seperti HCl akan memprotonasi atom oksigen pada sikloheksana-1,3-dion sehingga membentuk enol yang kemudian bereaksi dengan 4-hidroksi-3-
metoksibenzaldehida membentuk senyawa 2-4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena sikloheksana-1,3-dion. Selain itu penggunaan katalis asam mengarahkan reaksi
melalui kontrol termodinamika sehingga reaksi berjalan lebih lambat dibandingkan dengan penggunaan katalis basa, tetapi memberikan reaksi samping
yang lebih kecil sehingga rendemen yang didapatkan lebih besar. Penggunaan katalis asam juga dapat meningkatkan elektrofilisitas dari C karbonil 4-hidroksi-3-
metoksibenzaldehida sehingga lebih mudah diserang oleh enol yang terbentuk.
C. Metode Pemurnian dan Pemeriksaan Kemurnian Senyawa Hasil Sintesis 1.
Pemeriksaan organoleptis
Uji organoleptis adalah uji yang paling sederhana dan memuat paparan mengenai sifat suatu zat secara umum meliputi wujud, warna, dan bau. Pernyataan
dalam uji ini tidak cukup kuat untuk menjadi syarat baku, tetapi meskipun demikian secara tidak langsung dapat membantu penilaian pendahuluan terhadap
mutu zat yang bersangkutan Dirjen POM RI, 1995. Selain itu, uji organoleptis berguna sebagai identifikasi awal perbedaan antara senyawa hasil sintesis dengan
starting material yang digunakan.
2. Pemeriksaan kelarutan
Uji kelarutan dilakukan untuk mengetahui sifat fisik suatu zat. Pemeriksaan kelarutan zat padat dalam cairan dilakukan dengan melarutkan zat
padat tersebut hingga tepat jenuh pada suhu terkontrol kemudian hasilnya dibandingkan dengan standar. Pada setiap pemeriksaan, kemurnian zat padat dan
pelarut harus terjamin karena sedikit pengotor dapat menyebabkan terjadinya variasi hasil pemeriksaan Jenkins, Knevel, and Digangi, 1965.
Kelarutan suatu zat sebagian besar disebabkan oleh polaritas dari pelarut yaitu oleh momen dipolnya. Selain momen dipol, faktor lain yang berpengaruh
terhadap kelarutan zat antara lain tetapan dielektrik, asosiasi, solvasi, tekanan dalam, reaksi asam-basa dan faktor-faktor lainnya Martin and Bustamante, 1993.
Tabel I. Istilah kelarutan zat menurut Farmakope Indonesia IV Istilah kelarutan
Jumlah bagian pelarut yang diperlukan untuk melarutkan 1 bagian zat
Sangat mudah larut Kurang dari 1
Mudah larut 1 sampai 10
Larut 10 sampai 30
Agak sukar larut 30 sampai 100
Sukar larut 100 sampai 1.000
Sangat sukar larut 1.000 sampai 10.000
Praktis tidak larut Lebih dari 10.000
Dirjen POM RI, 1995.
3. Rekristalisasi
Rekristalisasi merupakan suatu metode yang umum digunakan untuk pemurnian zat padat. Metode ini didasarkan atas perbedaan antara kelarutan zat
yang diinginkan dari kotorannya. Metode yang akan digunakan untuk
memurnikan suatu zat harus disesuaikan dengan kondisi atau sifat zat yang akan direkristalisasi Bresnick, 2004. Berikut ini beberapa metode rekristalisasi:
a. Mengkristalkan kembali secara langsung dari cairan pelarut. Metode ini
dilakukan dengan melarutkan zat padat ke dalam suatu pelarut, kemudian disaring dan dikristalkan kembali dengan pendinginan atau dengan destilasi
pelarut tersebut.
b. Mengkristalkan kembali dengan asam atau basa. Prinsip metode ini adalah
dengan melakukan pendesakan kristal dengan menetralkan pelarut. Senyawa yang bersifat asam seperti fenol dilarutkan dalam natrium hidroksida atau
amonium hidroksida encer, kemudian direkristalisasi dengan mengasamkan pelarut, sedangkan untuk senyawa basa seperti amin dilarutkan dalam asam
klorida atau asam sulfat kemudian direkristalisasi dengan membasakan pelarut.
c. Mengkristalkan kembali secara presipitasi dengan pelarut kedua. Metode
ini dilakukan dengan melarutkan material dalam suatu pelarut, kemudian dipilih pelarut kedua yang bercampur sempurna dengan pelarut pertama tetapi
senyawa yang dimurnikan tidak atau hampir tidak larut pada pelarut kedua. Penambahan pelarut kedua akan membuat zat yang semula larut pada pelarut
pertama menjadi mengendapmengkristal Reksohadiprodjo, 1996. Pelarut yang digunakan untuk proses rekristalisasi juga memiliki syarat
tertentu agar hasilnya optimal. Syarat pelarut yang digunakan adalah : a. Pada suhu tinggi dapat melarutkan dalam jumlah banyak, namun pada suhu
rendah hanya sedikit melarutkan. b. Harus dapat melarutkan pengotor pada suhu rendah dengan segera.
c. Dapat menghasilkan bentuk kristal yang baik dari senyawa yang dimurnikan serta mudah dipisahkan dari bahan utama titik didih pelarut rendah.
d. Tidak boleh bereaksi dengan senyawa yang dimurnikan atau bersifat inert Reksohadiprojo, 1996.
4. Pemeriksaan titik lebur
Pemeriksaan titik lebur adalah suatu aspek penting yang harus dilakukan dalam penelitian sintesis suatu senyawa. Hal ini penting dilakukan karena
pemeriksaan titik lebur senyawa dapat memberikan informasi mengenai kemurnian dari suatu senyawa yang telah disintesis. Umumnya suatu senyawa
dikatakan murni apabila memiliki rentang titik lebur yang tidak melebihi 2
o
C. MacKenzie, 1967.
5. Kromatografi Lapis Tipis KLT
Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan menggunakan dua fase berbeda, fase diam stationary phase dan fase gerak mobile phase Gandjar dan
Rohman, 2007. Senyawa yang akan dianalisis akan ditotolkan pada dasar lempeng dan dielusi dengan fase gerak. Totolan tersebut akan bergerak naik oleh
adanya gaya kapilaritas Bresnick, 2004. Kromatografi Lapis Tipis dapat digunakan untuk analisis kualitatif
terhadap suatu senyawa. Parameter pada KLT yang digunakan untuk identifikasi adalah nilai R
f
. Nilai R
f
Retardation factor merupakan nilai diperoleh dengan membandingkan jarak yang ditempuh oleh bercak senyawa yang diidentifikasi
dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut jarak pengembang. Dua senyawa
dikatakan identik apabila memiliki nilai R
f
yang sama jika diukur pada kondisi KLT yang sama Ettre, 1993.
Untuk mengidentifikasi bercak yang ada pada lempeng KLT dapat dilakukan dengan menempatkan lempeng KLT dibawah sinar UV atau dengan
menyemprotkan larutan yang dapat bereaksi dengan senyawa sehingga dapat menimbulkan warna Bresnick, 2004.
6. Liquid Chromatography LC
Kromatografi cair merupakan teknik pemisahan campuran senyawa berdasarkan interaksi dengan fase diam di bawah aliran fase gerak, dimana fase
gerak dialirkan dengan bantuan tekanan menuju kolom secara cepat dan dideteksi dengan detektor yang sesuai Hendayana, 2006. Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi KCKT merupakan metode kromatografi cair yang paling banyak digunakan dalam analisis pemisahan, identifikasi dan penetapan kadar berbagai
macam komponen pada suatu campuran Skoog, West, Holler, 1994. Kegunaan umum KCKT antara lain untuk pemisahan sejumlah senyawa
organik, anorganik, maupun senyawa biologis, analisis ketidakmurnian, analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap, penentuan molekul-molekul netral,
ionic maupun zwitter ion, isolasi dan pemurnian senyawa, pemisahan senyawa- senyawa yang memiliki struktur yang mirip, pemisahan senyawa-senyawa dalam
jumlah yang sedikit, dalam jumlah banyak, dan dalam skala proses industri Gandjar dan Rohman, 2007.