Intervensi Farmakologis Pencegahan Diabetes Tipe-2

3. BB lebih :23,0 4. Dengan resiko :23,0-24,9 5. Obes 1 :25,0-29,9 6. Obes II :30 Latihan jasmani sehari-hari dan secara teratur 3-4kali seminggu selama kurang lebih 30 menit latihan jasmani selain menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga dapat memperbaiki kendali glukosa darah.Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan sesuai umur dan status kesegaran jasmani Perkeni, 2011.

2.1.6 Intervensi Farmakologis

Intervensi farmakologis ditambah bila sasaran glukosa darah belum bercapai dengan mengaturan makan dan latihan jasmani, terapi farmakologis diberikan bersama pengaturan makan dan latihan jasmani terapi terdiri dari obat hipoglikemik oral OHO dan bentuk suntikan. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau kombinasi sesuai indikasi, sedangkan dalam keadaan dekompensasi metabolik berat ketosidosis, streaa berat, berat dan yang menurun cepat, adanya ketonuria, insulin dapat diberikan Perkeni, 2011. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.1 Algoritma pengelolaan DM Tipe-2 tanpa disertai dekompensasi Sumber : Konsensus Pencegahan dan Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe,2011

2.1.7 Pencegahan Diabetes Tipe-2

Adapun pecegahan DM menurut Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia 2011 adalah sebagai berikut: 1. Pencegahan Primer: Pencegahan primer ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor resiko, yaitu kelompok yang belumterkena, tetapi berpotensial untuk mendapatkan DM dan kelompok toleransi glukosa. Materi pencegahan primer terdiri dari tindakan penyuluhan dan pengeloaan yang bertujuan untuk kelompok yang mempunyai faktor resiko tinggi dan intoleransi glukosa, skema tentang alur pencegahan primer dapat dilihat pada gambar berikutini: Universitas Sumatera Utara Gambar 2.2 Algoritma Pencegahan DM Tipe 2 Sumber : Konsensus Pencegahan dan Pengendalian DM Tipe 2, 2011 Materi penyuluhan meliputi antara lain: a. Penurunan berat badan pada kelompok yang mempunyai resiko DM dan mempunyai berat badan belebih, penurunan berat badan merupakan suatu pencegahan terjadinya resiko terkena DM tipe 2 atau intoleransi glukosa. Pada beberapa penelitian menunjukkan dengan penurunan berat badan 5- 10 dapat mencegah maupun memperlambat DM tipe 2. b. Diet sehat dianjurkan pada setiap yang memiliki resiko, jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badan ideal dan karbohidrat komplek merupakan pilihan yang diberi secara berbagi dan seimbang sehingga tidak menimbulkan puncak glukosa darah yang tinggi setelah makan. Makanan juga mengandung sedikit lemak jenuh, dan tinggi serat larut. c. Latihan jasmani secara teratur dapat memperbaiki kendali glukosa darah, juga mempertahankan dan menurunkan berat badan, serta dapat meningkatkan kadar kolesterol HDL. Latihan jasmani yang dianjurkan Universitas Sumatera Utara dikerjakan sedikitnya selama 150menitminggu, latihan jasmani dibagi menjadi 3-4 kali aktifitasminggu. d. Menghentikan merokok, meskipun merokok tidak ada hubungannya dengan intoleransi glukosa, tetapi merokok adalah salah satu resiko timbulnya gangguan kardiovaskular dan merokok dapat memperberat komplikasi kardiovaskular dari intoleransi glukosa dan DM tipe2. 2. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder berupa upaya mencegahan atau menghambat timbulnya penyulit pada pasien yang telah menderita DM, yang dilakukan dengan pemberian pengobatan dan tindakan deteksi dini penyulit penyakit DM. Dalam upaya pencegahan sekunder program penyuluhan memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam pengobatan dan menuju perilaku sehat. Dalam pencegahan sekunder ditujukan terutama pada pasien baru, penyuluhan dilakukan sejak pertemuan pertama dan perlu diulang pada pertemuan berikutnya.Penyulit DM yang sering terjadi adalah penyakit kardiovaskular, yang menjadi penyebab utama kematian pada pasien DM. 3. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang DM yang telah mengalami penyulit untuk upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut, upaya rehabilitas pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan menjadi menetap.Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada pasien juga keluarga pasien, materi penyuluhan yang termasuk upaya rehabilitas yang dapat dilakukam untuk mencapai kualitas hidup yang optimal.Dalam pencegahan tersier ini memerlukan pelayanan kesehatan holistik dan terintegrasi antara disiplin yang terkait, terutama pada rumah sakit rujukan.Kolaborasi yang baik antara para ahli diberbagai disiplin jantung dan ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vascular, radiologi, rehabilitas medis, gizi, podiatris, juga lainnya sangat diperlukan untuk keberhasilan pencegahan tersier Perkeni, 2011. Universitas Sumatera Utara

2.2 Rumah Sakit