Kerangka Teori dan Konsepsi 1.

15 dalam penyelesaian masalah ganti rugi harga tanah pengembangan Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda Provinsi Aceh.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1.

Kerangka Teori Kerangka teori merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan problem yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis. 10 Teori diperlukan untuk menerangkan dan menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, 11 dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya dengan fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. 12 Kerangka teori yang digunakan adalah teori keadilan pemikiran Roscoe Pound yang menganut teori Sociological Jurisprudence, hukum yang baik haruslah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup the living law di masyarakat. 13 Teori Roscoe Pound dikembangkan oleh Mochtar Kusumaatmadja dalam bukunya berjudul Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan, dimana hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat a tool of social engineering. Disamping itu juga dikembangkan bahwa hukum dapat pula dipakai sebagai sarana dalam proses 10 M.Solly Lubis, Filsafat dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal 80. 11 J.J.J. M. Wuisman, dengan penyunting M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, FE UI, Jakarta, 1996, hal 203. 12 Ibid, halaman 16. 13 Roscoe Pound dalam Dayat Limbong, Penataan Lahan Usaha PK-5 Ketertiban Kelangsungan Hidup, Pustaka Bangsa Press, 2006, ha.15-16. Universitas Sumatera Utara 16 pembangunan. Demikian pula halnya bahwa hukum secara potensial dapat digunakan sebagai sarana pembangunan dalam berbagai sektor atau bidang kehidupan. 14 Pembangunan yang dilaksanakan selama ini telah membawa konsekwensi kepada dampak terhadap lingkungan hidup. Dampak tersebut semakin besar dengan berkembangnya kehidupan ekonomi dan teknologi, sehingga dirasakan perlu mengelola dampak kegiatannya pada lingkungan hidup. Demikian pula halnya dengan pengembangan Pusat Pemerintahan Kabupaten Aceh Timur yang telah berdampak kepada pembebasan lahan masyarakat dengan melakukan pembayaran ganti rugi harga tanah, bangunan dan tanaman yang berada di atasnya kepada pemegang hak atas tanah dengan harga yang layak. Hak-hak atas tanah berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang ketentuan pokoknya diatur dalam UUPA serta hak lain dalam hukum adat setempat, yang merupakan hak penguasaan atas tanah yang memberi wewenang kepada pemegang haknya untuk memakai status bidang tanah tertentu dalam memenuhi kebutuhan hidup dan usahanya. Hak-hak atas tanah tersebut diatur dalam Pasal 4,9, 16 dan BAB II UUPA. 15 Dengan diberikan hak atas tanah, maka akan terjalin hubungan hukum dan dapat melakukan perbuatan hukum oleh pemegang hak atas tanah kepada pihak lain. Diantara perbuatan hukum tersebut, berupa jual-beli, tukar menukar dan lain-lain. 16 Dalam penggunaannya menurut Boedi Harsono yang dikutip Sofyan Ibrahim meliputi tubuh bumi serta air serta ruang 14 Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan, PT.Alumni, Bandung, 2006, hal 20-21 dan hal 24. 15 Boedi Harsono, Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional, Universitas Trisakti, Jakarta, 2005, hal 41. 16 K. Wantjik Saleh, Hak Anda Atas Tanah, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1980. Hal 17 Universitas Sumatera Utara 17 angkasa yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan tanah tersebut. 17 Dalam perkembangannya Istilah “Pengadaan tanah” menjadi popular setelah Pemerintah menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 55 tahun 1993 tanggal 17 Juni 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, lalu istilah tersebut berlanjut pemakaiannya pada Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005 dan Peraturan Presiden Nomor 65 tahun 2006. 18 Pada tanggal 14 Januari 2012, kembali Pemerintah mengundangkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, sampai saat ini masih menunggu Ketentuan Pelaksanaannya. Menurut Maria SW Sumardjono yang dikutip Muhammad Yamin, Istilah Pengadaan Tanah ini menjadi pengganti dari istilah “Pembebasan Tanah” yang mendapat respons kurang positif di tengah-tengah masyarakat sehubungan dengan banyaknya permasalahan yang ditimbulkan dalam pelaksanaannya di lapangan, sekaligus bermaksud untuk menampung aspirasi berbagai kalangan dalam masyarakat sebagai reaksi terhadap eksist-eksist pembebasan tanah yang selama ini terjadi. 19 Dalam pembebasan tanah untuk kepentingan umum, yang berhak atas ganti rugi ialah mereka yang berhak atas tanah bangunan dan tanaman yang ada di atasnya, dengan berpedoman dengan hukum adat setempat, sepanjang tidak bertentangan 17 Sofyan Ibrahim, Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Dilihat dari Aspek Yuridis Sosiologis, Hukum, Volume 5 Nomor 1, Februari 2000-1-152, hal.153 18 Muhammad Yamin Lubis, Pencabutan Hak, Pembebasan dan Pengadaan Tanah, CV. Mandar Maju, Bandung, 2011, halaman 53. 19 Ibid, hal. 53 Universitas Sumatera Utara 18 dengan ketentuan dalam Undang-Undang Pokok Agraria dan Kebijakan Pemerintah. Hak-hak adat yang mereka miliki atas tanah janganlah dipandang berbeda dengan hak lain, seperti hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, untuk itu terlebih dahulu harus mengetahui status tanah dan riwayat tanah, apakah tanah adat yang berstatus hak milik. Maka dalam kaitan ini hak milik adat sudah dikesampingkan oleh pemerintah walaupun tanah yang mereka miliki sudah turun temurun dikuasai secara fisik dan terdapat bukti-bukti yang kuat adanya bangunan dan tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Sajuti Thalib, Undang-undang Pokok Agraria sebagai hukum agraria nasional telah menjamin bahwa semua warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh suatu hak dan manfaat atas tanah. 20 Oleh karena itu sebagaimana disebut di atas hak milik adat yang dikuasai oleh masyarakat dan pada lokasi tersebut akan dilaksanakan pembangunan untuk sarana kepentingan umum tetap dibayar ganti rugi yang wajar sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sama dengan pembayaran ganti rugi terhadap hak-hak lainnya atas tanah, bangunan dan tanaman dengan tata cara yang diatur dalam Perpres Nomor 65 Tahun 2006. Pada asasnya jika diperlukan tanah danatau benda lainnya kepunyaan orang lain untuk sesuatu keperluan haruslah lebih dahulu diusahakan agar tanah itu dapat diperoleh dengan persetujuan pemiliknya yaitu dengan cara jual-beli, tukar menukar dan sebagainya. Tetapi cara tersebut tidak selalu membawa hasil yang diharapkan, kemungkinan pemilik tanah meminta harga yang terlampau tinggi atau tidak bersedia sama sekali untuk melepaskan tanahnya yang diperlukan itu. Dengan demikian jika hal tersebut memang benar-benar untuk kepentingan umum, dalam keadaan yang 20 Sajuti Thalib, Hubungan Tanah Adat dengan Hukum Agraria, Bina Aksara, 1985, hal.21. Universitas Sumatera Utara 19 memaksa, yaitu dengan jalan musyawarah tidak membawa hasil yang diharapkan, haruslah ada wewenang pemerintah untuk bisa mengambil dan menguasai tanah yang bersangkutan. Pengambilan itu dilakukan dengan jalan mengadakan pencabutan hak sebagai yang dimaksud dalam pasal 18 Undang-undang Pokok Agraria. 21 Ganti rugi tanah dapat dikaji dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata KUHPerdata dan Undang-undangPokok Agraria UUPA, yaitu: Pertama, menurut KUHPerdata tinjauan ganti rugi meliputi persoalan menyangkut maksud ganti rugi, bilamana ganti rugi dilakukan, bagaimana urusan ganti rugi dan bagaimana peraturan diatur dalam undang-undang. Kedua, dalam Undang-undang Pokok Agraria UUPA berkaitan dengan pencabutan hak atas tanah untuk kepentingan umum dan karena penyerahan hak secara sukarela oleh pemiliknya. Dimana diatur dalam pasal 18, yang berbunyi : “Untuk kepentingan umum termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti rugi yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undang-Undang.” Masalah pembebasan tanah, tidak dapat dicampur adukkan antara pencabutan hak atas tanah dengan pengadaan tanah. Dimana pencabutan hak atas tanah secara tegas diatur dalam pasal 18 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria UUPA dan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961. Peraturan yang mengatur tentang pencabutan hak atas tanah untuk kepentingan umum dan pembebasan tanah tersebut dapat dilihat dari dua segi. Disatu 21 Syafruddin Kalo, Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum,Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2004, Hal. 26. Universitas Sumatera Utara 20 pihak merupakan suatu landasan hukum bagi pihak pemerintah untuk memperoleh tanah penduduk yang diperlukan untuk penyelenggaraan kepentingan umum dan kepentingan pembangunan atau untuk kepentingan yang dapat menunjang kepentingan nasional, sedangkan dipihak lain adalah merupakan suatu jaminan bagi warga masyarakat tentang hak atas tanah daripada tindakan sewenang-wenang dari pihak penguasa. 22 Sedangkan Pengadaan tanah diatur dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 dan Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007, tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, yang dalam Pasal 74 dinyatakan bahwa Peraturan Menteri Negara Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1994 dinyatakan tidak berlaku. 23 Oleh karenanya dalam rangka mengisi dan melaksanakan pembangunan untuk sarana kepentingan umum perlu adanya pengaturan pengadaan tanah yang merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk meningkatkanmenunjang pembangunan melalui musyawarah dan mufakat dengan pemilikpemegang hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya. 22 Ibid, Hal. 33. 23 Muhammad Yamin Lubis, Op.cit, hal.54 Universitas Sumatera Utara 21 Menurut Budi Harsono, dimana pengadaan tanah bagi pelaksanaan kepentingan umum harus dilakukan dengan musyawarah sesuai maksud Pasal 1 angka 5 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005, yaitu proses atau kegiatan saling mendengar dengan sikap saling menerima pendapat dan keinginan yang di dasarkan atas kerelaan antara pihak pemegang hak atas tanah dan pihak yang memerlukan tanah untuk memperoleh kesepakatan menguraikan bentuk ganti rugi dan besarnya ganti kerugian. 24 Upaya pengadaan tanah oleh pemerintah untuk kegiatan yang menunjang kepentingan umum, dalam Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 36 tahun 2005 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum telah memberikan definisi kepentingan umum adalah ”kepentingan sebagian besar lapisan masyarakat” 25 dan kegiatannya haruslah dilakukan oleh pemerintah, kemudian dimiliki atau akan dimiliki oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Dalam upaya pengadaan tanah tersebut sudah barang tentu harus diberikan ganti kerugian yang adil bagi para pemegang hak yang tentunya tidak sama dengan harga tanah di pasaran bebas. Aktivitas pemerintah dalam melakukan pengadaan tanah untuk kepentingan umum tersebut merupakan campur tangan pemerintah terhadap pasar tanah. 26 24 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya, Jambatan, Jakarta, 1995 hal 191. 25 Lihat pasal 1 angka 5 Perpres Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan tanah Bagi pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. 26 Maria S.W.Sumardjono, Tanah dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, Kompas, Jakarta, 2008, Op.cit, hal. 223. Universitas Sumatera Utara 22

2. Konsepsi

Dokumen yang terkait

Gugatan Ganti Rugi Terhadap Pelaku Pembajakan Karya Cipta Lagu dan Musik (Studi Kasus No. 76/Hak Cipta/2008/PN.Niaga.Jkt.Pst)

4 80 117

Penyelesaian Sengketa Ganti Rugi Pengangkutan Barang Dari Laut (Suatu Studi Di Pelabuhan Belawan)

1 32 5

Penyelesaian Ganti Rugi Tanah Untuk Pembangunan Bandar Udara Silangit Siborong-Borong Kabupaten Tapanuli Utara

3 68 135

Pelaksanaan Ganti Rugi Hak Atas Tanah Untuk Kepentingan Umum Pengembangan Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda Provinsi Aceh

0 34 140

Pertanggungjawaban Serta Pelaksanaan Ganti Rugi Terhadap Kecelakaan Air Asia Qz8501 Ditinjau Dari Konvensi Internasional

3 56 119

PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMBERIAN GANTI RUGI DALAM RANGKA PEMBANGUNAN Pelaksanaan Pengadaan Tanah Dan Pemberian Ganti Rugi Dalam Rangka Pembangunan Jalan Tol Pejagan-Pemalang Wilayah Kabupaten Tegal (Studi Kasus Putusan No.36/Pdt.G/2015/PN.Slw).

0 2 16

PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH DAN PEMBERIAN GANTI RUGI DALAM RANGKA PEMBANGUNAN Pelaksanaan Pengadaan Tanah Dan Pemberian Ganti Rugi Dalam Rangka Pembangunan Jalan Tol Pejagan-Pemalang Wilayah Kabupaten Tegal (Studi Kasus Putusan No.36/Pdt.G/2015/PN.Slw)

0 2 14

ASPEK KEADILAN PEMBERIAN GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN WADUK GONDANG DI KABUPATEN KARANGANYAR.

0 0 19

TINJAUAN HUKUM PELAKSANAAN GANTI RUGI TERHADAP PENCABUTAN HAK ATAS TANAH UNTUK KEPENTINGAN PEMBANGUNAN REL KERETA API DI KABUPATEN BARRU

0 0 117

PELAKSANAAN GANTI RUGI HAK MILIK ATAS TANAH UNTUK PEMBANGUNAN JARINGAN LISTRIK TENAGA UAP DI KECAMATAN SAMBELIA - Repository UNRAM

0 0 17