Peran PBB Sebagai Organisasi Internasional dalam Menyelesaikan Sengketa Yurisdiksi Negara Anggotanya dalam Kasus State Immunity Antara Jerman v. Italia Terkait Kejahatan Perang NAZI

(1)

PERAN PBB SEBAGAI ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA YURISDIKSI NEGARA

ANGGOTANYA

DALAM KASUS STATE IMMUNITY ANTARA JERMAN v. ITALIA TERKAIT KEJAHATAN PERANG NAZI

Skripsi

Disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh :

MARUPA HASUDUNGAN NIM. 090200106

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PERAN PBB SEBAGAI ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA YURISDIKSI NEGARA

ANGGOTANYA

DALAM KASUS STATE IMMUNITY ANTARA JERMAN v. ITALIA TERKAIT KEJAHATAN PERANG NAZI

Skripsi

Disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh :

MARUPA HASUDUNGAN NIM. 090200106

Disetujui oleh:

Ketua Departemen Hukum Internasional

Arif, SH.,MH NIP.196403301993031002

Pembimbing I Pembimbing II

Arif, SH.MH Dr. Jelly Leviza, SH.M.Hum NIP. 196403301993031002 NIP. 197308012002121002


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang

berjudul “PERAN PBB SEBAGAI ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM

MENYELESAIKAN SENGKETA YURISDIKSI NEGARA ANGGOTANYA DALAM KASUS STATE IMMUNITY ANTARA JERMAN v. ITALIA

TERKAIT KEJAHATAN PERANG NAZI”.

Pemilihan judul diatas oleh penulis, didasari karena penulis melihat dan mengamati bahwa PBB sebagai organisasi internasional berperan dalam menjaga keamanan dan perdamaian internasional terutama terhadap sengketa-sengketa internasional agar tidak sampai kepada sebuah konflik. Dengan adanya peradilan utama PBB yaitu Mahkamah Internasional yang dalam sengketa ini menyelasaikan kasus state immunity diharapkan dapat menyelesaikannya sesuai dengan prinsip damai berdasarkan landasan dan ketentuan hukum internasional.

Penulis sadar bahwa dalam penulisan skripsi ini masih ada banyak kesalahan dan ketidaksempurnaan, baik yang disebabkan oleh keterbatasan kemampuan penulis maupun oleh perkembangan hukum internasional yang pesat dan dinamis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari pihak manapun sangat diharapkan agar dapat menjadi acuan bagi penulis dalam karya penulisan berikutnya.

Dengan penuh rasa hormat, penulis juga berterimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama proses penulisan skripsi dan dalam kehidupan penulis, yakni:


(4)

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH.M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum USU, beserta seluruh jajaran pimpinan Fakultas Hukum USU; 2. Bapak Arif, SH.MH., selaku Ketua Departemen Hukum Internasional

Fakultas Hukum USU dan Dosen Pembimbing I penulis;

3. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH.M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II penulis;

4. Dosen-dosen di Departemen Hukum Internasional: Prof. Dr. Suhaidi S.H.M.H, Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, S.H.M.Li, Bapak Sutiarnoto S.H.M.Hum, Bapak Deni Purba S.H.LLM, Ibu, atas segala ilmu dan dukungannya.

5. Seluruh civitas Fakultas Hukum USU: para dosen Fakultas Hukum USU, jajaran staf administrasi dan seluruh pegawai Fakultas Hukum USU lainnya, atas segala bantuan yang diberikan kepada penulis selama ini

6. Keluarga penulis atas segala dukungannya beserta segenap keluarga lainnya.

Medan, April 2013 Hormat Penulis

MARUPA HASUDUNGAN


(5)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar Isi iii

Abstraksi vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1

B. Perumusan Masalah 5

C. Tujuan Penulisan 6

D. Keaslian Penulisan 7

E. Tinjauan Kepustakaan 8

F. Metode Penelitian 12

G. Sistematika Pembahasan 16

BAB II KEDUDUKAN PBB SEBAGAI ORGANISASI INTERNASIONAL BERDASARKAN PIAGAM PBB A. Sejarah dan Tujuan PBB Sebagai Organisasi Internasional 18

1. Sejarah PBB Sebagai Organisasi Internasional 19

2. Tujuan PBB Sebagai Organisasi Internasional 21

B. PBB beserta Organ-Organnya 24

C. KompetensiMahkamah Internasional Sebagai Badan Peradilan Utama PBB 41


(6)

BAB III KEKUATAN MENGIKAT KEPUTUSAN MAHKAMAH INTERNASIONAL DALAM MEMUTUS SENGKETA INTERNASIONAL BERDASARKAN KERANGKA PBB

A. Klasifikasi Sengketa Internasional 52

B. Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai

Berdasarkan Prinsip Hukum Internasional 54

C. Penyelesaian Sengketa Internasional Berdasarkan Piagam PBB 67 D. Kekuatan Mengikat Keputusan Mahkamah Internasional 76

BAB IV PERAN PBB SEBAGAI ORGANISASI INTERNASIONAL MELALUI MAHKAMAH INTERNASIONAL DALAM MENYELESAIKAN KASUS STATE IMMUNITY

ANTARA JERMAN V. ITALIA TERKAIT KEJAHATAN PERANG NAZI

A. Sejarah Sengketa State Immunity Antara Jerman v. Italia 84 B. Landasan dan Instrumen Hukum Internasional Dalam

Penyelesaian Sengketa Yurisdiksi 91

1. Doctrine of State Immunity 91 2. Europen Convention on State Immunity 1972 93 C. Pemberlakuan Jus Cogens Terhadap Praktik State Immunity 96 D. Upaya dan Peran PBB Melalui Badan Peradilannya

Mahkamah Internasional Dalam Menyelesaikan Kasus


(7)

BAB V PENUTUP 106

A. Kesimpulan 106

B. Saran 107


(8)

PERAN PBB SEBAGAI ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA YURISDIKSI NEGARA ANGGOTANYA DALAM KASUS STATE IMMUNITY ANTARA

JERMAN v. ITALIA TERKAIT KEJAHATAN PERANG NAZI

*) Marupa Hasudungan **) Arif, S.H.M.H

***) Dr. Jelly Leviza, S.H.M.Hum.

ABSTRAKSI

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merupakan organisasi internasional yang paling besar selama ini dalam sejarah pertumbuhan kerjasama semua bangsa di dunia di dalam berbagai sektor kehidupan internasional. Dalam pergaulan masyarakat internasional sering sekali terjadi benturan kepentingan antar negara-negara sehingga tidak jarang menimbulkan sengketa bahkan konflik. Oleh karena itu dengan hadirnya PBB maka dapat berperan aktif di dalam menyelesaikan setiap sengketa-sengketa yang terjadi diantara negara-negara di dunia termasuk di dalam menyelesaikan sengketa yurisdiksi negara dalam kasus State Immunity antara Jerman v. Italia.

Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimanakah kompetensi Mahkamah Internasional sebagai badan peradilan utama PBB, bagaimanakah kekuatan mengikat keputusan Mahkamah Internasional dalam memutus sengketa internasional berdasarkan kerangka PBB, dan Bagaimanakah peran PBB melalui Mahkamah Internasional dalam menyelesaikan kasus state immunity antara Jerman v. Italia.

Metode penulisan yang dipakai dalam menyusun skripsi ini adalah penelitian kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan dari buku, jurnal, internet, instrumen hukum internasional dan hasil tulisan ilmiah lainnya yang erat kaitannya dengan maksud dan tujuan dari penyusunan karya ilmiah ini.

Kompetensi suatu mahkamah internasional pada prinsipnya didasarkan pada kesepakatan dari negara-negara yang mendirikannya dan ditunjukkan dengan kemandiriannya sebagai suatu organ atau badan pengadilan. Kekuatan mengikat keputusan Mahkamah Internasional dalam memutus sengketa internasional berdasarkan kerangka PBB hanya mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak-pihak yang bersengketa. Mahkamah Internasional tetap berusaha untuk menyelesaikan kasus tersebut antara Jerman v. Italia secara damai melalui sistem penyelesaian secara yudisial yang dimenangkan oleh pihak Jerman.


(9)

Kata Kunci: - PBB

- Mahkamah Internasional - State Immunity

*) Mahasiswa Fakultas Hukum USU **) Dosen Pembimbing I


(10)

PERAN PBB SEBAGAI ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA YURISDIKSI NEGARA ANGGOTANYA DALAM KASUS STATE IMMUNITY ANTARA

JERMAN v. ITALIA TERKAIT KEJAHATAN PERANG NAZI

*) Marupa Hasudungan **) Arif, S.H.M.H

***) Dr. Jelly Leviza, S.H.M.Hum.

ABSTRAKSI

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merupakan organisasi internasional yang paling besar selama ini dalam sejarah pertumbuhan kerjasama semua bangsa di dunia di dalam berbagai sektor kehidupan internasional. Dalam pergaulan masyarakat internasional sering sekali terjadi benturan kepentingan antar negara-negara sehingga tidak jarang menimbulkan sengketa bahkan konflik. Oleh karena itu dengan hadirnya PBB maka dapat berperan aktif di dalam menyelesaikan setiap sengketa-sengketa yang terjadi diantara negara-negara di dunia termasuk di dalam menyelesaikan sengketa yurisdiksi negara dalam kasus State Immunity antara Jerman v. Italia.

Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimanakah kompetensi Mahkamah Internasional sebagai badan peradilan utama PBB, bagaimanakah kekuatan mengikat keputusan Mahkamah Internasional dalam memutus sengketa internasional berdasarkan kerangka PBB, dan Bagaimanakah peran PBB melalui Mahkamah Internasional dalam menyelesaikan kasus state immunity antara Jerman v. Italia.

Metode penulisan yang dipakai dalam menyusun skripsi ini adalah penelitian kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan dari buku, jurnal, internet, instrumen hukum internasional dan hasil tulisan ilmiah lainnya yang erat kaitannya dengan maksud dan tujuan dari penyusunan karya ilmiah ini.

Kompetensi suatu mahkamah internasional pada prinsipnya didasarkan pada kesepakatan dari negara-negara yang mendirikannya dan ditunjukkan dengan kemandiriannya sebagai suatu organ atau badan pengadilan. Kekuatan mengikat keputusan Mahkamah Internasional dalam memutus sengketa internasional berdasarkan kerangka PBB hanya mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak-pihak yang bersengketa. Mahkamah Internasional tetap berusaha untuk menyelesaikan kasus tersebut antara Jerman v. Italia secara damai melalui sistem penyelesaian secara yudisial yang dimenangkan oleh pihak Jerman.


(11)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pada awalnya negaralah yang memiliki yurisdiksi secara mutlak dan ekslusifitas teritorialnya.1 Namun dalam perkembangannya, karena adanya keinginan bekerjasama dalam hal ini adalah kerjasama internasional untuk saling memenuhi kebutuhan antar negara yang satu dengan negara yang lain maka muncullah organisasai internasional. Perkembangan organisasi internasional ini merupakan sebuah jawaban atas kebutuhan nyata yang timbul dari pergaulan internasional.2 Perkembangan pesat dalam bentuk serta pola kerjasama melalui organisasi internasional, semakin menonjolkan peran organisasi internasional yang bukan hanya melibatkan negara beserta pemerintah saja.3

Organisasi internasional tumbuh karena adanya kebutuhan dan kepentingan masyarakat antar-bangsa sebagai wadah serta alat untuk melaksanakan kerjasama internasional.4 Organisasi internasional akan menghimpun negara-negara di dunia dalam suatu sistem kerjasama yang dilengkapi dengan organ-organ yang dapat mencegah atau menyelesaikan sengketa-sengketa yang terjadi diantara mereka.5

1

Ade Maman Suherman, Organisasi Internasional & Integritas Ekonomi Regional Dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi, (Jakarta: Ghalia Indonesia), 2003, hal. 23.

2

D.W.Bowett, Hukum Organisasi Internasional, (Jakarta:Sinar Grafika), 1992, hal.1.

3

T. May Rudi, Administrasi & Organisasi Internasional, (Bandung: Refika Aditama), 2005, hal. 3.

4

Ibid, hal. 4.

5

Boer Mauna, Hukum Internasional – Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, (Bandung: P.T. Alumni), 2008, hal. 458.


(12)

Negara-negara berdaulat menyadari perlunya pengembangan cara/metode kerjasama bersinambungan yang lebih baik mengenai penanggulangan berbagai masalah. Negara-negara berdaulat menyadari perlunya cara kerjasama yang lebih baik mengenai pennggulangan berbagai masalah dan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.

Setiap organisasi internasional tentunya dibentuk untuk melaksanakan peran-peran dan fungsi-fungsi sesuai dengan tujuan pendirian organisasi internasional tersebut oleh para anggotanya.6 Secara umum organisasi internasional dapat berperan sebagai wadah atau forum untuk menggalang kerjasama serta untuk mengurangi intensitas konflik sesama anggota, sebagai sarana untuk perundingan dan sebagai lembaga yang mandiri untuk melaksanakan kegiatan bersama.7

Gagasan untuk mendirikan suatu organisasi internasional yang bersifat universal dengan tujuan untuk memelihara perdamaian dan keamanan dunia yang telah lama menjadi pemikiran banyak negarawan.8 Mereka menginginkan diorganisirnya masyarakat internasional secara politik sebagai reaksi terhadap anarki yang disebabkan sengketa-sengketa bersenjata antar negara.9

Guna menindaklanjuti gagasan tersebut, untuk menciptakan suatu sistem keamanan dunia yang kolektif yang dapat melindungi masyarakat internasional dari bencana perang atau menghindari terjadinya perang

6

T. May Rudi, op. cit. hal 27.

7

Ibid.

8

Boer Mauna, loc. cit.

9


(13)

dunia. Pada tahun 1943 Deklarasi Moskow mengakui perlunya mendirikan suatu organisasi internasional publik yang didasarkan atas prinsip persamaan kedaulatan dari seluruh negara yang cinta damai, besar maupun kecil untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional. 10 Organisasi internasional yang dimaksud adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang didirikan karena kegagalan Liga Bangsa-Bangsa-Bangsa-Bangsa pada saat itu.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merupakan organisasi internasional yang paling besar selama ini dalam sejarah pertumbuhan kerjasama semua bangsa di dunia di dalam berbagai sektor kehidupan internasional. 11 Organisasi ini telah meletakkan kerangka konstitusionalnya melalui suatu instrumen pokok berupa Piagam dengan tekad semua anggotanya untuk menghindari terulangnya ancaman perang dunia yang pernah dua kali terjadi dan telah menimbulkan bencana seluruh umat manusia.12

Dalam pergaulan masyarakat internasional sering sekali terjadi benturan kepentingan antar negara-negara sehingga tidak jarang menimbulkan sengketa bahkan konflik. Oleh sebab itu sebagai salah satu fungsi daripada PBB adalah untuk menyelesaikan kasus-kasus internasional yang terjadi. Sebagaimana yang tercantum di dalam pembukaan Piagam PBB :

10

D.W.Bowett, op. cit. hal. 30.

11

Sumaryo Suryokusumo, Organisasi Internasional, ( Jakarta: UI-Press), 1987, hal. 1.

12


(14)

We the peoples of the united nations determined to save succeeding

generations from the scourage of war…”13

(PBB bertujuan hendak menyelamatkan generasi penerus dari ancaman terhadap perang).

Oleh sebab itu PBB berperan aktif di dalam menyelesaikan setiap sengketa-sengketa yang terjadi diantara negara-negara di dunia. Salah satu prinsip yang dipegang PBB di dalam menyelesaikan setiap sengketa yang ditangani seperti yang tecantum di dalam Pasal 2 ayat (3) Piagam PBB:14

“All members shall settle their international disputes by peaceful means in such manner that international peace and security, and justice, are not

endangered”

(Setiap anggota harus menyelesaikan sengketa internasional dengan cara damai yang tidak membahayakan keamanan dunia).

Sengketa State Immunity antara Jerman v. Italia sebenarnya sudah muncul pada tahun 2008. Kedua negara yang bersengketa tersebut merupakan anggota dari PBB yang mana bersepakat untuk membawa kasus tersebut diselesaikan dalam kerangka PBB melalui Mahkamah Internasional. Sengketa antara Jerman v. Italia ini merupakan masalah ganti rugi yang berkaitan dengan yurisdiksi sebuah negara yang timbul karena peristiwa kejahatan perang NAZI bukanlah mengenai tindakan

13

Pembukaan Charter of The United Nations 14


(15)

kejahatan internasional sehingga kasus ini diselesaikan melalui Mahkamah Internasional dalam kerangka PBB.

PBB sebagai forum organisasi internasional yang terbesar diharapkan mampu untuk menjembatani penyelesaian sengketa Negara anggotanya. Dengan fungsinya sebagai organisasi internasional yang melindungi perdamaian dan keamanan dunia seperti yang tertuang dalam Piagam PBB yang pada hakekatnya menekankan upaya secara damai dalam penyelesaian sengketa negara anggotanya.

Peran PBB sebagai forum organisasi internasional dalam penyelesaian sengketa yurisdiksi negara dalam kasus State Immunity antara Jerman v. Italia ditinjau dari landasan serta instrumen hukum internasional dalam menyelesaikan sengketa secara damai menjadi pokok utama penelitian ini.

Berdasarkan uraian di atas, maka penting untuk diteliti persoalan tentang peran PBB dalam menyelesaikan sengketa yurisdiksi antar Negara anggotanya khususnya dalam kasus state immunity antara Jerman v. Italia.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah kompetensi Mahkamah Internasional sebagai badan peradilan utama PBB?

2. Bagaimanakah kekuatan mengikat keputusan Mahkamah Internasional dalam memutus sengketa internasional berdasarkan kerangka PBB? 3. Bagaimanakah peran PBB melalui Mahkamah Internasional dalam


(16)

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penelitian ini antara lain adalah:

1. Untuk mengetahui kompetensi Mahkamah Internasional sebagai badan peradilan utama PBB.

2. Untuk mengetahui kekuatan mengikat keputusan Mahkamah Internasional dalam kerangka PBB untuk menyelesaikan sengketa internasional.

3. Untuk mengetahui peran PBB sebagai organisasi internasional melalui Mahkamah Internasional dalam menyelesaikan kasus state immunity antara Jerman v. Italia.

Selain tujuan daripada penelitian ini, perlu pula diketahui bersama bahwa manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan pustaka terkhusus di dalam bidang hukum internasional yang berkaitan dengan penyelesaian sengketa internasional. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan menjadi dasar guna penelitian lebih lanjut di dalam bidang hukum internasional dalam menyelesaikan sengketa internasional yang berkaitan dengan state immunity melalui Mahkamah Internasional. 2. Secara praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Negara anggota PBB dalam menyelesaikan sengketa yang berkaitan dengan masalah


(17)

state immunity. Bagi pemerintah Indonesia diharapkan dapat memberikan masukan tentang peran PBB dalam penyelesaian sengketa internasional dalam kasus state immunity. Selain itu, bagi masyarakat diharapkan penelitian ini dapat sebagai gambaran mengenai sejarah sengketa yurisdiksi antara Jerman v. Italia dalam kasus state immunity dan penyelesaian sengketa tersebut melalui Mahkamah Internasional dalam kerangka PBB.

D. Keaslian Penulisan

Penelitian ini merupakan karya tulis asli, sebagai refleksi dan pemahaman selama berada dibangku kuliah terutama saat berada di jurusan departemen hukum internasional. Penelitian ini berupaya untuk menuangkan ide dan gagasan dari sudut pandang hukum internasional terhadap peran PBB dalam penyelesaian sengketa State Immunity antara Jerman v. Italia.

Sepanjang penelusuran dalam lingkup Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara bahwa penulisan tentang “Peran PBB Sebagai Organisasi Internasional dalam Menyelesaikan Sengketa Yurisdiksi Negara Anggotanya dalam Kasus State Immunity Antara Jerman v. Italia Terkait

Kejahatan Perang NAZI” belum pernah ditulis sebelumnya. Namun demikian dalam beberapa literatur penulisan sebelumnya dalam lingkup Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Hukum Internasional dapat dijumpai persamaan dalam hal substansi dasar mengenai kajian perkembangan organisasi PBB serta peran PBB bagi


(18)

Negara-negara khususnya Negara anggota PBB dan dunia, akan tetapi belum dijumpai penelitian yang mengangkat topik mengenai sengketa State Immunity antara Jerman v. Italia dan aspek-aspek dasar dari peran PBB sebagai organisasi Internasional dalam menyelesaikan sengketa yurisdiksi negara secara damai melalui badan peradilan utama PBB yaitu Mahkamah Internasional.

E. Tinjauan Kepustakaan

Penulisan skripsi ini berkisar tentang PBB sebagai organisasi internasional dalam menyelesaikan sengketa internasional. Adapun tinjauan kepustakaan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Hukum Internasional

Pengertian Hukum Internasional didasarkan atas pikiran adanya suatu masyarakat internasional yang terdiri atas sejumlah negara yang berdaulat dan merdeka yang berdiri tidak dibawah kekuasaan yang lain. 15 Berdasarkan Statuta Mahkamah Internasional (International Court of Justice) ada lima sumber hukum internasional yaitu:16

a. international conventions, whether general or particular, establishing rules expressly recognized by the contesting states (Perjanjian Internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus, menyangkut aturan-aturan yang disepakati para pihak yang membuat);

b. international custom, as evidence of a general practice accepted as law (Hukum Kebiasaan Internasional, sebagai bukti dari suatu praktik umum yang diterima sebagai hukum);

15

Mochtar Kusumaatmadja & Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, (Bandung: Penerbit P.T. Alumni, 2003), hal. 9.

16


(19)

c. the general principles of law recognized by civilized nations (Prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab);

d. subject to the provisions of Article 59, judicial decisions and the teachings of the most highly qualified publicists of the various nations, as subsidiary means for the determination of rules of law (Ketentuan-ketentuan yang tunduk pada pasal 59, keputusan hukum dan ajaran ahli yang memenuhi syarat dari berbagai negara, sebagai cara tambahan untuk menentukan aturan hukum).

Menurut Boer Mauna hukum internasional diartikan sebagai himpunan dari peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang mengikat serta mengatur hubungan antara negara-negara dengan subjek-subjek hukum lainnya dalam kehidupan masyarakat internasional seperti organisasi internasional, kelompok supranasional bahkan terhadap individu.17 Negara adalah subjek hukum internasional selain individu-individu dan organisasi internasional. Sebagai subjek hukum internasional yang utama, Negara memiliki yurisdiksi.

Yurisdiksi adalah kekuasaan atau kompetensi hukum negara terhadap orang, benda, atau peristiwa (hukum). Yurisdiksi ini merupakan refelksi dari prinsip dasar kedaulatan negara, kesamaan derajat negara dan prinsip tidak campur tangan.18 Yurisdiksi juga merupakan suatu bentuk kedaulatan

17

Boer Mauna, Op. cit. hal.1 18

Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, ( Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 1996), hal. 143


(20)

yang vital dan sentral yang dapat mengubah, menciptakan, atau mengakhiri suatu hubungan atau kewajiban hukum.19

2. Organisasi Internasional

Menurut Starke, mengenai organisasi internasional berpendapat bahwa:

“In the first place, just as the function of the modern state and

the rights, duties and powers of its instrumentalities are governed by a branch of municipal law called state constitusional law, so international institution are similarly conditioned by a body of rules may will be described as

international constitutional law”.20

(Pada awalnya seperti fungsi suatu negara modern mempunyai hak dan kewajiban, dan kekuasaan yang dimiliki beserta alat perlengkapannya, semua itu diatur oleh hukum nasional yang dinamakan HTN sehingga dengan demikian organisasi internasional sama halnya dengan alat perlengkapan negara modern yang diatur oleh hukum konstitusi internasional).

Menurut Sumaryo Suryokusumo, Organisasi internasional adalah suatu proses; organisasi internasional juga menyangkut aspek-aspek perwakilan dari tingkat proses tersebut yang telah dicapai pada waktu tertentu. Organisasi internasional juga diperlukan dalam rangka kerja sama menyesuaikan dan mencari kompromi untuk menentukan kesejahteraan serta memecahkan persoalan bersama serta mengurangi pertikaian yang timbul.21

19

Ibid.

20

Ade Maman Suherman, Op. cit. hal. 46 21


(21)

3. Perserikatan Bangsa-Bangsa

Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah sebuah organ yang sangat penting dari pemerintah dunia dan yang terpenting dari semua lembaga internasional. Perserikatan Bangsa-Bangsa diintegrasikan badan-badan internasional yang dikenal sebagai

“badan-badan khusus” (specialized agencies), tetapi fungsi koordinasi atas badan-badan internasional ini sama sekali tidak mengurangi tanggung jawabnya. Secara sederhana Perserikatan Bangsa-Bangsa dapat dapat didefinisikan sebagai suatu organisasi negara-negara merdeka yang telah menerima kewajiban-kewajiban yang dimuat dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa yang ditandatangani di San Fransisco tanggal 26 Juni 1945.22

Mahkamah Internasional atau International Court of Justice merupakan organ hukum utama Perserikatan Bangsa-Bangsa.23 Mahkamah Internasional atau International Court of Justice merupakan bagian integral dari PBB.24 Berdasarkan Statuta Mahkamah Internasional menyatakan :25

“The International Court of Justice established by the Charter

of The United Nations as the principal judicial organ of The

22

J.G.Starke, Pengantar Hukum Internasional Edisi Kesepuluh 2, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 828

23

Boer Mauna, Op. cit. hal. 248 24

Ibid. hal 249 25


(22)

United Nations shall be constituted and shall function in

accordance with the provisions of the present statute”.

(Mahkamah Internasional didirikan ole PBB melaui piagam PBB sebagai organ peradilan utama Perserikatan Bangsa-Bangsa dibentuk dan berfungsi sesuai dengan ketentuan undang-undang ini).

F. Metode Penelitian

Untuk melengkapi penelitian ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian hukum dikenal dua jenis pendekatan dalam penelitian, yaitu pendekatan yuridis sosiologis dan pendeketan yuridis normatif. Pendekatan yuridis sosiologis merupakan pendekatan dengan mengambil data primer atau data yang diambil langsung dari lapangan, sedangkan pendeketan yuridis normatif merupakan pendekatan dengan data sekunder atau data yang berasal dari kepustakaan (dokumen). Penelitian ini menggunakan pendeketan yuridis normatif karena yang hendak diteliti dan dianalisis melalui penelitian ini adalah peran PBB melalui Mahkamah Internasional dalam menyelesaikan sengketa yurisdiksi dalam kasus state immunity antara Jerman v. Italia berdasarkan perangkat hukum internasional yang ada.


(23)

2. Data Penelitian

Sumber data penelitian ini berasal dari penelitian kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan dilakukan terhadap berbagai macam sumber bahan hukum yang dapat diklasifikasikan atas 3 (tiga) jenis, yaitu:26

a. Bahan Hukum Primer (Primary Resource atau Authoritative Records), yaitu:

Berbagai dokumen peraturan nasional yang tertulis, sifatnya mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam tulisan ini antara lain adalah berbagai peraturan internasional berupa perjanjian internasional seperti Charter of United Nations, International Court of Justice Statue European Convention on State Immunity 1972, State Immunity Act 197, Statue of The International Court of Justice dan The Peace Treaty 1947 dan yang lainnya.

b. Bahan Hukum Sekunder (Secondary Resource atau not Authoritative Records), yaitu:

Bahan-bahan hukum yang dapat memberikan kejelasan terhadap bahan hukum primer. Semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang peran PBB melalui peradilan utamanya Mahkamah Internasional dan yang berkaitan tentang peraturan hukum internasional

26

Soerjono Soekanto & Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif, Cet. Kedua, (Jakarta: Penerbit Rajawali, 1986), hal. 15.


(24)

mengenai kekebalan negara seperti literature, hasil-hasil penelitian, makalah-makalah dalam seminar, dan lain-lain. c. Bahan Hukum Tersier (Tertiary Resource), yaitu:

Bahan-bahan hukum yang dapat memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, mencakup kamus bahasa untuk pembenahan bahasa Indonesia serta untuk menerjemahkan beberapa literature asing.

3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penelitian skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan serta jurnal-jurnal hukum.

Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai berikut:

a. Melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan-bahan hukum lainnya yang relevan dengan objek penelitian.

b. Melakukan penelusuran kepustakaan melalui artikel-artikel media cetak maupun elektronik,


(25)

dokumen-dokumen dan peraturan perundang-undangan

c. Mengelompokkan data-data yang relevan dengan permasalahan.

d. Menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah yang menjadi objek penelitian.

4. Analisis Data

Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, termasuk pula bahan tersier yang telah disusun secara sistematis sebelumnya, akan dianalisis dengan menggunakan metode-metode sebagai berikut:27

a. Metode induktif, dimana proses berawal dari proposisi-proposisi khusus (sebagai hasil pengamatan) dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang berkebenaran empiris. Dalam hal ini, adapun data-data yang telah diperoleh akan dibaca, ditafsirkan, dibandingkan dan diteliti sedemikian rupa sebelum dituangkan dalam satu kesimpulan akhir.

b. Metode deduktif, yang bertolak dari suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui (diyakini) yang merupakan kebenaran ideal yang bersifat aksiomatik (self

27

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Suatu Pengantar, (Jakarta: Penerbit PT. RajaGrafindo Persada, 2003), hal. 10-11


(26)

evident) yang esensi kebenarannya tidak perlu diragukan lagi dan berakhir pada kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat lebih khusus.

c. Metode komparatif, yaitu dengan melakukan perbandingan (komparasi) antara satu sumber bahan hukum dengan bahan hukum lainnya.

G. Sistematika Pembahasan

Dalam melakukan pembahasan skripsi ini, penulis membagi dalam 5 (lima) bab yang saling berhubungan satu dengan lainnya. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab pertama terdiri dari pendahuluan yang meliputi latar belakang pemilihan judul, dimana peran organisasi internasional saat ini berpengaruh bagi kehidupan negara anggotanya. Sebagai wadah organisasi internasional yang terbesar PBB memiliki peran dalam menyelesaikan sengketa yurisdiksi negara anggotanya melaui badan peradilan utamanya yaitu Mahkamah Internasional, diikuti dengan perumusan masalah, tujuan penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan yang terakhir sistematika pembahasan.

Bab Kedua menjelaskan tentang sejarah dan kewenangan Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai organisasi internasional berdasarkan Piagam PBB, menjelaskan tentang organ-organ yang terdapat di dalam PBB. Selain itu juga menjelaskan tentang kompetensi Mahkamah Internasional atau Mahkamah Internasional sebagai badan peradilan utama


(27)

PBB dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi antara Negara anggota PBB.

Kemudian di dalam Bab Ketiga menjelaskan tentang tinjauan umum sengketa internasional, penyelesaian sengketa internasional berdasarkan prinsip-prinsip hukum internasional dan penyelesaian sengketa internasional berdasarkan Piagam PBB, serta kewenangan dan kekuatan mengikat keputusan Mahkamah Internasional .

Selanjutnya Bab Keempat menjelaskan tentang latar belakang atau sejarah daripada kasus sengketa State Immunity antara Jerman v. Italia dan menjelaskan landasan dan instrument-instrumen perangkat internasional seperti European Convention on State Immunity 1972 dan State Immunity Act 1978, serta menjelaskan bagaimana hubungan antara State Immunity dengan Jus cogens. Dalam bab ini juga akan dijelaskan upaya dan peran PBB sebagai organisasi internasional melalui badan peradilannya yang utama yaitu Mahkamah Internasional terhadap kasus State Immunity dan putusan Mahkamah Internasional terhadap sengketa tersebut.

Bab kelima berisi kesimpulan dan saran-saran dimana kesimpulan akan mencakup seluruh isi pembahasan dari penulisan skripsi ini pada bab-bab sebelumnya. Sedangkan saran mencakup usulan serta solusi dari penulis terhadap permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini berdasarkan fakta-fakta yang ada dalam bab-bab pembahasan.


(28)

BAB II

KEDUDUKAN PBB SEBAGAI ORGANISASI INTERNASIONAL BERDASARKAN PIAGAM PBB

A. Sejarah dan Tujuan PBB Sebagai Organisasi Internasional

Kedudukan Organisasi Internasional sebagai subjek hukum internasional sekarang tidak diragukan lagi.28 Organisasi Internasional mempunyai hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam konvensi-konvensi internasional yang merupakan semacam anggaran dasarnya.29 Oleh sebab itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai salah satu organisasi internasional juga memiliki hak dan kewajiban sebagaimana yang dimaksud.

Suatu Organisai Internasional yang dibentuk melalui suatu perjanjian dengan bentuk-bentuk instrumen pokok apapun namanya akan mempunyai suatu kepribadian hukum di dalam hukum internasional.30 PBB sebagai organisasi internasional juga memiliki kepribadian hukum. Kepribadian hukum ini penting guna memungkinkan organisasi internasional itu dapat berfungsi dalam hubungan internasional, khususnya kepentingan untuk membuat kontrak, mengajukan tuntutan hukum, dan memiliki hak-hak tertentu dalam menjalankan fungsinya.31 Kepribadian hukum tersebut diperlukan organisasi internasional ketika menjalin hubungan eksternal baik dengan negara anggota, negara tuan rumah, negara nonanggota, maupun organisasi internasional lainnya.32

28

Mochtar Kusumaatmadja & Etty R. Agoes, Op.cit., hal. 101. 29

Ibid. 30

Ade Maman Suherman, Op.cit., hal. 71. 31

Ibid. 32


(29)

1. Sejarah PBB Sebagai Organisasi Internasional

Perkembangan sejarah organisasi internasional tidak terlepas dari perkembangan hukum internasional. Pada periode hukum internasional klasik ketika negara sebagai satu-satunya subjek hukum internasional, perkembangan organisasi internasional belum begitu dominan dalam hubungan antar bangsa.33 Guna mencegah terjadinya instabilitas, dibentuklah suatu kerjasama yang dinamakan Liga Bangsa-Bangsa yang dilatarbelakangi oleh karena adanya perselisihan dan peperangan antarumat manusia.

Sebelum PBB didirikan, sudah didirikan League of Nations atau

“Liga Bangsa-Bangsa” pada tanggal 10 Januari 1920.34 Perjanjian Versailles merupakan perjanjian yang mendasari didirikannya Liga Bangsa-Bangsa ini. Pengaturan tentang Liga Bangsa-Bangsa terdapat di dalam the Covenant of the League of Nations pada Perjanjian Versailles yang merupakan bagian pertama dimana dikatakan bahwa:35

Part I of the treaty was the Covenant of the League of Nations which provided for the creation of the League of Nations, an organization intended to arbitrate international disputes and thereby avoid future wars” (Bagian I dari perjanjian ini adalah Kovenan Liga Bangsa-Bangsa yang disediakan untuk mendirikan Liga Bangsa-Bangsa, organisasi ini dimaksudkan untuk menengahi sengketa internasional dan dengan demikian menghindari perang di masa yang akan datang).

33

Ibid., hal. 102

34

C. S. T. Kansil dan Christine S. T. Kansil, Modul Hukum Internasional, ( Jakarta : Penerbit Djambatan), 2002, hal. 195.

35

Perjanjian Versailles, http://missevi.wordpress.com/2011/09/15/perjanjian-versailles/ diakses pada tanggal 1 April 2013.


(30)

Pemrakarsa pembentukan Liga Bangsa-Bangsa (LBB) ini adalah Woodrow Wilson, presiden Amerika Serikat, semasa Perang Dunia I (1914-1918).36

Tujuan LBB adalah untuk menciptakan perdamaian dan keamanan dunia serta memajukan kerjasama internasional.37 Namun LBB gagal dalam menyelesaikan persengketaan-persengketaan yang timbul di dalam tubuh LBB itu sendiri, sehingga pecahlah Perang Dunia II (1939) membawa akibat yang lebih fatal daripada Perang Dunia I.38

Adapun sebab-sebab kegagalan LBB adalah sebagai berikut:39

- Sebab pokok ialah Liga Bangsa-Bangsa tidak berhasil

membawa masuk semua negara besar ke dalam organisasi tersebut. Amerika Serikat, walaupun aktif merumuskan Pakta, akhirnya tidak masuk dalam organisasi tersebut karena penolakan senat untuk memberikan otoritas ratifikasi Perjanjian Versailles yang di dalamnya termasuk pendirian LBB. Uni Soviet (Rusia) yang diterima di tahun 1934 dikeluarkan dari organisasi tersebut pada tahun 1939 sebagai akibat serangannya terhadap Finlandia.

- Selanjutnya Pakta tidak cukup energies. Tidak satupun

organnya yang mempunyai wewenang untuk memutuskan. Karena terlalu menghormati prinsip-prinsip demokratis itulah maka sistem pemungutan suara diambil dengan suara bulat. Di samping itu Negara-negara besar kendatipun merupakan anggota-anggota tetap, tidak diberikan peranan yang sesuai dengan statusnya sehingga tidak begitu tertarik untuk mengambil tanggungjawab.

Saat Perang Dunia II berlangsung, timbullah gagasan untuk meneruskan cita-cita LBB. Kemudian diadakanlah perundingan yang dipelopori oeh Presiden F.D. Roosevelt dan PM Winston Churchill yang melahirkan Atlantic Charter (Piagam Atlantik), yang merupakan cikal bakal

36

Ibid., hal. 196 37

Ibid. 38

Ibid. 39


(31)

lahirnya PBB. 40 Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah sebutan bagi suatu organisasi internasional yang diprakarsai oleh Franklin D. Roosevelt.41 Sebutan ini untuk pertama kali digunakan dalam pernyataan PBB pada tanggal 1 Januari 1942.42

Dasar pembentukan PBB adalah Charter of The United Nations 1945 atau Piagam PBB. Piagam PBB ini disusun oleh wakil-wakil dari lima puluh negara pada konferensi mengenai organisasi internasional yang diadakan di San Fransisco tanggal 25 April sampai tanggal 26 Juni 1945.43 PBB secara resmi berdiri pada tanggal 24 Oktober 1945 dan markas besar PBB tersebut didirikan di atas tanah yang disumbangkan oleh jutawan John D. Rockefeller Jr., yang terletak di tepi East River, dan juga tanah tambahan di kota New York.44

2. Tujuan PBB Sebagai Organisasi Internasional

Dasar pendirian dan pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merupakan upaya kedua untuk membentuk suatu organisasi internasional yang universal dengan tujuan utamanya adalah memelihara perdamaian di bawah suatu sistem keamanan kolektif.45 Mukadimah Piagam PBB menyatakan cita-cita serta tujuan bersama daripada negara-negara

40

C. S. T. Kansil dan Christine S. T. Kansil, Op.cit., hal. 196.

41

Ibid.

42

Ibid.

43

Ibid.

44

Ibid., hal. 197 45


(32)

anggota yang membentuk PBB tersebut. Adapun isi dari mukadimah Piagam PBB itu adalah :46

“We the peoples of The United Nations determined, to save succeeding

generations from the scourge of war, which twice in our life has brought untold sorrow to mankind, and to reaffirm faith in fundamental human rights, in the dignity and worth of the human person, in the equal rights of men and women and of nations large and small, and to estabilish conditions under which justice and respect for the obligations arising from treaties and ther source of international law can be maintained, and to promote social progress and better standards of life in large freedom, to practise tolerance and live together in peace with one another as good neighbours, and to unite our strength to maintain international peace and security, and to ensure by the acceptance of principles and the institution of methods, that armed force shall not be used, save in the common interest, and to employ international mechineryfor the promotion of the economic and social advancement of all

peoples”.

(Kami rakyat Perserikatan Bangsa-Bangsa bertekad, menyelamatkan generasi-generasi yang akan datang dari perang, yang terjadi sudah dua kali dalam hidup kita yang telah membawa kesedihan kepada umat manusia, memperkuat kepercayaan pada hak-hak manusia, pada martabat dan harga pribadi pada kesamaan hak-hak manusia, laki-laki maupun wanita dan bangsa-bangsa yang besar maupun yang kecil, menetapkan syarat-syarat dimana keadilan dan kehormatan untuk kewajiban-kewajiban yang timbul akibat perjanjian-perjanjian dan sumber-sumber hukum internasional yang lain dapat dipelihara, memajukan perkembangan sosial dan tingkat hidup yang lebih baik dalam kebebasan yang lebih besar, berusaha untuk bersikap sabar dan hidup berama secara damai sebagai tetangga yang baik, mempersatukan kekuatan anggota untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional, memastikan dengan menerima asas-asas serta penetapan cara-cara, bahwa kekuatan bersenjata tidak akan dipergunakan, kecuali untuk kepentingan bersama, memakai cara-cara internasional untuk mengembangkan kemajuan ekonomi dan sosial semua rakyat).

Tujuan dari pembentukan PBB terdapat di dalam Charter of The United Nations yaitu:47

“The Purposes of the United Nations are To maintain international peace and

security, To develop friendly relation among nations based on respect for the principle of equal rights and self determination of peoples, To achieve

46

Pembukaan Charter of The United Nations 47


(33)

international co-operation in solving international problems of an economic, social, cultural or humanitarian character, To be a center for harmonizing the

actions of nations in the attainment of these common ends”.

(Tujuan dari PBB adalah untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional, mengembangkan hubungan-hubungan persaudaraan antara bangsa-bangsa, menciptakan kerjasama untuk memecahkan masalah-masalah internasional dalam bidang ekonomi, sosial, kebudayaan dan hak-hak asasi manusia, untuk menjadikan PBB sebagai pusat usaha dalam mewujudkan tujuan bersama atau cita-cita tersebut diatas).

Perserikatan Bangsa-Bangsa telah meletakkan lima prinsip dalam kaitannya dengan usaha-usaha pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional dalam piagamnya:48

Pertama, prinsip untuk menyelesaikan perselisihan internasional secara damai (Pasal 2 ayat 3 jo. Bab VI dan Bab VIII Piagam). Kedua, prinsip untuk tidak menggunakan ancaman atau kekerasan (Pasal 2 ayat 4 Piagam). Ketiga, prinsip mengenai tanggungjawab untuk menentukan adanya ancaman (Pasal 39 Piagam). Keempat, prinsip mengenai pengaturan persenjataan (Pasal 26 Piagam). Kelima, prinsip umum mengenai kerjasama di bidang pemeliharaan dan keamanan internasional (Pasal 11 ayat 1 Piagam).

Selain itu juga, Piagam PBB memberikan ketentuan-ketentuan mengenai langkah-langkah apa yang harus diikuti oleh Negara, baik sebagai anggota maupun bukan anggota PBB apabila terlibat di dalam suatu perselisihan.

48


(34)

B. PBB Beserta Organ-Organnya

Berdasarkan Pasal 7 Piagam PBB, terdapat enam principal organ (organ utama) PBB yaitu Majelis Umum, Dewan Keamanan, Dewan Ekonomi Sosial, Dewan Perwalian, Mahkamah Internasional, dan Sekretariat. Organ-organ ini berperan penting dalam melaksanakan tujuan dan prinsip-prinsip PBB, terutama dalam memelihara perdamaian dan keamanan internasional.49 Untuk tujuan tersebut, organ-organ tersebut berperan dalam mengupayakan penyelesaian sengketa internasional secara damai, sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan hukum internasional.50

1. Majelis Umum (General Assembly)

Majelis Umum terdiri dari wakil semua negara anggota dengan tidak lebih dari lima. Tiap-tiap negara memutuskan sendiri cara memilih wakil-wakilnya.51 Majelis Umum memiliki wewenang luas dalam memberikan saran dan rekomendasi berdasarkan Bab IV Piagam PBB (Pasal 9-14 Piagam).52 Berdasarkan Pasal 10 Piagam PBB disebutkan bahwa :53

“The General Assembly may discuss any questions or any matters within the

scope of the present Charter or relating to the powers and functions of any organs provided for in the present Charter, and, except as provided in Article

12, may make recommendations to the Members of the United Nations…..”

49

Huala Adolf, Op.cit., hal. 98

50

Ibid.

51

C. S. T. Kansil dan Christine S. T. Kansil, Op.cit., hal. 201

52

Huala Adolf, Op.cit., hal. 107

53


(35)

(Majelis Umum dapat membicarakan segala persoalan yang termasuk dalam ruang lingkup Piagam atau yang berhubungan dengan kekuasaan dan fungsi suatu badan seperti yang terdapat dalam Piagam. Berdasarkan Pasal 12, Majelis dapat mengajukan rekmendasi kepada anggota PBB atau Dewan Keamanan atau kepada kedua badan tersebut mengenai setiap masalah).

Termasuk dalam wewenang Majelis Umum tersebut adalah menyelesaikan sengketa, kecuali sengketa yang secara esensial menjadi urusan dalam negeri suatu Negara (Pasal 2 ayat 7).54 Adapun fungsi-fungsi Majelis Umum PBB adalah sebagai berikut :55

- Menimbang dan membuat rekomendasi mengenai asas-asas kerjasama

internasional dalam pemeliharaan perdamaian dan keamanan termasuk asas-asas perihal perlucutan persenjataan dan pengaturan senjata-senjata.

- Membicarakan setiap persoalan yang bertalian dengan perdamaian dan

keamanan, kecuali apabila suatu persengketaan atau situasi sedang dibicarakan oleh Dewan Keamanan, membuat rekomendasi mengenai hal tersebut.

- Membicarakan dan dengan pengecualian yang sama, membuat

rekomendasi perihal persoalan apa saja dalam ruang lingkup Piagam atau yang bertalian dengan kekuatan-kekuatan dan fungsi-fungsi organ apa saja daripada PBB.

- Menerima dan mempertimbangkan laporan-laporan dari Dewan

Keamanan dan organ-organ lain PBB.

- Membuat rekomendasi penyelesaian secara damai dari situasi apa saja

dengan tidak memandang asal mulanya, yang mana dapat merugikan hubungan baik antara bangsa-bangsa.

- Mempertimbangkan dan menyetujui anggaran belanja PBB, sebagai

sumbangan-sumbangan diantara anggoa-anggota, dan memeriksa anggaran belanja dari badan-badan khusus.

54

Pasal 2 ayat 7 Piagam berbunyi :

Nothing contained in the present Charter shall authorize the United Nations to intervene in matters which are essentially within the domestic jurisdiction of any State or shall require the Members to submit such matters to settlement under the present Charter.

55


(36)

Menurut resolusi “Bersatu untuk Perdamaian” yang diterima oleh Majelis Umum pada bulan Nopember 1950, apabila Dewan Keamanan gagal bertindak terhadap suatu ancaman yang nyata terhadap perdamaian, pelanggaran perdamaian, atau tindakan agresi, karena suatu veto yang dikeluarkan oleh siapa saja daripada lima anggota-anggotanya yang tetap, maka Majelis Umum sendiri dapat mengoper persoalan dalam waktu dua puluh empat jam dalam suatu sidang darurat khusus.56

Namun dalam penyelesaian sengketa, kedudukan Majelis Umum lebih banyak diwarnai kepentingan-kepentingan politis. Karena itu, manakala penyelesaian sengketa yang didalamnya tersangkut campur tangan Majelis Umum, penyelesaian yang bersangkutan sebetulnya banyak tergantung pada keinginan para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya.57

Selain itu, sifat dan kedudukan Majelis Umum sebagai badan politis mengakibatkan badan ini menempatkan hukum internasional pada pertimbangan kedua. Penyelesaian sengketa yang sifatnya politis menjadi prioritas di dalam Majelis Umum atau kepentingan lainnya seperti kepentingan ekonomi. Misalnya, masalah-masalah yang berkaitan dengan masuknya negara ke dalam keanggotaan PBB.58

Pengaturan tentang Majelis Umum di dalam Piagam PBB juga tidak menjelaskan apa-apa saja yang masuk wewenang nasional sehingga menimbulkan keragu-raguan. Pada saat masalah Aljazair dibicarakan di PBB,

56

C. S. T. Kansil dan Christine S. T. Kansil, Op.cit., hal. 203

57

Huala Adolf, Op.cit., hal. 109

58

Martin Dixon and Robert McCorquodale, Cases and Materials on International Law, London : Blackstone Press, 1991, hal. 614.


(37)

Perancis selalu menolak dengan manyatakan bahwa persoalannya berada di bawah wewenang nasional dan PBB tidak boleh ikut campur. Hal ini tentu saja menimbulkan reaksi yang keras terutama dari negara-negara Asia Afrika. Demikian juga, sebelumnya Portugal selalu berlindung di bawah prinsip wewenang nasional bila disinggung persoalan daerah-daerah jajahannya di Afrika.59

Namun demikian, Majelis mempunyai kendala yang cukup berat, mengingat jumlah anggota yang sangat banyak, adanya perbedaan mencolok diantara kekuatan masing-masing negara, ketergantungannya yang banyak pada negara-negara besar dan saling berbedanya kepentingan satu sama lain menyebabkan Majelis Umum tidak mungkin membentuk secara langsung cara-cara penyelesaian secara damai. Karena itu, Majelis Umum lebih cenderung untuk meminta Dewan Keamanan merekomendasikan penggunaan cara-cara damai penyelesaian sengketa.60

2. Dewan Keamanan (Security Council)

Dewan Keamanan adalah salah satu dari enam organ utama PBB. Negara-negara anggota PBB telah memberikan tanggungjawab utama kepada Dewan untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional sesuai dengan tujuan dan prinsip-prinsip Piagam PBB yang terdapat pada pasal 24 yang berbunyi :61

- In order to ensure prompt and effective action by the United Nations,

its Members confer on the Security Council primary responsibility for

59

Boer Mauna, Op.cit., hal. 221

60

Ibid.

61


(38)

the maintenance of international peace and security, and agree in carrying out its duties under this responsibility the Security Council acts on their behalf.

(Dalam rangka untuk memastikan PBB dapat mengambil tindakan yang cepat dan efektif, maka para anggota PBB memberikan tanggungjawab utama kepada Dewan Keamanan untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional, dan setuju bahwa Dewan Keamanan dalam melaksanakan tugasnya bertindak atas nama negara-negara anggota).

- In discharging these duties the Security Counci shall act in accordance

with the purposes and principles of the United Nations.

(Dalam menjalankan tugas-tugasnya, Dewan Keamanan harus bertindak sesuai dengan tujuan dan prinsip dari PBB).

- The Security Council shall submit annual and, when necessary, special

reports to the General Assembly for its consideration.

(Dewan Keamanan harus menyampaikan secara tahunan dan, bila perlu, yaitu laporan khusus kepada Majelis Umum untuk dipertimbangkan).

Tentunya sengketa-sengketa antara Negara-negara anggota harus diselesaikan secara damai agar perdamaian dan keamanan internasional dapat terpelihara. Penyelesaian sengketa-sengketa internasional secara damai diatur oleh Bab VI Piagam.62 Ketentuan penting dalam kaitannya dengan peran Dewan dalam menyelesaikan sengketa adalah kesepakatan negara-negara anggota PBB sewaktu menyatakan menjadi anggota PBB.63

Berdasarkan Pasal 25 Piagam PBB, semua Negara anggota PBB sepakat untuk menerima dan melaksanakan keputusan-keputusan Dewan Keamanan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa sadar atau tidak, apapun keputusan yang dikeluarkan Dewan sehubungan dengan fungsinya dalam menyelesaikan sengketa, para pihak yang terkait berkewajiban untuk melaksanakanya.64

62

Boer Mauna, Op.cit., hal 217 63

Huala Adolf, Op.cit., hal. 99 64


(39)

Dewan Keamanan terdiri dari lima anggota tetap yang mempunyai hak veto, yakni Amerika Serikat, Inggris, Rusia, Prancis dan Cina dan 10 anggota tidak tetap yang dipilih untuk masa dua tahun oleh Majelis Umum.65 Dewan Keamanan PBB mengusahakan tersedianya pasukan-pasukan bersenjata, bantuan dan fasilitas yang perlu untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional.66

Adapun fungsi dari Dewan Keamanan PBB adalah sebagai berikut :67

- Memelihara perdamaian dan keamanan internasional selaras dengan

asas-asas dan tujuan PBB

- Mengusulkan metode-metode untuk menyelesaikan sengketa-sengketa

yang demikian atau syarat-syarat penyelesaian

- Merumuskan rencana-rencana untuk menetapkan suatu sistem

mengatur persenjataan

- Menentukan adanya suatu ancaman terhadap perdamaian atau tindakan

agresi dan mengusulkan tindakan apa yang harus diambil

- Menyerukan untuk mengadakan sanksi-sanksi ekonomi dan tindakan

lain yang bukan perang untuk mencegah atau menghentikan agresor

- Mengusulkan pemasukan anggota-anggota baru dan syarat-syarat

dengan mana negara-negara dapat menjadi pihak dalam Status Mahkamah Internasional

- Mengusulkan kepada Majelis Umum pengangkatan seorang Sekretaris

Jenderal, dan bersama-sama dengan Majelis Umum, pengangkatan dan para hakim dari Mahkamah Internasional

- Menyampaikan laporan tahunann dan khusus kepada Majelis Umum

Menurut Piagam PBB, setiap anggota PBB (Pasal 35 ayat 1)68, Majelis Umum atau Sekretaris Jenderal dapat meminta perhatian Dewan Keamanan terhadap setiap masalah yang dapat membahayakan perdamaian dan

65

C. S. T. Kansil dan Christine S. T. Kansil, Op.cit., hal. 204

66

Ibid.

67

Ibid., hal. 205 68

Pasal 35 ayat 1 Piagam PBB :

“Any Member of the United Nations may bring any dispute, or any situationof the nature referred to in Article 34, to the attention of the Security Council or of the General Assembl”


(40)

keamanan internasional.69 Negara-negara yang bukan anggota PBB dapat pula membawa suatu sengketa kepada Dewan, asalkan negara tersebut menerima terlebih dahulu kewajiban-kewajiban dalam Piagam untuk penyelesaian sengketa secara damai. Pasal 32 pada Piagam PBB menyebutkan :70

“ Any Member of the United Nations which is not a member of the Security

Council or any state which is not a Member of the United Nations, if it is a party to a dispute under the consideration by the Security Council, shall be

invited to participate,…”

(Setiap anggota PBB yang bukan merupakan anggota dari Dewan Keamanan atau setiap negara yang bukan merupakan negara anggota PBB, dapat membawa sengketa kepada Dewan Keamanan sepanjang masih berada dalam kewenangan Dewan Keamanan PBB).

Selain itu, Pasal 32 ayat 2 mengizinkan Dewan Keamanan untuk mengimbau para pihak yang bersengketa untuk terlebih dahulu menyelesaikan sengketa internasionalnya melalui cara-cara yang terdapat dalam Pasal 33 ayat 1 Piagam manakala sengketa tersebut dipandang dapat membahayakan perdamaian dan keamanan internasional.71

Isi pasal 33 ayat (1) dan ayat (2) Piagam PBB adalah :72

“ The parties to any dispute, the continuance of which is likely to endanger the maintenance of international peace and security, shall, first of all, seek a

69

Huala Adolf,, Loc.cit.

70

Charter of The United Nations

71

Huala Adolf, Op.cit., hal. 100

72


(41)

solution by negotiation, enquiry, mediation, conciliation, arbitration, judicial

settlement…”.

(Para pihak yang bersengketa, yang kemungkinan akan membahayakan pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional, harus, pertama-tama, mencari solusi melalui negosiasi, penyelidikan, mediasi, konsiliasi, arbitrase, penyelesaian hukum…).

“The Security Council shall, when it deems necessary, call upon the parties settle their dispute by such means”

(Dewan Keamanan harus, bila dianggap perlu, memanggil para pihak dalam menyelesaikan sengketa mereka dengan cara-cara seperti yang telah disebutkan dalam Pasal 33 ayat 1).

Contoh upaya-upaya Dewan Keamanan dalam menyarankan para pihak untuk menggunakan cara-cara yang terdapat dalam Pasal 33 ayat (1) antara lain sebagai berikut :73

a) Dewan Keamanan menyarankan penyelesaian secara negosiasi. Contoh dalam sengketa Iran-Uni Soviet (1946), sengketa Yunani-Turki (1976). b) Dewan Keamanan menyarankan penyelesaian melalui mediasi. Contoh

dalam sengketa Timur Tengah (1967).

c) Dewan Keamanan mengusulkan penyelesaian melalui jasa-jasa baik. Contoh dalam sengketa Republik Indonesia-Belanda terkait dengan kemerdekaan Republik Indonesia dan pengawasan pelaksanaan penghentian pertikaian senjata anatara kedua Negara.

73


(42)

d) Dewan Keamanan mengusulkan pencarian fakta atau penyelidikan. Contoh dalam kasus Lebanon mengadukan campur tangan United Arab Republic dalam masalah intern negerinya pada tahun 1958. Selain tugas-tugas maupun fungsi-fungsi Dewan Keamanan yang telah dijelaskan, Dewan Keamanan juga memegang peranan penting dalam pengembangan operasi perdamaian PBB (UN peacekeeping operation), suatu institusi yang tidak terdapat pada Piagam PBB.74 Kewenangan dalam bidang perdamaian dan keamanan internasional, Dewan Keamanan memegang kekuasaan primer, sedangkan Majelis Umum memegang kekuasaan sekunder.75 Dewan Keamanan disusun sedemikian rupa agar dapat bekerja secara tepat dan seorang wakil-wakil dari tiap-tiap anggotanya harus senantiasa hadir pada markas besar PBB.76

Satu hal yang sering terus diperhatikan, yaitu peranan Dewan di sini hanya berkaitan dengan masalah politik, dan tidak berkaitan dengan masalah hukum. Tugas utamanya di sini adalah memelihara perdamaian daripada mengadili suatu sengketa. Meskipun menurut Pasal 36 ayat 3 Piagam, Dewan Keamanan harus menganjurkan agar sengketa hukum diserahkan kepada Mahkamah Internasional, namun Dewan tetap tidak memiliki kekuasaan untuk memaksa Negara yang bersengketa untuk menyarankan sengketanya kepada Mahkamah.77

74

Sri Setianingsih Suwardi, Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta :UI-Press, 2006, hal.135

75

Ibid.

76

C. S. T. Kansil dan Christine S. T. Kansil, Op.cit., hal. 206

77


(43)

3. Dewan Ekonomi dan Sosial (Economic and Social Council)

Dewan Ekonomi dan Sosial ini merupakan salah satu dari organ kelengkapan PBB.78 Dewan ini keberadaannya tidak lepas dari konteks sejarah dari berbagai kerjasama ekonomi internasional.79 Dasar hukum keberadaan lembaga Ecosoc ini tertuang dalam Bab X Pasal 61 sampai Pasal 72 Piagam PBB. Komposisi Dewan Ekonomi dan Sosial terdiri dari 54 negara anggota yang dipilih oleh Majelis Umum PBB. Pasal 61 ayat 1 Piagam PBB berisi :80

“The Economic and Social Council shall consict of fifty-four Members of the

United Nations elected by the General Assembly”.

Semula Ecosoc memiliki 18 anggota, pada tahun 1965 jumlah keanggotanya terdiri dari 27 berdasarkan resolusi Majelis Umum PBB Nomor 1991 B (XVIII).81Setiap tahun Majelis Umum mengadakan pemilihan anggota baru untuk menggantikan Negara-negara yang telah tiga tahun menjadi anggota, dan dengan catatan bahwa Negara-negara yang memang dianggap perlu untuk duduk terus selalu dipilih kembali.82 Setelah delapan tahun kemudian pada tahun 1973 keanggotaannya menjadi 54 negara berdasarkan Resolusi Nomor 2847 (XXVI).83 Menurut Pasal 61 ayat (3) Piagam PBB menyebutkan:

“At the first election after the increase in the membership of the Economic and

Social Council from twenty-seven to fifty-four members, in addition to the

78

Ade Maman Suherman, Op.cit., hal. 120

79

Ibid. 80

Charter of The United Nations 81

Ade Maman Suherman, Loc.cit.

82

Ibid.

83


(44)

members elected in place of the nine members whose term of office expires at the end of that year, twenty-seven additional members shall be elected”.

Menurut ketentuan di atas bahwa sejak perubahan jumlah anggota Ecosoc dari 27 menjadi 54, disamping pemilihan anggota-anggota yang menggantikan 9 negara yang habis masa jabatannya pada akhir tahun itu, akan diadakan pula 27 anggota tambahan.84 Dewan Ekonomi dan Sosial ini memiliki beberapa fungsi kewenangan seperti melakukan studi, diskusi, konferensi, rekomendasi, merancang konvensi, dan mengundang konferensi.

Adapun fungsi-fungsi dari Dewan Ekonomi dan Sosial adalah sebagai berikut:85

- Bertanggungjawab dibawah kewenangan Majelis Umum bagi kegiatan

ekonomi dan sosial PBB.

- Memulai atau mempelopori penyelidikan-penyelidikan,

laporan-laporan dan rekomendasi-rekomendasi mengenai persoalan-persoalan ekonomi internasional, sosial, kebudayaan, pendidikan, kesehatan dan persoalan-persoalan yang sehubungan.

- Memajukan rasa hormat serta patuh terhadap hak-hak manusia dan

kemerdekaan asasi bagi semua.

- Menyelenggarakan konferensi-konferensi internasional dan

menyiapkan naskah-naskah konvensi untuk diserahkan pada Majelis Umum perihal urusan-urusan yang berada dalam kesanggupannya.

- Mengadakan jasa-jasa yang disetujui oleh Majelis, bagi

anggota-anggota PBB dan badan-badan khusus atas permintaan.

- Mengadakan konsultasi dengan organisasi-organisasi bukan

pemerintah yang mempunyai urusan dengan persoalan-persoalan yang diatur oleh Dewan.

Dewasa ini, Ecosoc juga turut berperan aktif dalam menjembatani masalah kesenjangan di bidang teknologi informasi. Dalam upaya mengantisipasi gap atau kesenjangan antardunia hukum dengan dunia teknologi, khususnya di

84

Ibid.

85


(45)

bidang teknologi informasi dan komunikasi, Ecosoc mengandalkan konferensi internasional mengenai perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.86

4. Dewan Perwalian (Trusteeship Council)

Suatu sistem Perwalian Internasional didirikan oleh anggota PBB untuk mengatur pemerintahan daerah-daerah yang ditempatka di bawah pengawasan PBB melalui persetujuan-persetujuan perwalian individual.87

Tujuan dari sistem perwalian terdapat pada Pasal 76 Piagam PBB yaitu:88

- To further international peace and security;

(memelihara perdamaian dan keamanan internasional).

- to promote the political, economic, social, and educational

advancement of the inhabitants of the trust territories, and their progressive development towards self-government or independence as may be appropriate to the particular circumstances of each territory and its peoples and the freely expressed wishes of the peoples concerned, and as may be provided by the terms of each trusteeship agreement;

(mengusahakan kemajuan penduduk daerah perwalian agar mereka mencapai pemerintahan sendiri atau kemerdekaan).

- to encourage respect for human rights and for fundamental freedoms

for all without distinction as to race, sex, language, or religion, and to encourage recognition of the interdependence of the peoples of the world; and

(memberi dorongan agar menghormati hak-hak manusia dan pengakuan saling bergantungan satu sama lain daripada rakyat-rakyat di dunia, dan)

- to ensure equal treatment in social, economic, and commercial matters

for all Members of the United Nations and their nationals and also equal treatment for the latter in the administration of justice without prejudice to the attainment of the foregoing objectives and subject to the provisions of Article 80.

(memastikan perlakuan yang sama di daerah perwalian dalam persoalan-persoalan sosial, ekonomi, dan komersial untuk semua anggota PBB, serta perlakuan yang sama bagi kebangsaan semua anggota dalam mengatur keadilan).

86

Ade Maman Suherman, Op.cit., hal 121. 87

C. S. T. Kansil dan Christine S. T. Kansil, Op.cit., hal. 210 88


(46)

5. Mahkamah Internasional (International Court of Justice)

Mahkamah Internasional yang berkedudukan di Den Haag merupakan institusi internasional yang tugasnya menyelesaikan sengketa melalui judicial settlement.89 Lembaga ini merupakan lembaga independen yang secara hierarki tidak berada di bawah organ PBB lainnya. Statuta Mahkamah Internasional memiliki kemiripan dengan statute PCIJ.90

Permanent Court of International of Justice atau yang disingkat dengan sebutan PCIJ, merupakan pendahulu Mahkamah Internasional. Permanent Court of International of Justice dibentuk berdasarkan Pasal XVI Kovenan Liga Bangsa-Bangsa (LBB) pada tahun 1922. Badan LBB yang membantu berdirinya PCIJ adalah Dewan LBB. Kedudukan PCIJ terpisah dengan kovenan LBB karena itu pula anggota Kovenan LBB tidak secara otomatis menjadi anggota Statuta PCIJ.

Pecahnya Perang Dunia II di bulan September 1939 telah berakibat serius terhadap PCIJ. Terjadinya peperangan yang terus berkelanjutan ini bahkan membuat PCIJ menjadi bubar. Pada tahun 1942 adanya kesepakatan untuk mengaktifkan kembali dan membentuk kembali suatu Mahkamah Internasional dengan rekomendasi sebagai berikut :

- Bahwa perlu dibentuk suatu Mahkamah Internasional baru dengan

statuta yang mendasarkan pada statuta PCIJ

- Bahwa mahkamah baru tersebut harus memiliki jurisdiksi untuk

memberikan nasihat

89

Ade Maman Suherman, Op.cit., hal 120.

90


(47)

- Bahwa mahkamah baru tersebut tidak boleh memiliki yurisdiksi

memaksa (compulsory jurisdiction) dengan kata lain mahkamah tidak memiliki yurisdiksi atas suatu Negara kecuali atas persetujuan atau consent dari negara yang berperkara.91

Maka, pada bulan April 1946 PCIJ secara resmi berakhir. Pasal 92 Piagam PBB memuat ketentuan bahwa status hukum Mahkamah Internasional secara tegas dinyatakan sebagai badan peradilan utama PBB.92 Mahkamah terdiri dari 15 orang hakim yang dipiih untuk masa jabatan 9 tahun oleh Majelis Umum PBB dan Dewan Keamanan. Pemilihan dilakukan setiap tiga tahun sekali untuk menggantikan sepertiga kursi yang ada. Hakim yang ada dapat dipilih kembali. Keanggotaan hakim tidak merupakan perwakilan dari Negara-negaranya melainkan sesuai dengan kapasitas pribadi mereka.

6. Sekretariat (The Secretariat)

Sekretariat terdiri dari seorang Sekretaris Jenderal93 yang diangkat oleh Majelis Umum atas usul Dewan Keamanan beserta staf yang diperlukan oleh organisasi.94 Upaya Sekretaris Jenderal PBB dalam penyelesaian sengketa

91

Ibid. 92

Pasal 92 Piagam PBB:

The International Court of Justice shall be the principal judicial organ of the United Nations. It shall function in accordance with the annexed Statute which is based upon the Statute of the Permanent Court of International Justice and forms an integral part of the present Charter.

93

Pasal 97 Piagam PBB:

The Secretariat shall comprise a Secretary-General and such staff as the Organization may require. The Secretary-General shall be appointed by the General Assembly upon the recommendation of the Security Council. He shall be the chief administrative officer of the Organization

94


(48)

termuat dalam dua pasal penting, yaitu pasal 98 dan pasal 99 Piagam PBB. Pasal 98 menyebutkan:95

“The Secretary-General shall act in that capacity in all meetings of the General Assembly, of the Security Council, of the Economic and Social Council, and of the Trusteeship Council, and shall perform such other functions as are entrusted to him by these organs. The Secretary-General shall make an annual report to the General Assembly on the work of the

Organization”.

( Fungsi Dewan Keamanan, Majelis Umum, Dewan Ekonomi dan Sosial, dan dewan Perwalian yang didelegasikan kepada Sekjen).

Pemberian wewenang ini merupakan praktik umum. Sekjen juga tak jarang mendapat tugas politik tertentu untuk menyelesaikan suatu sengketa. Misalnya pada tanggal 26 Mei 1982, Dewan Keamanan mengeluarkan resolusi 505 yang meminta Sekjen PBB untuk menggunakan jasa baiknya menyelesaikan sengketa kepulauan Falklands (antara Argentina dengan Inggris).96

Pasal 99 Piagam PBB menyebutkan bahwa:97

“The Secretary-General may bring to the attention of the Security Council any matter which in his opinion may threaten the maintenance of international

peace and security”.

95

Charter of The United Nations 96

Huala Adolf, Op.cit., hal. 112 97


(49)

(Pasal 99 Piagam memberi kekuasaan kepada Sekjen untuk membawa ke Dewan Keamanan sengketa-sengketa yang menurut pendapatnya dapat mengancam perdamaian dan keamanan internasional).

Adapun fungsi daripada Sekretaris Jenderal ini adalah sebagai berikut :

- Sebagai kepala administrasi PBB

- Mengajukan kepada Dewan Keamanan setiap persoalan yang menurut

pendapatnya membahayakan perdamaian dan keamanan internasional

- Membuat laporan tahunan dan laporan lain yang perlu bagi Majelis

Umum mengenai pekerjaan PBB.

Sekjen telah memainkan peran yang cukup penting dalam menyelesaikan berbagai sengketa internasional. Peran yang menonjol adalah fungsinya sebagai jasa baik terhadap para pihak yang bersengketa. Uraian berikut adalah beberapa contoh peran Sekjen dalam melaksanakan jasa baik tersebut.98

- Sengketa Siprus (1980)

- Sengketa Afganistan (1980-an)

- Sengketa Irak-Amerika Serikat (1998) 7. Badan-badan Khusus Lainnya

Selain Majelis Umum dan Dewan Keamanan, beberapa badan khusus PBB juga memberikan bantuannya dalam menyelesaikan sengketa-sengketa internasional. Hal ini dikarenakan, PBB tidak mungkin bergerak sendiri tanpa dibantu oleh organ teknis yang berada di bawahnya dalam bekerjasama untuk

98


(50)

mengatur hal-hal yang bersifat teknis yang tidak seharusnya tergantung pada PBB, yaitu sebagai berikut :99

- Kerjasama yang sifatnya teknis harus terpisah dari pengaruh

politik dalam suatu organisasi yang terpusat, isu-isu politik akan lebih menarik perhatian dan pendanaan.

- Tidak semua anggota PBB ingin berpartisipasi dalam

kerjasama teknis dan Negara-negara tertentu nonanggota hanya cocok sebagai peserta dari suatu proyek kerjasama yang sifatnya teknis biasanya diarahkan oleh suatu lembaga.

Adapun sejumlah organisasi atau badan khusus yang dibentuk secara spesifik yang masih dalam afiliasi PBB antara lain sebagai berikut:100

a) The International Telecomunication Union b) The Universal Postal Union

c) The International Labour Organization d) The Food and Agricultural Organization e) The International Monetary Fund

f) The International Bank for Recontruction and Development g) The International Financial Cooperation

h) International Development Association i) The World Health Organization

j) The World Meteorogical Organization

k) The Intergovernmental Maritime Consultative Organization

Badan-badan khusus ini bergerak sesuai dengan fungsi serta tujuan pembentukannya. Badan-badan khusus ini biasanya memberikan forum-forum

99

Ade Maman Suherman, Op.cit., hal 124.

100


(51)

perundingan guna membahas dan menyelesaikan sengketa tertentu. Forum ini dapat pula dipandang sebagai suatu upaya positif guna mendorong atau mempercepat suatu penyelesaian sengketa.101

C. Kompetensi Mahkamah Internasional Sebagai Badan Peradilan Utama PBB

Hal yang penting dalam sistem PBB adalah meletakkan Mahkamah Internasional sebagai organ utama dalam sistem PBB (Pasal 7 Piagam). Berdasarkan ketentuan tersebut maka Mahkamah Internasional merupakan bagian yang integral dalam sistem PBB. Sebagai organ PBB, Mahkamah Internasional sangat dekat dengan tujuan PBB. Ini berarti bahwa Mahkamah Internasional sebagai organ utama PBB menunjukkan bahwa penyelesaian sengketa melalui pengadilan sebagai suatu komponen penting dalam mekanisme perdamaian internasional.

Sebagai organ utama PBB maka pelaksanaan tugasnya sejalan dengan tujuan PBB yang ditentukan dalam Piagam. Status Mahkamah Internasional sebagai organ utama PBB menentukan tanggungjawabnya dan kesamaan derajat dengan organ utama lainnya sesuai dengan kewenangannya.102

Mahkamah Internasional adalah satu-satunya organ utama (disamping Majelis Umum PBB) yang tidak menyerahkan laporan tahunan kepada Majelis Umum PBB. Namun keadaan ini tahun 1968 telah berubah. Sejak tahun tersebut Mahkamah Internasional mulai memberikan laporannya kepad Majelis Umum PBB. Mahkamah Internasional menjelaskan bahwa inovasi ini didasarkan bahwa

101

Huala Adolf, Op.cit., hal. 114

102


(52)

laporan yang demikian akan memberikan pengertian akan fungsinya dan aktivitasnya dalam rangka kerja PBB.103

Berbeda dengan badan-badan organisasi internasional lainnya, Mahkamah bukan terdiri dari wakil-wakil pemerintah. Sekali terpilih maka seorang anggota atau hakim Mahkamah bukan lagi delegasi pemerintah negaranya atau negara lain dan ia adalah hakim independen. Selain itu, Mahkamah Internasional memiliki kedudukan khusus dibandingkan lima organ utama lainnya. Mahkamah Internasional tidak memiliki hubungan hierarkis dengan badan-badan utama PBB lainnya. Ia benar-benar lembaga hukum dalam sebagai suatu pengadilan. Ia bukan pula pengadilan konstitusi tang memiliki kewenangan untuk meninjau putusan-putusan politis yang dibuat oleh Dewan Keamanan PBB.

Ia menggunakan nama resmi Mahkamah Internasional dan tidak menggunakan simbol atau nama PBB dalam putusannya.104Oleh sebab itu, alat kelengkapan lainnya harus menyadari kedudukan Mahkamah Internasional sebagai badan peradilan oleh karenanya organ-organ tersebut harus memperhatikan dan untuk tidak melibatkan diri secara langsung untuk masalah-masalah politik.

Kedudukan Mahkamah Internasional ini memang unik. Sebagai salah satu organ utama PBB, ia harus benar-benar menunjukkan kemandiriannya sebagai suatu organ atau badan pengadilan.105

Mahkamah Internasional berkedudukan di Den Haag, Belanda. Semua negara yang menjadi anggota Statuta Mahkamah dapat menyerahkan kepada

103

Ibid., hal. 65 104

Huala Adolf, Op.cit., hal. 64

105


(53)

Mahkamah Internasional perkara-perkara apa saja yang mereka ingini. Sebagai tambahan, Dewan Keamanan dapat menyerahkan suatu sengketa hukum kepada Mahkamah dan meminta nasihat hukum apa saja. Selain itu, negara yang tidak merupakan bagian dari anggota PBB juga dapat menjadi pihak di dalam Mahkamah Internasional yang menurut syarat-syarat ditentukan oleh Majelis Umum atas usul Dewan Keamanan PBB.

Selain itu, aspek-aspek institusional Mahkamah adalah bersifat tetap, didirikan sebelum lahirnya sengketa-sengketa, hakim-hakimnya telah dipilih sebelumnya, demikian juga wewenang dan prosedurnya telah ditetapkan sebelum sengketa lahir.106 Ketentuan-ketentuan prosedural dalam kegiatan Mahkamah terdapat pada Bab III Statuta Mahkamah Internasional. Kemandirian ini memang diperlukan bagi Mahkamah Internasional sendiri untuk menunjukkan kredibilitas dan kepercayaan dari Negara-negara anggotanya.

1. Struktur Mahkamah Internasional - Hakim Mahkamah Internasional

Brownlie menyatakan bahwa salah satu kunci atau unsur penting dari suatu Pengadilan Internasional ialah siapa dan bagaimana hakim-hakim anggotanya. Karena itu, pemilihan anggota Pengadilan Internasional yang dilakukan secara objektif akan menimbulkan kepercayaan dari Negara-negara anggotanya. 107 Mahkamah Internasional terdiri dari 15 (lima belas) orang hakim.108

106

Boer Mauna, Op. cit. hal. 249 107

Huala Adolf, Loc. cit.

108


(54)

Hakim dipilih secara independen oleh Dewan Keamanan dan Majelis Umum PBB (Pasal 4 ayat 1 Statuta Mahkamah Internasional). Masa jabatan hakim untuk Sembilan tahun dan dapat dipilih kembali. Calon-calon hakim yang bersangkutan harus memiliki moral yang tinggi. Ia juga harus memiliki persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan di dalam Statuta Mahkamah Internasional.109

- Hakim Ad Hoc

Menurut Shabtai Rosenne, ada tiga cara yang dapat diambil apabila hakim yang akan mengadili suatu sengketa adalah salah satu dari negara yang bersengketa yakni:110 kewarganegaraan dari hakim tidak diperhatikan mengingat hakim bukan perwakilan negara, kemungkinan bahwa hakim yang berasal dari salah satu pihak yang bersengketa untuk tidak mengadili kasus tersebut, dan bila salah satu pihak yang bersengketa mempunyai hakim yang berkewarganegaraan negaranya maka pihak yang bersengketa lainnya dapat meminta untuk memilih hakim negaranya.

Jika dalam sidang duduk seorang hakim yang berkebangsaan dari Negara salah satu pihak, maka pihak lainnya dapat memilih seorang untuk duduk sebagai seorang hakim, dan yang

The court shall consist of fifteen members, no two of whom may be nationals of the

same state.

109

Pasal 2 Statuta Mahkamah Internasional :

“The Court shall be composed of a body of independent judges, elected regardless of their nationality from among persons of high moral character, who possess the qualifications required in their respective countries for appointment to the highest judicial offices, or are jurisconsults of recognized competence in international law.” 110


(1)

kepercayaan masyarakat internasional karena dianggap mampu untuk menyelesaikan setiap sengketa yang ada.

2. Diperlukan suatu ketegasan yang lebih lagi di dalam kaitannya dengan keputusan Mahkamah Internasional mengingat bahwa kekuatan mengingat suatu keputusan Mahkamah Internasional hanya mengikat kepada pihak-pihak yang bersengketa saja dan terhadap perkara yang sedang terjadi saja serta bersifat final. Oleh karena itu, di dalam mengambil sebuah keputusan pun diharapkan hakim Mahkamah Internasional benar-benar menggunakan hak dan kewajiban nya sebagaimana yang telah diatur. Sehingga tidak mencampurkan kepentingan-kepentingan yang menyangkut mengenai politik di dalam sebuah keputusannya.

3. Sebagai organisasi internasional yang terbesar dan berperan di dalam menjaga perdamaian dan ketertiban dunia, PBB melalui badan peradilan utamanya yaitu Mahkamah Internasional haruslah tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip yang terdapat di dalam Piagam PBB sehingga Mahkamah masih tetap mendapat tempat di dalam masyarakat internasional dalam menyelesaikan sengketanya. Dalam kasus state immunity antara Jerman v. Italia ini yang menjadi saran adalah pengaturan yang lebih jelas lagi terhadap Jus Cogens sebagai norma tertinggi di dalam hukum internasional supaya tidak bertentangan dengan peraturan hukum internasional yang lain termasuk juga dengan pengaturan State Immunity.


(2)

DAFTAR PUSTAKA 1. Buku

Adolf, Huala, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 1996

Adolf, Huala, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta, Sinar Grafika, 2004

Ardhiwisastra, Yudha Bhakti, Hukum Internasional, Bandung, P.T. Alumni, 2003

Bowett, D.W, Hukum Organisasi Internasional, Jakarta, Sinar Grafika, 1992

Buana, Mirza Satria, Hukum Internasional, Bandung , Nusamedia, 2007

Dixon, Martin & Robert Mccorquodale, Cases and Materials On Internasional Law, Cet. Kedua, London, Blackstone Press Limited, 1995

Evans, Malcolm D, Internastional Law Documents, London, Blackstone Press, 2001

Gardiner, Richard K, International Law, London, Pearson Longman, 2003

Kansil S. T. dan Christine S. T. Kansil, Modul Hukum Internasional, Jakarta, Penerbit Djambatan, 2002

Kusumaatmadja , Mochtar & Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Bandung, Penerbit P.T. Alumni, 2003


(3)

Mauna, Boer, Hukum Internasional – Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Bandung, P.T. Alumni, 2008

Rover, C. de, To Serve and To Protect, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 2000

Rudi , T. May, Administrasi & Organisasi Internasional, Bandung, Refika Aditama, 2005

Starke , J.G., Pengantar Hukum Internasional Edisi Kesepuluh 2, Jakarta Sinar Grafika, 2008

Soekanto, Soerjono & Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif, Cet. Kedua, Jakarta, Penerbit Rajawali, 1986

Sorensen , Max, Manual of Public International Law, New York, ST. Martin’s Press, 1968

Suherman, Ade Maman, Organisasi Internasional & Integritas Ekonomi Regional Dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2003

Sunggono , Bambang, Metode Penelitian Hukum, Suatu Pengantar, Jakarta, Penerbit PT. RajaGrafindo Persada, 2003

Suryokusumo , Sumaryo, Organisasi Internasional, Jakarta, UI-Press, 1987

Suwardi, Sri Setianingsih, Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta, UI-Press, 2006

Tsani , Mohd. Burhan, Hukum dan Hubungan Internasional, Yogyakarta, Liberty, 1990

Wallace, M, Rebecca, Hukum Internasional, Semarang, Penerbit IKIP


(4)

2. Jurnal

Christian Tomuschat, The International Law of State Immunity and Its

Development by National Institution, http :

http://www.vanderbilt.edu/jotl/manage/wp-content/uploads/Tomuschat-cr.pdf, (diakses pada tanggal 1 April 2013)

The Application of Jus Cogens Upon The Rule of State Immunity (The Study of ICJ’S Decision In The Case Between Germany v. Italy), Immanuela Lantang, http :// Lex sCrimen Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013, (diakses pada tanggal 2 April 2013)

Letter Dated 14 Jun 1950 From The Minister For Foreign Affairs of The Government of Israel to The Secretary-General Concerning A Claim For Damage Caused to The Unted Nations By The Assasination of Count Folke Bernadotte and A Reply Thereto From The Secretary-General, Security Council Resolution 1506 (1950), Advisory Opinion, June 26.

3. Instrumen Hukum Internaasional Charter of The United Nations

Statue of The International Court of Justice

United Nations Convention on Jurisdictional Immunities of States and Their Property

European Convention on State Immunity 1972 State Immunity Act


(5)

4. Internet

Trisnaputri, Eka Ayu, Corfu Channel Case , http://ekaayutrsnaputri.wordpress.com/2012/02/16/corfu-channel-case/, diakses tanggal 4 April 2013

http://fishyhenstin.wordpress.com/2012/05/06/perserikatan-bangsa-bangsa-pbb-ujian-tengah-semester-hukum-internasional/, diakses tanggal 4 April 2013.

Juridictional Immunities of The State (Germany v. Italy : Greece Intervening), http://www.icj-cij.org, diakses pada tanggal 1 April 2013

PELEPASAN SOVEREIGN IMMUNITY SUATU NEGARA DALAM

PENYELESAIAN SENGKETA MENURUT HUKUM

INTERNASIONAL,http://maxtentua.blogspot.com/2011/06/pele pasan-sovereign-immunity-suatu.html, diakses pada tanggal 3 April 2013

Perjanjian Versailles, http://missevi.wordpress.com/2011/09/15/perjanjian-versailles/ diakses pada tanggal 1 April 2013

Putusan Mahkamah Internasional, http://rengga-

yoga.blogspot.com/2012/04/putusan-mahkamah-internasional.htm, diakses pada tanggal 9 April 2013

State Immunity Jerman v. Italia,

http://asdarkadir.blogspot.com/2012/01/state-immunity-germany-v-italy.html, diakses pada tanggal 1 April 2013


(6)

5. Kamus