2. Kewenangan Mahkamah Internasional
Kompetensi suatu mahkamah atau pengadilan internasional pada prinsipnya
didasarkan pada
kesepakatan dari
negara-negara yang
mendirikannya. Berdirinya suatu mahkamah atau pengadilan internasional didasarkan pada suatu kesepakatan atau perjanjian internasional. Biasanya
perjanjian internasional ini menentukan pula siapa saja yang berhak menyerahkan sengketanya ke pengadilan.
Max Sorensen menyatakan bahwa :
114
“ The question of jurisdiction brought before the court raises three issues : i Is there jurisdiction ratione personae regarding the parties; ii ratione
materiae regarding the subject matter; iii rationae temporis regarding time limits”.
Kompetensi Mahkamah Internasional tersebut menyangkut tentang pihak yang berhak menyerahkan sengketanya, sengketa-sengeketa apa saja yang bisa
diserahkan dan diadili oleh pengadilan baik yang menyangkut tentang pokok sengketa atau batasan waktunya.
Sebelum merumuskan
kewenangan yurisdiksi
Mahkamah Internasional maka perlu untuk diingat suatu prinsip dalam hukum
internasional bahwa suatu negara tidak dapat dipaksa untuk mengajukan perkaranya atau berpekara bertentangan dengan kemauannya. Prinsip ini
menjadi dasar kewenangan Mahkamah Internasional bahwa tidak mempunyai kewenangan untuk mengadili perkara, kecuali para pihak yang bersangkutan
menyerahkan perkaranya ke Mahkamah Internasional.
114
Max Sorensen, Manual of Public International Law , New York : ST. Martin’s Press,
1968, hal. 701.
Universitas Sumatera Utara
Kewenangan Mahkamah Internasional mencakup dua hal : a. Memberikan keputusan atas sengketa yang diajukan oleh para pihak
contentious jurisdiction. Kewenangan Mahkamah ini merupakan kewenangan untuk
mengadili suatu sengketa antara dua negara atau lebih jurisdiction ratione personae. Pasal 34 dengan tegas menyatakan bahwa Negara sajalah yang
bisa menyerahkan sengketanya ke Mahkamah. Menurut pasal 4 ayat 3 Statuta, Dewan Keamanan dapat menganjurkan agar para pihak
menyerahkan sengketanya kepada Mahkamah. Kesepakatan Negara merupakan dasar dari yurisdiksi Mahkamah.
115
Contoh dalam sengketa adalah The Corfu Channel Case 1948
116
, dalam sengketa ini Dewan Keamanan memberikan rekomendasi agar Inggris dan
Albania menyerahkan sengketanya kepada Mahkamah Internasional. Mahkamah
Internasional melihat kehadiran Albania di sidang menunjukkan bahwa Negara tersebut telah menyepakati yurisdiksi
Mahakamah Internasional. Kewenangan Mahkamah Internasional dapat dilaksanakan melalui
cara-cara berikut :
117
- Berdasarkan Pasal 36 ayat 1 Statuta, mencakup semua sengketa yang diserahkan oleh para pihak dan semua persoalan yang
ditetapkan dalam piagam PBB.
115
Huala Adolf, Op.cit., hal. 70.
116
Eka Ayu
Trisnaputri, Corfu
Channel Case,
http:ekaayutrsnaputri.wordpress.com20120216corfu-channel-case, diakses tanggal 4 April 2013.
117
Huala Adolf, Op.cit., hal. 71.
Universitas Sumatera Utara
- Doktrin Forum Prorogatun, timbul manakala hanya satu Negara yang menyatakan dengan tegas persetujuannya atas kewenangan
Mahkamah. - The Optional Clause Pasal 36 ayat 2 Statuta, yaitu sengketa
hukum mengenai penafiran suatu perjanjian, masalah hukum internasional.
b. Memberikan nasihat hukum atau advisory opinion untuk persoalan hukum atas permintaan badan-badan sesuai dengan pasal 96 Piagam PBB
118
dan Pasal 65
119
Statuta Mahkamah Internasional noncontentious jurisdiction. Noncontention
jurisdiction ialah dasar hukum yurisdiksi
Mahkamah untuk memberikan nasihat atau pertimbangan hukum kepada organ utama atau organ PBB lainnya. Dasar hukum yurisdiksi Mahkamah
dalam memberikan nasihat hukumnya ini biasanya termuat pula dalam konstitusi, konvensi, statute, atau instrument-instrumen perjanjian lainnya.
Contoh konstitusi atau konvensi yang memuat hak untuk meminta nasihat pada Mahkamah antara lain adalah Konstitusi ILO 9 Oktober 1946,
Konstitusi FAO, Konstitusi UNESCO, dan lain-lain.
120
118
Pasal 96 ayat 1 Piagam PBB : “The General Assembly or the Security Council may request the International Court
of Justice to give an advisory opinion on any legal question”.
119
Pasal 65 ayat 1 Statuta Mahkamah Internasional : “The Court may give an advisory opinion on any legal question at the request of
whatever body may be authorized by or in accordance with the Charter of the United Nations to make such a request”.
120
Huala Adolf, Op.cit., hal. 78.
Universitas Sumatera Utara
Ada dua masalah yang timbul dalam pelaksanaan yurisdiksi Mahkamah Internasional memberikan nasihat hukumnya yaitu sebagai
berikut :
121
- Kelayakan suatu masalah untuk mendapatkan nasihat hukum.
- Kepatutan dari pemberian suatu nasihat. Adapun contoh dari Advisory Opinion Mahkamah Internasional adalah :
- Kasus Pangeran Folke Bernadotte af Wisborg Pada tanggal 20 Mei 1948, kelima negara anggota DK PBB
menyetujui pilihan Bernadotte sebagai penengah dalam mengusahakan perdamaian konflik Arab-Israel di Palestina. Namun, Pada tanggal 17
September Pangeran Bernadotte dan Kolonel Andre P. Serot dari AU Perancis dibunuh di Jerusalem oleh angota Lehi, organisasi Zionis
ekstremis yang telah melakukan sejumlah kekejaman selama 1 periode tahun terhadap orang Inggris dan Arab.
Pada saat itu Majelis Umum PBB meminta suatu pendapat hukum Advisory Opinion kepada mahkamah internasional tentang hal
apakah PBB mempunyai kemampuan hukum untuk mengajukan klaim ganti rugi terhadap pemerintah yang bertanguung jawab atau tidak.
122
121
Ibid., hal. 79.
122
Letter Dated 14 Jun 1950 From The Minister For Foreign Affairs of The Government of Israel to The Secretary-General Concerning A Claim For Damage Caused to The Unted
Nations By The Assasination of Count Folke Bernadotte and A Reply Thereto From The Secretary- General, Security Council Resolution 1506 1950, Advisory Opinion, June 26.
Universitas Sumatera Utara
Dengan adanya pendapat dari Mahkamah Internasional yang dinyatakan dalam Advisory Opinion kedudukan PBB serta organisasi
serupa diakui sebagai subjek hukum menurut hukum internasional yang memiliki hak dan kewajiban.
123
- Western Sahara Case Advisory Opinion 1975
Sahara Barat Western Sahara adalah negara koloni Spanyol antara tahun 1884-1976, Western Sahara dikenal juga dengan
nama Spanish Sahara. Western Sahara berbatasan dengan Maroko di utara, Mauritania di selatan, Aljazair di timur, dan Samudera Atlantik
di barat. Berdasarkan atas Resolusi 1514 XV tanggal 14 Desember tahun 1960 mengenai penyerahan kemerdekaan terhadap negara-
negara koloni, Majelis Umum PBB MU mendesak Spanyol bahwa Sahara
Barat harus mendapatkan
dekolonisasi dari
Spanyol berdasarkan asas menentukan nasib sendiri self-determination.
Spanyol menyetujui usulan referendum untuk menentukan nasib Sahara Barat, dibawah pengawasan PBB. Raja Hassan, kepala Negara
Maroko melalui menteri luar negerinya pada tanggal 30 September dan 2 Oktober 1974 menyampaikan pernyataan kepada Majelis Umum
PBB bahwa dengan adanya suatu “keterikatan historis” antara Western Sahara dan Maroko, maka Western Sahara seharusnya menjadi bagian
dari Maroko. Dengan alasan yang sama, Mauritania mengemukakan hal yang serupa. Dengan adanya tanggapan dari Maroko dan
123
http:fishyhenstin.wordpress.com20120506perserikatan-bangsa-bangsa-pbb-ujian- tengah-semester-hukum-internasional, diakses tanggal 4 April 2013.
Universitas Sumatera Utara
Mauritania terkait status Western Sahara setelah referendum, Majelis Umum PBB
mengajukan pertanyaan untuk
pendapat hukum
advisory opinion dari Mahkamah Internasional mengenai kasus ini. Selain itu, contoh aktual adalah permohonan Majelis Umum Kepada
Mahkamah mengenai akibat hukum dari pembangunan tembok oleh Israel di wilayah yang didudukinya, yaitu Palestina. Permohonan ini dikirim melalui
Sekjen PBB kepada Mahkamah dalam suratnya tertanggal 8 Desember 2003. Surat diterima Registry Mahkamah Internasional tanggal 10 Desember
2003.
124
124
Huala Adolf, Op.cit., hal. 80.
Universitas Sumatera Utara
BAB III KEKUATAN MENGIKAT KEPUTUSAN MAHKAMAH
INTERNASIONAL DALAM MEMUTUS SENGKETA INTERNASIONAL DALAM KERANGKA PBB
A. Klasifikasi Sengketa Internasional
Hubungan-hubungan internasional yang diadakan antarnegara, Negara dengan individu, atau Negara dengan organisasi internasional tidak selamanya
terjalin dengan baik. Acapkali hubungan itu menimbukan sengketa diantara mereka. Sumber potensi sengketa antarnegara dapat berupa perbatasan, sumber
daya alam, kerusakan lingkungan, perdagangan, dan lain-lain. Upaya-upaya penyelesaian terhadapnya telah menjadi perhatian yang cukup penting di
masyarakat internasional sejak awal abad ke-20. Upaya-upaya ini ditujukan untuk menciptakan hubungan antarnegara yang lebih baik berdasarkan prinsip
perdamaian dan keamanan internasional.
125
Peran hukum internasional dalam penyelesaian sengketa internasional adalah memberikan cara bagaimana para pihak yang bersengketa menyelesaikan
sengketanya menurut hukum internasional. Dalam perkembangannya hukum internasional mengenal dua cara penyelesaian, yaitu cara penyelesaian secara
damai dan perang. Cara perang untuk menyelesaikan sengketa merupakan cara yang telah diakui dan dipraktikan sejak lama.
Perkembangan selanjutnya, dengan semakin pesatnya kekuatan militer dan teknoogi persenjataan pemusnah missal. Masyarakat internasional menyadari
besarnya bahaya dari penggunaan perang. Karenanya mereka berupaya cara ini
125
Ibid., hal.1.
Universitas Sumatera Utara
dihilangkan atau setidaknya dibatasi penggunaanya. Menurut Mahkamah, sengketa internasional adalah suatu situasi ketika dua Negara mempunyai
pandangan yang bertentangan mengenai dilaksanakan atau tidaknya kewajiban- kewajiban yang terdapat dalam perjanjian.
126
Studi hukum internasional publik, dikenal dua macam sengketa internasional, yaitu :
1. Sengketa Hukum legal or judicial disputes Menurut Friedmann, konsepsi sengketa hukum memuat hal-hal
berikut :
127
- Sengketa hukum adalah perselisihan antarnegara yang mampu diselesaikan oleh pengadilan dengan menerapkan aturan-aturan
hukum yang ada - Sengketa hukum adalah sengketa yang sifatnya memengaruhi
kepentingan vital negara, seperti integritas wilayah dan kehormatan atau kepentingan lainnya dari suatu negara.
Penyelesaian sengketa-sengketa internasional secara hukum akan menghasilkan keputusan-keputusan yang mengikat terhadap Negara-negara yang
bersengketa. Sifat mengikat ini didasarkan atas kenyataan bahwa penyelesaian- penyelesaian atau keputusan-keputusan yang diambil, seluruhnya berlandaskan
pada ketentuan-ketentuan hukum.
128
126
Ibid., hal. 2.
127
Ibid., hal. 4.
128
Boer Mauna, Op.cit., hal. 227.
Universitas Sumatera Utara
2. Sengketa Politik political or nonjusticiable disputes. Karena makin bertambah banyaknya intervensi organisasi-
organisasi internasional terutama PBB dalam penyelesaian politik sengketa-sengketa internasional, maka terdapat 3 penyelesaian politik
yaitu :
129
- Penyelesaian dalam kerangka antar Negara - Penyelesaian dalam kerangka organisasi PBB
- Penyelesaian dalam kerangka organisasi-organisasi regional -
B. Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai Berdasarkan Prinsip Hukum Internasional