanggung Jawab Panitia Pengadaan Tanah dan Tim Penilai Harga Tanah yang dilaksanakan dengan baik akan berdampak baik pula untuk mengatasi hambatan pada Pelaksanaan Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Pusat Pemerintahan Kabupaten Aceh Timur.

1. Tanggung Jawab Panitia Pengadaan Tanah.

Dokumen yang terkait

Gugatan Ganti Rugi Terhadap Pelaku Pembajakan Karya Cipta Lagu dan Musik (Studi Kasus No. 76/Hak Cipta/2008/PN.Niaga.Jkt.Pst)

4 80 117

Penyelesaian Sengketa Ganti Rugi Pengangkutan Barang Dari Laut (Suatu Studi Di Pelabuhan Belawan)

1 32 5

Penyelesaian Ganti Rugi Tanah Untuk Pembangunan Bandar Udara Silangit Siborong-Borong Kabupaten Tapanuli Utara

3 68 135

Pelaksanaan Ganti Rugi Hak Atas Tanah Untuk Kepentingan Umum Pengembangan Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda Provinsi Aceh

0 34 140

Pertanggungjawaban Serta Pelaksanaan Ganti Rugi Terhadap Kecelakaan Air Asia Qz8501 Ditinjau Dari Konvensi Internasional

3 56 119

PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMBERIAN GANTI RUGI DALAM RANGKA PEMBANGUNAN Pelaksanaan Pengadaan Tanah Dan Pemberian Ganti Rugi Dalam Rangka Pembangunan Jalan Tol Pejagan-Pemalang Wilayah Kabupaten Tegal (Studi Kasus Putusan No.36/Pdt.G/2015/PN.Slw).

0 2 16

PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMBERIAN GANTI RUGI DALAM RANGKA PEMBANGUNAN Pelaksanaan Pengadaan Tanah Dan Pemberian Ganti Rugi Dalam Rangka Pembangunan Jalan Tol Pejagan-Pemalang Wilayah Kabupaten Tegal (Studi Kasus Putusan No.36/Pdt.G/2015/PN.Slw)

0 2 14

ASPEK KEADILAN PEMBERIAN GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN WADUK GONDANG DI KABUPATEN KARANGANYAR.

0 0 19

TINJAUAN HUKUM PELAKSANAAN GANTI RUGI TERHADAP PENCABUTAN HAK ATAS TANAH UNTUK KEPENTINGAN PEMBANGUNAN REL KERETA API DI KABUPATEN BARRU

0 0 117

PELAKSANAAN GANTI RUGI HAK MILIK ATAS TANAH UNTUK PEMBANGUNAN JARINGAN LISTRIK TENAGA UAP DI KECAMATAN SAMBELIA - Repository UNRAM

0 0 17