Teknik Pengumpulan Data Paranoid Ketakutan pada bentuk – bentuk tertentu Histeria

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan berupa studi pengkajian terhadap bahan – bahan hukum, baik badan hukum primer maupun badan hukum skunder, dan didukung dengan wawancara. Data yang diperoleh selanjutnya akan dipilah – pilah guna memperoleh kaidah – kaidah hukum yang kemudian dihubungkan dengan isu hukum, dan kemudian disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras untuk menemukan jawaban untuk masalah hukum dalam penelitian ini. 78

4. Analisis Data

Analisis Data dilakukan secara kualitatif, yaitu melakukan analisis secara eksploratif terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah tindak pidana narkotika. 79 Data yang diperoleh dibuat sistematikanya sehingga akan menghasilkan klasifikasi tertentu sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Data yang dianalisis secara kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk uraian secara sistematis pula dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data. 80 78 Bahder johan Nasution, Op.cit, hal. 97 79 M.Syamsudin, Operasionalisasi Penelitian Hukum Jakarta: Raja Grafindo Persada , 2007 , hal 133 80 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Rineka Cipta, 1996 , hal.66 Universitas Sumatera Utara

BAB II KLASIFIKASI SEORANG PENYALAHGUNA NARKOTIKA DAPAT

DIKATAKAN SEBAGAI SEORANG PECANDU NARKOTIKA.

A. Sekilas Tentang Narkotika

Kurang lebih tahun 2000 SM di Samaria wilayah Palestina bagian utara dikenal sari bunga opion opium yang tumbuh di daerah dataran tinggi. Mereka menyebutnya Hul Gill yang artinya tumbuhan yang menggembirakan karena efek yang diberikan tumbuhan tersebut bisa melegakan rasa sakit dan memudahkan penggunanya cepat terlelap . 81 Memasuki abad XVII opium candu menjadi masalah nasional bahkan di abad XIX terjadi perang candu antara Inggris dan Cina. Tahun 1806 Friedrich Wilhelim Sertuner dokter dari jerman memodifikasi candu yang dicampur amoniak dikenal sebagai morphin. Tahun 1856 morphin digunakan untuk penghilang rasa sakit luka-luka perang. Tahun 1874 Alder Wright ahli kimia dari London merebus morphin dengan asam anhidrat. Namun tahun 1898 pabrik obat “Bayer” memproduksi obat dengan nama heroin sebagai alat penghilang sakit. Dan di akhir tahun 70 an diberi campuran khusus agar candu tersebut didapat dalam bentuk obat-obatan. 82 Penggunaan obat-obatan jenis opium sudah lama dikenal di Indonesia, jauh sebelum pecahnya Perang Dunia ke-2 pada zaman penjajahan Belanda. Pada umumnya para pemakai candu opium tersebut adalah orang-orang Cina. 81 http:id.answers.yahoo.com, question, Penemu narkoba pertama, diakses 15 5 2012 82 www.Treest.wordpress.com, Sejarah Narkotika, diakses 1 April 2012 Universitas Sumatera Utara Pemerintah Belanda memberikan izin pada tempat-tempat tertentu untuk menghisap candu dan pengadaan supply secara legal dibenarkan berdasarkan undang-undang. Orang-orang Cina pada waktu itu menggunakan candu dengan cara tradisional, yaitu dengan jalan menghisapnya melalui pipa panjang. Hal ini berlaku sampai tibanya Pemerintah Jepang di Indonesia. Pemerintah pendudukan Jepang menghapuskan Undang-Undang itu dan melarang pemakaian candu Brisbane Ordinance. 83 Ganja Cannabis Sativa banyak tumbuh di Aceh dan daerah Sumatera lainnya, dan telah sejak lama digunakan oleh penduduk sebagai bahan ramuan makanan sehari-hari. Tanaman Erythroxylon Coca Cocaine banyak tumbuh di Jawa Timur dan pada waktu itu hanya diperuntukkan bagi ekspor. Menghindari pemakaian dan akibat-akibat yang tidak diinginkan, Pemerintah Belanda membuat Undang- Undang Verdovende Middelen Ordonantie yang mulai diberlakukan pada tahun 1927 State Gazette No.278 Juncto 536. Meskipun demikian obat-obatan sintetisnya dan juga beberapa obat lain yang mempunyai efek serupa menimbulkan kecanduan tidak dimasukkan dalam perundang-undangan tersebut. 84 Setelah kemerdekaan, Pemerintah Republik Indonesia membuat perundang- undangan yang menyangkut produksi, penggunaan dan distribusi dari obat-obat berbahaya Dangerous Drugs Ordinance dimana wewenang diberikan kepada Menteri Kesehatan untuk pengaturannya State Gazette No.419, 1949. Pada waktu tahun 1970, masalah obat-obatan berbahaya jenis narkotika menjadi masalah besar 83 www.kapanlagi.com, Narkoba-di-indonesia.html, diakses 11 April 2012 84 Ibid. Universitas Sumatera Utara dan nasional sifatnya. Pada waktu perang Vietnam sedang mencapai puncaknya pada tahun 1970 an, maka hampir di semua negeri, terutama di Amerika Serikat penyalahgunaan obat narkotika sangat meningkat dan sebagian besar korbannya adalah anak-anak muda. Nampaknya gejala itu berpengaruh pula di Indonesia dalam waktu yang hampir bersamaan. 85 Menyadari hal tersebut maka Presiden mengeluarkan instruksi No.6 tahun 1971 dengan membentuk badan koordinasi, yang terkenal dengan nama BAKOLAK INPRES No 6 Tahun 1971, yaitu sebuah badan yang mengkoordinasikan antar departemen semua kegiatan penanggulangan terhadap berbagai bentuk yang dapat mengancam keamanan negara, yaitu pemalsuan uang, penyelundupan, bahaya narkotika, kenakalan remaja, kegiatan subversif dan pengawasan terhadap orang- orang asing. 86 Kemajuan teknologi dan perubahan-perubahan sosial yang cepat, menyebabkan Undang-Undang narkotika warisan Belanda tahun 1927 sudah tidak memadai lagi. Pemerintah kemudian mengeluarkan Undang-Undang No. 9 tahun 1976 tentang Narkotika. Undang-Undang tersebut antara lain mengatur berbagai hal khususnya tentang peredaran gelap illicit traffic . Disamping itu juga diatur tentang terapi dan rehabilitasi korban narkotika Pasal 32, dengan menyebutkan secara 85 Ibid 86 Ibid Universitas Sumatera Utara khusus peran dari dokter dan rumah sakit terdekat sesuai petunjuk menteri kesehatan. 87 Penyalahgunaan narkotika di Indonesia semakin marak, maka Undang - Undang Anti Narkotika mulai direvisi. Berpijak dari keadaan itu disusunlah Undang - Undang Tentang Narkotika Nomor 22 Tahun 1997, menyusul dibuatnya Undang - Undang Tentang Psikotropika Nomor 5 Tahun 1997. Dalam Undang-Undang tersebut mulai diatur pasal-pasal ketentuan pidana terhadap pelaku kejahatan narkotika, dengan pemberian sanksi terberat berupa hukuman mati. Sekarang telah diperbarui lagi dengan Undang - Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 88

B. Definisi Narkotika

Narkotika secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yang artinya ‘kelenger’ merujuk sesuatu yang bisa membuat seseorangan tak sadarkan diri fly, sedangkan dalam bahasa Inggris narkotika lebih mengarah ke obat yang membuat penggunanya kecanduan. 89 Narkotika adalah zat yang bermanfaat dan berkhasiat, yang dibutuhkan bagi kepentingan umat manusia terutama sudut medis. 90 Pengertian narkotika menurut soedjono adalah zat yang biasa menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi mereka yang menggunakannya dengan memasukannya ke dalam tubuh. Pengaruh tubuh tersebut berupa pembiusan, hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat dan 87 Ibid 88 Ibid 89 Warta Edisi 401 April 2008 Warta Bea Cukai Hal 15 90 Soedjono, Narkotika dan Remaja. Bandung: Alumni, 1989, hal 3 Universitas Sumatera Utara halusinasi atau khayalan-khayalan. Sifat tersebut diketahui dan di temui dalam dunia medis bertujuan untuk dimanfaatkan bagi pengobatan dan kepentingan manusia, seperti di bidang pembedahan untuk menghilangkan rasa sakit. 91 Narkotika yaitu sejenis zat yang apabila dipergunakan akan membawa efek dan pengaruh – pengaruh tertentu pada tubuh si pemakai, yaitu : 92 a.Mempengaruhi kesadaran b.Memberikan dorongan yang dapat berpengaruh terhadap perilaku. c.Pengaruh – pengaruh tersebut dapat berupa : a Penenang b Perangsang bukan rangsangan sex c Menimbulkan halusinasi pemakainya tidak mampu membedakan antara khayalan dan kenyataan, kehilangan kesadaran akan waktu dan tempat Sehubungan dengan pengertian narkotika, menurut Prof. Sudarto, S.H. dalam bukunya Kapita Selekta Hukum Pidana mengatakan bahwa : Perkataan narkotika berasal dari perkataan Yunani “Narke“, yang berarti terbius, sehingga tidak merasa apa-apa“. 93 Sedangkan Smith Kline dan Frech Clinical Staff mengemukakan definisi tentang narkotika. Narcotic are drugs which product insensibillity or stuporduce to their depresant offer on central nervous sistem, included in this definition are 91 Soedjono, Hukum Narkotika Indonesia. Bandung:Alumni, 1987 , hal 3 92 M Taufik Makaro, Op cit hal 17. 93 Ibid Universitas Sumatera Utara opium-opium derivativis morphine, codein, methadone. Artinya lebih kurang ialah : Narkotika adalah zat-zat atau obat yang dapat mengakibatkan ketidaksadaran atau pembiusan dikarenakan zat-zat tersebut bekerja mempengaruhi susunan syaraf sentral. Dalam definisi narkotika ini sudah termasuk candu, zat-zat yang dibuat dari candu morphine, codein, methadone . 94 Nakotika yang terkenal di Indonesia sekarang ini berasal dari kata “Narkoties“, yang sama artinya dengan kata narcosis yang berarti membius. Sifat zat tersebut terutama berpengaruh pada otak sehingga menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, pikiran, persepsi, kesadaran, halusinasi, disamping dapat digunakan untuk pembiusan. Di Malaysia benda berbahaya ini disebut dengan dadah, dulu di Indonesia dikenal dengan sebutan madat. 95 Pasal 1 ayat 1 Undang – Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika mengatakan bahwa Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan - golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini. 94 Taufik Makaro, Op.cit, hal 22 95 Taufik Makaro, Op.cit .hal 21 Universitas Sumatera Utara

C. Jenis – jenis narkotika

Jenis – jenis narkotika didalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Narkotika digolongkan menjadi 3 tiga golongan seperti yang telah diatur dalam Pasal 6 Undang – Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang berbunyi : 1 Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 digolongkan ke dalam: a. Narkotika Golongan I; b. Narkotika Golongan II; dan c. Narkotika Golongan III. 2 Penggolongan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat 1 untuk pertama kali ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Undang-Undang ini. 3 Ketentuan mengenai perubahan penggolongan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diatur dengan Peraturan Menteri. 96 Penjelasan Undang – Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika menjelaskan lebih terperinci lagi mengenai maksud dari tiap - tiap golongan dari narkotika tersebut, yaitu : 1. Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. 2. Narkotika golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan 96 Lihat Pasal 5 Undang – Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Universitas Sumatera Utara sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi danatau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mengakibatkan potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. 3. Narkotika golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi danatau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Kita dapat lihat pada Lampiran Undang – Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, disana telah terjadi Perluasan Jenis dan Golongan sebagaimana yang kita ketahui, pada undang-undang mengenai narkotika sebelum Undang - Undang No 35 tahun 2009 ini disahkan, Negara kita dulu mengacu pada Undang - Undang No 22 tahun 1997 tentang Narkotika dan Undang - Undang No 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. Pada undang-undang terdahulu, jenis golongan untuk masing-masing Narkotika dan Psikotropika dipisahkan secara jelas melalui lampiran jenis golongan di tiap Undang-Undang. Hal ini diatur pada Pasal 2 ayat 2 Undang - Undang No 22 tahun 1997 yang diikuti dengan lampiran untuk setiap jenis golongannya. Pada lampiran Undang - Undang No 22 tahun 1997 dinyatakan bahwa Narkotika Golongan I terdiri dari 26 jenis narkotika, sedangkan pada Undang - Undang No 35 tahun 2009 tentang Narkotika pada bagian lampirannya terdapat 65 jenis narkotika golongan I. Penambahan pada jenis Narkotika Golongan I ini dikarenakan digabungkannya jenis Psikotropika Golongan I dan II kedalam kategori Narkotika Golongan I. Universitas Sumatera Utara Jenis Psikotropika Golongan I dan II yang paling banyak diminati oleh para pecandu narkoba adalah jenis shabu dan ekstasi. Hal ini diperkuat dalam Pasal 153 point b yang menyatakan bahwa Lampiran mengenai jenis Psikotropika Golongan I dan Golongan II sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671 yang telah dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut Undang-Undang ini, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 97 Hal ini dimungkinkan karena maraknya penggunaan shabu dan ekstasi dikalangan masyarakat Indonesia, sehingga secara serta merta ancaman pidana yang mengatur mengenai penggunaan shabu dan ekstasi pada jenis Narkotika Golongan I semakin bertambah berat dengan keluarnya Undang - Undang No 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Hal ini dipertegas dalam Pasal 8 ayat 1 yang menyatakan bahwa Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan. Pada Pasal 8 ayat 2 Undang – Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dilanjutkan dengan pernyataan bahwa dalam jumlah terbatas, Narkotika Golongan I dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Hal ini berarti ada upaya untuk menekan penggunaan Narkotika Golongan I kepada 97 Lihat Lampiran Undang – Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Universitas Sumatera Utara hal yang mengarah pada penyalahgunaan, dimana selanjutnya pada bagian penjelasan dikatakan bahwa Yang dimaksud dengan Narkotika Golongan I sebagai: 98 a. Reagensia diagnostik adalah Narkotika Golongan I tersebut secara terbatas dipergunakan untuk mendeteksi suatu zatbahanbenda yang digunakan oleh seseorang apakah termasuk jenis Narkotika atau bukan. b. Reagensia laboratorium adalah Narkotika Golongan I tersebut secara terbatas dipergunakan untuk mendeteksi suatu zatbahanbenda yang disita atau ditentukan oleh pihak Penyidik apakah termasuk jenis Narkotika atau bukan.

D. Manfaat Narkotika

Narkotika banyak jenisnya diantaranya morphin, heroin, ganja, kokain, opium, putaw, mariyuana, dan lain – lain, lebih banyak dampak negatifnya daripada Positifnya. Narkotika sebenarnya adalah zat yang biasa dipakai untuk membius pasien saat hendak dioperasi atau obat-obatan untuk penyakit tertentu, pada mulanya dapat dikatakan bahwa zat narkotika ini ditemukan ditujukan guna kepentingan umat manusia khususnya di bidang pengobatan. Namun kini presepsi itu disalahgunakan akibat pemakaian yang diluar batas dosis, dan dijual bebas di pasaran, apalagi setelah belakangan diketahui pula bahwa zat – zat narkotika memiliki daya kecanduan yang bisa menimbulkan si pemakai bergantung hidupnya terus menerus pada narkotika itu, 98 http:ferli1982.wordpress.com, Kajian Umum Perbandingan Undang - Undang No 22 Tahun 1997 Dengan Undang - Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Diakses 31 1 2012 Universitas Sumatera Utara maka kini penggunaan narkotika harus diatur secara ketat. 99 Jenis Morphin sangat populer dipergunakan untuk penghilang rasa sakit luka-luka perang. 100 Dalam bidang kedokteran beberapa jenis narkotika biasa digunakan misalnya : 101 a. Kokain digunakan sebagai penekan rasa sakit dikulit, digunakan untuk anestesi bius khususnya untuk pembedahan mata, hidung dan tenggorokan. b. Kodein merupakan analgesic lemah. Kodein tidak digunakan sebagai analgesic tetapi sebagai anti batuk yang kuat. c. Morfin adalah hasil olahan dari opium atau candu mentah. Morfin mempunyai rasa pahit, berbentuk tepung halus berwarna putih atau cairan berwarna putih. Morfin terutama digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri yang hebat yang tidak dapat diobati dengan analgetik non narkotika. Apabila rasa nyeri makin hebat maka dosis yang digunakan juga makin tinggi. Morfin juga digunakan untuk mengurangi rasa tegang pada penderita yang akan dioperasi. d. Heroin digunakan sebagai obat penghilang sakit pain killer . 102 Heroin merupakan abat bius yang sangat mudah membuat seseorang kecanduan karena efeknya sangat kuat. Heroin disebut juga putaw. 99 Taufik makaro, Op.cit 100 www. id.answers.yahoo.com diakses 31 3 2012 101 www. mukhlissilo.blogspot.com, manfaat-narkoba-bagi-kesehatan, html diakses 31 3 2012 102 www. id.answers.yahoo.com, Op.cit Universitas Sumatera Utara e. Methadone, saat ini Methadone banyak digunakan orang dalam pengobatan ketergantungan opium. Analgetik narkotika, telah dibuat untuk mengobati overdosis opioid dan digunakan sebagai analgesia bagi penderita rasa nyeri. Narkotika jenis ganja telah dikenal manusia sejak lama dan digunakan sebagai bahan pembuat kantung karena serat yang dihasilkannya kuat, biji ganja juga digunakan sebagai sumber minyak, Sebelum ada larangan ketat terhadap pelarangan ganja, di Aceh daun ganja menjadi komponen sayur dan umum disajikan. 103 Narkotika memang memiliki manfaat yang cukup signifikan bagi manusia tapi disisilain narkotika juga memiliki dampak negatif bagi manusia jika penggunaannya tidak sesuai dengan ketentuan, Jeanne Mandagi mengatakan bahwa bahaya yang dapat ditimbulkan akibat penyalahgunaan narkotika antara lain adalah: 104 1. Gangguan fisik dan psikis, yaitu berupa emosi yang lebih mudah marah, gangguan daya ingat, rangsangan seksual yang berlebihan sehingga dapat menimbulkan prilaku menyimpang; 2. Gangguan kesehatan seperti penyakit syaraf, alergi, dan reaksi anapektis yang menunjukkan kepekaaan berlebihan; 103 Majalah Sinar BNN, Edisi 12 Tahun 2010, hal 26 104 www.aidsindonesia.or.id, Totok Yuliyanto, kedudukan hukum pengguna narkotika Dalam Undang - Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, dialog satu tahun pelaksanaan Undang - Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Undang - Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dalam upaya pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia, diakses 22 April 2012 Universitas Sumatera Utara 3. Gangguan kesehatan jiwa, sehingga menyebabkan aktivitas dan produktivitas hidup menurun sehingga dapat merugikan diri sendiri bahkan bangsa dan negara; 4. Gangguan fungsi sosial, seperti sikap acuh tak acuh terhadap masyarakat sekitarnya dan dirinya sendiri; 5. Gangguan kamtibmas, seperti melakukan tindakan kriminal bahkan khusus untuk kaum hawa tidak segan untuk terjun ke dunia pelacuran. Berdasarkan uraian di atas semakin memperjelas bahwa bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian narkotika ternyata meliputi aspek yang luas, tidak saja yang bersifat internal bagi pemakainya tetapi juga bersifat eksternal termasuk lingkungan masyarakat sekitarnya. Narkotika memang seperti pisau jika digunakan dengan itikad baik maka ia akan sangat berguna tapi jika digunakan dengan itikad yang tidak sesuai dengan aturan maka ia akan memberikan efek negatif bagi manusia, bahwa untuk meningkatkan derajat kesehatan sumber daya manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat perlu dilakukan upaya peningkatan di bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan, antara lain dengan mengusahakan ketersediaan Narkotika. Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Beberapa pasal dalam Undang – Undang Republik Indonesia No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, mengatur mengenai manfaat narkotika bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan bidang pengobatan serta tanggung jawab pemerintah untuk Universitas Sumatera Utara menjamin ketersediaan narkotika, misalnya dalam Pasal 4 Undang-Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengatakan bahwa tujuan dari Undang – Undang ini adalah untuk memberikan acuan bagi pemerintah untuk menjamin ketersediaan Narkotika yang akan digunakan bagi kepentingan pelayanan kesehatan danatau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kemudian pemerintah juga berkewajiban mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan Narkotika maka kita bersama pemerintah diharapkan oleh Undang – Undang ini agar dapat berperan dalam memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika selanjutnya tujuan dari Undang – Undang No 35 tahun 2009 tentang Narkotika ini juga berfungsi untuk menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalahguna dan pecandu Narkotika. Pasal 7 mempertegas bahwa Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan danatau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, jadi segala sesuatu tentang narkotika harus diatur secara baik dan profesional. Inti dari hal tersebut di atas menegaskan bahwa Narkotika harus tetap dijamin ketersediaannya untuk digunakan bagi kepentingan pelayanan kesehatan dan perkembangan IPTEK juga dimanfaatkan dalam upaya rehabilitasi medis bagi pecandu maupun penyalahguna narkotika. Pemerintah sesuai dengan uraian diatas memiliki tanggung jawab dalam penyediaan narkotika bagi kebutuhan nasional, maka pemerintah harus menyusun rencana kebutuhan tahunan narkotika, yang hal tersebut dituangkan dalam Pasal 9 pada Undang – Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang mengatur tentang Universitas Sumatera Utara Rencana Kebutuhan Tahunan Narkotika di Indonesia dalam pasal tersebut dikatakan bahwa Menteri menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan danatau untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, Keperluan ketersediaan narkotika akan diatur dalam rencana kebutuhan tahunan Narkotika dan Rencana Kebutuhan Tahunan Narkotika disusun berdasarkan data pencatatan dan pelaporan rencana dan realisasi produksi tahunan yang diaudit secara komprehensif dan menjadi pedoman pengadaan, pengendalian, dan pengawasan Narkotika secara nasional. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kebutuhan tahunan Narkotika diatur dengan Peraturan Menteri. Penggunaan narkotika memang memiliki dampak negatif jika penggunaanya tidak sesuai aturan, tetapi akan memiliki dampak positif jika digunakan dengan itikad baik maka dari itu pemerintah juga mengatur penggunaan narkotika untuk hal – hal yang bersifat positif seperti telah diatur dalam Undang - Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada Pasal 13, pasal ini menyebutkan bahwa bagi perkembangan Ilmu Pengetahuan, Lembaga ilmu pengetahuan yang berupa lembaga pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan yang diselenggarakan oleh pemerintah ataupun swasta dapat memperoleh, menanam, menyimpan, dan menggunakan Narkotika untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi setelah mendapatkan izin Menteri Narkotika juga dapat digunakan untuk keperluan pengobatan, itu dikatakan dalam Pasal 53 Undang – Undang No 35 tahun 2009 dimana dalam pasal itu selama digunakan untuk kepentingan pengobatan dan berdasarkan indikasi medis, dokter Universitas Sumatera Utara dapat memberikan Narkotika Golongan II atau Golongan III dalam jumlah terbatas dan sediaan tertentu kepada pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasien tersebut dapat memiliki, menyimpan, danatau membawa Narkotika untuk dirinya sendiri, tetapi pasien tersebut harus mempunyai bukti yang sah bahwa Narkotika yang dimiliki, disimpan, danatau dibawa untuk digunakan diperoleh secara sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

E. Pecandu Narkotika

Pada Undang – Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sulit untuk untuk menemukan apa yang dimaksud sebagai “pecandu narkotika”. Menurut kamus bahasa Indonesia istilah “Pecandu” adalah orang yang menggunakan candu narkotika , bila dikaitkan dengan pengertian narkotika sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang - Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, maka dapat dikaitkan bahwa Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan zat atau obat yang berasal dari tanaman, baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang - Undang Narkotika. Penggunaan istilah “pecandu narkotika” digunakan untuk memudahkan dalam penyebutan bagi orang yang menggunakan narkotika dalam kondisi Universitas Sumatera Utara ketergantungan, untuk membedakan dengan penanam, produsen, penyalur, kurir dan pengedar narkotika. 105 Penyalahgunaan narkotika adalah penggunaan yang dilakukan tidak untuk maksud pengobatan, tetapi karena ingin menikmati pengaruhnya, dalam jumlah berlebih, kurang teratur, dan berlangsung cukup lama, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, mental dan kehidupan sosial. Penyalahgunaan narkotika yang dilakukan secara terus menerus akan mempengaruhi fungsi berfikir, perasaan dan perilaku orang yang memakainya. Keadaan ini bisa menimbulkan ketagihan addiction yang akhirnya mengakibatkan ketergantungan dependence. 106 Ketergantungan narkotika adalah kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan narkotika secara terus-menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi danatau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas. 107 Addiksi adalah istilah yang dipakai untuk melukiskan keadaan seseorang yang menyalahgunakan obat sedemikian rupa sehingga badan dan jiwanya memerlukan obat tersebut untuk berfungsi secara normal. Ketergantungan, kecanduan, addiksi disebut penyakit, bukan kelemahan moral, meskipun ada unsur moral pada awalnya. Sebagai penyakit, penyalahgunaan narkotika dapat dijelaskan gejalanya yang khas, 105 www.aidsindonesia.or.id, Totok Yuliyanto, Op.cit 106 Badan Narkotika Nasional, Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Sejak Dini, Jakarta: 2009 , hlm. 36. 107 www.Abymaulana-initulisanku.Blogspot.com, Aby Maulana, Tindak Pidana Narkotika; Penyalahguna Dan Pecandu Narkotika Penjatuhan Tindakan Rehabilitasi, diakses 4 4 2012 Universitas Sumatera Utara yang berulang kali kambuh relaps, dan berlangsung progresif artinya semakin memburuk, apabila tidak ditolong dan dirawat dengan baik. 108 Bila dikaitkan dengan dengan orang yang menggunakan narkotika, dalam Undang – Undang Narkotika dapat ditemukan berbagai istilah antara lain : 109 a. Pecandu Narkotika sebagai orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis Pasal 1 angka 13 Undang - Undang Narkotika b. Ketergantungan Narkotika adalah kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika secara terus-menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi danatau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas. Pasal 1 angka 14 Undang - Undang Narkotika Ketergantungan fisik adalah suatu keadaan dimana tubuh membutuhkan rangsangan narkotika dan apabila pemakaiannya dihentikan akan menimbulkan gejala fisik yang dinamakan gejala putus zat. Sedangkan ketergantungan psikis adalah suatu keinginan yang selalu berada dalam ingatan, maka apabila pemakaian narkoba dihentikan akan menimbulkan kecemasan, kegelisahan dan depresi . 110 c. Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum Pasal 1 angka 15 Undang - Undang Narkotika 108 Ibid 109 .www.aidsindonesia.or.id, Totok Yuliyanto, Op.cit 110 www.Scribd.com, Penyuluhan Tentang Dampak Peredaran Dan Penyalahgunaan Narkoba Dalam Upaya Menciptakan Kalianda Bebas Narkoba, diakses 8 April 2012 Universitas Sumatera Utara d. Korban penyalahguna adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan narkotika, karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, danatau diancam untuk menggunakan narkotika Penjelasan Pasal 54 Undang - Undang Narkotika e. Pasien sebagai orang yang berdasarkan indikasi medis dapat menggunakan, mendapatkan, memiliki, menyimpan dan membawa narkotika golongan II dan golongan III dalam jumlah terbatas dan sediaan tertentu; f. Mantan Pecandu Narkotika adalah orang yang telah sembuh dari ketergantungan terhadap narkotika secara fisik maupun psikis Penjelasan Pasal 58 Undang - Undang Narkotika Bab ini penulis akan mengerucutkan pada penjelasan yang dimaksud dengan pecandu menurut Undang – Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika melalui pengamatan pada pasal – pasal yang mengatur tentang pecandu narkotika dan Peraturan Perundang – undangan lainya yang berkaitan dengan Pecandu Narkotika. Undang - Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengatakan bahwa Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis. Namun susahnya buat para pecandu atau Penyalahguna Narkotika juga ternyata ditempatkan pada posisi yang sulit. Sebagai bagian dari Victimless Crime, seharusnya para pecandu atau penyalahguna tidak ditempatkan sebagai suatu kejahatan, kecuali apabila kelompok tersebut terbukti menjadi pengedar bagian dari jejaring peredaran Narkotika. Universitas Sumatera Utara

F. Parameter Penyalahguna Narkotika Dapat dikatakan sebagai Pecandu Narkotika.

Seseorang yang terlibat narkotika biasanya mengalami gangguan fungsi kerja tubuh dan perilaku dikarenakan oleh zat adiktif candu yang terkandung dalam berbagai jenis narkotika. Mereka tidak dapat mengendalikan diri untuk berhenti begitu saja, sehingga menghilangkan kontrol sosial mereka. Keadaan seperti ini membuat mereka siap melakukan apa saja untuk mendapatkan narkotika. Inilah yang membentuk karakteristik para pemakai narkotika. 111 Menteri kesehatan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 422menkesskiii2010 tentang Pedoman Penatalaksanaan Medik Gangguan Penggunaan Napza, memberikan gambaran bagaimana karakteristik parameter seorang pecandu narkotika yang dapat disimpulkan bahwa seseorang penyalahguna narkotika dapat dikatakan sebagai pecandu narkotika adalah seseorang yang memiliki ciri sebagai berikut: 112 a. Ciri pecandu narkotika secara umum: 1. Suka berbohong 2. Delusive tidak biasa membedakan dunia nyata dan khayal 3. Cenderung malas 4. Cendrung vandalistis merusak 5. Tidak memiliki rasa tanggung jawab 111 www. Elib.unikom.ac.id, jenis-jenis narkoba dan sifat penggunanya, diakses 4 7 2012 112 Lihat Lampiran Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 422menkesskiii2010 tentang Pedoman Penatalaksanaan Medik Gangguan Penggunaan Napza Universitas Sumatera Utara 6. Tidak bisa mengontrol emosi dan mudah terpengaruh terutama untuk hal - hal yang negatif b. Gejala dan ciri – ciri seorang pecandu narkotika secara fisik: 113 Yang dimaksud dengan ketergantungan fisik mencakup gejala – gejala yang timbul pada fisik pecandu yang menyebabkan pecandu tidak dapat melepaskan diri dari ketergantungannya pada narkotika. Hal ini dipengaruhi oleh sifat toleransi yang dibawa oleh narkotika itu sendiri, yaitu keadaan dimana pemakaian narkotika secara berulang – ulang membentuk pola dosis tertentu yang menimbulkan efek turunnya fungsi organ – organ sehingga untuk mendapatkan fungsi yang tetap diperlukan dosis yang semakin lama semakin besar. Seseorang dikatakan sebagai pecandu menurut petugas assessment di Primansu adalah ketika seseorang itu telah menggunakan narkotika selama 3 tahun, pemakaian mencapai 4 kali atau lebih dalam satu hari, dan telah addicted kecanduan , tahapan seseorang menggunakan narkotika dapat dibagi menjadi 3 tahap: 1. Tahap coba – coba, 2. Tahap pengguna, 3. Tahap Pecandu Narkotika, namun secara fisik dapat disimpulkan bahwa ciri – ciri pecandu narkotika adalah : Ciri fisik yang sering timbul pada pecandu narkotika antara lain: 1. Pusing sakit kepala 2. Berat badan menurun, malnutrisi, penurunan kekebalan, lemah 113 Hasil wawancara dengan Fitri Yanti, S.Sos divisi jaringan komunikasi Primansu, dilakukan tanggal 5 7 2012 Universitas Sumatera Utara 3. Mata terlihat cekung dan merah, muka pucat, dan bibir kehitam-hitaman. 4. Bicara cadel 5. Mual 6. Badan panas dingin 7. Sakit pada tulang- tulang dan persendian 8. Sakit hampir pada seluruh bagian badan 9. Mengeluarkan keringat berlebihan. 10. Pembesaran pupil mata 11. Mata berair 12. Hidung berlendir 13. Batuk pilek berkepanjangan 14. Serangan panik 15. Ada bekas suntikan atau bekas sayatan di tangan. Ciri – ciri pecandu narkoba secara psikologis: 1. Halusinasi Pemakai biasanya merasakan dua perasaan berbeda yang intensitasnya sama kuat. Akibat dari ini menimbulkan penglihatan – penglihatan bergerak, warna – warna dan mata pemakai akan menjadi sangat sensitif terhadap cahaya terang. Berdasarkan eksperimen yang dilakukan terhadap hewan percobaan, efek hallucinogen ini mempengaruhi beberapa jenis zat kimia yang menyebabkan tertutupnya system penyaringan informasi. Terblokirnya Universitas Sumatera Utara saluran ini yang menghasilkan halusinasi warna, suara gerak secara bersamaan. Biasanya halusinasi ini merupakan efek dari penggunaan narkotika yang bersifat organic ganja tetapi dapat juga ditimbulkan oleh narkotika sintetis seperti putauw.

2. Paranoid

Penyakit kejiwaan yang biasanya merupakaan bawaan sejak lahir ini juga dapat ditimbulkan oleh pengguna narkoba dengan dosis sangat besar pada jangka waku berdekatan. Pengguna merasa depresi, merasa diintai setiap saat dan curiga yang berlebihan. Keadaan ini memburuk bila pengguna merasa putus obat, menyebabkan kerusakan permanen dalam system saraf utama. Hasilnya adalah penyakit jiwa kronis dan untuk menyembuhka membutuhkan waktu sangat lama. Efek ini ditimbulkan oleh jenis shabu – shabu yang memancing keaktifan daya kerja otak sehingga melebihi porsi kerja otak normal.

3. Ketakutan pada bentuk – bentuk tertentu

Pengguna narkoba pada masa putus zat sakau memiliki kecenderungan pisikologis ruang yang serupa diantaranya: a. Takut melihat cahaya b. Mencari ruang sempit dan gelap c. Takut pada bentuk ruang yang menekan Universitas Sumatera Utara d. Mudah terpengaruh oleh warna – warna yang merangsang.

4. Histeria

Pengguna cenderung bertingkah laku berlebihan diluar kesadarannya, ciri – cirinya adalah: a. Berteriak – teriak b. Tertawa – tawa diluar sadar c. Menangis d. Merusak Efek ini dapat ditimbulkan dari berbagai macam jenis narkotika karena pada dasarnya, efek pisikologis yang ditimbulkan narkotika juga dipengaruhi oleh pembawaan pribadi pecandu. Tingkat ketergantungan dari pengguna narkoba terbagi tiga tahap: 114 a. Toleransi Pada tahap ini narkoba hanya berpengaruh pada fisik pengguna narkoba. Tahap ini adalah tahap dimana tubuh seorang pengguna menjadi terbiasa dengan narkoba dengan dosis rendah. Pada umumnya pengguna tidak akan bertahan lama pada dosis ini, karena tubuh pengguna akan terus meminta dosis yang lebih tinggi untuk merasakan efek yang diinginkan. 114 www. Elib.unikom.ac.id, Op.cit Universitas Sumatera Utara b. Kebiasaan Pada tahap ini narkoba berpengaruh pada fisik dan mental pengguna narkoba. Tahap ini merupakan tahap seorang pengguna narkoba memiliki keinginan untuk terus menerus mengkonsumsi narkoba. Pengguna merasa tanpa mengkonsumsi narkoba mereka tidak dapat melakukan pekerjaan dengan baik. c. Addict Pada tahap ini narkoba mempengaruhi pengguna dalam segala aspek, mereka merasa tidak dapat hidup tanpa narkoba. Kematian karena over dosis sering terjadi pada tahap ini. Masalah penyalahgunaan narkotika bukan merupakan aib keluarga, tetapi merupakan masalah nasional tanggung jawab bersama yang harus ditanggulangi secara terpadu, terkoordinir, terarah dan berkelanjutan serta dilakukan secara seriussungguh-sungguh. Semua komponen bangsa harus merasa terpanggil untuk melakukan upaya pencegahan dan pemberantasan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan melakukannya dengan penuh keikhlasan sebagai suatu ibadah. Pecandu narkotika secara kenyataan belum dapat dikatakan sebagai pecandu secara yuridis atau menurut hukum jika pecandu tersebut belum melakukan kewajiban dan hak pecandu yang telah diatur dalam peraturan perundang – undangan tentang narkotika. Universitas Sumatera Utara Menurut peraturan perundang – undangan yang mengatur tentang narkotika pecandu narkotika yang diakui secara hukum di bagi menjadi dua yaitu :

1. Pecandu Narkotika Karena Melapor Kepada Institusi Penerima Wajib

Dokumen yang terkait

Peranan Badan Narkotika Nasional (BNN) Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

33 230 74

Peranggungjawaban Pidana Terhadap Pecandu Narkotika Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam (Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika)

0 9 93

Kebijakan Rehabilitasi Terhadap Penyalahguna Narkotika Pada Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

1 20 140

Undang-undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika - [PERATURAN]

0 3 96

PENDAHULUAN PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA MENGUNAKAN NARKOTIKA YANG DILAKUKAKAN ANGGOTA KEPOLISIAN DENGAN UNDANG UNDANG NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA.

0 2 13

PENUTUP PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA MENGUNAKAN NARKOTIKA YANG DILAKUKAKAN ANGGOTA KEPOLISIAN DENGAN UNDANG UNDANG NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA.

0 2 4

EFEKTIVITAS PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG TINDAK PIDANA NARKOTIKA Efektivitas Penerapan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Tindak Pidana Narkotika (Studi Kasus di Wilayah Kota Surakarta).

0 3 19

EFEKTIVITAS PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG TINDAK PIDANA NARKOTIKA Efektivitas Penerapan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Tindak Pidana Narkotika (Studi Kasus di Wilayah Kota Surakarta).

0 3 11

undang undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika

0 0 92

ASPEK HUKUM ASESMEN TERPADU BAGI PENGGUNA DAN PECANDU NARKOTIKA DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA - repo unpas

0 2 29