2.1.5 Paradigma Pedagogi Reflektif
2.1.5.1 Pengertian Paradigma Pedagogi Reflektif
Pedagogi merupakan salah satu cara guru untuk mendampingi siswa dalam tumbuh kembangnya Subagyo,2010:22. Sedangkan reflektif menurut TIM PPR
SD Kanisius 2010:7 adalah meninjau kembali pengalaman, topik tertentu, gagasan, ataupun reaksi secara rasional dengan tujuan mampu memahami makna
yang terkandung di dalamnya. Paradigma Pedagogi Reflektif atau sebutan lainnya Pedagogi Ignasian pada awalnya digunakan atau diaplikasikan dalam sekolah-
sekolah Jesuit yang ada di Roma. Awal mulanya para pengajar menginginkan pembelajaran yang ada tidak hanya sekedar pengenalan kognitif atau pengetahuan
saja. Mereka menginginkan supaya siswa terlibat dan mampu merefleksikan pengalaman dengan menggunakan Pedagogi Ignasian ini sehingga mereka mampu
mempergunakannya secara efektif dalam kehidupan mereka. Pembelajaran
Paradigma Pedagogi
Reflektif PPR
mempunyai keunggulan dimana siswa dan guru menjadi belajar untuk mengembangkan
kompetensi secara utuh Competence, mengasah kepekaan dan mempertajam hati nurani Consience dan saling terlibat dengan penuh bela rasa bagi
sesamaCompassion. Pembelajaran Pedagogi Reflektif ini dapat dikatakan menuju pada tujuan pendidikan dimana siswa menjadi pribadi yang utuh dan
bermakna bagi sesama manusia forming men and women for others. Menurut Subagyo 2010, pedagogi merupakan sebuah cara guru
mendampingi siswa dalam pertumbuhan dan perkembangannya meliputi pandangan hidup dan visi mengenai idealnya pribadi siswa. Paradigma Pedagogi
Reflektif PPR merupakan sebuah pola pikir dalam menumbuhkan dan mengembangkan pribadi siswa menjadi pribadi yang mempunyai nilai
kemanusiaan. Maka, haruslah diberi pengalaman dan memfasilitasinya dengan pertanyaan agar siswa dapat merefleksikan pengalaman tersebut. Selain itu siswa
diberi pertanyaan atas aksi yang akan dilakukan sesuai dengan nilai tersebut. Unsur
–unsur pokok dalam Paradigma Pedagogi Reflektif PPR ini dirumuskan dalam konteks, pengalaman, refleksi, aksi, dan evaluasi yang
dikemukakan oleh Subagyo 2010. Konteks lebih ditekankan pada objek
pembelajaran di mana materi dari pembelajaran yang disampaikan oleh guru dapat memberikan nilai-nilai kemanusiaan pada siswa yang berguna dalam kehidupan
mereka. Banyak konteks yang dipelajari siswa dalam pembelajaran untuk menumbuhkembangkan pendidikan, yaitu wacana tentang nilai-nilai yang ingin
dikembangkan, penghayatan mengenai nilai-nilai yang diperjuangkan dan yang terakhir hubungan antar siswa dengan guru.
Selama proses pembelajaran berlangsung, hendaknya guru menjadi fasilitator guna menyemangati siswa agar memiliki nilai-nilai yang hendak
tercapai, misalnya nilai solidaritas, tanggung jawab, penghargaan terhadap sesama dan masih banyak lagi. Sebagai guru yang ditiru oleh siswa, sebaiknya guru
memberikan contoh penghayatan mengenai nilai-nilai yang diperjuangkan. Melalui itu, siswa bisa melihat, bersikap dan akhirnya berperilaku sesuai dengan
nilai yang diharapkan. Hubungan baik antar siswa dan guru akan membantu siswa untuk mempelajari dan kemudian mengaplikasikan nilai-nilai yang hendak
dicapai. Pembelajaran yang baik merupakan pembelajaran di mana siswa dapat
merasakan langsung atau diberi pengalaman terhadap apa yang sedang mereka pelajari. Melalui pengalaman yang diberikan oleh guru diharapkan siswa dapat
menumbuhkan persaudaraan, solidaritas dan saling memuji melalui kelas kecil yang direkayasa oleh guru. Dalam kegiatan pembelajaran ada beberapa
Kompetensi Dasar KD yang dapat dikatakan sulit bagi guru untuk memberikan pengalaman langsung bagi siswa. Apabila ini terjadi, guru bisa mensiasati dengan
memberikan pengalaman tidak langsung. Pengalaman tidak langsung ini bisa dilakukan dengan cara bermain peran, melihat tayangan video atau gambar, dan
masih banyak lagi. Refleksi dilakukan setelah siswa mendapatkan pengalaman belajar. Guru
membantu siswa dalam melakukan refleksi dengan memberikan pertanyaan- pertanyaan yang membantu siswa memahami, mendalami dan meyakini
temuannya. Melalui kegiatan refleksi ini diharapkan siswa mampu meyakini makna nilai yang terkandung didalam pengalamannya dan siswa dapat
membentuk pribadi mereka sesuai dengan nilai yang terkandung dalam
pengalamannya itu. Kegiatan aksi dilakukan oleh siswa dengan bantuan guru yang memfasilitasi siswa melalui pertanyaan aksi agar siswa terbantu untuk
membangun niat dan bertindak sesuai dengan hasil refleksinya. Di bawah ini merupakan siklus dari Paradigma Pedagogi Reflefktif yang menggambarkan
bahwa empat hal tersebut sangatlah berkesinambungan untuk membantu peserta didik membangun nilai dalam hidup mereka.
Gambar 2.1. Siklus Paradigma Pedagogi Reflektif Subagyo, 2010
2.1.5.2 Tujuan Pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif