3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian  ini teknik pengumpulan data  yang digunakan adalah teknik dengan  menggunakan  metode  penelitian  kepustakaan  berupa  studi  pengkajian
terhadap  bahan  –  bahan  hukum,  baik  badan  hukum  primer  maupun  badan  hukum skunder,  dan  didukung  dengan  wawancara.  Data  yang  diperoleh  selanjutnya  akan
dipilah  –  pilah  guna  memperoleh  kaidah  –  kaidah  hukum  yang  kemudian dihubungkan  dengan  isu    hukum,  dan  kemudian  disistematisasikan  sehingga
menghasilkan  klasifikasi  yang  selaras  untuk  menemukan  jawaban  untuk  masalah hukum dalam penelitian ini.
78
4. Analisis Data
Analisis  Data  dilakukan  secara  kualitatif,  yaitu  melakukan  analisis  secara eksploratif  terhadap  peraturan  perundang-undangan  yang  berkaitan  dengan  masalah
tindak  pidana  narkotika.
79
Data  yang  diperoleh  dibuat  sistematikanya  sehingga  akan menghasilkan  klasifikasi  tertentu  sesuai  dengan  permasalahan  yang  dibahas  dalam
penelitian ini. Data yang dianalisis secara kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk uraian  secara  sistematis  pula  dengan  menjelaskan  hubungan  antara  berbagai  jenis
data.
80
78
Bahder johan Nasution, Op.cit, hal. 97
79
M.Syamsudin, Operasionalisasi Penelitian Hukum  Jakarta: Raja Grafindo  Persada , 2007  , hal 133
80
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum,  Jakarta : Rineka Cipta, 1996 , hal.66
Universitas Sumatera Utara
BAB II KLASIFIKASI SEORANG PENYALAHGUNA NARKOTIKA DAPAT
DIKATAKAN SEBAGAI SEORANG PECANDU NARKOTIKA.
A.  Sekilas Tentang Narkotika
Kurang  lebih  tahun  2000  SM  di  Samaria    wilayah Palestina bagian  utara dikenal  sari  bunga  opion  opium  yang  tumbuh  di  daerah  dataran  tinggi.  Mereka
menyebutnya Hul Gill yang artinya tumbuhan yang menggembirakan karena efek yang  diberikan  tumbuhan  tersebut  bisa  melegakan  rasa  sakit  dan  memudahkan
penggunanya cepat terlelap
.
81
Memasuki abad XVII opium candu menjadi masalah nasional  bahkan  di  abad  XIX  terjadi  perang  candu  antara  Inggris  dan  Cina.  Tahun
1806  Friedrich  Wilhelim  Sertuner  dokter  dari  jerman    memodifikasi  candu  yang dicampur  amoniak  dikenal  sebagai  morphin.  Tahun  1856  morphin  digunakan  untuk
penghilang  rasa  sakit  luka-luka  perang.  Tahun  1874  Alder  Wright  ahli  kimia  dari London  merebus  morphin  dengan  asam  anhidrat.  Namun  tahun  1898  pabrik  obat
“Bayer” memproduksi obat dengan nama heroin sebagai alat penghilang sakit. Dan di akhir tahun 70 an diberi campuran khusus agar candu tersebut didapat dalam bentuk
obat-obatan.
82
Penggunaan  obat-obatan  jenis  opium  sudah  lama  dikenal  di  Indonesia,  jauh sebelum  pecahnya  Perang  Dunia  ke-2  pada  zaman  penjajahan  Belanda.  Pada
umumnya  para  pemakai  candu  opium  tersebut  adalah  orang-orang  Cina.
81
http:id.answers.yahoo.com, question, Penemu narkoba pertama, diakses 15 5 2012
82
www.Treest.wordpress.com, Sejarah Narkotika, diakses 1 April 2012
Universitas Sumatera Utara
Pemerintah  Belanda  memberikan  izin  pada  tempat-tempat tertentu  untuk  menghisap candu  dan  pengadaan  supply  secara  legal  dibenarkan  berdasarkan  undang-undang.
Orang-orang Cina pada waktu itu menggunakan candu dengan cara tradisional, yaitu dengan  jalan  menghisapnya  melalui  pipa  panjang.    Hal  ini  berlaku  sampai  tibanya
Pemerintah  Jepang  di  Indonesia.  Pemerintah  pendudukan  Jepang  menghapuskan Undang-Undang itu dan melarang pemakaian candu Brisbane Ordinance.
83
Ganja  Cannabis  Sativa  banyak  tumbuh  di  Aceh  dan  daerah  Sumatera lainnya,  dan  telah  sejak  lama  digunakan  oleh  penduduk  sebagai  bahan  ramuan
makanan sehari-hari. Tanaman Erythroxylon Coca Cocaine banyak tumbuh di Jawa Timur dan pada waktu itu hanya diperuntukkan bagi ekspor. Menghindari pemakaian
dan  akibat-akibat  yang  tidak  diinginkan,  Pemerintah  Belanda  membuat  Undang- Undang  Verdovende  Middelen  Ordonantie  yang  mulai  diberlakukan  pada  tahun
1927 State Gazette No.278 Juncto 536. Meskipun demikian obat-obatan sintetisnya dan juga beberapa obat lain yang mempunyai efek serupa menimbulkan kecanduan
tidak dimasukkan dalam perundang-undangan tersebut.
84
Setelah  kemerdekaan,  Pemerintah  Republik  Indonesia  membuat  perundang- undangan  yang  menyangkut  produksi,  penggunaan  dan  distribusi  dari  obat-obat
berbahaya  Dangerous  Drugs  Ordinance  dimana  wewenang  diberikan  kepada Menteri  Kesehatan  untuk  pengaturannya  State  Gazette  No.419,  1949.  Pada  waktu
tahun  1970,  masalah  obat-obatan  berbahaya  jenis  narkotika  menjadi  masalah  besar
83
www.kapanlagi.com, Narkoba-di-indonesia.html, diakses 11 April 2012
84
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
dan nasional sifatnya. Pada waktu perang Vietnam sedang mencapai puncaknya pada tahun  1970  an,  maka  hampir  di  semua  negeri,  terutama  di  Amerika  Serikat
penyalahgunaan  obat  narkotika  sangat  meningkat  dan  sebagian  besar  korbannya adalah anak-anak muda. Nampaknya gejala itu berpengaruh pula di Indonesia dalam
waktu yang hampir bersamaan.
85
Menyadari  hal  tersebut  maka  Presiden  mengeluarkan  instruksi  No.6  tahun 1971 dengan membentuk badan koordinasi, yang terkenal dengan nama BAKOLAK
INPRES  No  6  Tahun  1971,  yaitu  sebuah  badan  yang  mengkoordinasikan  antar departemen  semua  kegiatan  penanggulangan  terhadap  berbagai  bentuk  yang  dapat
mengancam  keamanan  negara,  yaitu  pemalsuan  uang,  penyelundupan,  bahaya narkotika,  kenakalan  remaja,  kegiatan  subversif  dan  pengawasan  terhadap  orang-
orang asing.
86
Kemajuan  teknologi  dan  perubahan-perubahan  sosial yang  cepat,
menyebabkan  Undang-Undang  narkotika  warisan  Belanda  tahun  1927  sudah  tidak memadai  lagi.  Pemerintah  kemudian  mengeluarkan  Undang-Undang  No.  9  tahun
1976 tentang Narkotika. Undang-Undang tersebut antara  lain  mengatur berbagai  hal khususnya tentang peredaran gelap  illicit traffic . Disamping itu juga diatur tentang
terapi  dan  rehabilitasi  korban  narkotika  Pasal  32,  dengan  menyebutkan  secara
85
Ibid
86
Ibid
Universitas Sumatera Utara
khusus  peran  dari  dokter  dan  rumah  sakit  terdekat  sesuai  petunjuk  menteri kesehatan.
87
Penyalahgunaan  narkotika  di  Indonesia  semakin  marak,  maka  Undang  - Undang Anti Narkotika mulai direvisi. Berpijak dari keadaan itu disusunlah Undang -
Undang  Tentang  Narkotika  Nomor  22  Tahun  1997,  menyusul  dibuatnya  Undang  - Undang Tentang Psikotropika Nomor 5 Tahun 1997. Dalam Undang-Undang tersebut
mulai  diatur  pasal-pasal  ketentuan  pidana  terhadap  pelaku  kejahatan  narkotika, dengan  pemberian  sanksi  terberat  berupa  hukuman  mati.  Sekarang  telah  diperbarui
lagi dengan Undang - Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
88
B.  Definisi Narkotika
Narkotika secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yang artinya ‘kelenger’ merujuk  sesuatu  yang  bisa  membuat  seseorangan  tak  sadarkan  diri  fly,  sedangkan
dalam bahasa Inggris narkotika lebih mengarah ke obat yang membuat penggunanya kecanduan.
89
Narkotika  adalah  zat  yang  bermanfaat  dan  berkhasiat,  yang  dibutuhkan  bagi kepentingan  umat  manusia  terutama  sudut  medis.
90
Pengertian  narkotika  menurut soedjono  adalah  zat  yang  biasa  menimbulkan  pengaruh-pengaruh  tertentu  bagi
mereka  yang  menggunakannya  dengan  memasukannya  ke  dalam  tubuh.  Pengaruh tubuh  tersebut  berupa  pembiusan,  hilangnya  rasa  sakit,  rangsangan  semangat  dan
87
Ibid
88
Ibid
89
Warta Edisi 401 April 2008 Warta Bea Cukai Hal 15
90
Soedjono,  Narkotika dan Remaja.  Bandung: Alumni,  1989,  hal 3
Universitas Sumatera Utara
halusinasi atau khayalan-khayalan. Sifat tersebut diketahui dan di temui dalam dunia medis  bertujuan  untuk  dimanfaatkan  bagi  pengobatan  dan  kepentingan  manusia,
seperti di bidang pembedahan untuk menghilangkan rasa sakit.
91
Narkotika  yaitu  sejenis  zat  yang  apabila  dipergunakan  akan  membawa  efek dan pengaruh – pengaruh tertentu pada tubuh si pemakai, yaitu :
92
a.Mempengaruhi kesadaran b.Memberikan dorongan yang dapat berpengaruh terhadap perilaku.
c.Pengaruh – pengaruh tersebut dapat berupa : a  Penenang
b  Perangsang  bukan rangsangan sex c  Menimbulkan  halusinasi    pemakainya  tidak  mampu
membedakan  antara  khayalan  dan  kenyataan,  kehilangan kesadaran akan waktu dan tempat
Sehubungan dengan pengertian narkotika,  menurut Prof. Sudarto, S.H.
dalam bukunya Kapita Selekta Hukum Pidana mengatakan bahwa : Perkataan narkotika berasal dari perkataan Yunani “Narke“,  yang berarti  terbius,
sehingga tidak merasa apa-apa“.
93
Sedangkan Smith Kline dan Frech Clinical Staff mengemukakan definisi tentang  narkotika.  Narcotic  are  drugs  which  product  insensibillity  or  stuporduce
to  their  depresant  offer  on  central  nervous  sistem,  included  in  this  definition  are
91
Soedjono, Hukum Narkotika Indonesia.  Bandung:Alumni,  1987 , hal 3
92
M Taufik Makaro, Op cit hal 17.
93
Ibid
Universitas Sumatera Utara
opium-opium derivativis morphine, codein, methadone. Artinya lebih kurang ialah :
Narkotika adalah
zat-zat atau
obat yang
dapat mengakibatkan
ketidaksadaran atau
pembiusan dikarenakan
zat-zat tersebut
bekerja mempengaruhi  susunan  syaraf  sentral.  Dalam  definisi  narkotika  ini    sudah
termasuk  candu,  zat-zat  yang  dibuat  dari  candu    morphine,    codein, methadone .
94
Nakotika  yang  terkenal  di  Indonesia  sekarang  ini  berasal  dari  kata “Narkoties“, yang sama artinya dengan kata narcosis yang berarti membius. Sifat zat
tersebut  terutama  berpengaruh  pada  otak  sehingga  menimbulkan    perubahan perilaku,  perasaan,  pikiran,  persepsi,  kesadaran,  halusinasi,  disamping    dapat
digunakan  untuk  pembiusan.  Di  Malaysia  benda  berbahaya  ini  disebut  dengan dadah, dulu di Indonesia dikenal dengan sebutan madat.
95
Pasal  1  ayat  1  Undang  –  Undang  No  35  Tahun  2009  Tentang  Narkotika mengatakan  bahwa  Narkotika  adalah  zat  atau  obat  yang  berasal  dari  tanaman  atau
bukan  tanaman,  baik  sintetis  maupun  semisintetis,  yang  dapat  menyebabkan penurunan  atau  perubahan  kesadaran,  hilangnya  rasa,  mengurangi  sampai
menghilangkan  rasa  nyeri,  dan  dapat  menimbulkan  ketergantungan,  yang  dibedakan ke dalam golongan - golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.
94
Taufik Makaro, Op.cit, hal 22
95
Taufik Makaro, Op.cit .hal 21
Universitas Sumatera Utara
C. Jenis – jenis narkotika
Jenis  –  jenis  narkotika  didalam  Undang-Undang  Nomor  35  Tahun  2009 Narkotika  digolongkan  menjadi  3  tiga  golongan  seperti  yang  telah  diatur  dalam
Pasal 6 Undang – Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang berbunyi : 1 Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 digolongkan ke dalam:
a. Narkotika Golongan I; b. Narkotika Golongan II; dan
c. Narkotika Golongan III. 2 Penggolongan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat 1 untuk pertama kali
ditetapkan  sebagaimana  tercantum  dalam  Lampiran  I  dan  merupakan  bagian yang tak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
3 Ketentuan  mengenai perubahan penggolongan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diatur dengan Peraturan Menteri.
96
Penjelasan  Undang  –  Undang  No  35  Tahun  2009  Tentang  Narkotika menjelaskan  lebih  terperinci  lagi  mengenai  maksud  dari  tiap  -  tiap  golongan  dari
narkotika tersebut, yaitu : 1.  Narkotika golongan I adalah  narkotika  yang  hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan  ilmu  pengetahuan  dan  tidak  digunakan  dalam  terapi,  serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
2. Narkotika golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan
96
Lihat Pasal 5 Undang – Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
Universitas Sumatera Utara
sebagai  pilihan  terakhir  dan  dapat  digunakan  dalam  terapi  danatau  untuk  tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan
serta mengakibatkan
potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan. 3. Narkotika golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan   banyak
digunakan  dalam  terapi  danatau  tujuan  pengembangan  ilmu  pengetahuan  serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.
Kita dapat lihat pada Lampiran Undang – Undang No 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika, disana telah terjadi Perluasan Jenis dan Golongan sebagaimana yang kita
ketahui, pada undang-undang mengenai narkotika sebelum  Undang - Undang No 35 tahun  2009  ini  disahkan,  Negara  kita  dulu  mengacu  pada  Undang  -  Undang  No  22
tahun  1997  tentang  Narkotika  dan  Undang  -  Undang  No  5  tahun  1997  tentang Psikotropika.  Pada  undang-undang  terdahulu,  jenis  golongan  untuk  masing-masing
Narkotika dan Psikotropika dipisahkan  secara  jelas  melalui  lampiran  jenis  golongan di tiap Undang-Undang. Hal ini diatur pada Pasal 2 ayat 2 Undang - Undang No 22
tahun 1997 yang diikuti dengan lampiran untuk setiap jenis golongannya. Pada  lampiran  Undang  -  Undang  No  22  tahun  1997  dinyatakan  bahwa
Narkotika  Golongan  I  terdiri  dari  26  jenis  narkotika,  sedangkan  pada  Undang  - Undang  No  35  tahun  2009  tentang  Narkotika  pada  bagian  lampirannya  terdapat  65
jenis  narkotika  golongan  I.  Penambahan  pada  jenis  Narkotika  Golongan  I  ini dikarenakan digabungkannya  jenis Psikotropika Golongan I dan II kedalam kategori
Narkotika Golongan I.
Universitas Sumatera Utara
Jenis  Psikotropika  Golongan  I  dan  II  yang  paling  banyak  diminati  oleh  para pecandu  narkoba  adalah  jenis  shabu  dan  ekstasi.  Hal  ini  diperkuat  dalam  Pasal  153
point  b  yang  menyatakan  bahwa  Lampiran  mengenai  jenis  Psikotropika  Golongan  I dan Golongan II sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1997 tentang Psikotropika Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671 yang telah
dipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut Undang-Undang ini, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
97
Hal  ini  dimungkinkan  karena  maraknya  penggunaan  shabu  dan  ekstasi dikalangan  masyarakat Indonesia, sehingga secara serta merta ancaman pidana  yang
mengatur  mengenai penggunaan shabu dan ekstasi pada  jenis Narkotika Golongan  I semakin  bertambah  berat  dengan  keluarnya  Undang  -  Undang  No  35  tahun  2009
tentang Narkotika. Hal ini dipertegas dalam Pasal 8 ayat 1 yang menyatakan bahwa Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan.
Pada Pasal 8 ayat 2 Undang – Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dilanjutkan  dengan  pernyataan  bahwa  dalam  jumlah  terbatas,  Narkotika  Golongan  I
dapat  digunakan  untuk  kepentingan  pengembangan  ilmu  pengetahuan  dan  teknologi dan  untuk  reagensia  diagnostik,  serta  reagensia  laboratorium  setelah  mendapatkan
persetujuan  Menteri  atas  rekomendasi  Kepala  Badan  Pengawas  Obat  dan  Makanan. Hal  ini  berarti ada upaya untuk menekan penggunaan  Narkotika  Golongan I kepada
97
Lihat Lampiran Undang – Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
Universitas Sumatera Utara
hal yang mengarah pada penyalahgunaan, dimana selanjutnya pada bagian penjelasan dikatakan bahwa Yang dimaksud dengan Narkotika Golongan I sebagai:
98
a.  Reagensia  diagnostik  adalah  Narkotika  Golongan  I  tersebut  secara  terbatas dipergunakan  untuk  mendeteksi  suatu  zatbahanbenda  yang  digunakan  oleh
seseorang apakah termasuk jenis Narkotika atau bukan. b.  Reagensia  laboratorium  adalah  Narkotika  Golongan  I  tersebut  secara  terbatas
dipergunakan  untuk  mendeteksi  suatu  zatbahanbenda  yang  disita  atau ditentukan oleh pihak Penyidik apakah termasuk jenis Narkotika atau bukan.
D. Manfaat Narkotika
Narkotika  banyak  jenisnya  diantaranya  morphin,  heroin,  ganja,  kokain, opium, putaw, mariyuana, dan lain – lain, lebih banyak dampak negatifnya daripada
Positifnya.  Narkotika  sebenarnya  adalah  zat  yang  biasa  dipakai  untuk  membius pasien saat hendak dioperasi atau obat-obatan untuk penyakit tertentu, pada mulanya
dapat dikatakan bahwa zat narkotika ini ditemukan ditujukan guna kepentingan umat manusia  khususnya  di  bidang  pengobatan.  Namun  kini  presepsi  itu  disalahgunakan
akibat pemakaian yang diluar batas dosis, dan dijual bebas di pasaran, apalagi setelah belakangan diketahui pula bahwa zat – zat narkotika memiliki daya kecanduan yang
bisa menimbulkan si pemakai bergantung hidupnya terus menerus pada narkotika itu,
98
http:ferli1982.wordpress.com, Kajian Umum Perbandingan Undang - Undang No 22 Tahun 1997
Dengan Undang - Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Diakses 31 1 2012
Universitas Sumatera Utara
maka  kini  penggunaan  narkotika  harus  diatur  secara  ketat.
99
Jenis  Morphin  sangat populer dipergunakan untuk penghilang rasa sakit luka-luka perang.
100
Dalam bidang kedokteran beberapa jenis narkotika biasa digunakan misalnya :
101
a.  Kokain  digunakan  sebagai  penekan  rasa  sakit  dikulit,  digunakan  untuk anestesi    bius    khususnya  untuk  pembedahan  mata,  hidung  dan
tenggorokan. b.  Kodein  merupakan  analgesic  lemah.  Kodein  tidak  digunakan  sebagai
analgesic tetapi sebagai anti batuk yang kuat. c.  Morfin  adalah  hasil  olahan  dari  opium  atau  candu  mentah.  Morfin
mempunyai rasa pahit, berbentuk tepung halus berwarna putih atau cairan berwarna  putih.  Morfin  terutama  digunakan  untuk  menghilangkan  rasa
nyeri yang hebat yang tidak dapat diobati dengan analgetik non narkotika. Apabila  rasa  nyeri  makin  hebat  maka  dosis  yang  digunakan  juga  makin
tinggi.  Morfin  juga  digunakan  untuk  mengurangi  rasa  tegang  pada penderita yang akan dioperasi.
d.
Heroin digunakan sebagai obat penghilang  sakit  pain killer .
102
Heroin merupakan  abat  bius  yang  sangat  mudah  membuat  seseorang  kecanduan
karena efeknya sangat kuat. Heroin disebut juga putaw.
99
Taufik makaro, Op.cit
100
www. id.answers.yahoo.com diakses 31 3 2012
101
www. mukhlissilo.blogspot.com, manfaat-narkoba-bagi-kesehatan, html diakses 31 3 2012
102
www. id.answers.yahoo.com, Op.cit
Universitas Sumatera Utara
e.
Methadone,  saat  ini  Methadone  banyak  digunakan  orang  dalam pengobatan ketergantungan opium. Analgetik narkotika, telah dibuat untuk
mengobati  overdosis  opioid  dan  digunakan  sebagai  analgesia  bagi penderita rasa nyeri.
Narkotika jenis ganja telah dikenal manusia sejak lama dan digunakan sebagai bahan  pembuat  kantung  karena  serat  yang  dihasilkannya  kuat,  biji  ganja  juga
digunakan sebagai sumber  minyak, Sebelum  ada larangan ketat terhadap pelarangan ganja, di Aceh daun ganja menjadi komponen sayur dan umum disajikan.
103
Narkotika memang memiliki manfaat yang cukup signifikan bagi manusia tapi disisilain  narkotika  juga  memiliki dampak  negatif bagi  manusia  jika penggunaannya
tidak  sesuai  dengan  ketentuan,  Jeanne  Mandagi  mengatakan  bahwa  bahaya  yang dapat ditimbulkan akibat penyalahgunaan narkotika antara lain adalah:
104
1.  Gangguan fisik dan psikis, yaitu berupa emosi yang lebih mudah marah, gangguan  daya  ingat,  rangsangan  seksual  yang  berlebihan  sehingga  dapat
menimbulkan prilaku menyimpang; 2.  Gangguan kesehatan seperti penyakit syaraf, alergi, dan reaksi anapektis yang
menunjukkan kepekaaan berlebihan;
103
Majalah Sinar BNN, Edisi 12 Tahun 2010, hal 26
104
www.aidsindonesia.or.id, Totok Yuliyanto, kedudukan hukum pengguna narkotika Dalam Undang - Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, dialog satu tahun pelaksanaan Undang - Undang No 35 Tahun
2009 tentang Narkotika dan Undang - Undang No 36 Tahun 2009 tentang  Kesehatan dalam upaya pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia, diakses 22 April 2012
Universitas Sumatera Utara
3.  Gangguan kesehatan jiwa, sehingga menyebabkan aktivitas dan produktivitas hidup  menurun  sehingga  dapat  merugikan  diri  sendiri  bahkan  bangsa  dan
negara; 4.  Gangguan fungsi sosial, seperti sikap acuh tak acuh terhadap masyarakat
sekitarnya dan dirinya sendiri; 5.  Gangguan kamtibmas, seperti melakukan tindakan kriminal bahkan khusus
untuk kaum hawa tidak segan untuk terjun ke dunia pelacuran. Berdasarkan  uraian  di  atas  semakin  memperjelas  bahwa  bahaya  yang
ditimbulkan  oleh  pemakaian  narkotika  ternyata  meliputi  aspek  yang  luas,  tidak  saja yang  bersifat  internal  bagi  pemakainya  tetapi  juga  bersifat  eksternal  termasuk
lingkungan masyarakat sekitarnya. Narkotika  memang  seperti  pisau  jika  digunakan  dengan  itikad  baik  maka  ia
akan  sangat  berguna  tapi  jika  digunakan  dengan  itikad  yang  tidak  sesuai  dengan aturan  maka  ia  akan  memberikan  efek  negatif  bagi  manusia,  bahwa  untuk
meningkatkan  derajat  kesehatan  sumber  daya  manusia  Indonesia  dalam  rangka mewujudkan  kesejahteraan  rakyat  perlu  dilakukan  upaya  peningkatan  di  bidang
pengobatan dan pelayanan kesehatan, antara lain dengan mengusahakan ketersediaan Narkotika.  Narkotika  di  satu  sisi  merupakan  obat  atau  bahan  yang  bermanfaat  di
bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Beberapa  pasal  dalam  Undang  –  Undang  Republik  Indonesia  No  35  Tahun
2009 Tentang Narkotika,  mengatur mengenai  manfaat narkotika  bagi perkembangan ilmu  pengetahuan  dan  bidang  pengobatan  serta  tanggung  jawab  pemerintah  untuk
Universitas Sumatera Utara
menjamin  ketersediaan  narkotika,  misalnya  dalam  Pasal  4  Undang-Undang  No  35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengatakan bahwa tujuan dari Undang – Undang ini
adalah  untuk  memberikan  acuan  bagi  pemerintah  untuk  menjamin  ketersediaan Narkotika  yang  akan  digunakan  bagi  kepentingan  pelayanan  kesehatan  danatau
pengembangan  ilmu  pengetahuan  dan  teknologi  kemudian  pemerintah  juga berkewajiban  mencegah,  melindungi,  dan  menyelamatkan  bangsa  Indonesia  dari
penyalahgunaan Narkotika maka kita bersama pemerintah diharapkan oleh Undang – Undang  ini  agar  dapat  berperan  dalam  memberantas  peredaran  gelap  Narkotika  dan
Prekursor  Narkotika  selanjutnya  tujuan  dari  Undang  –  Undang  No  35  tahun  2009 tentang  Narkotika  ini  juga  berfungsi  untuk  menjamin  pengaturan  upaya  rehabilitasi
medis  dan  sosial  bagi  Penyalahguna  dan  pecandu  Narkotika.  Pasal  7  mempertegas bahwa  Narkotika  hanya  dapat  digunakan  untuk  kepentingan  pelayanan  kesehatan
danatau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, jadi segala sesuatu tentang narkotika harus diatur secara baik dan profesional.
Inti dari hal  tersebut di atas menegaskan bahwa Narkotika harus tetap dijamin ketersediaannya  untuk  digunakan  bagi  kepentingan  pelayanan  kesehatan  dan
perkembangan  IPTEK  juga  dimanfaatkan  dalam  upaya  rehabilitasi  medis  bagi
pecandu maupun penyalahguna narkotika.
Pemerintah  sesuai  dengan  uraian  diatas  memiliki  tanggung  jawab  dalam penyediaan  narkotika  bagi  kebutuhan  nasional,  maka  pemerintah  harus  menyusun
rencana  kebutuhan  tahunan  narkotika,  yang  hal  tersebut  dituangkan  dalam    Pasal  9 pada Undang – Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang mengatur tentang
Universitas Sumatera Utara
Rencana Kebutuhan Tahunan Narkotika di Indonesia dalam pasal tersebut dikatakan bahwa  Menteri  menjamin  ketersediaan  narkotika  untuk  kepentingan  pelayanan
kesehatan danatau untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, Keperluan  ketersediaan  narkotika  akan  diatur  dalam  rencana  kebutuhan
tahunan Narkotika dan  Rencana  Kebutuhan Tahunan Narkotika disusun  berdasarkan data  pencatatan  dan  pelaporan  rencana  dan  realisasi  produksi  tahunan  yang  diaudit
secara  komprehensif  dan  menjadi  pedoman  pengadaan,  pengendalian,  dan pengawasan Narkotika secara nasional. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan
rencana kebutuhan tahunan Narkotika diatur dengan Peraturan Menteri. Penggunaan  narkotika memang memiliki dampak negatif  jika penggunaanya
tidak sesuai aturan, tetapi akan memiliki dampak positif jika digunakan dengan itikad baik  maka dari  itu pemerintah  juga  mengatur penggunaan  narkotika untuk hal  –  hal
yang bersifat positif seperti telah diatur dalam Undang - Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada Pasal 13, pasal ini menyebutkan bahwa bagi perkembangan
Ilmu Pengetahuan, Lembaga ilmu pengetahuan yang berupa lembaga pendidikan dan pelatihan  serta  penelitian  dan  pengembangan  yang  diselenggarakan  oleh  pemerintah
ataupun  swasta  dapat  memperoleh,  menanam,  menyimpan,  dan  menggunakan Narkotika  untuk  kepentingan  ilmu  pengetahuan  dan  teknologi  setelah  mendapatkan
izin Menteri Narkotika  juga  dapat  digunakan  untuk  keperluan  pengobatan,  itu  dikatakan
dalam Pasal 53 Undang – Undang No 35 tahun 2009 dimana dalam pasal itu selama digunakan  untuk  kepentingan  pengobatan  dan  berdasarkan  indikasi  medis,  dokter
Universitas Sumatera Utara
dapat  memberikan  Narkotika  Golongan  II  atau  Golongan  III  dalam  jumlah  terbatas dan  sediaan  tertentu  kepada  pasien  sesuai  dengan  ketentuan  peraturan  perundang-
undangan. Pasien  tersebut  dapat  memiliki,  menyimpan,  danatau  membawa  Narkotika
untuk dirinya sendiri, tetapi pasien tersebut harus mempunyai bukti yang sah bahwa Narkotika  yang  dimiliki,  disimpan,  danatau  dibawa  untuk  digunakan  diperoleh
secara sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
E.  Pecandu Narkotika
Pada  Undang  –  Undang  No  35  Tahun  2009  tentang  Narkotika,  sulit  untuk untuk menemukan apa yang dimaksud sebagai “pecandu narkotika”. Menurut kamus
bahasa  Indonesia  istilah  “Pecandu”  adalah  orang  yang  menggunakan  candu narkotika  ,  bila  dikaitkan  dengan  pengertian  narkotika  sebagaimana  diatur  dalam
Pasal 1 angka 1 Undang - Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, maka dapat dikaitkan  bahwa  Pecandu  Narkotika  adalah  orang  yang  menggunakan  zat  atau  obat
yang  berasal  dari  tanaman,  baik  sintesis  maupun  semi  sintesis  yang  dapat menyebabkan  penurunan  atau  perubahan  kesadaran,  hilangnya  rasa,  mengurangi
sampai  menghilangkan  rasa  nyeri,  dan  dapat  menimbulkan  ketergantungan,  yang dibedakan dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang - Undang
Narkotika.  Penggunaan  istilah  “pecandu  narkotika”  digunakan  untuk  memudahkan dalam  penyebutan  bagi  orang  yang  menggunakan  narkotika  dalam  kondisi
Universitas Sumatera Utara
ketergantungan, untuk  membedakan dengan penanam, produsen, penyalur, kurir dan pengedar narkotika.
105
Penyalahgunaan  narkotika  adalah  penggunaan  yang  dilakukan  tidak  untuk maksud  pengobatan,  tetapi  karena  ingin  menikmati  pengaruhnya,  dalam  jumlah
berlebih,  kurang  teratur,  dan  berlangsung  cukup  lama,  sehingga  menyebabkan gangguan  kesehatan  fisik,  mental  dan  kehidupan  sosial.  Penyalahgunaan  narkotika
yang  dilakukan  secara  terus  menerus  akan  mempengaruhi  fungsi  berfikir,  perasaan dan  perilaku  orang  yang  memakainya.  Keadaan  ini  bisa  menimbulkan  ketagihan
addiction  yang  akhirnya mengakibatkan  ketergantungan  dependence.
106
Ketergantungan  narkotika  adalah  kondisi  yang  ditandai  oleh  dorongan  untuk menggunakan  narkotika  secara  terus-menerus  dengan  takaran  yang  meningkat  agar
menghasilkan  efek  yang  sama  dan  apabila  penggunaannya  dikurangi  danatau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas.
107
Addiksi adalah  istilah  yang  dipakai  untuk  melukiskan  keadaan  seseorang  yang
menyalahgunakan  obat  sedemikian  rupa  sehingga  badan  dan  jiwanya  memerlukan obat  tersebut  untuk  berfungsi  secara  normal. Ketergantungan,  kecanduan,  addiksi
disebut penyakit, bukan kelemahan moral, meskipun ada unsur moral pada awalnya. Sebagai  penyakit,  penyalahgunaan  narkotika  dapat  dijelaskan  gejalanya  yang  khas,
105
www.aidsindonesia.or.id, Totok Yuliyanto, Op.cit
106
Badan Narkotika Nasional, Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Sejak Dini,   Jakarta: 2009 , hlm. 36.
107
www.Abymaulana-initulisanku.Blogspot.com,  Aby  Maulana,  Tindak  Pidana  Narkotika; Penyalahguna Dan Pecandu Narkotika Penjatuhan Tindakan Rehabilitasi, diakses 4 4 2012
Universitas Sumatera Utara
yang  berulang  kali  kambuh  relaps,  dan  berlangsung  progresif  artinya  semakin memburuk, apabila tidak ditolong dan dirawat dengan baik.
108
Bila  dikaitkan  dengan  dengan  orang  yang  menggunakan  narkotika,  dalam Undang – Undang  Narkotika dapat ditemukan berbagai istilah antara lain :
109
a.  Pecandu Narkotika sebagai orang  yang  menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik
maupun psikis Pasal 1 angka 13 Undang - Undang Narkotika b.  Ketergantungan Narkotika adalah kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk
menggunakan Narkotika secara terus-menerus dengan takaran yang meningkat agar  menghasilkan  efek  yang  sama  dan  apabila  penggunaannya  dikurangi
danatau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas.  Pasal  1  angka  14  Undang  -  Undang  Narkotika    Ketergantungan  fisik
adalah  suatu  keadaan  dimana  tubuh  membutuhkan  rangsangan  narkotika  dan apabila  pemakaiannya  dihentikan  akan  menimbulkan  gejala  fisik  yang
dinamakan  gejala  putus  zat.  Sedangkan  ketergantungan  psikis  adalah  suatu keinginan yang selalu berada dalam ingatan, maka apabila pemakaian narkoba
dihentikan akan menimbulkan kecemasan, kegelisahan dan depresi .
110
c.      Penyalah  Guna  adalah  orang  yang  menggunakan  narkotika  tanpa  hak  atau melawan hukum Pasal 1 angka 15 Undang - Undang Narkotika
108
Ibid
109
.www.aidsindonesia.or.id, Totok Yuliyanto, Op.cit
110
www.Scribd.com, Penyuluhan Tentang Dampak Peredaran Dan Penyalahgunaan Narkoba Dalam Upaya Menciptakan Kalianda Bebas Narkoba, diakses 8 April 2012
Universitas Sumatera Utara
d.    Korban  penyalahguna  adalah  seseorang  yang  tidak  sengaja  menggunakan narkotika, karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, danatau diancam untuk
menggunakan narkotika Penjelasan Pasal 54 Undang - Undang Narkotika e.  Pasien  sebagai  orang  yang  berdasarkan  indikasi  medis  dapat  menggunakan,
mendapatkan, memiliki, menyimpan dan membawa narkotika golongan II dan golongan III dalam jumlah terbatas dan sediaan tertentu;
f.  Mantan  Pecandu  Narkotika  adalah  orang  yang  telah  sembuh  dari ketergantungan  terhadap  narkotika  secara  fisik  maupun  psikis  Penjelasan
Pasal 58 Undang - Undang Narkotika
Bab  ini penulis akan  mengerucutkan pada penjelasan  yang dimaksud dengan pecandu  menurut  Undang  –  Undang  No  35  Tahun  2009  tentang  Narkotika  melalui
pengamatan  pada  pasal  –  pasal  yang  mengatur  tentang  pecandu  narkotika  dan Peraturan Perundang – undangan lainya yang berkaitan dengan Pecandu Narkotika.
Undang  -  Undang  No  35  Tahun  2009  tentang  Narkotika  mengatakan  bahwa Pecandu  Narkotika  adalah  orang  yang  menggunakan  atau  menyalahgunakan
Narkotika  dan  dalam  keadaan  ketergantungan  pada  Narkotika,  baik  secara  fisik maupun  psikis.  Namun  susahnya  buat  para  pecandu  atau  Penyalahguna  Narkotika
juga  ternyata  ditempatkan  pada  posisi  yang  sulit.  Sebagai  bagian  dari  Victimless Crime, seharusnya para pecandu atau penyalahguna tidak ditempatkan sebagai suatu
kejahatan,  kecuali  apabila  kelompok tersebut  terbukti  menjadi  pengedar  bagian  dari jejaring peredaran Narkotika.
Universitas Sumatera Utara
F.  Parameter  Penyalahguna  Narkotika  Dapat  dikatakan  sebagai  Pecandu Narkotika.
Seseorang  yang terlibat narkotika biasanya mengalami gangguan fungsi kerja tubuh  dan  perilaku  dikarenakan  oleh  zat  adiktif    candu  yang  terkandung  dalam
berbagai  jenis  narkotika.  Mereka  tidak  dapat  mengendalikan  diri  untuk  berhenti begitu  saja,  sehingga  menghilangkan  kontrol  sosial  mereka.  Keadaan  seperti  ini
membuat mereka siap melakukan apa saja untuk mendapatkan narkotika. Inilah yang membentuk  karakteristik  para  pemakai  narkotika.
111
Menteri  kesehatan  dalam  Surat Keputusan  Menteri  Kesehatan  Republik  Indonesia  Nomor  422menkesskiii2010
tentang Pedoman Penatalaksanaan Medik Gangguan Penggunaan Napza, memberikan gambaran bagaimana karakteristik  parameter seorang pecandu narkotika yang dapat
disimpulkan  bahwa  seseorang  penyalahguna  narkotika  dapat  dikatakan  sebagai pecandu narkotika adalah seseorang yang memiliki ciri sebagai berikut:
112
a.  Ciri pecandu  narkotika secara umum: 1.  Suka berbohong
2.  Delusive tidak biasa membedakan dunia nyata dan khayal 3.  Cenderung malas
4.  Cendrung vandalistis merusak 5.  Tidak memiliki rasa tanggung jawab
111
www.  Elib.unikom.ac.id, jenis-jenis narkoba dan sifat penggunanya, diakses 4 7 2012
112
Lihat Lampiran
Surat Keputusan
Menteri Kesehatan
Republik Indonesia
Nomor 422menkesskiii2010 tentang Pedoman Penatalaksanaan Medik Gangguan Penggunaan Napza
Universitas Sumatera Utara
6.  Tidak bisa mengontrol emosi dan mudah terpengaruh terutama untuk hal - hal yang negatif
b.  Gejala dan ciri – ciri seorang pecandu narkotika secara fisik:
113
Yang  dimaksud  dengan  ketergantungan  fisik  mencakup  gejala  –  gejala  yang timbul pada  fisik pecandu   yang  menyebabkan pecandu tidak dapat  melepaskan diri
dari ketergantungannya pada narkotika. Hal ini dipengaruhi oleh sifat toleransi yang dibawa oleh narkotika  itu sendiri, yaitu keadaan dimana pemakaian narkotika secara
berulang  –  ulang  membentuk  pola  dosis  tertentu  yang  menimbulkan  efek  turunnya fungsi organ – organ sehingga untuk mendapatkan fungsi yang tetap diperlukan dosis
yang  semakin  lama  semakin  besar.  Seseorang  dikatakan  sebagai  pecandu  menurut petugas  assessment  di  Primansu  adalah  ketika  seseorang  itu  telah  menggunakan
narkotika selama 3 tahun, pemakaian mencapai 4 kali atau lebih dalam satu hari, dan telah addicted  kecanduan , tahapan seseorang menggunakan narkotika dapat dibagi
menjadi  3  tahap:  1.  Tahap  coba  –  coba,  2.  Tahap  pengguna,  3.  Tahap  Pecandu Narkotika, namun secara fisik dapat disimpulkan bahwa ciri – ciri pecandu narkotika
adalah :
Ciri fisik yang sering timbul pada pecandu narkotika  antara lain:
1.  Pusing  sakit kepala 2.  Berat badan menurun, malnutrisi, penurunan kekebalan, lemah
113
Hasil wawancara dengan Fitri Yanti, S.Sos divisi jaringan  komunikasi Primansu, dilakukan tanggal 5 7 2012
Universitas Sumatera Utara
3.  Mata terlihat cekung dan merah, muka pucat, dan bibir kehitam-hitaman. 4.  Bicara cadel
5.  Mual 6.  Badan panas dingin
7.  Sakit pada tulang- tulang dan persendian 8.  Sakit hampir pada seluruh bagian badan
9.  Mengeluarkan keringat berlebihan. 10. Pembesaran pupil mata
11. Mata berair 12. Hidung berlendir
13. Batuk pilek berkepanjangan 14. Serangan panik
15. Ada bekas suntikan atau bekas sayatan di tangan.
Ciri – ciri pecandu narkoba secara psikologis: 1.  Halusinasi
Pemakai  biasanya  merasakan  dua  perasaan  berbeda  yang  intensitasnya  sama kuat. Akibat dari ini menimbulkan penglihatan – penglihatan bergerak, warna
–  warna  dan  mata  pemakai  akan  menjadi  sangat  sensitif  terhadap  cahaya terang.  Berdasarkan  eksperimen  yang  dilakukan  terhadap  hewan  percobaan,
efek  hallucinogen  ini  mempengaruhi  beberapa  jenis  zat  kimia  yang menyebabkan  tertutupnya  system  penyaringan  informasi.  Terblokirnya
Universitas Sumatera Utara
saluran  ini  yang  menghasilkan  halusinasi  warna,  suara  gerak  secara bersamaan.  Biasanya  halusinasi  ini  merupakan  efek  dari  penggunaan
narkotika  yang  bersifat  organic  ganja  tetapi  dapat  juga  ditimbulkan  oleh narkotika sintetis seperti putauw.
2.  Paranoid
Penyakit  kejiwaan  yang  biasanya  merupakaan  bawaan  sejak  lahir  ini  juga dapat  ditimbulkan  oleh  pengguna  narkoba  dengan  dosis  sangat  besar  pada
jangka waku berdekatan. Pengguna merasa depresi, merasa diintai setiap saat dan  curiga  yang  berlebihan.  Keadaan  ini  memburuk  bila  pengguna  merasa
putus  obat,  menyebabkan  kerusakan  permanen  dalam  system  saraf  utama. Hasilnya adalah penyakit jiwa kronis dan untuk menyembuhka membutuhkan
waktu  sangat  lama.  Efek  ini  ditimbulkan  oleh  jenis  shabu  –  shabu  yang memancing  keaktifan  daya  kerja  otak  sehingga  melebihi  porsi  kerja  otak
normal.
3.  Ketakutan pada bentuk – bentuk tertentu
Pengguna  narkoba  pada  masa  putus  zat  sakau  memiliki  kecenderungan pisikologis ruang yang serupa diantaranya:
a.  Takut melihat cahaya b.  Mencari ruang sempit dan gelap
c.  Takut pada bentuk ruang yang menekan
Universitas Sumatera Utara
d.  Mudah terpengaruh oleh warna – warna yang merangsang.
4.  Histeria
Pengguna  cenderung  bertingkah  laku  berlebihan  diluar  kesadarannya,  ciri  – cirinya adalah:
a.  Berteriak – teriak b.  Tertawa – tawa diluar sadar
c.  Menangis d.  Merusak
Efek  ini dapat ditimbulkan dari  berbagai  macam  jenis  narkotika karena pada dasarnya, efek pisikologis yang ditimbulkan  narkotika juga dipengaruhi oleh
pembawaan pribadi pecandu.
Tingkat ketergantungan dari pengguna narkoba terbagi tiga tahap:
114
a.  Toleransi Pada  tahap  ini  narkoba  hanya  berpengaruh  pada  fisik  pengguna  narkoba.  Tahap  ini
adalah  tahap  dimana  tubuh  seorang  pengguna  menjadi  terbiasa  dengan  narkoba dengan dosis rendah. Pada umumnya pengguna tidak akan bertahan lama pada dosis
ini,  karena  tubuh  pengguna  akan  terus  meminta  dosis  yang  lebih  tinggi  untuk merasakan efek yang diinginkan.
114
www.  Elib.unikom.ac.id, Op.cit
Universitas Sumatera Utara
b.  Kebiasaan Pada tahap ini narkoba berpengaruh pada fisik dan mental pengguna narkoba. Tahap
ini  merupakan  tahap  seorang  pengguna  narkoba  memiliki  keinginan  untuk  terus menerus  mengkonsumsi  narkoba.  Pengguna  merasa  tanpa  mengkonsumsi  narkoba
mereka tidak dapat melakukan pekerjaan dengan baik. c.  Addict
Pada tahap ini narkoba mempengaruhi pengguna dalam segala aspek, mereka merasa tidak  dapat  hidup  tanpa  narkoba.  Kematian  karena  over  dosis  sering  terjadi  pada
tahap ini. Masalah  penyalahgunaan  narkotika  bukan  merupakan  aib  keluarga,  tetapi
merupakan  masalah  nasional  tanggung  jawab  bersama  yang  harus  ditanggulangi secara  terpadu,  terkoordinir,  terarah  dan  berkelanjutan  serta  dilakukan  secara
seriussungguh-sungguh.  Semua  komponen  bangsa  harus  merasa  terpanggil  untuk melakukan  upaya  pencegahan  dan  pemberantasan  terhadap  penyalahgunaan  dan
peredaran gelap narkotika dan melakukannya dengan penuh keikhlasan sebagai suatu ibadah. Pecandu narkotika secara kenyataan belum dapat dikatakan sebagai pecandu
secara  yuridis  atau  menurut  hukum  jika  pecandu  tersebut  belum  melakukan kewajiban dan hak pecandu  yang telah diatur dalam peraturan perundang – undangan
tentang narkotika.
Universitas Sumatera Utara
Menurut  peraturan  perundang  –  undangan  yang  mengatur  tentang  narkotika pecandu narkotika yang diakui secara hukum di bagi menjadi dua yaitu :
1.  Pecandu Narkotika Karena Melapor Kepada Institusi Penerima Wajib