BAB III KATEKIS DAN SPIRITUALITAS KATEKIS
Dalam bab ini penulis akan memaparkan mengenai katekis dan spiritualitas katekis. Penulis akan membagi bab ini dalam tiga bagian besar.
Bagian pertama, penulis akan menguraikan sosok katekis, peran, kategori, tugas dan kualitas katekis. Kedua, penulis akan menguaraikan mengenai spiritualitas
katekis. Ketiga, penulis akan menguraikan spiritualitas katekis yang bersumber dari Yohanes 13:1-20 yang telah dibahas dalam bab sebelumnya.
A. Katekis
Apabila kita akan menerima sakramen inisiasi: Baptis, Ekaristi dan Penguatan, sebelumnya kita akan mengikuti pelajaran untuk mempersiapkan diri.
Khusus untuk Baptis, beberapa dari kita menerima pembaptisan sejak kecil yang pelajarannya diwakili oleh orang tua. Pelajaran itu kita terima dari katekis.
Katekis memiliki peran aktif dalam tugas mewartakan Kabar Gembira di lingkungan umat basis Gereja. Kita dapat menjumpai sosok katekis dalam banyak
kesempatan seperti dalam Sekolah Minggu, kegiatan katekese, memimpin doa lingkungan dan masih banyak lagi. Siapakah katekis itu sehingga berhak memberi
pelajaran agama? Pertanyaan ini akan terjawab dalam pemaparan mengenai katekis. Tetapi sebelum itu penulis akan menguraikan yang lebih dasar mengenai
sosok katekis sebagai umat awam yang terlibat dalam tugas Gereja mewartakan Injil ke seluruh dunia.
57
1. Umat Awam Terlibat Aktif
Semua orang beriman Kristiani mengemban beban mulia, yakni berjerih- payah supaya warta keselamatan Ilahi dikenal dan diterima oleh semua orang AA
3. Kita diberi tanggung jawab untuk ambil bagian dalam tugas perutusan Yesus Kristus yang diturunkan kepada Para Rasul yang diteruskan oleh Gereja dari masa
ke masa. Tidak terbatas kedudukan kita dalam Gereja, kita memiliki tanggung jawab yang sama untuk mewartakan Injil. Bersama uskup-uskup lain dan Paus,
sejak menerima tahbisan, para uskup bertanggung jawab terhadap seluruh Gereja. Secara khusus, Gereja memberi tugas untuk mengajar, menguduskan dan
memimpin Youcat art. 252. Sekalipun memiliki wewenang tersebut, mereka tidak dapat menjalankannya tanpa bantuan pihak lain. Para imam dengan
imamatnya membantu uskup mengemban tiga tugas uskup di tempat ia ditugaskan.
Kaum awam tidak bisa dianggap anggota pasif dalam Gereja saat ini. Setiap orang awam, karena karunia-karunia yang diterimanya, menjadi saksi dan
sarana hidup perutusan Gereja LG 33. Kaum awam memiliki tugas perutusan yang sama dengan Yesus untuk mewartakan Injil. Kaum awam yang dimaksud
adalah “semua orang beriman Kristiani, kecuali mereka yang termasuk golongan imam atau status religius yang diakui Gereja” LG 31 yang berarti siapapun yang
telah sah menjadi anggota Gereja karena Pembaptisan yang bukan golongan imam dan religius. Kaum awam memiliki tugas mewartakan Kabara Gembira yang
bercorak keduniawian karena kehidupan mereka yang berada di tengah masyarakat.
58
Mewartakan Injil adalah tugas semua umat beriman Kristiani yang berarti kaum awam ada di dalamnya. “Pewartaan adalah tugas dan panggilan setiap orang
yang percaya kepada Kristus” KWI, 1996: 390 karena “semua orang yang dibaptis, apapun kedudukan mereka di Gereja atau tingkat pendidikan mereka
dalam iman, adalah pelaku- pelaku evangelisasi” EG 120. Maka jelas bahwa
sesungguhnya di dalam setiap diri orang Katolik selalu ada panggilan untuk mewartakan Kabar Gembira dimanapun ia berada. Yesus Sang Sabda tidak pernah
memilih kepada siapa Ia ingin diwartakan. Siapapun yang mengimaninya memiliki kewajiban yang sama untuk mewartakan Injil kepada dunia.
Para awam, juga kalau mereka sibuk dengan urusan keduniaan, dapat dan harus menjalankan kegiatan yang berharga untuk mewartakan Injil kepada dunia
LG 35. Kaum awam adalah bagian utuh dari Gereja Universal. Awam bukanlah anggota yang terpisah dari hirarki. Karena Gereja adalah satu tubuh, satu anggota
tidak dapat berfikir untuk diam saja tanpa berbuat sesuatu untuk tubuh. Awam sebagai anggota tubuh Gereja ikut aktif terlibat dalam pewartaan Injil ke seluruh
dunia. Maka, kaum awam wajib, bersama-sama dengan anggota Gereja yang lain, mewartakan Yesus Sang Sabda ke seluruh dunia.
2. Siapakah Sosok Katekis?
Kata katekis berasal dari kata dasar ketechein yang mempunyai beberapa arti: mengomunikasikan, membagikan informasi, mengajarkan hal-hal yang
berkaitan dengan iman Indra Sanjaya, 2011: 16. Ada berbagai pengertian PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
mengenai katekis yang ditemukan dari berbagai sumber. Katekis adalah baik pria maupun wanita, yang dijiwai semangat merasul, dengan banyak jerih payah
memberikan bantuan yang istimewa dan sungguh-sungguh perlu demi penyebaran iman dan Gereja AG 17. Katekis adalah seorang awam yang ditunjuk secara
khusus oleh Gereja, sesuai kebutuhan setempat, untuk memperkenalkan Kristus, agar Dia dicintai dan diikuti oleh mereka yang belum mengenal-Nya dan oleh
kaum beriman sendiri Komisi Kateketik KWI, 1997: 17. Katekis adalah orang- orang yang dalam semangat Roh melibatkan diri dalam perluasan dan perwujudan
Kerajaan Allah yang menjadi inti dari pewartaan Kristus Komisi Kateketik KWI, 2005: 99. Komisi Kateketik KWI 2005: 133 mengatakan:
Katekis adalah orang beriman yang dipanggil secara khusus dan diutus oleh Allah serta mendapat penugasan dari Gereja melalui missio canonika
dari Gereja
terutama dalam
karya pewartaan
Gereja untuk
memperkenalkan, menumbuhkan dan mengembangkan iman umat di sekolah dan dalam komunitas basis, baik teritorial maupun kategorial.
Melalui beberapa pengertian katekis di atas, penulis dapat merumuskan sosok katekis. Katekis adalah seorang umat beriman Kristiani yang dijiwai
semangat merasul, dipanggil dan diutus Allah, serta melibatkan diri dalam tugas pewartaan Gereja untuk memperkenalkan, membantu menumbuhkan dan
mengembangkan iman Kristiani umat di sekolah dan dalam komunitas basis, baik teritorial maupun kategorial. Sosok katekis harus bersifat umatsentris. Katekis
yang umat sentris berarti katekis hadir dari umat dan untuk umat. Katekis dari umat bermakna katekis dipanggil dari kalangan umat sendiri. Katekis untuk umat
berarti katekis mewartakan Kabar Gembira kepada umat itu sendiri. Katekis juga PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
harus kristosentris. Katekis harus menjiwai dan meneladan Yesus Kristus sebagai Guru sekaligus sebagai Kabar Sukacita itu sendiri.
Dari pemahaman mengenai sosok katekis tersebut kita memahami bahwa katekis pertama-tama merupakan seorang beriman Kristiani. Katekis harus
seseorang yang mengimani Kristus karena katekis akan mewartakan Kristus tentu ia harus mengenal bahkan mengimani-Nya. Yang kedua, katekis menyadari
bahwa dirinya dipanggil Allah untuk mewartakan Kabar Gembira. Sebagai umat beriman yang mengenal sejarah, kita tahu para pekerja Tuhan dari Perjanjian
Lama sampai Perjanjian Baru bukan pertama-tama karena keinginan orang tersebut, tetapi karena inisiatif dari Allah dengan memanggil dan mengutus.
Demikian pula katekis bukan pertama-tama karena keinginan seseorang untuk menjadi katekis, tetapi karena Allah memanggil kita umatnya untuk mewartakan
Kabar Gembira dengan salah satu panggilannya menjadi katekis. Yang ketiga, katekis memiliki semangat untuk melibatkan diri. Katekis
tidak bisa hanya berdiam diri menunggu ada yang memerlukan, tetapi menghampiri domba-domba Allah. Katekis tidak bisa menjadi orang asing di
tengah umat. Ia harus menjadi bagian dari komunitas Gereja yang dilayaninya. ia harus aktif terlibat di dalam berbagai kegiatan yang ada di komunitas Gereja basis
maupun masyarakat sekitarnya. Keempat, tugas katekis yang utama adalah mewartakan Yesus Kristus. Katekis berperan agar Yesus Kristus semakin dikenal
luas. Yang terakhir, katekis bekerja di ladang Tuhan dimanapun ia berada atau ditugaskan. Sebagai pekerja Tuhan, katekis tidak bisa memilih ladang yang
mudah agar lebih mudah, tetapi siap diutus dimanapun dirinya diperlukan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
3. Peran Katekis
Katekis memiliki peran yang sentral dalam perkembangan Gereja di daerah-daerah. Gereja-Gereja yang sekarang ini berkembang subur tidak akan
dibangun tanpa jasa mereka CT 66. Katekis tidak hanya sekedar pembantu bagi imam, tetapi lebih dari itu mereka adalah yang terlibat langsung di tengah
kehidupan Gereja basis dan masyarakat. Dokumen Pedoman Untuk Katekis yang diterbitkan Kongregasi Evangelisasi Bangsa-Bangsa merumuskan peran katekis
yaitu “menyampaikan secara jelas pesan Kristiani dan menemani para katekumen dan orang-orang Kristen yang baru dibaptis dalam perjalan hidupnya menuju
kedewasaan iman serta kehidupan sakramental penuh” Komkat KWI, 1997: 16. Katekis memiliki peran untuk menyampaikan Kabar Gembira secara benar kepada
orang-orang yang ingin mengenal Yesus Kristus dalam masa katekumenat saat mereka akan menerima Sakramen Inisiasi. Katekis membantu para katekumen
untuk mengenal dan menjiwai Yesus baik itu pribadi-Nya maupun ajaran-Nya yang sudah tertuang dalam ajaran Gereja. Katekis juga berperan untuk membantu
umat untuk semakin menjiwai Yesus di dalam katekese sehingga Yesus sungguh- sungguh hadir di dalam setiap segi kehidupan umat.
Pertemuan Nasional Katekis tahun 2005 di Jakarta mendiskusikan mengenai Identitas Katekis di tengah Arus Perubahan Jaman. Salah satu yang
didiskusikan yakni mengenai peran katekis pada jaman ini. Dari hasil diskusi para katekis Regio Kalimantan katekis jaman ini memiliki peran untuk
memperkenalkan dan menuntun sesama umat untuk menumbuhkan iman melalui komunitas basis dalam situasi konkrit Komkat KWI, 2005: 125. Regio Sumatera
62
merumuskan peran katekis saat ini untuk menumbuhkan dan mengembangkan kelompok basis, seraya menghayati dan mengungkapkan imannya bersama umat
basis dalam peziarahannya, selain itu katekis terutama berperan sebagai pewarta sabda dan petugas pastoral Komkat KWI, 2005: 126. Regio Nusra merumuskan
peran katekis yang dibutuhkan saat ini adalah membangun dan mengembangkan communio baik dalam lingkup teritorial maupun kategorial Komkat KWI,
2005:128. Regio Jawa merumuskan peran katekis yakni mendampingi hidup umat beriman Komkat KWI, 2005: 130. Penulis menyimpulkan bahwa peran
katekis di jaman ini yang diharapkan yakni memperkenalkan iman akan Yesus Kristus, membangun, mengembangkan dan mendampingi hidup umat beriman
basis di dalam pewartaan sabda dan pelayanan pastoral. Katekis adalah mereka yang berhadapan langsung dengan jemaat beriman
dengan segala macam problematikanya Indra Sanjaya, 2014: 11. Katekis mengalami langsung bagaimana harus menjawab persoalan-persoalan yang ada
dalam kehidupan umat beriman. Di dalam pertemuan-pertemuan katekese, katekis sering kali dihadapkan pada pertayaan-pertanyaan umat beriman. Jawaban katekis
seperti menjadi acuan bagi umat. Jawaban katekis harus berdasarkan iman Kristiani. Jawaban katekis atas pertanyaan-pertanyaan umat beriman seharusnya
menjadi penyubur iman umat beriman. Katekis bukan hanya sekedar pengajar agama, tetapi juga panutan bagi umat beriman. Maka, segala tindakan dan
perkataan katekis harus sesuai dengan ajaran Yesus sendiri. Seperti Yesus yang bukan hanya mengajar melalui kata-kata tetapi juga memainkan perannya sebagai
63
model teladan hidup seorang yang dekat dengan Allah. Demikian juga katekis memainkan perannya sebagai teladan kehidupan umat beriman Kristiani.
4. Kategori katekis
Dokumen Pedoman Untuk Katekis Komkat KWI, 1997: 17 merumuskan dua tipe utama katekis yakni;
pertama katekis purna waktu, yang mengabdikan seluruh hidupnya demi pelayanan katekese dan yang diakui secara resmi sebagai katekis. Kedua,
katekis paruh waktu yakni katekis yang ikut terlibat secara lebih terbatas tetapi tulus dan serius.
Katekis purna waktu adalah seseorang yang menjadikan katekis sebagai profesi. Katekis purna waktu diangkat oleh keuskupan atau paroki secara resmi melalui
missio cannonica dan mendapatkan penghasilan dari profesinya sebagai katekis. Katekis purna waktu memberikan seluruh hidupnya untuk katekese. Ia terlibat
penuh di dalam keseluruhan bidang katekese baik dalam perencanaan, pelaksaan dan pengembangan katekese.
Katekis paruh waktu adalah seseorang yang memberikan sebagian waktunya untuk menjadi katekis. Katekis paruh waktu tidak menjadikan katekis
sebagai profesi yang berujung pada mata pencaharian. Katekis paruh waktu memberikan sebagian waktunya untuk pelayanan katekese. Ia memiliki pekerjaan
utama tetapi mau melibatkan diri dalam pelayanan katekese entah karena diminta oleh pastor paroki atau karena ingin melibatkan diri. Sekalipun tidak sepenuhnya
64
melibatkan diri dalam kegiatan katekese, katekis paruh waktu tetap dituntut memiliki ketulusan dan keseriusan dalam menjalankan tugasnya sebagai katekis.
Di Indonesia jumlah katekis paruh waktu lebih banyak dibandingkan katekis purna waktu. Dalam Pertemuan Nasional Katekis tahun 2005 di Jakarta
Komkat KWI 2005: 19-46 beberapa keuskupan memiliki katekis purna waktufull time dengan jumlah 2-14 orang. Keuskupan Malang tidak mengangkat
katekis purna waktu. Jumlah katekis purna waktu yang tidak begitu banyak dalam keuskupan secara tidak langsung memberi kesempatan untuk memberdayakan
umat menjadi katekis sukarelawanparuh waktu. Di dalam lingkungan basis sangat dibutuhkan katekis untuk membantu umat dalam pengembangan iman. Dengan
memberdayakan umat setempat, sifat katekis yang umat sentris akan nampak yakni katekis berasal dari umat, oleh umat dan untuk umat.
5. Tugas Katekis
Mewartakan Injil adalah tugas seluruh umat beriman Katolik karena pembaptisannya. Hal ini ditegaskan Paus Fransiskus dalam Evangelii Gaudium
EG art. 120 bahwa “semua orang yang dibaptis, apapun kedudukan mereka di Gereja atau tingkat pendidikan mereka dalam iman, adalah pelaku-pelaku
evangelisasi”. Tugas mewartakan Injil melekat kepada kita karena “berkat pembaptisan mereka, semua anggota umat Allah telah menjadi murid-murid yang
diutus” bdk. Mat. 28: 19. Demikian pula seluruh awam memiliki tugas tersebut, termasuk di dalamnya ada para katekis sebagai guru agama umat beriman.
65
Dokumen Pedoman Untuk Katekis merumuskan tugas katekis menjadi dua yakni; tugas khusus untuk mengajarkan katekese dan tugas lain bekerja sama
dalam berbagai bidang kerasulan Komkat KWI, 1997: 18. Tugas katekis pertama-tama adalah mewartakan Kabar Gembira di dalam katekese. Katekis
menjalankan tugas katekese yang mencakup pendidikan dan pengembangan kaum muda dan orang dewasa dalam hal iman serta menyiapkan calon dan keluarganya
untuk menerima sakramen inisiasi dalam Gereja. Katekis dalam tugasnya bekerja sama dengan bidang kerasulan lain antara lain bertugas untuk memimpin doa
dalam kelompok basis, memimpin Ibadat Sabda Mingguan bila tidak ada iman, membantu orang sakit, memimpin upacara penguburan dan masih banyak tugas-
tugas pastoral yang dapat dilakukan katekis untuk melayani umat dalam bidang pastoral.
6. Kualitas Diri Katekis
Seorang katekis dituntut berkualitas untuk melakukan tugasnya. Kualitas menjadi hal yang penting bagi tugas katekis karena tuntutan jaman yang
menginginkan hal serba berkualitas serta untuk memberikan kepercayaan diri kepada katekis dalam menjalankan tugasnya mewartakan Kabar Gembira.
Kualitas katekis yang mumpuni juga akan sangat membantu tugas-tugas katekis. Romo Yosef Lalu, Pr dalam buku Katekese Umat 2007:150-161 menuliskan
katekis yang diharapkan adalah katekis yang memiliki pengetahuan dan spiritualitas yang mendalam.
66
a. Pengetahuan Katekis
Mewartakan Yesus Kristus tidak cukup hanya memiliki kemauan saja. Katekis diharapkan mempunyai bekal untuk menunjang tugas-tugasnya.
Pengetahuan-pengetahuan yang dipunyai katekis akan membantu katekis untuk mewartakan iman Kristiani secara benar dan tepat. Untuk menyampaikan secara
benar tentang iman Kristiani, katekis perlu memiliki pengetahuan ajaran-ajaran Gereja. Untuk mewartakan iman secara tepat katekis perlu memiliki pengetahuan
tentang metode, konteks dan situasi umat.
1 Akrab terhadap harta kekayaan iman Gereja
Katekis dituntut menyampaikan iman Kristiani secara benar. Untuk menyampaikan ajaran iman Kristiani secara tepat, katekis perlu memiliki
pengetahuan dari sumber-sumber ajaran Gereja. Pengetahuan akan Kitab Suci adalah pengetahuan yang harus dimiliki oleh katekis. Seorang katekis hendaknya
memiliki pemahaman yang tepat tentang Kitab Suci, sehingga tidak jatuh ke dalam bahaya menggunakan Kitab Suci secara fundamentalistik atau terlalu
menyederhanakan Lalu, 2007: 156. Kitab Suci menjadi bahan yang sentral dalam pelajaran-pelajaran agama karena iman Kristiani digali secara mendalam
dari pengelaman-pengalaman di dalam Kitab Suci. Komisi Kateketik KWI 1997: 49 menegaskan bahwa katekis harus mempunyai kemampuan dalam pastoral
Kitab Suci. Dengan Kitab Suci, katekis akan memberi arah yang benar mengenai iman Kristiani kepada umat.
67
Seorang katekis hendaknya mengenal pribadi, pewartaan dan tindakan Yesus Lalu, 2007: 156. Maka, pengetahuan mengenai Kristologi sangat diperlukan.
Iman Kristiani bermuara pada Yesus Kristus, sang Guru dan Tuhan. Katekis perlu mendalami pewartaan dan tindakan Yesus, lebih mendalam lagi katekis perlu
menghidupi Yesus di dalam dirinya. Katekis juga perlu mempunyai pengetahuan mengenai Eklesiologi. Pengetahuan mengenai harta kekayaan iman Gereja,
seperti sifat Gereja, hierarki dan banyak pengetahuan lain mengenai Gereja sangat perlu dimiliki oleh katekis untuk disampaikan kepada umat. Pengetahuan tentang
Eklesiologi bisa didapat dari sumber-sumber seperti Katekismus, Dokumen Konsili Vatikan II, Ensiklik-ensiklik dari Paus dan Kitab Hukum Kanonik. Ajaran
sosial Gereja menjadi pengetahuan berikutnya yang harus dimiliki oleh katekis. Gereja tidak hanya bertindak untuk dirinya sendiri. Gereja memberi pandangan-
pandangan mengenai buruh dan lain-lain dalam rangka terlibat aktif dalam perkembangan dunia melalui ajaran sosial Gereja ASG. Katekis perlu
membahami ajaran sosial Gereja agar katekis dan umat lain mampu terlibat aktif dalam karya Gereja tersebut.
2 Penguasaan terhadap metode
Seorang katekis adalah seorang pengajar. Dia dipercaya untuk memimpin sebuah pertemuan katekese. Maka, katekis perlu memahami mengenai metode
dalam memproses sebuah pertemuan katekese Lalu, 2007: 157. Katekis perlu mempersiapkan sebuah pertemuan katekese dengan memperhatikan metode yang
68
digunakan. Paus Yohanes Paulus II dalam Catechesi Tradendae art. 21 menegaskan: “Tetapi kami hendak menekankan kebutuhan akan pendidikan
kristen yang organis dan sistematis, karena di berbagai kalangan ada kecenderungan untuk menganggap katekese tidak penting lagi.” Katekis perlu
membuat pertemuan yang terorganisasi dan sistematis untuk memudahkan para peserta katekese.
3 Pengenalan terhadap peserta
Menurut Lalu 2007: 157 katekis perlu mengenal dengan baik pribadi- pribadi dan latar belakang dari peserta katekese seperti: daya nalar, perasaan dan
intuisi; latar belakang status sosial dan ekonomi; dan latar belakang budaya. Pengenalan mengenai hal-hal itu akan membantu katekis menentukan apa saja
yang perlu dipersiapkan untuk menghadapi peserta tertentu. Selain itu, pengenalan terhadap peserta dapat membuat katekis dan peserta katekese memiliki hubungan
dekat. Hubungan yang dekat antara katekis dan peserta katekese akan membuat keterbukaan diantara mereka sehingga katekese sebagai sharing iman akan
terwujud karena mereka mau membuka diri untuk berbagi pengalaman iman dan mendengarkan pengalaman iman orang lain. Katekis diharapkan menjadi sahabat
bagi umat. Ia bukan orang asing yang memberikan penjelasan mengenai iman tetapi sahabat yang bersama-sama sedang memperdalam iman. Katekis yang
akrab dengan peserta menjadikan katekis tidak dipandang sebagai guru yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
mengajar agama yang harus dituruti, tetapi teman dan fasilitator dalam rangka meperkembangkan iman umat.
4 Pemahaman mengenai liturgi
Di banyak tempat, katekis berperan menjadi wakil imam dalam hal liturgi. Katekis menjadi pemimpin dalam Ibadat Sabda dan doa-doa di lingkungan basis.
Untuk menunjang tugas itu, katekis perlu memahami hal-hal yang berkaitan dengan liturgi. Katekis perlu belajar mengenai tata cara Ibadat Sabda, Ibadat
Pemberkatan Rumah, Ibadat Pemberkatan Jenazah dan ibadat-ibadat lain yang sangat diperlukan di tengah umat. Katekis juga belajar memimpin doa-doa di
lingkungan basis agar selain dengan katekese iman umat juga semakin di teguhkan dengan doa-doa bersama di lingkungan basis.
b. Spiritualitas Seorang Katekis
Spiritualitas merupakan unsur penting di dalam kehidupan orang Kristiani, termasuk juga para katekis. Spiritualitas bagi katekis adalah api yang terus-
menerus membakar semangat para katekis untuk menjalankan tugas perutusannya menjadi pewarta Sabda Allah. Sebelum membicarakan berbagai hal mengenai
spiritualitas katekis, penulis akan membahas mengenai pengertian spiritualitas, pengertian spiritualitas katekis dan pentingnya spiritualitas bagi katekis dengan
berguru pada Yesus Kristus. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
1 Pengertian Spiritualitas
Kata spiritualitas berasal dari bahasa Latin, yaitu spiritus yang berarti Roh. Manusia hidup semestinya memiliki arah dan tujuan. Spiritualitas dimengerti
sebagai semangat hidup dan perjuangan yang menjadi cara pandang atau pendekatan dalam pengelolaan hidup Staf Dosen IPPAK, 2010: 29. Menurut V.
Indra Sanjaya, Pr 2011: 22 spiritualitas adalah cara bagaimana pengalaman kita akan Allah menentukan cara kita memandang dunia, dan juga cara kita
berinteraksi dengan dunia. Spritualitas dimaksudkan sebagai hubungan pribadi seorang beriman dengan Allahnya dan aneka perwujudannya dalam sikap dan
perbuatan Lalu, 2007: 150. Menurut Romo Yosef Lalu, Pr 2007: 151 spiritualitas dirumuskan sebagai hidup berdasarkan kekuatan Roh Kudus dengan
mengembangkan iman, harapan dan cinta kasih atau usaha mengintegrasikan segala segi kehidupan ke dalam cara hidup yang secara sadar tertumpu pada iman
akan Yesus Kristus. Spiritualitas melambangkan sebuah relasi antara manusia dengan Allah yang membawa dampak bagi kehidupan nyata manusia di dunia.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas penulis berpendapat bahwa spiritualitas adalah semangat yang dijiwai Roh yang berasal dari relasi manusia dengan
Allahnya membantu manusia menentukan arah, tujuan dan bagaimana manusia memandang dunia yang kemudian menentukan sikap dan perbuatan manusia di
dunia. Spiritualitas umat beriman Kristiani ada dalam diri Yesus Kristus. Yesus
Kristus adalah sumber dari kehidupan umat beriman Kristiani. Bagi Lalu 2007: 151 spiritualitas umat beriman Kristiani adalah mengikuti jejak Kristus.
71
Semangat hidup umat Kristiani terletak kedekatannya dengan Yesus Kristus. Di dalam kisah Pentakosta Kis. 2:1-4 Para Rasul yang semula ketakutan dan
kehilangan arah karena kehilangan Yesus sebagai sosok pemimpin, kembali memiliki semangat berkobar karena Roh Kududs menyertai mereka. Para Rasul
kemudian dibimbing Roh Kudus untuk mewartakan Yesus. Bagi umat beriman Kristiani Roh Kudus merupakan pembimbing hidup yang dianugerahkan sendiri
oleh Yesus Kristus kepada setiap umat. Maka, spiritualitas bagi umat beriman Kristiani adalah semangat hidup yang berasal dari Roh Kudus yang diutus oleh
Yesus untuk membimbing umat-Nya menjadi saksi-saksi Kristus melalui perkataan dan perbuataan di dunia.
2 Pengertian Spiritualitas Katekis
Menurut Lalu 2007: 154 dasar spiritualitas seorang katekis adalah spiritualitas Kristiani. Katekis bukan bagian yang terpisah dari umat beriman
Kristiani. Spiritualitas katekis memang pertama-tama adalah spiritualitas yang juga dimiliki oleh umat beriman Kristiani lain, tetapi corak spiritualitasnya lebih
diarahkan kepada tugas yang diembannya. Komisi Kateketik KWI 1997: 22 menekankan katekis harus memiliki spiritualitas yang mendalam yakni “mereka
harus hidup dalam Roh, yang akan membantu mereka memperbarui diri secara terus-menerus dalam identitas khusus mereka. Katekis tidak boleh melupakan Roh
Kudus yang telah menuntun Gereja dari masa ke masa untuk memperbarui diri. Yesus menjadi guru bagi katekis. Maka, spiritualitas katekis dapat disebut
72
mengikuti jejak Kristus Lalu, 2007: 154. Katekis menampilkan Kristus di dalam sikap
hidupnya. Paulus
dalam suratnya
kepada jemaat
di Filipi
mengatakan,”Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus” Flp. 2:5. Paulus memberi
himbauan bahwa kita yang mengimani Yesus Kristus, berpikir, berkata dan berbuat seperti yang Yesus pikirkan, katakan dan perbuat. Itulah spiritualitas
katekis yang selalu mengenakan Yesus Kristus di kehidupan kita. Lalu 2007: 154 merumuskan spiritualitas katekis sebagai “Roh yang
membimbing katekis untuk membantu sesama melalui pewartaan iman yang komunikatif, agar bersama-sama mampu mewujudkan Kerajaan Allah, karena
kepeduliaan terhadap Allah dan terhadap sesama.” Hal utama dari spiritualitas katekis adalah pewartaan iman yang dijiwai Roh Kudus. Tugas utama katekis
adalah mewartakan Kabar Gembira. Maka spiritualitas katekis adalah semangat hidup yang dijiwai Yesus Kristus oleh karena keterbukaan terhadap Roh Kudus
yang membimbing, mendorong, memotivasi dan menggerakkan untuk mewartakan iman akan Yesus Kristus di dalam kehidupan nyata.
3 Spiritualitas Katekis yang Kristosentris
Yesus mengatakan kepada para murid- Nya bahwa: “Kamu menyebut-Ku
Guru dan Tuhan; dan kamu memang benar, sebab itulah Aku” Yoh. 13:13-14. Para murid harus berguru kepada Yesus karena Dia sendiri mengatakan bahwa
“Kamu hanya mempunyai satu Guru” Mat. 23:8, yakni Yesus Kristus. Yesus PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
adalah Guru utama bagi para katekis. Katekis tidak perlu jauh-jauh mencari guru lain, karena di dalam Yesus katekis dapat belajar banyak hal. Hal ini karena
seluruh perihidup Kristus merupakan pengajaran tak kunjung henti Catechesi Tradendae art. 9. Semua yang Yesus Kristus lakukan adalah ajaran bagi kita;
mengajar, berdoa, cinta-Nya kepada manusia, keakraban mesra dengan yang miskin dan dianggap hina, dan bagaimana akhirnya Ia mengorbankan diri-Nya
demi penebusan dosa dunia. Yesus Kristus menjadi pokok yang diwartakan oleh katekis. Katekis harus
mampu menerobos kedalaman jiwa dirinya untuk menemukan prinsip dan sumber identitas dirinya sebagai katekis, yakni Yesus Kristus sendiri Komkat KWI,
1997: 44 Katekis akan menyampaikan secara jelas dan benar tentang apa yang diwartakannya jika ia belajar dari sumbernya yakni Yesus Kristus. Belajar
mengenai Yesus tidak cukup hanya dengan membaca Injil, buku-buku referensi atau menonton film mengenai Yesus. Belajar tentang Yesus adalah dengan
menghidupi Yesus di dalam hidupnya. Hanya dalam persekutuan mesra- mendalam dengan Yesus para katekis akan menemukan sinar terang dan kekuatan
untuk secara otentik membaharui katekese seperti diinginkan Catechesi Tradendae art. 9. Yesus tidak bisa menjadi sesuatu yang asing dari diri katekis. Ia
harus dekat dengan Yesus dengan menghidupi nasihat-nasihat Yesus dan cara hidup Yesus. Maka, katekis akan benar-benar menyampaikan Yesus secara
otentik apabila ia telah bersekutu mesra-mendalam dengan Yesus di dalam setiap perihidupnya.
74
c. Ketrampilan Katekis
Katekis juga dituntut untuk memiliki ketrampilan-ketrampilan untuk mendukung tugasnya sebagai katekis maupun untuk dirinya sebagai orang
kristiani. Ketrampilan yang dimaksud adalah kepekaan katekis terhadap berbagai hal yang ia alami. Ketrampilan adalah kemampuan-kemampuan seseorang dalam
melakukan berbagai tindakan yang muncul karena latihan-latihan sehingga menjadi kebiasaan bagi seseorang tersebut. Ketrampilan-ketrampilan yang harus
dimiliki oleh katekis yakni ketrampilan dalam kehidupan rohani, ketrampilan dalam berkomunikasi serta ketrampilan menyusun, melaksanakan dan
mengevaluasi program kateketik dan pastoral.
1 Ketrampilan dalam kehidupan rohani
Katekis harus terampil di dalam kehidupan rohani sebagai seorang Katolik karena ia harus fasih di dalam hidup doanya. Untuk bisa mendidik orang lain
dalam hal iman, para katekis harus mempunyai kehidupan rohani yang mendalam Komkat KWI, 1997: 45. Kehidupan rohani yang mendalam tercermin di dalam
kehidupan sehari-hari para katekis yakni mencirikan seorang yang dekat dengan Tuhan dan saleh. Kesalehan seorang katekis bukan pertama-tama untuk
menampilkan kedekatannya dengan Tuhan tetapi karena ia dekat dengan Tuhan maka ia akan tampak saleh di mata orang lain.
Para katekis harus memiliki hubungan yang dekat dengan Tuhan. Untuk dapat dengan Tuhan katekis harus terus berkomunikasi dengan Tuhan yakni
75
melalui doa. Bagi katekis, hidup doa yang kuat sudah harus menjadi jati dirinya. Hidup doa yang dimaksud yakni; menghadiri Ekaristi secara teratur, doa pribadi,
meditasi dan juga berefleksi. Menghadiri Ekaristi membuat katekis menjadi dekat dengan Tuhan sekaligus dengan umat. Dengan menghadiri Ekaristi secara teratur
katekis selalu mengenangkan sengsara dan wafat Yesus serta memperbarui utusannya untuk mewartakan Yesus di dunia. Doa pribadi dapat dilakukan setiap
saat menjadikan katekis selalu berkomunikasi dengan Tuhan. Doa pribadi harus menjadi habitus bagi katekis yang menjamin kedekatannya dengan Tuhan.
Meditasi secara teratur terutama mengenai terutama mengenai Sabda Allah membawa keteraturan hidup dan pertumbuhan rohani Komkat KWI, 1997: 47.
Meditasi menjadi saat yang tepat untuk berkomunikasi dengan Tuhan di dalam keheningan. Meditasi membantu kita untuk membuat jarak dengan dunia fana dan
mengambil saat hening sehingga dapat mencurahkan seluruh hati dan pikiran kita terhadap Tuhan. Meditasi membawa ketenangan di dalam hati katekis sehingga
lebih mudah mendengar suara Tuhan di dalam hati. Refleksi setiap hari akan membuat kita memahami pengalaman hidup sehari-hari sebagai kara Tuhan atas
kita. Katekis harus terampil berefleksi yakni: mampu menemukan nilai-nilai manusiawi dalam pengalaman sehari-hari,
mampu menemukan nilai-nilai kristiani dalam Kitab Suci, ajaran Gereja dan tradisi Gereja yang lain serta mampu memadukan nilai-nilai kristiani dengan
nilai-nilai manusiawi dalam pengalaman hidup sehari-hari Lalu, 2007: 159
Katekis yang dapat menjalani hidup doa secara mendalam akan menjadikan dirinya selalu dekat dengan Tuhan, menjadi orang saleh dan menjadi teladan bagi
umat lain untuk dekat juga dengan Tuhan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
2 Ketrampilan berkomunikasi
Seorang katekis harus memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik. Hal ini jelas karena tugas katekis adalah mewartakan Kabar Gembira. Sangat sulit
diterima bila katekis yang bertugas mewartakan Kabar Gembira kesulitan untuk berbicara di depan umum, ragu-ragu dalam mengajar sehingga dapat membuat
umat menjadi ragu-ragu pula. Oleh sebab itu katekis haruslah terampil berbicara di depan umum, tegas dalam berucap, berani tanpa ragu-ragu tetapi juga selalu
menarik untuk didengar. Ketrampilan komunikasi yang perlu ditekankan menurut Yosef Lalu 2007:
158 yakni: a
Ketrampilan berkomunikasi dan berelasi sehingga mampu mengumpulkan, menyatukan dan mengarahkan kelompok sampai kepada suatu tindakan nyata.
b Ketrampilan mengungkapkan diri, berbicara dan mendengarkan.
c ketrampilan menciptakan suasana yang memudahkan umat untuk
mengungkapkan diri dan mendengarkan pengalaman orang lain. Di dalam ketrampilan berkomunikasi ini katekis tidak hanya dituntut untuk dapat
berkomunikasi baik dengan umatnya saja. Katekis harus dapat berkomunikasi dengan pemuka-pemuka agama lain sehingga dapat terjalin komunikasi antar
umat beragama yang toleran di tengah kondisi bangsa yang plural. Katekis harus menjadi jembatan antar umat beragama sehingga di lingkungan tempat ia hidup
terjalin suasana toleran antar umat beragama yang saling menghargai. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
3 Ketrampilan menyusun, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan
katekese
Tugas utama katekis adalah menjadi subyek dalam kegiatan-kegiatan katekese. Katekis dituntut untuk dapat menyusun, melaksanakan dan
mengevaluasi kegiatan katekese yang dijalani. Dalam ketrampilan menyusun kegiatan katekese, katekis harus cermat memilih tema yang akan menjadi
pembahasan, tujuan yang akan dicapai, sumber bahan yang memadai, media yang dapat membantu dan metode yang akan digunakan dalam berkatekese. Dalam
memilih tema, tujuan, sumber bahan, media dan metode yang akan digunakan dalam katekese, katekis harus memperhatikan keadaan umat yang akan diberikan
katekese atau dengan kata laian dalam menyusun kegiatan katekese harus kontekstual agar menyentuh umat.
Katekis juga harus terampil melaksakan kegiatan katekese yang telah ia susun. Katekis dituntut untuk memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik
dalam pelaksanaan katekese yakni dapat membangun suasana yang nyaman di dalam pertemuan. Dengan situasi yang nyaman, pertemuan akan menjadi cair dan
dapat mendorong peserta untuk berani mengungkapkan diri serta mendengar sharing umat lain.
Katekis harus terampil mengevaluasi kegiatan katekese yang telah dilaksanakan. Katekis harus berani mengevaluasi dirinya yakni mengenai
kesesuaian tema yang dibawakan, tercapai atau tidaknya tujuan, sumber bahan yang sesuai, membantu atau tidaknya media yang digunakan, metode yang sesuai
78
keadaan umat dan caranya menyampaikan dapat membantu umat semakin terbuka atau tidak.
B. Tantangan Katekis di Era Globalisasi