sakit dan kesembuhan pasien sendiri. Dalam penelitian tingkat kepuasaan pasien di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul di Yogyakarta menyatakan bahwa
masih terdapat sebagian kecil pasien yang merasa tidak puas terhadap pelayanan yang telah diberikan yakni 30 pasien merasa tidak puas dan 70 pasien merasa
puas. RSUPHAM Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malikadalah Rumah Sakit rujukan pelayanan kesehatan di Sumatera bagian Utara, maka dari itu
peneliti ingin melihat tingkat kepuasaan pasien DM terhadap pelayanan kesehatan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan keterangan diatas, dapat disimpulkan bahwa DM adalah salah satu penyakit yang sangat tinggi angka kejadiannya di dunia dan Sumatera Utara,
sementara tingkat kepuasan masyarakat di rumah sakit masih kurang, maka Peneliti bermaksud membuat penelitian yang berjudul “Analisis Tingkat
Kepuasan Pasien DM terhadap Pelayanan Kesehatan di Poliklinik Endokrin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan RSUPHAM.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara kualitas pelayanan kesehatan dengan kepuasan yang dirasakan pasien diabetes
mellitus DM di Poliklinik Endrokrin Rumah Sakit Pusat Haji Adam Malik Medan.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui karakteristik pasien DM di Poliklinik Endrokin
RSUPHAM. 2. Untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien terhadap dimensi mutu
pelayanan kehandalan reability, jaminan assurance, bukti fisik tangibles, empati empathy, dan daya tanggap responsivenessdi
RSUPHAM.
Universitas Sumatera Utara
3. Untuk mengetahui kategori kepuasan pasien DM terhadap mutu
pelayanan di Poliklinik Endrokrin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan RSUPHAM.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Hasil penelitian dapat digunakan menjadi masukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan terhadap pasien diabetes mellitus di
Poliklinik Endrokrin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan agar tercapainya kepuasan dan meningkatkan derajat
kesehatan terhadap masyarakat. 2. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk bahan referensi yang
terkait dengan kepuasaan pasien dan kualitas pelayanan. 3. Hasil penelitian juga bermanfaat untuk peneliti sebagai
mengembangan minat dan kemampuan meneliti dalam bidang penelitian juga memperoleh pengetahuan dan pengalaman.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Mellitus
2.1.1 Definisi
Diabetes Mellitus DM adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin dari pankreas
ADA,2014. Insulin adalah suatu hormon yang dihasilkan oleh pankreas, hormonini akan disekresikan sebagai respon peningkatan glukosa didalam
sirkulasi dan akan meregulasi glukosa yang didapat dari makanan untuk masuk ke dalam sel-sel tubuh dari sirkulasi darah. Semua makanan kaborhidrat akan
dipecah menjadi glukosa didalam darah dan insulin akan membantu glukosa untuk masuk ke dalam sel.
Ketidakmampuan pankreas untuk memproduksi insulin atau ketidakmampuan tubuh menggunakannya akan menyebabkan peningkatan kadar
glukosa dalam darah hiperglikemia.Glukosa yang tinggi didalam darah dalam jangka panjang akan berhubungan dengan kerusakan pada organ lain IDF
Atlas,2013
2.1.2 Faktor Penyebab
Penyakit DM dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu : pola makan, makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan tubuh dapat
memicu timbulnya penyakit, disebabkan oleh kadar insulin oleh sel B pankres memiliki kapasitas maksimum, oleh karna itu mengonsumsi makanan yang
berlebihan dapat menyebabkan kadar gula darah meningkat dikarnakan ketidak seimbangan insulin dan glukosa, obesitas juga mempunyai kecenderungan yang
lebih besar untuk terserang DM dibanding individu yang tidak obesitas. Faktor genetik juga menjadi salah satu faktor menyebab yang tidak dapat dimodifikasi
dari penyakit DM, bahan-bahan kimia dan obat-obatan dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang pankreas, peradangan pada pankreas menyebabkan
pakreas tidak berfungsi secara optimal dalam mensekresikan hormon, dan penyakit infeksi pada pankreas yang disebabkan oleh mikroorganisme
Universitas Sumatera Utara
sepertibakteri dan virus dapat menginfeksi pankreas sehingga pankreas tidak bekerja secara optimal IDF Atlas, 2013.
2.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi dari diabetes mellitus dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut ini:
Tabel 2.1 Klasifikasi Diabetes Melitus
I. Diabetes Melitus Tipe 1
Destruksi sel ß, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut A. Melalui proses imunologik
B. Idiopatik
II. Diabetes Melitus Tipe 2
Bervariasi mulai yang pedominan resitensi insulin disertai diefisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi
insulin
III. Diabetes Melitus Tipe Lain A. Defek genetik fungsi sel ß
• MODY 3 Khoromosome 12, HNF-1 • MODY 1 Khoromosome 20, HNF-4
• MODY 2 Khoromosome 7, glukokinase • Bentuk MODY yang paling jaring MODY 4: Kromosom 13, faktor
promoter insulin-1; MODY 6: Kromosom 2, NeuroD1; MODY 7: Kromosom 9, carboxyl ester lipase
• Diabetes Neonatus Transien Paling umum ZACHYAMI defect imprinting pada 6q24
• Diabetes permanen neonatus Paling umum KCNJ11 gen kode kir6.2 subunit dari ß-cell ATP channel
• DNA Mitokondria • Lainnya
B. Defek genetik kerja insulin: resistensi insulin tipe A, lemprechaunism, sindrom Rabson Mendenhall diabetes lipoatrofik diabetes, lainnya.
C. Penyakit Eksokrin Pankreas: pankreatitis, traumapankreatektomi, neoplasma, fibrosis kistik hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus, lainnya.
D. Endokrinopati: akromegali, sindrom cushing, glukagonoma, feokromositoma, hipertiroidisme, somatostatinoma, aldosteronoma, lainnya.
E. Karena Obat Zat kimia: vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid, diazoxid,ß-Adrenergic agonists, Thiazides, Dilantin, y-
Interveron, lainnya. F. Infeksi : rubella congenital, Cytomegalovirus, lainnya.
G. Imunologi jarang: sindrom “ Stiffman”, antibodi anti reseptor insulin, lainnya.
H. Sindroma genetik lain: Sindrom Down, Sindrom Klinefelter, Sindrom Turner, sindrom Wolfram’s, ataksia Friedrich’s, chorea Huntington, sindrom
Laurence-Moon-Biedl, distrofi miotonik, porfiria, sindrom Prader Willi, lainnya.
IV. Diabetes Kehamilan
Sumber:American Diabetes Association, 2014
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Diagnosa
Diagnosa DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosa tidak bisa ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.Untuk menentukan
diagnosa DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena, sedangkan untuk
tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glumeter Perkeni,2011.
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penderita DM, kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti polyuria,
polifagia dan polydipsia juga penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Ditambahkan juga adanya keluhan lain seperti lemah badan,
kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, sertapruritus vulvae pada wanita Perkeni, 2011
Diagnosa DM dapat ditegakkan melalui tiga cara: 1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu
200mgdL sudah cukup untuk menegakkan diagnosa. 2. Pemeriksaa glukosa plasma puasa 126mgdL dengan adanya keluhan klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral TTGO, dengan cara pemberian glukosa 75g dan diperiksa setelah 2 jam, pemeriksaan ini lebih sensitif dan spesifik dibanding
dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa Perkeni, 2011.
Tabel 2.2. Kriteria Diagnosa DM
NO. KRITERIA DIAGNOSA
1. Gejala klasik DM + Glukosa plasma sewaktu
≥ 200 mg dL 11,1 mmolL Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari
tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. 2.
Gejala Klasik DM+Kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mgdL 7.0 mmolL
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam, atau 3.
Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO ≥200 MGDl 11,1 mmolL TTGO yang
dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa yang harus dilarutkan ke dalam air.
Sumber: Konsesus Pengendalian DM Tipe2 di Indonesia 2011
Apabila hasil pemeriksaan yang diperoleh tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa
Universitas Sumatera Utara
terganggu TGT atau glukosa darah puasa terganggu GDPT. Digolongkan TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam
setelah beban antara 140-199 mgdL 7,8-11,0mmolL, dan diagnosa GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100-
125 mgdL 5,6-6,9 mmolL dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam 140mgdL Perkeni, 2011.
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan untuk mereka yang mempunyai risiko DM seperti Indeks Massa Tubuh IMT 25kgm2, aktivitas fisik kurang
dan riwayat keluarga.Bertujuan untuk menemukan pasien DM dan Prediabetes seperti TGT maupun GDPT, yang merupakan kondisi kadar glukosa darah diatas
normal, tapi belum memenuhi syarat diagnosa diabetes pada tahap ini adalah tahap kritis dimana bila tidak dilakukan perubahan gaya hidup dan pengobatan
yang adekuat diagnosa bisa jatuh menjadi diabetes. Pemeriksaan menyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa
puasa Perkeni, 2011.
Tabel 2.3 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan
Penyaring dan Diagnosa DMMgDl Bukan
DM Belum
Pasti DM DM
Konsentrasi Glukosa Darah
Sewaktu mgdL Plasma Vena
Darah Kapiler 100
9 100-199
90-199 ≥200
≥200
Konsentrasi Glukosa Darah
Puasa mgdL Plasma Vena
Darah Kapiler 100
90 100-125
90-99 ≥126
≥100
Sumber: Perkeni, 2011
Universitas Sumatera Utara
Untuk mempermudah diagnosa diatas, berikut ini adalah skema langkah- langkah untuk diagnosa DM pada Bagan 2.1
Bagan 2.1. Diagnosa DM
Sumber: Konsensus Pengendalian dan Pencegahan DM Tipe 2, 2011
2.1.5 Pilar Penatalaksanaan DM
Konsensus pengendalian dan pencegahan Diabetes Mellitus 2011 membuat pilar penatalaksanaan DM sebagai berikut:
1. Edukasi 2. Terapi nutrisi medis
3. Latihan Jasmani 4. Intervensi Farmakologi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan baik. Pada pengolahan diabetes memerlukan partisipasi
aktif pasien, keluarga, dan tim kesehatan untuk mendampingi pasien dalam
Universitas Sumatera Utara
menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku dibutuhkannya edukasi yang komprehentif dan upaya peningkatan
motivasi pasien. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberitahu kepada pasien,
pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus Perkeni, 2011.
Terapi Nutrisi Medis TNM merupakan bagian penatalaksaan DM secara total.Hal ini memerlukan keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim
dokter,ahli gizi, dan petugas kesehatan yang lain, serta pasien juga keluarganya. Setiap pasien DM harus mendapatkan TNM sesuai kebutuhannya guna untuk
mencapai sasaran terapi, pengaturan makan pada pasien DM sama halnya dengan pengaturan makanan biasa untuk masyarakat umum yaitu makanan yang
seimbang sesuai dengan kebutuhan individu masing-masing. Pada pasien DM pentingnya keteraturan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan yang
dikonsumsi terutama bagi yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. Komposisi makanan yang dianjurkan untuk penderita DM menurut
Konsensus Pengendalian dan Pencegahan DM Tipe2 2011 adalah karbohidrat 45-65, lemak 20-25 kebutuhan kalori, lemak jenuh 7 kebutuhan kalori dan
lemak tidak jenuh ganda 10, jenis makanan lemak yang perlu dihindari antara lain daging berlemak dan susu penuh whole milk, anjuran konsusmsi
kolesterol200 mghari, protein dibutuhkan sebesar 10-20 total asupan energi,dimana sumber protein bisa didapat dari seafood ikan, udang, cumi, dan
lainnya, daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe. Anjuran asupan natrium untuk penyandang
DM sama dengan dengan masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg, dan untuk anjuran konsumsi serat adalah
± 25 ghari Perkeni, 2011. Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh IMT.
Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus: IMT = BB kgTB m2. Adapun klasifikasi IMT adalah sebagai berikut:
1. BB kurang :18,5 2. BB normal :18,5-22,9
Universitas Sumatera Utara
3. BB lebih :23,0
4. Dengan resiko :23,0-24,9 5. Obes 1
:25,0-29,9 6. Obes II
:30 Latihan jasmani sehari-hari dan secara teratur 3-4kali seminggu selama
kurang lebih 30 menit latihan jasmani selain menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga dapat
memperbaiki kendali glukosa darah.Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan sesuai umur dan status kesegaran jasmani Perkeni, 2011.
2.1.6 Intervensi Farmakologis
Intervensi farmakologis ditambah bila sasaran glukosa darah belum bercapai dengan mengaturan makan dan latihan jasmani, terapi farmakologis diberikan
bersama pengaturan makan dan latihan jasmani terapi terdiri dari obat hipoglikemik oral OHO dan bentuk suntikan. Pada keadaan tertentu, OHO dapat
segera diberikan secara tunggal atau kombinasi sesuai indikasi, sedangkan dalam keadaan dekompensasi metabolik berat ketosidosis, streaa berat, berat dan yang
menurun cepat, adanya ketonuria, insulin dapat diberikan Perkeni, 2011.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Algoritma pengelolaan DM Tipe-2 tanpa disertai dekompensasi
Sumber : Konsensus Pencegahan dan Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe,2011
2.1.7 Pencegahan Diabetes Tipe-2
Adapun pecegahan DM menurut Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia 2011 adalah sebagai berikut:
1. Pencegahan Primer: Pencegahan primer ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor
resiko, yaitu kelompok yang belumterkena, tetapi berpotensial untuk mendapatkan DM dan kelompok toleransi glukosa. Materi pencegahan primer
terdiri dari tindakan penyuluhan dan pengeloaan yang bertujuan untuk kelompok yang mempunyai faktor resiko tinggi dan intoleransi glukosa, skema tentang alur
pencegahan primer dapat dilihat pada gambar berikutini:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Algoritma Pencegahan DM Tipe 2
Sumber : Konsensus Pencegahan dan Pengendalian DM Tipe 2, 2011
Materi penyuluhan meliputi antara lain: a. Penurunan berat badan pada kelompok yang mempunyai resiko DM dan
mempunyai berat badan belebih, penurunan berat badan merupakan suatu pencegahan terjadinya resiko terkena DM tipe 2 atau intoleransi glukosa.
Pada beberapa penelitian menunjukkan dengan penurunan berat badan 5- 10 dapat mencegah maupun memperlambat DM tipe 2.
b. Diet sehat dianjurkan pada setiap yang memiliki resiko, jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badan ideal dan karbohidrat
komplek merupakan pilihan yang diberi secara berbagi dan seimbang sehingga tidak menimbulkan puncak glukosa darah yang tinggi setelah
makan. Makanan juga mengandung sedikit lemak jenuh, dan tinggi serat larut.
c. Latihan jasmani secara teratur dapat memperbaiki kendali glukosa darah, juga mempertahankan dan menurunkan berat badan, serta dapat
meningkatkan kadar kolesterol HDL. Latihan jasmani yang dianjurkan
Universitas Sumatera Utara
dikerjakan sedikitnya selama 150menitminggu, latihan jasmani dibagi menjadi 3-4 kali aktifitasminggu.
d. Menghentikan merokok, meskipun merokok tidak ada hubungannya dengan intoleransi glukosa, tetapi merokok adalah salah satu resiko
timbulnya gangguan kardiovaskular dan merokok dapat memperberat komplikasi kardiovaskular dari intoleransi glukosa dan DM tipe2.
2. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder berupa upaya mencegahan atau menghambat
timbulnya penyulit pada pasien yang telah menderita DM, yang dilakukan dengan pemberian pengobatan dan tindakan deteksi dini penyulit penyakit DM. Dalam
upaya pencegahan sekunder program penyuluhan memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam pengobatan dan menuju perilaku sehat.
Dalam pencegahan sekunder ditujukan terutama pada pasien baru, penyuluhan dilakukan sejak pertemuan pertama dan perlu diulang pada pertemuan
berikutnya.Penyulit DM yang sering terjadi adalah penyakit kardiovaskular, yang menjadi penyebab utama kematian pada pasien DM.
3. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang DM yang telah
mengalami penyulit untuk upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut, upaya rehabilitas pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan
menjadi menetap.Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada pasien juga keluarga pasien, materi penyuluhan yang termasuk upaya rehabilitas
yang dapat dilakukam untuk mencapai kualitas hidup yang optimal.Dalam pencegahan tersier ini memerlukan pelayanan kesehatan holistik dan terintegrasi
antara disiplin yang terkait, terutama pada rumah sakit rujukan.Kolaborasi yang baik antara para ahli diberbagai disiplin jantung dan ginjal, mata, bedah ortopedi,
bedah vascular, radiologi, rehabilitas medis, gizi, podiatris, juga lainnya sangat diperlukan untuk keberhasilan pencegahan tersier Perkeni, 2011.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Rumah Sakit
Rumah Sakit adalah suatu organisasi permanen yang menyediakan pelayanan kesehatan, keperawatan, pengobatan untuk masyarakat. Suatu kualitas pelayanan
dirumah sakit tentulah menjadi tuntutan prioritas bagi setiap rumah sakit, rumah sakit tidak cukup bila hanya menawarkan konsep “selamat” dimana perlunya
rumah sakit memberikan pelayanan maksimal yang merupakan kebutuhan pasien dan kepuasaan pasien terhadap pelayanan Hafizurracman,2009, Fadli,2013.
Fungsi pelayanan kesehatan sekarang sudah mengalami pergeseran, yang dikenal sebagi organisasi bersifat sosial, dan sekarang telah menjadi sebuah
organisasi bisnis yang bersifat mencari keuntunganprofit, hal ini dikarenakan rumah sakit memerlukan biaya yang cukup tinggi untuk upaya pelayanan
kesehatanHafizurrachman,2009. Menurut Sistem Kesehatan Nasional 2009 upaya pelayanan kesehatan
secara nasional mengalami peningkatan, pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh penduduk meningkat dari 15,1 pada tahun 1996 menjadi 33,7
pada tahun 2006. Begitu pula pada tahun 2007 menjadi 41,8, fasilitas pelayanan kesehatan merupakan alat dan tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan
pelayanan kesehatan, baik peningkatan, pencegahan, pengobatan, maupun pemulihan Depkes, 2009.
2.3 Mutu Pelayanan dan Kualitas Pelayanan