Desain dan sintesis senyawa 2 (4` hidroksi 3` metoksibenzilidena) sikloheksana 1,3 dion yang berpotensi sebagai senyawa antikanker dengan menghambat protein NF kB menggunakan metode solid phase reaction
DESAIN DAN SINTESIS SENYAWA 2-(4’-HIDROKSI-3’-METOKSIBENZILIDENA) SIKLOHEKSANA-1,3-DION YANG BERPOTENSI SEBAGAI SENYAWA
ANTIKANKER DENGAN MENGHAMBAT PROTEIN NF-κB MENGGUNAKAN
METODE SOLID PHASE REACTION
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Kenny Ryan Limanto NIM : 098114006
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(2)
(3)
(4)
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya kecilku ini kupersembahkan untuk:
Mama dan Papa yang selalu mendukung, mendoakan, dan memberikan yang terbaik untukku; Venny dan Denny, adikku tersayang yang selalu mewarnai hidupku; Bu Sinarsih, Bu Yetty, dan Pak Jeffry yang telah mengajariku untuk mencintai kimia; serta Monica yang selalu memberikan semangat dan dukungan untuk setiap langkahku..
(5)
(6)
(7)
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan kasih dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “DESAIN
DAN SINTESIS SENYAWA 2-(4’-HIDROKSI-3’
-METOKSIBENZILIDENA) SIKLOHEKSANA-1,3-DION YANG
BERPOTENSI SEBAGAI SENYAWA ANTIKANKER DENGAN
MENGHAMBAT PROTEIN NF-κB MENGGUNAKAN METODE SOLID PHASE REACTION”. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Selama proses penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
2. Jeffry Julianus, M.Si., selaku dosen pembimbing yang tak pernah henti memberikan arahan, dukungan, dan saran dalam penelitian serta penyusunan skripsi ini.
3. Dra. M. M. Yetty Tjandrawati, M.Si., selaku dosen penguji atas masukan dan saran selama proses penelitian.
4. Enade Perdana Istyastono, Ph.D., Apt., selaku dosen penguji atas masukan kritik dan saran selama proses penelitian.
5. Rini Dwi Astuti, M.Si., Apt., selaku kepala laboratorium Farmasi atas ijin yang diberikan kepada penulis dalam penggunaan laboratorium.
6. Bu Phebe Hendra dan Bu Christine Patramurti, atas masukan kritik dan saran dalam penyusunan proposal dan proses penelitian.
7. Pak Parlan, Mas Kunto, Mas Bimo, Mas Wagiran, Pak Musrifin, serta segenap laboran Fakultas Farmasi yang telah membantu selama proses pengerjaan penelitian di laboratorium.
(8)
8. Monica, atas doa, dukungan, semangat, perjuangan yang tiada henti diberikan kepada penulis selama proses penelitian dan penyusunan skripsi ini.
9. Venny, atas dukungannya selama proses pengerjaan di laboratorium.
10. Ci Melly, atas dukungan, semangat, perjuangan, dan bantuan yang telah diberikan selama kuliah ini.
11. Wanda, Rachel, Putra, Jenny, Dina, Jimmy, Leo, Topan, Gunggek, Ina, Deny, Nety, Mikhael, Danu, Aldo, serta teman-teman lainnya yang tak dapat penulis sebutkan satu per satu, atas kebersamaannya selama ini. We are only as strong as we are united, as weak as we are divided..!!
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini mengingat keterbatasan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan mendukung perkembangan ilmu pengetahuan.
Penulis
vŝii
(9)
ix DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi
PRAKATA ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
INTISARI ... xix
ABSTRACT ... xx
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang ... 1
1. Rumusan masalah ... 3
2. Keaslian penelitian... 3
3. Manfaat penelitian ... 4
(10)
x
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 6
A.Kanker ... 6
B.Penapisan Virtual Berbasis Struktur ... 8
C.Sintesis Senyawa 2-(4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana- 1,3-dion ... 10
D.Metode Pemurnian dan Pemeriksaan Kemurnian Senyawa Hasil Sintesis ... 14
1. Rekristalisasi ... 14
2. Pemeriksaan organoleptis ... 15
3. Kelarutan... 16
4. Pemeriksaan titik lebur ... 17
5. Kromatografi lapis tipis ... 17
E. Elusidasi Struktur ... 19
1. Spektrofotometri inframerah (IR) ... 19
2. Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS) ... 20
F. Landasan Teori ... 21
G.Hipotesis ... 22
BAB III METODE PENELITIAN... 23
A.Jenis dan Rancangan Penelitian ... 23
B.Definisi Operasional ... 23
C.Bahan Penelitian ... 24
D.Alat Penelitian ... 24
(11)
xi
1. Validasi dasar protokol PLANTS ... 25
2. Docking senyawa uji terhadap protein NF-κB ... 26
3. Sintesis 2-(4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion .. 26
4. Analisis senyawa hasil sintesis ... 27
F. Analisis Hasil ... 30
1. Perhitungan nilai RMSD ... 30
2. Perhitungan rendemen ... 30
3. Analisis pendahuluan ... 30
4. Pemeriksaan kemurnian dari senyawa hasil sintesis ... 30
5. Elusidasi struktur ... 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32
A.Desain Senyawa Inhibitor NF-κB ... 32
B.Sintesis 2-(4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion ... 39
C.Analisis Pendahuluan ... 45
1. Pemeriksaan organoleptis ... 45
2. Pemeriksaan kelarutan ... 46
3. Pemeriksaan titik lebur ... 47
4. Pemeriksaan kemurnian dengan kromatografi lapis tipis (KLT) ... 48
5. Kromatografi gas ... 52
D.Elusidasi Struktur Senyawa Hasil Sintesis ... 53
1. Elusidasi struktur senyawa hasil sintesis dengan spektroskopi massa .... 53
2. Elusidasi struktur senyawa hasil sintesis dengan spektrofotometri inframerah ... 56
(12)
xii
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 62
A.Kesimpulan ... 62
B.Saran ... 62
DAFTAR PUSTAKA ... 63
LAMPIRAN ... 67
(13)
xiii
DAFTAR TABEL
halaman
Tabel I. Istilah kelarutan zat menurut Farmakope Indonesia IV ... 16
Tabel II. Skor dari pose terbaik untuk setiap konformasi senyawa hasil docking ... 35
Tabel III. Skor PLANTSPLP hasil perhitungan dengan PLANTS ... 38
Tabel IV. Perbandingan sifat fisik senyawa hasil sintesis dan starting material ... 45
Tabel V. Perbandingan kelarutan senyawa hasil sintesis dan starting material ... 47
Tabel VI. Titik lebur senyawa hasil sintesis dan starting material ... 48
Tabel VII. Nilai Rf senyawa hasil sintesis dan starting material ... 50
Tabel VIII. Nilai Rf senyawa hasil replikasi ... 51
Tabel IX. Perbedaan hasil interpretasi spektra inframerah senyawa hasil sintesis dengan starting material ... 60
(14)
xiv
DAFTAR GAMBAR
halaman
Gambar 1. Peranan NF-κB dalam memicu terjadinya kanker ... 6 Gambar 2. Analisis diskoneksi untuk senyawa 2-(4’-hidroksi-3’
-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion ... 12
Gambar 3. Struktur tiga dimensi protein NF-κB... 32 Gambar 4. Struktur 4-fluoro-2-{[4-(piridin-4-il)-1,3-thiazol-2-il]amino)
fenol (0WA) ... 33
Gambar 5. Konfigurasi plantsconfig yang digunakan dalam
proses docking ... 33
Gambar 6. Tumpang-tindih pose senyawa referensi yang diperoleh dari
struktur kristal protein NF-κB (atom karbon berwarna biru) dan pose senyawa hasil docking (atom karbon berwarna
ungu) ... 36
Gambar 7. Visualisasi interaksi kurkumin dengan protein NF-κB
menggunakan PyMol ... 37
Gambar 8. Visualisasi interaksi senyawa 2-(4’-hidroksi-3’-
metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion dengan protein
NF-κB menggunakan PyMol ... 38 Gambar 9. Struktur sikloheksana-1,3-dion yang mempunyai dua gugus
karbonil dan enam hidrogen alfa ... 39
Gambar 10. Struktur 4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida yang mempunyai
(15)
xv
Gambar 11. Reaksi pembentukan dan stabilisasi ion enolat yang
terbentuk ... 40
Gambar 12. Mekanisme reaksi pembentukan 2-(4’-hidroksi-3’
-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion ... 42
Gambar 13. Kromofor dan auksokrom dari senyawa 2-(4’-hidroksi-3’
-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion ... 42
Gambar 14. Pembentukan garam dari senyawa hasil sintesis akibat
keberadaan kalium hidroksida (KOH) dan penambahan HCl
yang mengembalikan bentuk garam senyawa target menjadi
bentuk molekulnya ... 44
Gambar 15. Proses stabilisasi resonansi dari elektrofil yang terbentuk
pada senyawa 4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida ... 45
Gambar 16. Penampakan lempeng KLT di bawah sinar UV pada panjang
gelombang 254 nm ... 49
Gambar 17. Kromatogram hasil elusi untuk replikasi senyawa hasil
sintesis ... 51
Gambar 18. Kromatogram GC dari senyawa hasil sintesis ... 52
Gambar 19. Spektra massa senyawa hasil sintesis pada peak nomor empat
dengan waktu retensi 26,384 menit ... 53
Gambar 20. Spektra massa senyawa hasil sintesis pada peak nomor satu
dengan waktu retensi 10,254 menit ... 55
Gambar 21. Spektra massa senyawa hasil sintesis pada peak nomor dua
(16)
xvi
Gambar 22. Spektra inframerah senyawa hasil sintesis (pellet KBr) ... 56
Gambar 23. Resonansi yang terjadi pada senyawa hasil sintesis antara
gugus karbonil dan ikatan rangkap pada alkena ... 57
Gambar 24. Bentuk tautomerisasi dari sikloheksana-1,3-dion ... 58
Gambar 25. Spektra inframerah sikloheksana-1,3-dion (pellet KBr) ... 58
Gambar 26. Spektra inframerah 4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida
(pellet KBr) ... 59
Gambar 27. Hasil overlay (tumpang-tindih) spektra inframerah starting
(17)
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
halaman
Lampiran 1. Data Penimbangan StartingMaterial dan Perhitungan
Massa Senyawa Hasil Sintesis Secara Teoritis ... 67
Lampiran 2. Data Penimbangan CrudeProduct dan Perhitungan Rendemen Senyawa Hasil Sintesis ... 69
Lampiran 3. Dokumentasi Proses Sintesis Senyawa 2-(4’-hidroksi-3’ -metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion ... 70
Lampiran 4. Perhitungan Indeks Polaritas Fase Gerak ... 72
Lampiran 5. Perhitungan Nilai Rf Senyawa Hasil Sintesis ... 73
Lampiran 6. Perhitungan Nilai Rf Senyawa Hasil Replikasi ... 74
Lampiran 7. Kondisi Alat Kromatografi Gas – Spektrometer Massa (GC-MS) ... 75
Lampiran 8. Kromatogram GC Senyawa Hasil Sintesis ... 76
Lampiran 9. Spektra Massa Senyawa Target ... 77
Lampiran 10. Usulan Mekanisme Fragmentasi Dari Senyawa Target ... 78
Lampiran 11. Usulan Mekanisme Fragmentasi Dari Senyawa Target (lanjutan)... 79
Lampiran 12. Spektra Inframerah Senyawa Hasil Sintesis (pellet KBr) ... 80
Lampiran 13. Spektra Inframerah Sikloheksana-1,3-dion (pellet KBr)... 81
Lampiran 14. Spektra Inframerah 4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida (pellet KBr) ... 82
(18)
xviii
Lampiran 16. Data Uji Titik Lebur Sikloheksana-1,3-dion ... 84
(19)
xix INTISARI
Senyawa analog kurkumin dalam bentuk enon dan dienon aromatis diketahui memiliki aktivitas sebagai inhibitor NF-κB. Dalam penelitian ini akan disintesis senyawa 2-(4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion yang merupakan analog kurkumin dan diperkirakan mempunyai aktivitas sebagai inhibitor protein NF-κB.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental deskriptif non-analitik yang dilakukan berdasarkan kondensasi aldol silang dengan mereaksikan 4 mmol sikloheksana-1,3-dion dan 4 mmol 4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida dengan katalis kalium hidroksida menggunakan metode solid phase reaction. Analisis senyawa hasil sintesis dilakukan dengan uji kualitatif: pemeriksaan organoleptis, kelarutan, titik lebur, KLT dengan fase diam silika gel GF254 dan fase
gerak n-heksan:etil asetat (3:2), kromatografi gas, dan elusidasi struktur dengan spektroskopi massa dan inframerah. Sedangkan uji kuantitatif dilakukan dengan perhitungan rendemen.
Berdasarkan hasil perhitungan secara komputasional, diketahui bahwa
2-(4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion mempunyai aktivitas yang lebih baik dibandingkan kurkumin dengan skor PLANTSPLP sebesar -60.8375.
Senyawa hasil sintesis berupa serbuk kering berwarna kuning, bau khas, dan rendemen sebesar 13,340%; 13,311%; dan 13,166%, dengan profil kelarutan larut dalam NaOH 3N. Hasil uji KLT menunjukkan adanya senyawa baru dengan Rf
0,230. Kromatografi gas menunjukkan kemurnian senyawa hasil sintesis sebesar 34,96% dengan jarak lebur sebesar 181,97–193,04oC. Hasil elusidasi struktur dengan spektroskopi massa dan inframerah memperkuat bukti bahwa senyawa hasil sintesis adalah 2-(4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion.
Kata kunci : 2-(4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion,
solid phase reaction, inhibitor NF-κB, reaksi kondensasi aldol silang
(20)
xx ABSTRACT
Analog of curcumin in forms of enone and dienone aromatic is known for their activity as an NF-κB inhibitor. In this study, will be synthesize 2-(4’
-hydroxy-3’-methoxybenzylidene) cyclohexane-1,3-dione as an analog that predicted has an activity as an NF-κB inhibitor.
It was a non-experimental descriptive non-analytical research which conducted based on the crossed aldol condensation reaction by reacting 4 mmole of cyclohexane-1,3-dione and 4 mmole of 4-hydroxy-3-methoxybenzaldehyde with pottasium hydroxide as the catalyst using solid phase reaction method. This research applied qualitative and quantitative tests. The qualitative tests consisted of organoleptic, solubility, melting point, TLC (with silica gel GF254 as stationary
phase and n-hexane:ethyl acetate (3:2) as mobile phase), and structure elucidation with infrared and mass spectroscopy. Quantitative test involved the calculation of the yield.
Based on computational analysis, 2-(4’-hydroxy-3’-methoxybenzylidene) cyclohexane-1,3-dione showed a better interaction with NF-κB protein with PLANTSPLP score was -60.8375. The outcome of the reaction was yellow colored
powder and specified smell (odor). The yield values were 13.340%; 13.311%; and 13.166%. Its soluble in sodium hydroxide 3N. TLC test shown the existence of new chemical substance with Rf value of 0.230. Gas chromatography showed 34.96%
purity. The melting point range were 181.97–193.04oC. The results of structure
elucidation by infrared and mass spectroscopy tests indicated the compound was
2-(4’-hydroxy-3’-methoxybenzilidene) cyclohexane-1,3-dione.
Key words : 2-(4’-hydroxy-3’-methoxybenzilidene) cyclohexane-1,3-dione, solid phase reaction, NF-κB inhibitor, crossed aldol condensation reaction
(21)
1 BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab utama kematian di dunia,
terutama di negara berkembang. WHO melaporkan sekitar 7,6 juta (13%) orang
meninggal akibat kanker pada tahun 2008. Apabila tidak dilakukan penanganan
lebih lanjut terhadap penyakit ini, WHO memperkirakan bahwa kematian akibat
kanker akan terus meningkat hingga 13,1 juta orang pada tahun 2030 (Anonim,
2012). Kanker yang merupakan akibat dari adanya abnormalitas pembelahan
(proliferasi) sel yang dapat menginvasi jaringan lain dan menyebar ke organ
lainnya, bahkan dapat menimbulkan kematian. Pada sel tumor, proliferasi yang
sangat cepat disebabkan oleh adanya over-ekspresi dari protein NF-κB (Lee, Jeon, Kim, dan Song, 2007).
Oleh karena itu, pada penelitian ini akan disintesis senyawa 2-(4’
-hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion yang merupakan senyawa analog kurkumin. Senyawa analog kurkumin yang akan disintesis merupakan senyawa
golongan enon, dimana diketahui bahwa senyawa enon analog kurkumin dapat
menghambat ekspresi protein NF-κB (Weber et al., 2006). Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa gugusan α,β-unsaturated karbonil pada senyawa kurkumin dapat mendeaktivasi protein NF-κB yang menyebabkan sel kanker tidak dapat melakukan proliferasi dan akan mati. Terjadinya kematian pada
(22)
dan residu sistein pada protein NF-κB yang menyebabkan protein NF-κB menjadi inaktif (Surh, 2008).
Senyawa 2-(4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion yang merupakan senyawa golongan α,β-unsaturated karbonil dapat dihasilkan dengan reaksi kondensasi aldol silang antara senyawa keton dan aldehida dengan
adanya katalis basa kuat. Oleh karena itu senyawa 2-(4’-hidroksi-3’ -metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion dapat disintesis dengan mereaksikan
sikloheksana-1,3-dion (senyawa keton dengan hidrogen alfa) dan
4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida (senyawa aldehida yang tidak mempunyai hidrogen alfa)
dengan menggunakan katalis basa kuat berupa kalium hidroksida (KOH) (Bhagat,
Sharma dan Chakraborti, 2006).
Penggunaan katalis basa KOH dimaksudkan untuk meningkatkan
kecepatan reaksi kondensasi dikarenakan basa KOH akan lebih cepat mengambil
Hα dari sikloheksana-1,3-dion sehingga ion enolat sikloheksana-1,3-dion akan lebih
cepat dan lebih banyak terbentuk. Dengan semakin cepat dan banyak ion enolat
sikloheksana-1,3-dion yang dihasilkan maka akan semakin mudah bereaksi dengan
C karbonil 4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida sehingga rendemen senyawa 2-(4’ -hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion yang dihasilkan akan semakin banyak.
Sintesis senyawa 2-(4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion dilakukan dengan menggunakan metode solid phase reaction yang
diperkenalkan oleh Palleros pada tahun 2004. Metode ini seringkali disebut sebagai
(23)
dengan menggunakan pelarut dalam jumlah yang tidak banyak, sehingga jumlah
bahan berbahaya atau limbah yang dihasilkan dapat diminimalisir. Penggunaan
metode solid phase reaction pada sintesis senyawa 2-(4’-hidroksi-3’ -metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion diharapkan memberikan keuntungan,
antara lain: pengerjaan proses sintesis yang lebih mudah dan sederhana, rendemen
yang besar, reaksi samping dapat diminimalisir dan ramah lingkungan (Palleros,
2004).
1. Rumusan masalah
a. Apakah senyawa 2-(4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion mempunyai aktivitas sebagai inhibitor NF-κB secara insilico?
b. Apakah senyawa 2-(4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion dapat disintesis dari sikloheksana-1,3-sikloheksana-1,3-dion dan
4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida dengan katalis kalium hidroksida (KOH) menggunakan
metode solid phase reaction?
2. Keaslian penelitian
Sejauh penelusuran yang telah dilakukan oleh peneliti, penelitian yang
berjudul “desain dan sintesis senyawa 2-(4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion yang berpotensi sebagai senyawa antikanker dengan
menghambat protein NF-κB menggunakan metode solid phase reaction” belum pernah dilakukan. Senyawa sejenis yang pernah disintesis adalah senyawa
2-benzilidensikloheksana-1,3-dion menggunakan katalis natrium hidroksida
(Istyastono, Yuniarti, dan Jumina, 2009), senyawa 2-(4’-klorobenzilidena) sikloheksana-1,3-dion dengan katalis kalium hidroksida (Christy, 2010) dan
(24)
senyawa 2-(4’-hidroksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion menggunakan katalis kalium hidroksida (Setiawati, 2012).
3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis
Memberikan informasi terkait dengan reaksi kondensasi aldol silang
pada sintesis senyawa 2-(4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion dari sikloheksana-sikloheksana-1,3-dion dan 4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida
dengan katalis kalium hidroksida menggunakan metode solid phase reaction.
b. Manfaat metodologi
Memberikan informasi terkait tata cara dan kondisi dari sintesis
senyawa 2-(4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion dari sikloheksana-1,3-dion dan 4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida dengan katalis
kalium hidroksida (KOH) menggunakan metode solid phase reaction.
c. Manfaat praktis
Memberikan informasi mengenai penggunaan metode yang ramah
lingkungan (Green Chemistry) untuk melakukan sintesis senyawa 2-(4’ -hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion.
(25)
B. Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk:
1. Membuktikan senyawa 2-(4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion mempunyai aktivitas sebagai inhibitor NF-κB secara insilico.
2. Menghasilkan senyawa baru, yakni 2-(4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion yang dapat disintesis dari sikloheksana-1,3-dion dan
4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida dengan katalis kalium hidroksida
(26)
6 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Kanker
Kanker adalah istilah umum untuk pertumbuhan sel yang tidak normal,
yaitu tumbuh sangat cepat, tidak terkontrol dan tidak berirama yang dapat
menyusup ke jaringan tubuh normal dan menekan jaringan tubuh normal sehingga
mempengaruhi fungsi tubuh. Badan Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa
7,6 juta orang di dunia meninggal akibat kanker pada tahun 2008. Dari data tersebut,
diperkirakan bahwa kematian akibat kanker akan terus meningkat hingga 13,1 juta
orang pada tahun 2030 (Anonim, 2012). Menurut data Departemen Kesehatan
Republik Indonesia tahun 2003, kanker merupakan penyebab kematian nomor
enam di Indonesia dan diperkirakan terdapat 100 penderita kanker baru untuk setiap
100.000 penduduk per tahunnya (Anonim, 2003).
Gambar 1. Peranan NF-κB dalam memicu terjadinya kanker (Paul, 2005).
Dewasa ini, penelitian yang ada menunjukkan bahwa faktor transkripsi
NF-κB memegang peranan penting dalam mengontrol proliferasi dan kelangsungan hidup sel kanker. Pada sel kanker, NF-κB mengalami mutasi sehingga tetap aktif
(27)
walaupun dalam keadaan sudah tidak dibutuhkan. Kondisi NF-κB yang selalu aktif menghasilkan ekspresi gen yang membuat sel selalu membelah dan melindungi sel
dari kondisi yang menyebabkan matinya sel oleh peristiwa apoptosis(Escárcega,
Fuentes, Garcia, Gatica, dan Zamora, 2007).
Temuan tersebut tentunya memberikan petunjuk penting dalam strategi
penemuan obat antikanker baru, dimana target yang dituju adalah dengan
menghambat NF-κB (Paul, 2005). Beberapa contoh obat yang diketahui dapat menghambat NF-κBadalah denosumab. Diketahui bahwa penggunaan denosumab dapat menghambat RANKL yang menyebabkan terjadinya inaktivasi dari NF-κB
(Hamdy, 2008). Selain denosumab, contoh lainnya adalah disulfiram dan
ditiokarbamat. Keduanya diketahui aktif menghambat NF-κB melalui mekanisme inhibisi proteosom (Cvek dan Dvorak, 2007).
Kurkumin merupakan salah satu senyawa alam yang diketahui mempunyai
aktivitas antikanker sebagai inhibitor NF-κB (Weber et al., 2006). Dari penelitian yang telah dilakukannya, Weber et al. (2006) menyatakan bahwa adanya gugusan
α,β-unsaturated karbonil (enon) pada kurkumin diperkirakan dapat mendeaktivasi
NF-κB yang menyebabkan sel kanker tidak dapat melakukan proliferasi dan akan mati. Terjadinya kematian pada sel kanker diperantarai oleh adanya reaksi antara
gugusan α,β-unsaturated karbonil dan residu sistein pada NF-κB yang menyebabkan protein NF-κB menjadi inaktif (Surh, 2008).
(28)
B. Penapisan Virtual Berbasis Struktur
Penambatan molekul atau molecular docking adalah suatu teknik yang
digunakan untuk mempelajari interaksi yang terjadi dari suatu kompleks molekul.
Molecular docking dapat digunakan untuk memprediksikan orientasi dari suatu
molekul ke molekul yang lain ketika berikatan membentuk kompleks yang stabil.
Terdapat dua aspek penting dalam molecular docking, yaitu fungsi scoring dan
penggunaan algoritma (Leach, 2001).
Fungsi scoring dapat memperkirakan afinitas ikatan antara makromolekul
dengan ligan (molekul kecil yang mempunyai afinitas terhadap makromolekul).
Identifikasi ini didasarkan pada beberapa teori, salah satunya seperti teori energi
bebas Gibbs. Nilai energi bebas Gibbs yang besar menunjukkan bahwa konformasi
yang terbentuk adalah stabil, sedangkan nilai energi bebas Gibbs yang kecil
menunjukkan tidak stabilnya kompleks yang terbentuk. Sedangkan penggunaan
algoritma berperan dalam menentukan konformasi (docking pose) yang paling
stabil (favourable) dari pembentukan kompleks (Leach, 2001).
Berdasarkan interaksi yang terjadi, terdapat beberapa jenis molecular
docking, yaitu:
1. docking protein-protein,
2. docking ligan-protein, dan
3. docking ligan-DNA.
Saat ini molecular docking banyak diaplikasikan di dalam pengembangan obat baru
untuk memprediksikan orientasi ikatan antara kandidat molekul obat dengan
(29)
melakukan molecular docking, hal pertama yang dibutuhkan adalah struktur tiga
dimensi dari ligan (senyawa obat) dan protein target. Struktur tiga dimensi ligan
dapat dimodelkan dengan menggunakan teknik molecular modelling, sedangkan
struktur tiga dimensi protein target dapat ditentukan secara empiris dengan
menggunakan teknik NMR spectroscopy dan X-ray crystallography yang terdapat
pada database Protein Data Bank dan secara in silico dengan teknik homology
modelling (Larson, 2006).
PLANTS (Protein-Ligand ANT System) merupakan aplikasi molecular
docking yang telah di-benchmark secara internal di grup penelitian Kimia
Medisinal, Vrije Universiteit Amsterdam dengan GOLD (aplikasi docking berbayar
yang rutin dipakai di laboratorium kimia medisinal di Eropa dan USA). Hasil
benchmark menunjukkan bahwa PLANTS mempunyai kualitas yang setara dengan
GOLD untuk protokol penapisan secara virtual pada protein adrenergik–β2
(ADRB2), bahkan lebih baik dari GOLD untuk protokol penapisan secara virtual
untuk nikotinik asetilkolin binding protein (nAchBP) (Istyastono, 2010).
Docking menggunakan PLANTS didasarkan pada algoritma optimasi
stokastik yang disebut optimasi koloni semut (ACO=Ant Colony Optimization).
ACO terinspirasi dari perilaku semut yang menemukan jalan terpendek antara
sarang dan sumber makanan. Semut menggunakan komunikasi secara tidak
langsung dalam bentuk jalur feromon yang digunakan untuk menandai jalur antara
sarang dan sumber makanan. Dalam kasus docking protein-ligan, digunakan
“koloni semut buatan” untuk menemukan energi minimum dari konformasi ligan pada situs pengikatan. “Semut buatan” ini akan meniru perilaku semut yang akan
(30)
menandai konformasi ligan yang mempunyai energi rendah melalui jalur feromon.
Informasi jejak feromon buatan kemudian akan diubah dalam pengulangan (iterasi)
berikutnya dan digunakan untuk menghasilkan konformasi dengan energi rendah
dengan probabilitas yang lebih tinggi (Korb et al., 2006).
Proses penapisan virtual yang berbasiskan struktur dimulai dengan
melakukan validasi dasar terhadap protokol yang akan digunakan (Korb et al.,
2006). Dalam melakukan validasi tersebut, digunakan RMSD (Root Mean Square
Deviation) sebagai parameter yang mengukur kemampuan aplikasi docking untuk
menambatkan ulang ligan asli dari struktur kristal yang ada. Suatu protokol
dikatakan valid apabila pose hasil docking dibandingkan dengan pose asli dari
struktur kristal memberikan nilai RMSD kurang dari dari 2 Å (1 Å = 10-10 m)
(Istyastono, 2010).
Kelebihan PLANTS selain gratis adalah sederhana dan mudah (simulasi
dilakukan dengan menggunakan single line command). Namun, PLANTS tidak
menyediakan fungsi preparasi protein, ligan maupun visualisasi hasil docking.
PLANTS juga tidak mempunyai versi Windows, sehingga diperlukan sistem operasi
LINUX untuk menjalankan aplikasi PLANTS (Istyastono, 2010).
C. Sintesis 2-(4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion
Sintesis senyawa 2-(4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion akan menggunakan metode solid phase reaction (Palleros, 2004). Metode
ini seringkali disebut sebagai aplikasi dari “Green Chemistry”, dimana pengerjaan
(31)
tidak banyak, sehingga jumlah bahan berbahaya atau limbah yang dihasilkan dapat
diminimalisir. Dengan menggunakan metode solid phase reaction pada sintesis
senyawa 2-(4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion, diharapkan metode ini dapat memberikan beberapa keuntungan, antara lain:
pengerjaan proses sintesis yang lebih mudah dan sederhana, rendemen yang besar,
reaksi samping dapat diminimalisir dan ramah lingkungan. Untuk memperoleh
produk hasil reaksi kondensasi aldol silang yang merupakan senyawa kalkon dapat
dilakukan dengan mereaksikan starting material dan katalis yang kemudian
digerus di dalam mortir. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan oleh Palleros
(2004), diketahui bahwa metode solid phase reaction memberikan rendemen yang
lebih banyak dibandingkan metode konvensional, dimana reaksi samping akibat
interaksi dengan pelarut dapat diminimalisir (Palleros, 2004).
Sintesis senyawa 2-(4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion yang merupakan senyawa golongan α,β-unsaturated karbonil dapat dijelaskan dengan metode diskoneksitas (gambar 2). Desain sintesis dengan metode
diskoneksitas menunjukkan bahwa senyawa 2-(4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion dapat disintesis menggunakan starting material berupa
sikloheksana-1,3-dion sebagai senyawa keton yang mempunyai hidrogen alfa (Hα)
dan 4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida sebagai aldehida yang mempunyai atom C
karbonil dengan katalis basa kuat. Sikloheksana-1,3-dion atau dihidroresorsinol,
mempunyai rumus molekul C6H8O2 dengan berat molekul 112,12 g/mol.
Sikloheksana-1,3-dion murni berbentuk serbuk kristalin, mempunyai titik leleh
(32)
kloroform, aseton; sedikit larut dalam eter dan petroleum eter (Anonim, 2001).
Sedangkan senyawa 4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida yang dikenal dengan nama
dagangnya, yaitu vanilin mempunyai rumus molekul C8H8O3, mempunyai berat
molekul 152,15 g/mol. Vanilin murni berupa kristal jarum berwarna putih atau
krem (mengkilat) dengan karakteristik aroma vanila dan rasa manis. Vanilin larut
dalam aseton, larutan alkali hidroksida, kloroform, eter, metanol, dan minyak.
Vanilin dapat teroksidasi pada kondisi udara yang lembab dan paparan sinar
matahari secara langsung. Berat jenis vanilin adalah 1,056 g/mL dengan titik leleh
80-81oC dan titik didih pada 285oC. Vanilin banyak digunakan sebagai bahan
aroma makanan dan minuman karena mempunyai bau yang harum. Selain itu,
vanilin juga banyak digunakan sebagai pemberi aroma dalam industri parfum. Di
bidang kimia analitik, vanilin dapat digunakan sebagai pereaksi (Rowe, Shesky dan
Quinn, 2009).
H3CO
HO
O
O
H3CO
HO H O
+
O O2-(4'-hidroksi-3'-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion 4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida sikloheksana-1,3-dion
Gambar 2. Analisis diskoneksi untuk senyawa 2-(4’-hidroksi-3’ -metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion
Katalis merupakan suatu zat yang dapat mempercepat suatu reaksi kimia,
namun zat tersebut, secara kimiawi tidak mengalami perubahan yang permanen.
Penambahan katalis dalam suatu reaksi akan memberikan perubahan yang berarti
pada energi aktivasinya. Kehadiran suatu katalis dalam suatu reaksi dapat
mengubah ataupun mempercepat tahapan reaksi yang ada, atau lazimnya,
(33)
katalis mempunyai energi aktivasi yang rendah (Oxtoby, Gillis dan Nachtrieb,
2001).
Energi aktivasi didefinisikan sebagai energi minimum yang harus dilewati
agar suatu reaksi kimia tertentu dapat terjadi. Energi aktivasi seringkali
dilambangkan sebagai Ea, dengan satuan kilo joule per mol (kJ/mol). Kadangkala
agar suatu reaksi kimia dapat berjalan, dibutuhkan energi aktivasi yang besar. Hal
ini dapat diatasi dengan penambahan suatu katalis. Dengan adanya katalis, reaksi
dapat berlangsung dengan sumber energi yang lebih rendah (Tro, 2011). Dalam
suatu reaksi kondensasi aldol, lazimnya katalis yang digunakan merupakan suatu
basa, seperti natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH) dan litium
hidroksida (LiOH.H2O) (Bhagat, Sharma and Chakraborti, 2006).
Dalam penelitian ini, katalis yang digunakan adalah kalium hidroksida
(KOH). Kalium hidroksida merupakan suatu basa kuat yang mempunyai rumus
molekul KOH dengan berat molekul 56,11 g/mol, berbentuk batang, pellet, atau
bongkahan, dengan warna putih, dan bersifat higroskopis. Senyawa tersebut larut
dalam satu bagian air, 3 bagian etanol, dan sangat mudah larut dalam etanol mutlak
P mendidih (Dirjen POM RI, 1979). KOH merupakan basa yang lebih kuat
dibandingkan NaOH dan LiOH. Hal ini dikarenakan kalium (K) mempunyai energi
ionisasi yang lebih kecil dibandingkan natrium (Na) dan litium (Li). Semakin kecil
energi ionisasinya, maka semakin mudah pula senyawa tersebut untuk membentuk
ionnya dan semakin kuat pula basanya. Penggunaan katalis basa KOH yang
mempunyai sifat kebasaan lebih kuat dibandingkan NaOH dan LiOH dimaksudkan
(34)
lebih cepat mengambil Hα dari sikloheksana-1,3-dion, sehingga ion enolat
sikloheksana-1,3-dion akan lebih cepat dan lebih banyak terbentuk. Dengan
semakin cepat dan banyak ion enolat sikloheksana-1,3-dion yang dihasilkan, maka
akan semakin mudah bereaksi dengan C karbonil pada
4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida sehingga rendemen senyawa 2-(4’-hidroksi-3’ -metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion yang dihasilkan akan semakin banyak.
D. Metode Pemurnian Dan Pemeriksaan Kemurnian Senyawa Hasil Sintesis 1. Rekristalisasi
Rekristalisasi merupakan suatu metode yang tepat untuk pemurnian zat
padat. Metode ini didasarkan atas perbedaan antara kelarutan zat yang
diinginkan dari kotorannya. Metode yang akan digunakan untuk memurnikan
suatu zat harus disesuaikan dengan kondisi atau sifat zat yang akan
direkristalisasi (Bresnick, 2004). Berikut ini beberapa metode rekristalisasi:
a. Mengkristalkan kembali secara langsung dari cairan pelarut. Metode ini dilakukan dengan melarutkan zat ke dalam suatu pelarut, kemudian disaring
dan dikristalkan kembali dengan pendinginan atau dengan destilasi pelarut
tersebut.
b. Mengkristalkan kembali dengan asam atau basa. Prinsip metode ini adalah dengan melakukan pendesakan kristal dengan menetralkan pelarut.
Senyawa yang sesuai dengan metode ini adalah senyawa-senyawa yang
mempunyai sifat asam atau basa. Senyawa yang bersifat asam (seperti fenol)
(35)
kemudian direkristalisasi dengan mengasamkan pelarut, sedangkan untuk
senyawa basa (seperti amin) dilarutkan dalam asam klorida atau asam sulfat
kemudian direkristalisasi dengan membasakan pelarut.
c. Mengkristalkan kembali secara presipitasi dengan pelarut kedua. Metode ini dilakukan dengan melarutkan material dalam suatu pelarut,
kemudian dipilih pelarut kedua yang bercampur sempurna dengan pelarut
pertama tetapi senyawa yang dimurnikan tidak atau hampir tidak larut pada
pelarut kedua. Penambahan pelarut kedua akan membuat zat yang semula
larut pada pelarut pertama menjadi mengendap/mengkristal
(Reksohadiprodjo, 1996).
Syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah pelarut agar diperoleh hasil
yang optimal dalam proses rekristalisasi, antara lain: (1) dapat melarutkan
banyak pada suhu tinggi, dapat sedikit larut pada suhu rendah, (2) harus dapat
melarutkan pengotor dengan segera pada suhu rendah, (3) dapat menghasilkan
bentuk kristal yang baik dari senyawa yang akan dimurnikan, serta mudah
dipisahkan (titik didih yang relatif rendah), (4) pelarut yang digunakan dalam
proses rekristalisasi tidak boleh bereaksi dengan senyawa yang akan dimurnikan
(Reksohadiprodjo, 1996).
2. Pemeriksaan organoleptis
Pemeriksaan organoleptis merupakan salah satu paparan mengenai sifat
dari zat yang meliputi wujud, rupa, warna, rasa dan bau. Dengan adanya
pemeriksaan organoleptis, maka dapat diketahui ciri-ciri fisik dari senyawa baru.
(36)
pemeriksaan senyawa hasil sintesis yang dilakukan dengan membandingkan
dengan standar dan diharapkan sesuai dengan yang tercantum dalam pemerian
standar (Bresnick, 2004).
Pernyataan dalam pemeriksaan organoleptis tidak dapat digunakan
sepenuhnya untuk mengenali suatu senyawa baru, namun secara tak langsung
pemeriksaan ini dapat memberikan penilaian pendahuluan terhadap mutu zat
yang bersangkutan (Dirjen POM RI, 1995).
3. Kelarutan
Pemeriksaan kelarutan senyawa dilakukan untuk mengetahui sifat fisik
suatu zat. Selain itu uji kelarutan juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi
atau mendeterminasi kemurnian dari senyawa tersebut dengan
membandingkannya dengan standar (Jenkins, Knevel dan Digangi, 1965).
Kelarutan tidak hanya dijadikan standar atau uji kemurnian dari suatu
zat, tetapi dimaksudkan sebagai informasi dalam penggunaan, pengolahan, dan
peracikan bahan. Pernyataan bagian dalam kelarutan berarti 1 gram zat padat
atau 1 mL zat cair dalam sejumlah mL pelarut (Anonim, 2001).
Tabel I. Istilah kelarutan zat menurut Farmakope Indonesia IV Istilah kelarutan
Jumlah bagian pelarut yang diperlukan untuk melarutkan 1
bagian zat
Sangat mudah larut Kurang dari 1 Mudah larut 1 sampai 10
Larut 10 sampai 30 Agak sukar larut 30 sampai 100
Sukar larut 100 sampai 1.000 Sangat sukar larut 1.000 sampai 10.000 Praktis tidak larut Lebih dari 10.000
(37)
4. Pemeriksaan titik lebur
Pemeriksaan titik lebur adalah suatu aspek penting yang harus
dilakukan dalam penelitian sintesis suatu senyawa. Hal ini penting dilakukan
karena pemeriksaan titik lebur senyawa dapat memberikan informasi mengenai
kemurnian dari suatu senyawa yang telah disintesis. Rentang titik lebur yang
sempit merupakan kriteria kemurnian suatu senyawa. Umumnya suatu senyawa
dikatakan murni apabila mempunyai rentang titik lebur yang tidak melebihi 2oC.
Untuk rentangan lebih besar dari harga ini dapat dikatakan senyawa kurang
murni (MacKenzie, 1967).
Titik lebur merupakan suatu perisitiwa perubahan fisika akibat adanya
suhu, yang menyebabkan padatan mulai berubah menjadi cairan pada tekanan
satu atmosfer. Jika suhu dinaikkan, maka akan terjadi penyerapan energi oleh
molekul. Bila energi yang diserap cukup besar, maka akan terjadi vibrasi dan
rotasi dari molekul tersebut. Apabila suhu dinaikkan lagi, maka molekul akan
rusak dan berubah menjadi cairan. Dalam wujud cairan, molekul tetap terikat
satu dan lainnya, namun sudah tidak teratur lagi susunannya (Bradstatter, 1971).
5. Kromatografi lapis tipis
Selain kromatografi kertas dan elektroforesis, kromatografi lapis tipis
(KLT) juga merupakan salah bentuk bentuk kromatografi planar. Berbeda
dengan kromatografi kolom yang mana fase diamnya diisikan atau dikemas di
dalamnya, pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya merupakan lapisan yang
seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang berfungsi sebagai
(38)
kolom, kromatografi planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari
kromatografi kolom (Gandjar dan Rohman, 2007).
Kromatografi lapis tipis merupakan suatu teknik pemisahan yang
menggunakan fase diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase). Fase
diam pada KLT dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan
penjerab atau berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair. Pada
penggunaannya, silika gel (asam silika), alumina (aluminium oksida), selulosa,
dan kiselgur (tanah diatom) biasa digunakan sebagai fase diamnya. Pemilihan
fase gerak pada KLT dapat didasarkan pada pustaka yang ada atau dari hasil
percobaan dengan variasi tingkat kepolaran (Harwood dan Moody, 1989).
Pada umumnya, kromatografi lapis tipis secara luas digunakan untuk
dua tujuan, pertama sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif,
dan preparatif; kedua digunakan untuk menentukan kondisi yang sesuai untuk
pemisahan pada kromatografi kolom ataupun kromatografi cair kinerja tinggi
(Gandjar dan Rohman, 2007).
Kromatografi Lapis Tipis dapat digunakan untuk analisis kualitatif
terhadap suatu senyawa. Parameter pada KLT yang digunakan untuk identifikasi
adalah nilai Rf. Nilai Rf (Retardation factor) merupakan nilai diperoleh dengan
membandingkan jarak yang ditempuh oleh bercak senyawa yang diidentifikasi
dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut (jarak pengembang). Dua senyawa
dikatakan identik apabila mempunyai nilai Rf yang sama jika diukur pada
(39)
E. Elusidasi Struktur
Elusidasi struktur terhadap senyawa hasil sintesis merupakan suatu
tahapan analisis yang penting untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan struktur dari
senyawa hasil sintesis belum dapat diketahui secara pasti. Untuk menentukan
strukturnya, dapat digunakan spektroskopi. Berbagai data yang diperoleh dari
spektroskopi, jika digabungkan dengan sifat-sifat kimia dan fisika dari suatu
senyawa, maka dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan menentukan struktur
suatu senyawa.
1. Spektrofotometri inframerah (IR)
Spektrofotometri inframerah merupakan salah satu jenis spektroskopi
yang digunakan untuk mengidentifikasi jenis ikatan yang terdapat dalam suatu
senyawa. Bila radiasi elektromagnetik yang berkisar antara 400 cm-1 dan 4.000
cm-1 (2.500 dan 20.000 nm) dilewatkan pada suatu sampel dan diserap oleh
ikatan-ikatan molekul di dalam sampel, maka molekul tersebut dapat mengalami
peregangan ataupun penekukan ikatan (Watson, 2009).
Semua ikatan kimia mempunyai panjang gelombang radiasi yang
berbeda-beda untuk menghasilkan ikatan yang meregang ataupun menekuk. Bila
frekuensi energi elektromagnetik inframerah yang dilewatkan pada suatu
molekul sama dengan frekuensi meregang atau menekuk ikatan, maka energi
tersebut akan diserap oleh molekul tersebut. Serapan inilah yang kemudian dapat
direkam oleh detektor dan diubah menjadi pita serapan pada bilangan gelombang
(40)
2. Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS)
Kromatografi gas merupakan suatu metode yang dapat digunakan untuk
memisahkan dan mendeteksi senyawa-senyawa yang mudah menguap dalam
suatu campuran. Prinsip pemisahannya didasarkan pada solut-solut yang mudah
menguap (dan stabil terhadap panas) bermigrasi melalui kolom yang
mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang tergantung pada rasio
distribusinya (Gandjar dan Rohman, 2007).
Spektroskopi massa merupakan salah satu jenis spektroskopi yang
digunakan untuk menentukan massa dan juga berat molekul suatu senyawa.
Untuk mendapatkan informasi yang mungkin mengenai struktur suatu senyawa,
dapat dilakukan dengan mengukur massa dari fragmen-fragmen yang terbentuk
ketika molekul mengalami pemecahan (Watson, 2009).
Pada saat sebuah molekul organik ditabrak dengan elektron berenergi
tinggi, menyebabkan terjadinya pelepasan sebuah elektron dari molekul tersebut,
sehingga terbentuk suatu ion molekul. Ion yang dihasilkan tersebut bersifat tak
stabil dan akan pecah menjadi fragmen tertentu, baik dalam bentuk radikal bebas
maupun ion. Dalam sebuah spektrometri massa yang khas, fragmen yang
bermuatan positif ini akan dideteksi dan dilaporkan dalam bentuk spektra massa.
Spektra massa adalah alur kelimpahan (jumlah relatif fragmen bermuatan positif
berlainan) versus nisbah massa/muatan (m/e atau m/z) dari fragmen-fragmen
yang ada (Watson, 2009).
Apabila metode kromatografi gas digabungkan dengan spektroskopi
(41)
dahulu yang dilanjutkan proses identifikasi oleh spektroskopi massa. GC-MS
merupakan metode yang sangat peka dan spesifik dalam penentuan hampir
semua jenis analit, dengan batas deteksi yang rendah, dan memberikan informasi
penting berupa spektra massa dari suatu senyawa organik (Tureček dan McLafferty, 1993).
F. Landasan Teori
Kurkumin yang merupakan senyawa golongan enon diketahui mempunyai
aktivitas sebagai inhibitor NF-κB. Senyawa 2-(4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion merupakan salah satu analog kurkumin yang mempunyai
gugus enon diperkirakan mempunyai aktivitas sebagai inhibitor protein NF-κB
secara insilico.
Reaksi kondensasi aldol silang merupakan suatu reaksi dimana sebuah
aldehid ataupun keton yang sedikitnya mempunyai satu hidrogen alfa dapat
mengalami reaksi kondensasi dengan senyawa karbonil lainnya pada suasana basa.
Sikloheksana-1,3-dion merupakan senyawaan keton yang mempunyai hidrogen
alfa, yang bila direaksikan dengan basa kalium hidroksida (KOH) akan
menghasilkan ion enolat. Ion enolat ini akan bertindak sebagai nukleofil yang akan
menyerang atom C karbonil pada 4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida yang
merupakan senyawaan aldehida dengan muatan positif. Produk akhir dari reaksi
tersebut akan menghasilkan senyawa α,β-unsaturated karbonil, yaitu 2-(4’ -hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion.
(42)
Reaksi sintesis 2-(4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion dilakukan dengan menggunakan katalis basa kuat (KOH). Penggunaan katalis
basa kuat dimaksudkan agar proses pelepasan atom H pada posisi Cα pada
sikloheksana-1,3-dion akan berjalan dengan lebih cepat, sehingga ion enolat akan
tersedia dalam jumlah yang melimpah. Dengan demikian, rendemen dari senyawa
hasil sintesis akan maksimal.
G. Hipotesis
1. Senyawa 2-(4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion diperkirakan mempunyai aktivitas sebagai inhibitor NF-κB secara insilico. 2. Senyawa 2-(4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion dapat
disintesis dari sikloheksana-1,3-dion dan 4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida
dengan katalis kalium hidroksida (KOH) menggunakan metode solid phase
(43)
23 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian yang berjudul “Desain dan sintesis senyawa 2-(4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion yang berpotensi sebagai senyawa antikanker dengan menghambat protein NF-κB menggunakan metode solid phase reaction” merupakan penelitian non-eksperimental deskriptif non-analitik karena pada penelitian ini tidak diberikan perlakuan pada subjek uji
dan hanya dipaparkan peristiwa yang terjadi sehingga tidak terdapat hubungan
sebab akibat di dalamnya.
B. Definisi Operasional
1. PLANTSPLP score merupakan nilai atau output yang dihasilkan oleh PLANTS
setelah dilakukan proses docking menggunakan protokol yang telah ditentukan.
2. Starting material merupakan bahan awal yang digunakan dalam proses sintesis 2-(4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion. Starting material
yang digunakan, yaitu sikloheksana-1,3-dion dan
4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida.
3. Katalisator adalah senyawa yang digunakan dalam reaksi untuk mempercepat terjadinya reaksi antara starting material. Katalisator yang digunakan dalam
(44)
4. Molekul target merupakan senyawa hasil sintesis yang diharapkan terbentuk dari hasil reaksi. Molekul target dalam penelitian ini adalah 2-(4’-hidroksi-3’ -metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion.
5. Rendemen senyawa hasil sintesis merupakan persentase perbandingan antara jumlah senyawa murni yang diperoleh dari hasil sintesis dibandingkan dengan
jumlah senyawa yang diperoleh secara teoritis. Dalam penelitian ini, rendemen
senyawa hasil sintesis adalah rendemen senyawa 2-(4’-hidroksi-3’ -metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion.
C. Bahan Penelitian
Struktur protein NF-κB (www.rcsb.org; kode PDB: 4G3G (4G3G.pdb)), sikloheksana-1,3-dion (p.a, Aldrich), 4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida (p.a.,
Merck), kalium hidroksida (p.a., Merck), asam klorida, n-heksan (p.a., Merck), etil
asetat (p.a., Merck), aquades (Laboratorium Kimia Organik Universitas Sanata
Dharma), kloroform (p.a., Merck), etanol (p.a., Merck), dan silika gel GF254
(Merck).
D. Alat Penelitian
Perangkat lunak digunakan berupa PLANTS
(www.tcd.uni-konstanz.de/research/plants.php); MarvinSketch 5.11.5 (2012), ChemAxon
(www.chemaxon.com); YASARA View 12.8.21 (www.yasara.org); dan PyMol
(45)
perangkat keras berupa notebook ASUS A43SA-VX071D dengan prosesor Intel
Core i5-2430M (2.4 GHz), RAM 4GB, dan sistem operasi Linux Ubuntu 12.04. Alat-alat yang digunakan untuk yang digunakan untuk melakukan sintesis
senyawa 2-(4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion meliputi neraca analitik (Mextler PM 100), hot plate (Herdolph MR 2002), desikator, alat
pengukur titik lebur/melting point tester (MP70, Mettler Tolledo), alat-alat gelas,
termometer, baskom, kertas saring, chamber kaca, pipa kapiler, lampu UV dengan
254 nm, spektrometer IR (IR Shimadzu Prestige-21), dan kromatografi
gas-spektrometer massa (Shimadzu QP 2010S).
E. Tata Cara Penelitian 1. Validasi dasar protokol PLANTS
Preparasi ligan 0WA dilakukan dengan menggunakan MarvinSketch
pada pH 7,4. Hasil tersebut kemudian disimpan sebagai ligand_2D.mrv. Dari file
ligand_2D.mrv, kemudian dilakukan pencarian berbagai konformasi
representatif dari ligan tersebut menggunakan modul “Conformers search”
(Calculation > Conformation > Conformers | Klik “Ok”). Hasil tersebut kemudian disimpan sebagai ligand dengan tipe file .mol2.
Preparasi protein NF-κB (4G3G.pdb) dilakukan dengan menggunakan YASARA. Pada file pdb yang diperoleh, hanya rantai A yang digunakan
(molekul air dihilangkan). Dari tahap tersebut, kemudian atom hidrogen
ditambahkan ke dalam sistem (Edit > Add > hydrogento: all). Ligan asli yang
(46)
yang menyediakan ruang (pocket) untuk proses docking. Hasil tersebut
kemudian disimpan sebagai protein dengan tipe file .mol2.
Hasil preparasi ligan dan protein kemudian di-docking menggunakan
PLANTS dengan konfigurasi (plantsconfig) yang telah dimodikasi sebelumnya
(defaultplantsconfig yang diperoleh dari website PLANTS,
http://www.tcd.uni-konstanz.de/plants_download/download/simple_dock.zip). Dalam plantsconfig
tersebut, parameter binding site definition diubah menjadi 0,1 Å dari koordinat
awal dimana 0WA berinteraksi dengan protein NF-κB. Pose hasil docking yang memberikan skor tertinggi kemudian diperkirakan sebagai perkiraan posisi asli
ligan pada struktur protein NF-κB. Dari pose tersebut, kemudian dilakukan perhitungan RMSD menggunakan YASARA.
2. Docking senyawa uji terhadap protein NF-κB
Protokol yang valid tersebut digunakan untuk melakukan docking
kurkumin dan turunannya yang terdiri dari demetoksi kurkumin dan
bisdemetoksi kurkumin, serta senyawa yang akan disintesis terhadap protein
NF-κB. Dari hasil docking tersebut, diperoleh skor PLANTSPLP yang kemudian
dibandingkan satu sama lainnya untuk mengetahui aktivitas dari masing-masing
senyawa uji secara insilico.
3. Sintesis 2-(4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion
Kristal 4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida ditimbang sebanyak 0,608 g
(4 mmol) dan sikloheksana-1,3-dion sebanyak 0,448 g (4 mmol) dengan alas
(47)
Masing-masing starting material dicampur homogen menggunakan
mortir dan stamper, kemudian ke dalam campuran tersebut ditambahkan dengan
pellet KOH sebanyak 0,224 g. Campuran tersebut kemudian digerus kurang
lebih selama 10 menit. Asam klorida (HCl) 2N sebanyak 10 mL ditambahkan ke
dalam campuran tersebut.
Padatan yang terbentuk disaring menggunakan corong Buchner dibantu
dengan pompa vakum. Sisa-sisa yang tertinggal pada dinding mortir dikerok
hingga bersih. Mortir dan stamper kemudian dibilas lagi menggunakan aquades
dan sisa bilasan tersebut disaring. Padatan tersebut dicuci dengan aquades untuk
menghilangkan sisa asam dari HCl yang ditambahkan. Serbuk yang diperoleh
dikeringkan dalam desikator selama 2 hari. Setelah kering, serbuk ditimbang dan
dihitung rendemennya.
4. Analisis senyawa hasil sintesis a. Uji organoleptis
Senyawa hasil sintesis diamati sifat fisiknya yang meliputi bentuk,
warna, dan bau, dibandingkan dengan starting material yang digunakan.
b. Uji kelarutan dari senyawa hasil sintesis
Senyawa hasil sintesis sebanyak 10 mg dimasukkan ke dalam tabung
reaksi, kemudian ditambahkan dengan aquades tetes demi tetes, amati
kelarutannya. Prosedur ini dilakukan juga pada pelarut etanol 96%,
kloroform, n-heksan, etil asetat, larutan natrium hidroksida 3N, dan larutan
asam klorida 3N. Untuk selanjutnya kemudian dilakukan uji yang sama pada
(48)
c. Uji titik lebur
Sejumlah kecil senyawa hasil sintesis diisikan ke dalam
electrothermal capillary tubes, kemudian dimasukkan dalam alat pengukur
titik lebur, amati peleburan kristalnya dan catat suhu waktu pertama kali
melebur hingga kristal melebur semua. Hasil pengukuran kemudian
dibandingkan dengan hasil pengukuran titik lebur pada starting material yang
digunakan.
d. Uji kromatografi lapis tipis (KLT)
Senyawa hasil sintesis dan starting material dilarutkan dalam etanol.
Masing-masing senyawa tersebut kemudian ditotolkan sebanyak 10 µL
menggunakan mikropipet pada lempeng silika gel GF254. Lempeng silika gel
GF254 yang akan digunakan, sebelumnya telah diaktifkan pada suhu 100oC
selama 30 menit. Setelah totolan kering, dilakukan proses elusi dengan fase
gerak n-heksan : etil asetat (3:2) dan dikembangkan dengan jarak rambat 10
cm dari titik awal penotolan. Pengamatan bercak dilakukan di bawah sinar
UV 254 nm. Setelah diketahui adanya bercak, maka dilakukan perhitungan
Rf untuk masing-masing bercak.
e. Elusidasi struktur senyawa hasil sintesis
Elusidasi struktur dari senyawa hasil sintesis dilakukan dengan
menggunakan spektrofotometer inframerah (IR) dan spektrometer massa
(49)
1) Spektroskopi inframerah.
Senyawa hasil sintesis sebanyak ± 0,5-1 mg dicampur dengan ±
10 mg KBr hingga homogen. Campuran tersebut kemudian dikempa dan
dibuat menjadi tablet. Cahaya inframerah keluar dari sumber sinar,
kemudian dilewatkan pada cuplikan. Cahaya yang dilewatkan tersebut
nantinya akan dipecah menjadi frekuensi-frekuensi individunya oleh
monokromator. Intensitas relatif dari frekuensi individu tersebut akan
terukur pada detektor hingga diperoleh spektra inframerah untuk senyawa
bersangkutan.
2) Kromatografi gas-spektroskopi massa (GC-MS)
Sampel yang akan diuji dilarutkan dengan pelarut dimetil
sulfoksida (DMSO), kemudian dilakukan pemeriksaan dengan metode
GC-MS dengan kondisi alat jenis pengionan EI (Electron Impact) 70 eV,
suhu injektor 300oC, jenis kolom Rtx-5MS dengan panjang 30 meter, suhu
kolom diprogram 100-300oC, gas helium sebagai gas pembawa, tekanan
22 kPa, kecepatan alir fase gerak 0,5 mL/menit dan detektor ionisasi nyala.
Cuplikan senyawa hasil sintesis dalam pelarut DMSO diinjeksikan ke
dalam injektor pada alat kromatografi gas. Aliran gas pembawa akan
membawa cuplikan yang telah diuapkan masuk ke dalam kolom yang
dilapisi dengan fase diam berupa dimethylpolycyloxane (wujud cair). Uap
cuplikan yang telah keluar dari kolom kapiler kemudian akan masuk ke
dalam kamar pengion pada spektrometer massa untuk ditembak dengan
(50)
kemudian melewati lempeng pemercepat ion dan didorong dalam medan
magnet dan menimbulkan arus pada kolektor yang sebanding dengan
kelimpahan relatif dari setiap fragmennya. Hasilnya diperoleh akan keluar
dalam bentuk spektra massa dari senyawa bersangkutan.
F. Analisis Hasil 1. Perhitungan nilai RMSD
Perhitungan nilai RMSD diperoleh dengan menggunakan aplikasi
YASARA. Protokol dikatakan valid apabila pose hasil docking dibandingkan
dengan pose asli dari struktur kristal memberikan nilai RMSD kurang dari dari
2 Å (1 Å = 10-10 m) (Istyastono, 2010).
2. Perhitungan rendemen
Perhitungan rendemen senyawa hasil sintesis dilakukan pada kristal
yang telah murni dan telah dikeringkan.
rendemen =berat senyawa hasil sintesis secara teoritis x berat senyawa hasil sintesis %
3. Analisis pendahuluan
Analisis pendahuluan senyawa hasil sintesis didasarkan pada data
organoleptis dan data kelarutan hasil pengujian.
4. Pemeriksaan kemurnian dari senyawa hasil sintesis
Untuk pemeriksaan kemurnian senyawa hasil sintesis, data yang
(51)
5. Elusidasi struktur
Elusidasi struktur dari senyawa hasil sintesis didasarkan pada data
(52)
32 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Desain Senyawa Inhibitor NF-κB
Tahapan yang pertama kali dilakukan adalah melakukan validasi dasar
terhadap protokol yang akan digunakan untuk melakukan simulasi penambatan
molekul. Struktur kristal protein NF-κB diunduh dari RSCB melalui situs http://www.rcsb.org/pdb/explore.do?structureId=4G3G dalam format PDB dan
disimpan dalam format yang sama untuk input dalam tahap molecular docking.
Data PDB menyebutkan bahwa struktur tiga dimensi dari protein NF-κB ditentukan dengan menggunakan metode X-ray crystallography dan dipublikasikan pada tahun
2012. Struktur kristal ini kemudian direferensikan sebagai protein reseptor untuk
mendesain obat baru.
Gambar 3. Struktur tiga dimensi protein NF-κB (de Leon-Boenig et al., 2012). File PDB tersebut kemudian dipreparasi menggunakan aplikasi YASARA
(53)
kemudian akan digunakan dalam proses docking validasi protokol menggunakan
parameter RMSD. Selain dibutuhkan protein dan ligan dalam melakukan docking,
PLANTS juga membutuhkan configuration file (plantsconfig) untuk dapat
dijalankan. Plantsconfig merupakan sekumpulan konfigurasi yang terdiri dari
pengaturan scoringfunctionandsearchsettings, input dan outputfile, writesingle
mol2 files, serta cluster algorithm yang digunakan untuk mengatur aplikasi
PLANTS dalam melakukan docking.
OH
H N
S N
N F
Gambar 4. Struktur 4-fluoro-2-
{[4-(piridin-4-il)-1,3-thiazol-2-il]amino}fenol (0WA)
Gambar 5. Konfigurasi plantsconfig yang digunakan dalam proses docking
Dalam plantsconfig yang digunakan untuk melakukan docking, scoring
function di-setting dengan string berupa plp. Scoring function merupakan
pendekatan secara matematika yang digunakan memprediksi kekuatan interaksi
non-kovalen (juga disebut sebagai afinitas pengikatan) antara dua molekul pada
proses docking. String yang digunakan pada scoring function adalah PLP
(Piecewise Linear Potential). PLP merupakan scoring function yang menilai
interaksi yang ada berdasarkan gaya tarik dan tolak-menolak antara protein dan
(54)
dimana pada pengaturannya akan menghasilkan simulasi docking yang mempunyai
reliabilitas yang tinggi, namun mempunyai kecepatan pemrosesan yang paling
rendah (bila dibandingkan dengan speed4) (Korb dan Exner, 2012). Pada baris
selanjutnya, terdapat parameter inputfile. Parameter ini mengatur file yang akan
di-docking dengan PLANTS, dimana secara eksklusif PLANTS hanya dapat
menjalankan docking dengan file ligan dan protein yang mempunyai eksistensi
berupa .mol2 (Korb dan Exner, 2012). Pada parameter ini, keduanya di-setting
sesuai dengan file protein dan ligan yang akan di-docking. Untuk parameter output,
parameter ini mengatur nama direktori yang akan dibuat oleh PLANTS untuk hasil
docking yang telah dilakukan (Korb dan Exner, 2012). Dalam pengerjaannya,
parameter ini diisi dengan string berupa results. Pada parameter write single mol2
files, diisi dengan string 0 yang berarti file protein dan ligan hasil docking akan
disimpan terpisah sehingga nantinya dapat digunakan dalam perhitungan RMSD
(Korb dan Exner, 2012). Pada parameter cluster algorithm yang terdiri dari cluster
structure, cluster rmsd, bindingsite center, dan bindingsite radius. Pada cluster
structure, string diisi dengan dengan angka sepuluh yang merupakan default.
Cluster structure merupakan parameter yang menyatakan jumlah struktur yang
akan dihasilkan pada proses docking dengan parameter algoritma yang telah
ditetapkan (Korb dan Exner, 2012). Untuk cluster rmsd, parameter tersebut diisikan
dengan angka dua sebagai default. Cluster rmsd adalah parameter yang menyatakan
ambang batas dari nilai RMSD yang diijinkan dalam proses docking (Korb dan
(55)
menyatakan pusat koordinat dan radius dari situs pengikatan (Korb dan Exner,
2012).
Setelah itu, proses docking dilakukan dengan menggunakan plantsconfig
yang telah ditetapkan. Hasil docking menunjukkan bahwa dari input konformasi
yang di-submit untuk dilakukan simulasi perhitungan, konformasi ke-9
memberikan hasil terbaik dengan skor terendah (tabel II). Hasil tersebut kemudian
digunakan untuk menghitung RMSD pose ligan hasil docking yang dibandingkan
dengan referensi hasil eksperimen/struktur kristal. Dari perhitungan yang telah
dilakukan, diketahui bahwa RMSD antara senyawa hasil docking dan referensinya
sebesar 0,1656 Å. Nilai RMSD yang kurang dari 2 Å (1 Å = 10-10 m) memberikan
jaminan bahwa protokol dapat digunakan untuk memproduksi pose hasil kristal
struktur dari ligan yang berinteraksi dengan protein NF-κB (Istyastono, 2010). Hasil tersebut menunjukkan bahwa protokol tersebut dapat digunakan untuk penapisan
secara virtual dalam upaya penemuan senyawa baru inhibitor NF-κB.
Tabel II. Skor dari pose terbaik untuk setiap konformasi senyawa hasil docking
Konformasi Skor PLANTSPLP
1 -84.1304 2 -83.7724 3 -84.3417 4 -80.4493 5 -84.5923 6 -85.0590
7 -78.8340
8 -83.9249
(56)
Gambar 6. Tumpang-tindih pose senyawa referensi yang diperoleh dari struktur kristal protein NF-κB (atom karbon berwarna biru) dan pose senyawa hasil
docking (atom karbon berwarna ungu).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Weber et al. (2006), diketahui
bahwa kurkumin yang merupakan senyawaan enon dapat menghambat ekspresi dari
protein NF-κB. Dari informasi tersebut, kemudian dilakukan docking terhadap kurkumin dan turunannya yang terdiri dari demetoksi kurkumin dan bisdemetoksi
kurkumin dengan menggunakan protokol yang telah divalidasi sebelumnya. Dari
hasil visualisasi menggunakan PyMol (gambar 7), terlihat bahwa struktur kurkumin
mengalami penekukan saat di-docking ke dalam protein NF-κB. Hal tersebut tentunya dapat dijadikan sebagai dasar dalam melakukan desain senyawa baru
analog kurkumin dengan ukuran molekul yang lebih kecil dibandingkan kurkumin.
Desain dilakukan dengan tetap mempertahankan sisi aromatis, gugus enon,
substituen bagian aromatis dan menghilangkan bagian metilen aktif dari kurkumin.
Bangun dasar senyawa yang akan digunakan merupakan suatu struktur enon yang
terdiri dari dua gugusan karbonil, yakni 2-benzilidensikloheksana-1,3-dion
(Istyastono, Yuniarti, dan Jumina, 2009). Berdasarkan hal tersebut, dapat didesain
suatu senyawa baru analog kurkumin, yakni 2-(4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion.
(57)
Gambar 7. Visualisasi interaksi kurkumin dengan protein NF-κB menggunakan PyMol
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa senyawa 2-(4’-hidroksi-3’ -metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion mempunyai skor PLANTPLP sebesar
-60,8375 (tabel III) dan berinteraksi dengan residu sistein (Cys 535) sebagai tempat
ikatan antara senyawa target dengan reseptor pada protein NF-κB (gambar 8). Skor PLANTSPLP senyawa 2-(4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion
lebih besar dibandingkan dengan skor PLANTSPLP kurkumin yang telah diketahui
mempunyai aktivitas sebagai inhibitor protein NF-κB (Weber et al., 2006). Oleh karena itu, senyawa 2-(4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion secara in silico diharapkan mempunyai aktivitas sebagai inhibitor protein NF-κB
(58)
Tabel III. Skor PLANTSPLP hasil perhitungan dengan PLANTS
Struktur Senyawa Skor PLANTSPLP
O
O HO
H3CO
2-(4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion
- 60.8375
H3CO
HO
O O
OCH3
OH Kurkumin
- 21.4551
H3CO
HO
O O
OH Demetoksi kurkumin
- 35.4851
HO
O O
OH Bisdemetoksi kurkumin
- 46.7238
Gambar 8. Visualisasi interaksi senyawa 2-(4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion dengan protein NF-κB menggunakan PyMol
(59)
B. Sintesis 2-(4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion
Sintesis senyawa 2-(4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion dilakukan dengan mereaksikan starting material berupa sikloheksana-1,3-dion
dan 4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida dengan katalis kalium hidroksida (KOH)
menggunakan metode solid phase reaction. Sikloheksana-1,3-dion yang
merupakan starting material adalah senyawa yang mempunyai dua gugus keton
dengan enam hidrogen alfa, sedangkan 4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida adalah
suatu aldehida yang tidak mempunyai hidrogen alfa. Kedua starting material
tersebut dimungkinkan bereaksi melalui reaksi kondensasi aldol silang yang dapat
menghasilkan senyawa 2-(4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion. Reaksi tersebut dapat terjadi karena adanya suatu senyawa karbonil yang
mempunyai hidrogen alfa, yakni sikloheksana-1,3-dion dan suatu senyawa karbonil
lainnya yang tidak mempunyai hidrogen alfa, yakni
4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida dengan bantuan katalis basa (KOH).
Gambar 9. Struktur sikloheksana-1,3-dion yang mempunyai dua gugus karbonil dan enam hidrogen alfa
Gambar 10. Struktur 4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida yang mempunyai
gugus karbonil tanpa hidrogen alfa
Sikloheksana-1,3-dion mempunyai enam buah hidrogen alfa dengan diapit
oleh dua atom karbonil yang menyebabkan molekul tersebut bersifat asam. Hal
(60)
sikloheksana-1,3-dion akan melepaskan atom hidrogennya sehingga terbentuk
karbon yang bermuatan negatif atau yang dikenal sebagai karbanion. Dalam
penelitian ini, digunakan katalis berupa kalium hidroksida (KOH) yang merupakan
basa kuat. Penggunaan kalium hidroksida (KOH) dalam penelitian ini dimaksudkan
agar hidrogen alfa yang bersifat asam pada molekul sikloheksana-1,3-dion dapat
terlepas dengan mudah, sehingga dapat terbentuk ion karbanion. Terbentuknya
sikloheksana-1,3-dion yang bermuatan negatif, maka senyawa tersebut bertindak
sebagai nukleofil dalam reaksi sintesis ini.
Pada penelitian ini, reaksi diawali dengan proses pembentukan ion enolat
dari dion. Proses pembentukan ion enolat dari
sikloheksana-1,3-dion diawali dengan menambahkan katalis KOH yang akan mengalami ionisasi
menjadi ion kalium (K+) dan hidroksil (-OH). Ion hidroksil yang terbentuk akan
mengambil hidrogen alfa pada sikloheksana-1,3-dion sehingga terbentuk ion
enolat. Ion enolat yang terbentuk kemudian akan mengalami proses stabilisasi
dengan mekanisme resonansi.
Gambar 11. Reaksi pembentukan dan stabilisasi ion enolat yang terbentuk
Senyawa 4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida merupakan senyawa yang
bermuatan parsial positif pada atom C karbonilnya sehingga berperan sebagai
(61)
4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida adalah efek yang ditimbulkan akibat pengaruh induksi dan
resonansi dari atom oksigen yang bersifat elektronegatif. Adanya atom oksigen
yang bersifat elektronegatif menyebabkan elektron pada atom karbon akan lebih
tertarik pada atom oksigen sehingga atom C akan bermuatan parsial positif.
Terbentuknya senyawa yang mempunyai muatan parsial positif memungkinkan ion
enolat yang berasal dari sikloheksana-1,3-dion dapat menyerang atom C karbonil
dari senyawa 4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida.
Sintesis 2-(4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion dengan metode solidphasereaction dilakukan dengan menggerus starting material
yang digunakan di dalam mortir. Tujuan dari penggerusan tersebut adalah untuk
meratakan persebaran dan memperkecil ukuran partikel dari starting material yang
digunakan dalam campuran tersebut. Adanya penggerusan tersebut menyebabkan
ukuran partikel starting material akan semakin kecil dan luas bidang kontak
antarpartikel akan semakin besar sehingga kontak antara
4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida dan sikloheksana-1,3-dion semakin meningkat dan reaksi
berlangsung secara efisien. Setelah campuran homogen, kemudian ditambahkan
katalis berupa pellet kalium hidroksida ke dalam campuran tersebut. Pada proses
penggerusannya, akan terjadi perubahan warna dari campuran yang digerus, dimana
perlahan-lahan campuran tersebut yang semula berwarna putih akan berubah warna
menjadi kekuningan. Perubahan warna merupakan pertanda terjadinya reaksi,
dimana terdapat perpanjangan kromofor yang menyebabkan timbulnya warna
kuning pada campuran yang digerus. Adanya energi yang diberikan melalui proses
(62)
2-(4-hidroksi-3-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion C O O sikloheksana-1,3-dion H H
Pembentukan ion enolat:
-OH
-H2O
C O O H C O O H
resonansi ion enolat
Pembentukan ion alkoksida:
C O
O HO
H3CO C
O H 4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida CH O O H3CO
HO
O
(ion alkoksida)
Pembentukan 2-(4-hidroks i-3-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion melalui dehidrasi aldol:
CH O
O H3CO
HO
O
CH O
O H3CO
HO
OH
CH O
O H3CO
HO OH H H O H
--OH
CH O
O H3CO
HO
OH -OH
-H2O
CH O
O H3CO
HO
OH
--OH
O
O H3CO
HO
KOH K + OH
Gambar 12. Mekanisme reaksi pembentukan 2-(4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion
HO H3CO
O
O
= auksokrom
= kromof or
Gambar 13. Kromofor dan auksokrom dari senyawa 2-(4’-hidroksi-3’ -metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion
(63)
Proses penggerusan yang berlangsung kurang lebih selama 10 menit akan
menghasilkan padatan yang berwarna kuning jingga. Untuk memperoleh senyawa
hasil sintesis dalam bentuk serbuknya, maka akan dilakukan proses kristalisasi pada
padatan yang terbentuk dengan menambahkan HCl 2N sebanyak 10 mL. Proses
kristalisasi dilakukan dengan cara mengasamkan padatan yang terbentuk karena
senyawa hasil sintesis berada dalam bentuk garam akibat keberadaan ion hidroksil
(dari KOH) yang akan mengambil atom H dari gugus fenolik senyawa hasil sintesis
(gambar 14). Dalam suasana asam, akan terjadi pendesakan oleh ion H+ dari asam
yang ditambahkan terhadap garam yang terbentuk (dalam hal ini adalah
kalium-4-((2,6-dioksosikloheksilidena)metil)-2-metoksifenolat), sehingga struktur senyawa
hasil sintesis akan kembali ke dalam bentuk molekulnya. Adanya penambahan
asam tersebut menyebabkan garam senyawa target yang sebelumnya larut dalam
air akan dapat dipisahkan dengan starting material-nya. Endapan yang berupa
serbuk kemudian disaring dengan kertas saring menggunakan bantuan pompa
vakum. Endapan yang tertinggal pada kertas saring kemudian dicuci dengan
aquades untuk menghilangkan sisa asam dari HCl yang ditambahkan ke dalamnya
dari startingmaterial. Setelah dicuci hingga diperoleh serbuk yang sifatnya netral,
serbuk tersebut kemudian dikeringkan dalam desikator selama dua hari.
Pengeringan selama dua hari dimaksudkan agar pengeringan berlangsung dengan
(64)
H3CO
HO
O
O
+ KOH
H3CO
O
O
O
kalium-4-((2,6-dioksosikloheksilidena)metil)-2-metoksif enolat) K+
H3CO
O
O
O
+ HCl
H3CO
HO
O
O
2-(4'-hidroksi-3'-metoksibenzilidena) sikloheksana,1-3-dion K+
+ H2O
+ KCl
Gambar 14. Pembentukan garam dari senyawa hasil sintesis akibat keberadaan kalium hidroksida (KOH) dan penambahan HCl yang mengembalikan bentuk
garam senyawa target menjadi bentuk molekulnya
Berdasarkan perhitungan stoikiometri yang dilakukan terhadap rendemen
hasil sintesis (crude product), diketahui bahwa jumlah senyawa yang dihasilkan
dari tiga kali replikasi masing-masing sebanyak 0,378 g; 0,374 g; dan 0,378 g
dengan rendemen crude product masing-masing sebesar 38,157%; 38,075%; dan
37,661%. Hasil perhitungan yang ada menunjukkan bahwa rendemen hasil sintesis
yang diperoleh relatif kecil, dimana rendemen hasil masih kurang dari 50%.
Rendemen hasil sintesis yang diperoleh relatif kecil disebabkan starting material
yang ditambahkan belum habis bereaksi karena sifatnya yang kurang reaktif dan
saat proses pencucian untuk menghilangkan vanilin, terdapat serbuk senyawa hasil
sintesis yang tercuci pada saat proses pencucian. Bila ditinjau dari struktur
4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida yang merupakan starting material, atom C
karbonil yang berperan sebagai elektrofil dapat mengalami stabilisasi resonansi
menyebabkan atom C karbonil menjadi kurang positif untuk diserang oleh ion
enolat yang terbentuk. Berdasarkan serbuk senyawa yang diperoleh dari tahapan
(65)
serbuk yang didapat merupakan senyawa 2-(4’-hidroksi-3’-metoksibenzilidena) sikloheksana-1,3-dion atau bukan.
HO H3CO H O HO H3CO H O elektrofil 4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida O H3CO H O
peristiwa stabilisasi resonansi
H
Gambar 15. Proses stabilisasi resonansi dari elektrofil yang terbentuk pada senyawa 4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida
C. Analisis Pendahuluan 1. Pemeriksaan organoleptis
Pemeriksaan organoleptis dilakukan dengan memeriksa penampakan
fisik dari serbuk senyawa hasil sintesis yang dihasilkan. Pemeriksaan ini
dilakukan untuk mengetahui sifat fisik dari senyawa hasil sintesis. Pemeriksaan
yang dilakukan meliputi bentuk, warna, dan bau. Selain dilakukan pemeriksaan
penampakan fisik dari serbuk senyawa hasil sintesis, pemeriksaan ini juga
ditujukan untuk membandingkan sifat-sifat fisik dari senyawa hasil sintesis
dengan starting material yang digunakan.
Tabel IV. Perbandingan sifat fisik senyawa hasil sintesis dan starting material
Pengamatan Sikloheksana-1,3-dion 4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida Senyawa hasil sintesis Bentuk
Warna Putih kekuningan Putih Kuning
(66)
Pemeriksaan organoleptis yang dilakukan pada senyawa hasil sintesis
menunjukkan profil yang berbeda dengan starting material yang digunakan.
Perbedaan yang tampak nyata antara starting material dan senyawa hasil sintesis
adalah bentuk dan warna. Sedangkan dari segi bau, baik starting material yang
digunakan dan senyawa hasil sintesis, keduanya mempunyai karakteristik bau
khas dan berbeda satu sama lainnya. Hasil pemeriksaan organoleptis
membuktikan bahwa senyawa hasil sintesis merupakan senyawa baru yang
mempunyai perbedaan signifikan dengan starting material dari segi bentuk,
warna dan bau.
2. Pemeriksaan kelarutan
Pemeriksaan kelarutan senyawa hasil sintesis dilakukan untuk
mengetahui profil kelarutan dari senyawa hasil sintesis pada beberapa pelarut
yang mempunyai kepolaran yang berbeda-beda. Dalam pengujiannya, pelarut
yang digunakan antara lain: etanol, DMSO, n-heksan, aseton, etil asetat,
kloroform, air dingin, air panas (80oC), NaOH 3N, HCl 3N. Selain digunakan
untuk mengetahui profil kelarutan dari serbuk senyawa hasil sintesis,
pemeriksaan ini juga dimaksudkan untuk membandingkan kelarutan antara
senyawa hasil sintesis dan starting material yang digunakan. Pemeriksaan
kelarutan tersebut akan menghasilkan data kelarutan dari senyawa hasil sintesis
yang dapat digunakan sebagai panduan untuk memilih pelarut yang sesuai dalam
(67)
Tabel V. Perbandingan kelarutan senyawa hasil sintesis dan starting material
Pelarut Sikloheksana-1,3-dion
4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida
Senyawa hasil sintesis
DMSO mudah larut mudah larut mudah larut Air dingin mudah larut sukar larut sangat sukar larut Air panas (80oC) mudah larut agak sukar larut sangat sukar larut NaOH 3N mudah larut mudah larut Larut
HCl 3N larut agak sukar larut sangat sukar larut Etanol 96% mudah larut mudah larut agak sukar larut Etil asetat mudah larut mudah larut agak sukar larut Aseton mudah larut mudah larut agak sukar larut Kloroform larut agak sukar larut sangat sukar larut n-heksan praktis tidak larut praktis tidak larut praktis tidak larut
Hasil pemeriksaan kelarutan seperti pada tabel V menunjukkan bahwa
senyawa hasil sintesis larut dalam pelarut DMSO dan NaOH 3N. Selain itu,
terlihat bahwa senyawa hasil sintesis dan starting material mempunyai profil
kelarutan yang berbeda. Hal tersebut memperkuat bukti bahwa senyawa hasil
sintesis merupakan senyawa yang berbeda dengan starting material yang
digunakan. Dari hasil pemeriksaan kelarutan tersebut, digunakan pelarut DMSO
untuk digunakan dalam pengujian GC-MS. Pemilihan tersebut didasarkan atas
profil kelarutan senyawa hasil sintesis yang menunjukkan bahwa senyawa hasil
sintesis dapat larut sempurna dalam pelarut DMSO.
3. Pemeriksaan titik lebur
Pemeriksaan titik lebur dilakukan untuk mengetahui kemurnian dari
senyawa hasil sintesis yang dihasilkan. Selain itu, hasil pemeriksaan ini juga
akan dibandingkan dengan titik lebur dari starting material yang digunakan
untuk memastikan bahwa senyawa hasil sintesis merupakan senyawa yang
(1)
(2)
Lampiran 14. Spektra Inframerah 4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida (pellet
(3)
(4)
(5)
(6)
86
BIOGRAFI PENULIS
Kenny Ryan Limanto yang akrab disapa Kenny merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Mashudi dan Djap Siat Fun. Lahir di Pontianak pada tanggal 18 Juli 1991. Penulis menyelesaikan pendidikannya di TK Immanuel Pontianak pada tahun 1997, SD Suster Pontianak pada tahun 2003, SMP Suster Pontianak pada tahun 2006, dan SMA Gembala Baik Pontianak pada tahun 2009. Pendidikan Strata 1 ditempuhnya di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma pada tahun 2009-2013. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kegiatan internal fakultas maupun eksternal sebagai wakil fakultas dalam mengikuti beberapa kompetisi. Penulis pernah menjuarai Olimpiade Kimia Wilayah Kopertis V Yogyakarta sebagai juara II pada tahun 2010 dan juara I pada tahun 2012. Penulis juga memiliki pengalaman sebagai asisten praktikum Kimia Dasar (2010-2012), Kimia Organik (2010-2012), Kromatografi (2012), Kimia Analisis (2012), Farmakognosi Fitokimia (2012), Toksikologi Dasar (2012). Selain itu, penulis terlibat aktif dalam kegiatan pengabdian masyarakat bersama dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma dan penelitian PKM dengan judul “Formulasi Nikotin dalam Sediaan Tablet Sublingual dengan Ekstrak Daun Tembakau sebagai
Penurun Tekanan Darah” yang lolos seleksi dan didanai oleh DIKTI pada tahun