Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai Berdasarkan Prinsip Hukum Internasional

2. Sengketa Politik political or nonjusticiable disputes. Karena makin bertambah banyaknya intervensi organisasi- organisasi internasional terutama PBB dalam penyelesaian politik sengketa-sengketa internasional, maka terdapat 3 penyelesaian politik yaitu : 129 - Penyelesaian dalam kerangka antar Negara - Penyelesaian dalam kerangka organisasi PBB - Penyelesaian dalam kerangka organisasi-organisasi regional -

B. Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai Berdasarkan Prinsip Hukum Internasional

Hukum internasional memiliki peranan besar dalam menyelesaikan sengketa internasional dimana: 130 1. Pada prinsipnya hukum internasional berupaya agar hubungan antar negara terjalin lewat ikatan persahabatan friendly relations among states dan tidak mengharapkan adanya persengketaan. 2. Hukum internasional memberikan aturan-aturan pokok kepada negara- negara yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya. 3. Hukum internasional memberikan pilihan bebas kepada para pihak tentang cara, prosedur atau upaya yang seyogianya ditempuh untuk menyelesaikan sengketanya. 4. Hukum internasional modern semata-mata menganjurkan cara penyelesaian secara damai apakah sengketa itu sifatnya antarnegara atau antarnegara dengan subyek hukum internasional lainya. Keharusan untuk menyelesaikan sengketa damai pada mulanya dicantumkan dalam Pasal 1 Konvensi mengenai Penyelesaian Sengketa-Sengketa 129 Boer Mauna, Op.cit., hal. 196. 130 Huala Adolf, op. cit., hal. 8. Universitas Sumatera Utara Secara Damai the Convention on the Pacific Settlement of International Dispute tahun 1899 dan 1907, yang ditandatangani di Den Haag pada tanggal 18 Oktober 1907. 131 Berdasarkan dua konvensi the Hague Den Haag mengenai penyelesaian sengketa internasional tersebut, para negara berupaya untuk menyelesaian sengketa internasionalnya secara damai dengan cara diplomatik, jika cara diplomatik ini gagal maka penyerahan sengketa kepada arbitrase baru diperkenankan. 132 Perkembangan selanjutnya kemudian adalah dengan disahkannya perjanjian internasional dalam penyelesaian sengketa secara damai seperti berikut: 133 1. The Convention for the Pacific Covenant of the League of Nations tahun 1919. 2. The Statute of the Permanent Court of International Justice Statuta Mahkama Internasional Permanen tahun 1921. 3. The General Treaty for the Renunciation of War tahun 1928. 4. The General Act for the Pacific Settlement of International Dispute tahun 1928. 5. Piagam PBB dan Statuta Mahkama Internasional 1945. 6. Declarasi Bandung Bandung Declaration 1955. 7. The Declaration of the United Nations on Principles of International Law concerning Friendly Relations and Cooperation among States in Accordance with the Charter of the United Nations tanggal 24 Oktober 1970. 8. The Manila Declaration on Peaceful Settlement of Dispute between States, 15 November 1982. Dalam The Declaration of the United Nations on Principles of International Law concerning Friendly Relations and Cooperation among States in Accordance with the Charter of the United Nations Deklarasi mengenai 131 Boer Mauna, op. cit., hal. 193. 132 Ibid. 133 Ibid, hal 9-10. Universitas Sumatera Utara Hubungan Bersahabat dan Kerjasama Antar Negara tanggal 24 Oktober 1970 serta Deklarasi Manila tanggal 15 November 1982, termuat prinsip penyelesaian sengketa internasional secara damai didasarkan pada prinsip-prinsip hukum internasional yang berlaku secara universal yaitu sebagai berikut: 134 1. Prinsip bahwa negara tidak akan menggunakan kekerasan yang bersifat mengancam integritas teritorial atau kebebasan politik suatu negara, atau menggunakan cara-cara lainnya yang tidak sesuai dengan tujuan- tujuan PBB. 2. Prinsip non-intervensi dalam urusan dalam negeri dan luar negeri suatu negara. 3. Prinsip persamaan hak dan menentukan nasib sendiri bagi setiap bangsa. 4. Prinsip persamaan kedaulatan negara. 5. Prinsip hukum internasional mengenai kemerdekaan, kedaulatan, dan integritas teritorial suatu negara. 6. Prinsip itikad baik dalam hubungan internasional. 7. Prinsip keadilan dan hukum internasional. Manila Declaration Deklarasi Manila merupakan hasil inisiatif dan upaya Majelis Umum PBB dalam menggalakkan penghormatan terhadap penggunaan cara penyelesaian sengketa secara damai. Adapun dalam Deklarasi Manila 1982 dinyatakan: 135 1. Adalah kewajiban negara-negara yang bersengketa untuk mencari jalan, dengan itikad baik dan semangat kerjasama, menyelesaikan sengketa internasional mereka secepat mungkin dan seadil-adilnya; 2. Negara-negara harus juga mempertimbangkan peran penting yang dapat dimainkan oleh Majelis Umum, Dewan Keamanan, Mahkama Internasional, dan Sekretaris Jendral PBB dalam menyelesaikan suatu sengketa; 3. Deklarasi menyatakan pula adanya berbagai cara yang dapat dimainkan oleh organ-organ PBB untuk membantu para pihak mencapai suatu penyelesaian sengketa mereka. Pada umumnya hukum internasional membedakan sengketa internasional atas sengketa yang bersifat politik dan sengketa yang bersifat hukum. Sengketa 134 Boer Mauna, op. cit., hal 194. 135 Huala Adolf, op. cit., hal. 10. Universitas Sumatera Utara politik adalah sengketa dimana suatu negara mendasarkan tuntutannya atas pertimbangan non yuridik, misalnya atas dasar politik atau kepentingan nasional lainnya. Atas sengketa yang tidak bersifat hukum ini, penyelesaiannya adalah secara politik. Sedangkan sengketa hukum adalah sengketa dimana negara mendasarkan sengketa atau tuntutannya atas ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam suatu perjanjian atau yang telah diakui oleh hukum internasional. 136 Keputusan yang diambil dalam penyelesaian sengketa secara politik hanya berbentuk usul-usul yang tidak mengikat negara yang bersengketa. Usul-usul tersebut tetap mengutamakan kedaulatan negara-negara yang bersengketa dan tidak harus didasarkan atas ketentuan-ketentuan hukum. Keputusan-keputusan yang diambil dalam menyelesaikan sengketa mempunyai sifat mengikat dan membatasi kedaulatan negara-negara yang bersengketa. Ini disebabkan karena keputusan yang diambil hanya didasarkan atas prinsip-prinsip hukum internasional. 137 Pada umumnya hukum internasional mengenal penyelesaian sengketa internasional dapat dilakukan dengan dua mekanisme, penyelesaian diluar pengadilan atau melalui jalur diplomatik, dan kedua penyelesaian secara hukum atau lewat pengadilan. 138 Penyelesaian diluar pengadilan dapat ditempuh dengan cara: 139 136 Ibid, hal 196. 137 Ibid. 138 Huala Adolf, op.cit., hal. 26. 139 Mohd. Burhan Tsani, Hukum dan Hubungan Internasional, Yogyakarta:Liberty, 1990 hal. 105. Universitas Sumatera Utara a. Negoisasi Negoisasi merupakan metoda yang diterima secara universal dan yang paling umum dipakai untuk menyelesaikan sengketa internasional. Negoisasi merupakan cara yang primer dan pokok untuk menyelesaikan konflik kepentingan. Negoisasi merupakan cara yang pertama-tama digunakan oleh para pihak sengketa sebelum mereka mempergunakan cara-cara penyelesaian sengketa yang lain. Negoisasi secara esensial berarti pertukaran pendapat dan usul antar pihak sengketa untuk mencari kemungkinan tercapainya penyelesaian sengketa secara damai yang melibatkan diskusi langsung antar pihak sengketa; tidak ada pihak luar terlibat dalam proses. Untuk mencapai penyelesaian, satu pihak atau pihak yang lain harus membuat suatu usul dan mengajukan alasan guna menunjang suatu usul dan kontra usul, sehingga suatu usul yang diajukan oleh satu pihak akhirnya diterima oleh pihak lain. 140 Menurut Fleischhauer, dengan tidak adanya keikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian sengketa, masyarakat internasional telah menjadikan negoisasi sebagai langkah pertama dalam penyelesaian sengketa. 141 Negoisasi biasanya dilakukan oleh Kepala Negara, Perdana Menteri, Menteri Luar Negeri atau Pejabat Departemen yang lain. 142 Hasil kesepakatan negoisasi dituangkan dalam bentuk dokumen perjanjian perdamaian. 143 140 Ibid, hal. 108. 141 Huala Adolf, loc. cit. 142 Mohd. Burhan Tsani, op. cit., hal. 109. 143 Huala Adolf, op. cit., hal. 28. Universitas Sumatera Utara b. Mediasi Mediasi adalah tindakan negara ketiga atau individu yang tidak berkepentingan dalam suatu sengketa internasional, yang bertujuan membawa kearah negosiasi atau memberi fasilitas kepada negoisasi dan sekaligus berperan serta dalam negosiasi pihak sengketa tersebut. Mediasi melibatkan pula keikutsertaan pihak ketiga mediator yang netral dan independen dalam suatu sengketa. 144 Tujuannya adalah untuk menciptakan adanya suatu kontak atau hubungan langsung diantara para pihak. Mediator bisa Negara, individu, organisasi internasional, dan lain-lain. Mediator dapat terdiri dari suatu negara atau lebih atau terdiri dari seorang individu atau lebih. Mediator berperan untuk berusaha mencegah memburuknya sengketa dan menghilangkan jalan buntu dalam negoisasi. Dalam proses diskusi, mediator bisa mengajukan usul atau saran mengenai permasalahan prosedur dan keseluruhan atau sebagian pokok permasalahan sengketa. Saran mediator bisa bersifat interim atau final. Menurut Bindschedler ada beberapa segi positif dari mediasi: 145 1. Mediator sebagai penengah dapat memberikan usulan-usulan kompromi diantara para pihak. 2. Mediator dapat memberikan usaha-usaha atau jasa-jasa lainnya, seperti memberikan bantuan dalam melaksanakan kesepakatan, dan lain-lain. 144 Ibid., hal. 33 145 Ibid., hal 34. Universitas Sumatera Utara 3. Apabila mediatornya adalah negara, biasanya negara tersebut dapat mempergunakan pengaruh dan kekuasaannya terhadap para pihak yang bersengketa untuk mencapai penyelesaian sengketanya. 4. Negara sebagai mediator biasanya memiliki fasilitas teknis yang lebih memadai daripada orang perorangan. Segi negatif dari mediasi adalah mediator dapat saja dalam melaksanakan fungsinya lebih memperhatikan pihak lainnya. Mediasi dikatakan berhasil apabila usul mediator dapat diterima oleh semua pihak. Oleh sebab itu, keberhasilan mediasi tergantung pada kemauan para pihak untuk menyelesaikan sengketa, kerjasama antar para pihak dan penerimaan serta implementasi penyelesaian yang disarankan. 146 c. Jasa Baik Good Offices Jasa Baik adalah cara penyelesaian sengketa melalui keikutsertaan jasa pihak ke-3. Bindschedler mendefenisikan jasa baik sebagai: 147 “the involvement of one or more state or an international organization in a dispute between states with the aim of settling it or contributing to its settlement”. 148 Jasa Baik atau Good Offices adalah tindakan pihak ketiga untuk membawa ke arah negoisasi atau yang memberi fasilitas ke arah terselenggaranya negoisasi dengan tanpa berperan serta dalam diskusi mengenai substansi atau pokok sengketa yang bersangkutan. Pihak ketiga hanya menyediakan alasan-alasan yang netral mengenai perlunya negoisasi, atau hanya menawarkan menyampaikan 146 Mohd. Burhan Tsani, op. cit.,hal. 112. 147 Huala Adolf, op. cit., hal. 30 148 Ibid. Universitas Sumatera Utara pesan antar para pihak sengketa. Tujuan jasa baik ini adalah agar kontak langsung diantara para pihak tetap terjamin. Tugas yang diembannya adalah mempertemukan para pihak yang bersengketa agar mereka mau berunding. Cara ini biasanya bermanfaat manakala para pihak tidak mempunyai hubungan diplomatik atau hubungan diplomatik mereka telah berakhir. 149 Jasa baik dapat dibedakan atas dua bentuk, yaitu technical good office jasa baik teknis dan political good offices jasa baik politis. 150 Jasa baik teknis adalah jasa baik oleh negara atau organisasi internasional dengan cara mengundang para pihak yang bersengketa untuk ikut serta terlibat dalam konferensi atau menyelenggarakan konferensi. Perannya dalam hal ini adalah sebagai tuan rumah yang memberikan fasilitas-fasilitas yang diperlukan. Sedangkan jasa baik politis adalah jasa baik yang dilakukan oleh negara atau organisasi internasional yang berupaya menciptakan suatu perdamaian atau menghentikan suatu peperangan yang diikuti dengan diadakannya negoisasi atau suatu kompensasi. 151 d. Konsiliasi Konsiliasi merupakan penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga konsiliator yang tidak berpihak atau netral dan keterlibatannya karena diminta oleh para pihak. 152 Konsiliasi dalam 149 Huala Adolf, op. cit.,hal. 31. 150 Ibid. 151 Ibid. 152 Ibid., hal. 35 Universitas Sumatera Utara arti umum mencakup berbagai jenis metoda untuk menyelesaikan sengketa internasional secara bersahabat dengan bantuan negara lain atau badan pemeriksa yang tidak memiliki hak atau Komite Penasihat. Komiter tersebut akan membuat suatu laporan, disertai usul penyelesaian bagi para pihak. Konsiliasi juga berarti penunjukan sekolompok individu yang akan mendengar pendapat kedua belah pihak sengketa, menyelidiki fakta yang mendasari sengketa dan mungkin sesudah berdiskusi dengan para pihak menyampaikan suatu usul formal untuk dipertimbangkan oleh para pihak sebagai penyelesaian sengketa. 153 Konsiliasi merupakan prosedur yang tepat bagi penyelesaian sengketa politik. Dalam praktek, negara menggunakan Komite Konsiliasi bukan untuk memutuskan, tetapi untuk memberi rekomendasi “term settlement”. Konsiliasi lebih diterima oleh negara karena konsiliasi akan menempatkan sengketa pada posisi negosiasi sehingga kekuasaan terakhir untuk memutuskan tetap ditangan para pihak. 154 Komite konsiliasi akan menolong para pihak mencapai penyelesaian secara damai. Ia juga mengajukan usulan penyelesaian dan membuat laporan mengenai rekomendasi penyelesaiannya kepada para pihak. 155 153 Mohd. Burhan Tsani, op. cit.,hal.118. 154 Ibid. 155 Huala Adolf, op. cit.,hal. 38 Universitas Sumatera Utara e. Penemuan Fakta Para pihak yang bersengketa dapat pula menunjuk suatu badan independen untuk menyelidiki fakta-fakta yang menjadi penyebab sengketa. Penemuan Fakta merupakan prosedur yang terpisah untuk penyelesaian sengketa menurut Pasal 33 Piagam PBB. Dalam Penemuan Fakta tidak dibuat rekomendasi bagi para pihak. Fakta yang diketemukakan dibiarkan untuk berbicara sendiri. Tujuan dari penemuan fakta untuk mencari fakta yang sebenarnya adalah sebagai berikut: 156 - Membentuk suatu dasar bagi penyelesaian sengketa diantara dua Negara - Mengawasi pelaksanaan suatu perjanjian internasional - Memberikan informasi guna membuat putusan di tingkat internasional Pasal 34 Piagam PBB f. Penyelidikan Penyelidikan merupakan metode yang berhubungan yang berkaiatan erat dengan metode penemuan fakta “fact-finding”. Penyelidikan adalah suatu proses penemuan fakta oleh suatu tim penyelidik yang netral. Prosedur ini dimaksudkan untuk menyelesaikan sengketa yang timbul karena perbedaan pendapat mengenai fakta, bukan untuk permasalahan yang bersifat hukum murni. Sering fakta yang mendasari suatu sengketa dipermasalahkan. 156 Ibid., hal. 29 Universitas Sumatera Utara Dalam hal ini penyelesaian komisi yang tidak memihak akan mampu memudahkan penyelesaian. Komisi penyelidik bertugas meneliti dan memeriksa mengenai fakta sengketa serta mempersiapkan alasan- alasan yang perlu untuk negoisasi, penyelesaian dan perdamaian. Hasilnya kemudian akan dituang dalam suatu laporan. Laporan ini tidak mempunyai sifat sebagi keputusan, sejauh mana berlakunya akan diserahkan pada para pihak. Saat ini yang berhak untuk menjadi komisi penyidik adalah Dewan Keamanan PBB dan Majelis Umum PBB. Sementara itu, masing-masing organisasi internasional sudah memiliki pengaturan tersendiri mengenai penyelesaian sengketa secara damai yang terjadi di negara anggotanya. Setiap sengketa yang terjadi antar negara terlebih dahulu diselesaikan secara forum regional sebelum akhirnya dibawa ke jalur Mahkamah Internasional. Sedangkan penyelesaian melalui pengadilan dapat ditempuh lewat arbitrase internasional dan pengadilan internasional. 157 Menurut Komisi Hukum Internasional International Law Commission arbitrase adalah: 158 “a procedure for the settlement of disputes between states by binding award on the basis of law and as a result of an undertaking voluntarily accepted”. Arbitrase Internasional merupakan suatu badan peradilan penyelesaian sengketa dimana pengajuan sengketanya diajukan kepada arbitrator yang dipilh secara bebas oleh para pihak, yang memberi keputusan dengan tidak harus ketat 157 Mohd. Burhan Tsani, op. cit.,hal. 104. 158 Huala Adolf, op. cit.,hal. 39 Universitas Sumatera Utara memperhatikan pertimbangan hukum, namun putusannya bersifat final dan mengikat. 159 Hal yang penting dalam arbitrase adalah: 160 1. Perlunya persetujuan para pihak dalam setiap proses arbitrase dimana para pihak dapat memantau secara penuh jalannya arbitrase, para pihak dapat membendung jalannya arbitrase dengan menolak memberikan fasilitas untuk penyelidikan atau menolak memilih pengganti arbitrator. 2. Sengketa diselesaikan atas dasar menghormati hukum. Proses untuk mencapai keputusan harus menurut hukum serta keputusannya akan mempunyai kekuatan hukum. Dalam menjatuhkan keputusannya pun harus berdasarkan hukum. Berdasarkan ketentuan diatas dapat disimpulkan bahwa prasyarat terpenting dalam proses penyelesaian sengketa melalui badan arbitrase ini adalah kata sepakat atau konsensus dari negara-negara yang bersengketa. Sepakat merupakan refleksi dan konsekuensi logis dari atribut negara yang berdaulat. Kedaulatan suatu negara menyatakan bahwa suatu negara tidak tunduk pada subjek-subjek hukum internasional lainnya tanpa ada kesepakatan atau kehendak dari negara tersebut. Tanpa kata sepakat dari salah satu negara, badan arbiterase tidak pernah berfungsi. 161 Selain Pengadilan Arbitrase, salah satu alternatif penyelesaian sengketa secara hukum atau judicial settlement dalam hukum internasional adalah penyelesaian melalui badan pengadilan internasional. Penggunaan cara ini biasanya ditempuh apabila cara-cara penyelesaian yang ada ternyata tidak berhasil. 162 159 Ibid., hal. 40. 160 Mohd. Burhan Tsani, op. cit.,hal. 105. 161 Huala Adolf, op. cit., hal. 43. 162 Ibid., hal. 24. Universitas Sumatera Utara Dalam hukum internasional, penyelesaian secara hukum melalui pengadilan dewasa ini dapat dibagi dalam dua ketegori, pengadilan permanen dan pengadilan ad hoc pengadilan khusus yang bersifat sementara Contoh pengadilan internasional yang permanen yaitu Permananent Court of International of Justice PCIJ atau Mahkamah Permanen Internasional Berakhir pada tahun 1946 dan International Court of Justice ICJ atau Mahkamah Internasional sedangkan contoh dari pengadilan ad hoc adalah the International Tribunal of the of the Sea Konvensi Hukum Laut 1982. 163 Mahkamah Internasional mempunyai jurisdiksi atas dasar persetujuan para pihak sengketa, yang disampaikan dengan “notification of a special agreementcompromise ” pemberitahuan tentang persetujuan khusus. Pengajuan sengketa ke Mahkamah Internasional bisa tanpa persetujuan kedua belah pihak yang bersengketa, hanya dengan pengajuan oleh salah satu pihak secara unilateral. Namun kemudian harus ada persetujuan pihak lain. Kalau tidak ada persetujuan, perkara akan dihapus dari daftar Mahkamah Internasional. Keputusan dari Mahkamah Internasional adalah bersifat final dan mengikat para pihak. Pihak di depan Mahkamah Internasional hanya negara, akan tetapi semua macam perkara sengketa dapat diajukan ke Mahkamah Internasional. 163 Ibid, hal. 58. Universitas Sumatera Utara

C. Penyelesaian Sengketa Internasional Berdasarkan Piagam PBB