BAB IV USULAN KEGIATAN PEMBINAAN KATEKIS DALAM RANGKA
MENUMBUHKAN SPIRITUALITAS KATEKIS YANG BERSUMBER DARI INJIL YOHANES 13:1-20
Pada  bagian  ini  penulis  akan  membuat  usulan  program  pembinaan  bagi katekis  dan  calon  katekis.  Sebelum  itu  penulis  akan  menyampaikan  prinsip
andragogi  dan  teori  psikologi  perkembangan  secara  singkat.  Penulis menyampaikan  prinsip  andragogi  dan  teori  psikologi  perkembangan  karena
membina katekis yang telah dewasa tidak lagi dapat disamakan dengan membina anak-anak  dan  remaja.  Ada  hal-hal  yang  perlu  diperhatikan  dalam  membina
manusia  pada  usia  dewasa.  Membina  orang  dewasa  perlu  memperhatikan  aspek- aspek  dari  perkembangan  psikologi,  fisik  dan  pikiran  agar  pembinaan  dapat
berlangsung  kontekstual  dan  sesuai  dengan  keadaan  dan  kebutuhan  para  katekis sehingga  para  katekis  mampu  menyerap  dan  menerima  materi-materi  dalam
pembinaan.
A. Andragogi dalam Pembinaan Katekis
Penerapan prinsip andragogi menjadi penting dalam pembinaan bagi katekis. Hal ini karena katekis secara usia dikatakan sudah dewasa sehingga memerlukan
prinsip-prinsip  yang  lain  dari  pendidikan  anak-anak  atau  pedagogi.  Untuk  lebih memahami berbagai hal yang dialami pada usia dewasa penulis akan memberikan
penjelasan  secara  ringkas  mengenai  perkembangan  usia  dewasa  yang  didasarkan dari tulisan
Elizabeth B. Hurlock dalam buku Psikologi Perkembangan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
1. Usia Dewasa Dini dan Usia Madya
Elizabeth  B.  Hurlock  1980:  245-375    membagi  usia  dewasa  menjadi  dua kategori yakni usia dewasa dini usia 18 tahun sampai kira-kira 40 tahun dan usia
madya  usia  40  tahun  sampai  60  tahun.  Usia  dewasa  dini  dan  usia  madya memiliki beberapa karakteristik  yang perlu diperhatikan ketika akan menerapkan
prinsip andragogi. Awal masa dewasa dini disebut juga masa peralihan dari masa remaja.  Pada  masa  peralihan  ini,  orang  muda  mengalami  beberapa  penyesuaian
seperti fisik, motivasi, minat dan peran. Pada kemampuan fisik, masa dewasa dini akan  mengalami  puncak  perkembangan  fisik.  Orang-orang  muda  mencapai
puncak  kekuatannya  antara  usia  dua  puluhan  dan  tiga  puluhan  Hurlock,  1980: 253. Pada usia dewasa dini, orang akan belajar ketrampilan-ketrampilan motorik
baru.  Orang  dewasa  muda  sekalipun  memiliki  kekuatan  fisik  dan  motorik  tetapi minat  untuk  bermain  sudah  menurun.  Mereka  memilih  untuk  melakukan
ketrampilan-ketrampilan  motorik  yang  dianggap  sebagai  kemampuan  orang dewasa.
Usia  dewasa  dini  membawa  perubahan  minat  dari  usia  remaja.  Pada  usia dewasa  dini,  pria  dan  wanita  mulai  memperhatikan  penampilan  diri.  Penampilan
diri  akan  menjadi  hal  yang  penting  untuk  menunjukkan  kedewasaan  seseorang agar ia diterima menjadi bagian status  sosial  sebagai  orang dewasa. Minat  orang
dewasa dini mengalami pengurangan pada hobi dan rekreasi. Orang dewasa tidak menghilangkan  hobinya  namun  terhalang  karena  berbagai  tanggung  jawab  baru
yang membuat waktu untuk hobi semakin sedikit. Pada umumnya, orang dewasa dini  memilih  rekreasi  yang  tidak  menghabiskan  waktu  banyak  karena  harus
100
bekerja  atau  hal  lain.  Pada  minat  keagamaan,  orang  dewasa  dini  mulai menganggap penting peran agama. Orang dewasa perlu memiliki pegangan hidup.
Tahap-tehap  perkembangan  iman  manusia  akan  dijelaskan  pada  bagian berikutnya.
2. Tahap-Tahap Perkembangan Iman menurut Fowler
Fowler Diktat Pengantar PAK Sekolah: 117-120 membagi perkembangan iman manusia  menjadi  6  bagian  dimana  masing-masing  bagian  memiliki  karakteristik
yang membedakan antara bagianyang satu dan yang lain. a.
Iman Intuitif – Projektif: Usia 2-67 tahun Pada perkembangan di usia 2-67 tahun, anak mulai belajar berbicara. Mereka
mimiliki  sifak  egoistis,  mudah  berubah,  melayang-layang  dan  tidak  logis.  Anak pada  usia  ini  senang  menggambarkan  sesuatu  melalui  imajinasinya  berdasarkan
hal-hal  yang  mereka  alami  sehari-hari.  Pada  tahap  ini  Allah  digambarkan  oleh mereka sebagai udara yang berada dimana-mana dan berjumlah banyak.
b. Iman Mistis – Literal: Usia 7-12 tahun
Pada  usia  ini  anak  pada  umumnya  masuk  jenjang  pendidikan  formal.  Anak mulai dapat menceritakan pengalamannya sendiri. Mereka dapat menghafal cerita
dengan  detail.  Anak  dapat  mengingat  dengan  baik  pengalaman-pengalaman  di usia  ini.  Sekalipun  anak  dapat  menghafal  cerita  tetapi  masih  memaknai  secara
harafiah.  Pada  usia  ini  Allah  digambarkan  secara  antropomorphis,  misalnya seperti orang tua yang bijaksana, penuh perhatian, sabar atau digambarkan seperti
tokoh dalam ceritera. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
c. Iman Sintesis – Konvensional: Usia 13-21 tahun
Remaja  pada  usia  ini  mulai  mencari  jati  dirinya.  Para  remaja  biasanya memiliki  tokoh  panutan  atau  yang  menginspirasi  untuk  menentukan  jati  dirinya.
Para  remaja  mulai  memiliki  relasi  pertemanan  yang  akrab  dan  berusaha  untuk diterima  di  dalam  kelompok.  Gambaran  Tuhan  yang  dirindukan  bagi  mereka
adalah  yang  dekat,  mengerti,  menerima  dan  meneguhkan  jati  diri.  Mereka  mulai menerima persekutuan dengan umat satu agamanya dan menerima imannya begitu
saja belum sampai pada refleksi dan analisa terhadap apa yang diimaninya. d.
Iman Individual – Reflektif: Usia 21-35 tahun Pada  tahap  dewasa  awal  orang  mulai  berfikir  secara  mandiri  dan  meimiliki
keasadaran  kritis  terhadap  dirinya  dan  sekitar.  Pada  usia  ini  orang  mulai  berani meninggalkan  ketergantungan  terhadap  keluarga  dan  berfikir  mandiri  sekalipun
diliputi  rasa  khawatir.  Pada  perkembangan  iman  di  usia  ini  orang  mulai  kritis terhadap  imannya  yakni  mulai  menggali  makna,  misalnya  mengenai  simbol-
simbol liturgi. Pencarian terhadap makna-makna mengenai yang diimaninya akan membuat orang semakin teguh.
e. Iman Konjungtive: Usia 30 tahun ke atas
Banyak  orang  berpendapat  bahwa  pada  usia  orang  memasuki  tahap kedewasaan  utuh.  Mereka  mimiliki  pengetahuan  yang  dialogis  dengan  ciri
komunikasi  yang  matang.  Orang  mulai  setia  terhadap  agama  sendiri  sekaligus menghormati  iman  orang  lain.  Dialog  dianggap  jalan  untuk  mengenal,
menghormati  orang  lain  sekaligus  memperkaya  imannya  sendiri.  Iman mempersatukan  elemen  hidup  yang  disadari  dan  tidak  disadari  yakni
102
memperkembangkan  kesadaran  diri  yang  terdalam.  Mereka  bersifat  positif  pada realitas  negatif  dan  berat  sehingga  tetap  memiliki  kepercayaan  terhadap  Allah.
Orang menyadari bahwa Allah adalah penopang hidupnya. f.
Iman Universal Pada  tahap  ini  orang  mencapai  kebenaran  utuh  melebihi  kebenaran
paradoksal  dan  dialektikal.  Mereka  mengejawantahkan  cinta  kasih  sejati  tanpa pamrih, universal dan memperhatikan prinsip keadilan secara betul-betul. Mereka
membatasi  ego diri   dan dapat  fokus pada  yang transenden. Dengan rela  mereka mengidentifikasikan diri pada pihak yang miskin, menderita dan tertindas. Tahap
perkembangan iman universal adalah anugerah Allah. Fowler berpendapat orang- orang  seperti  M.  Gandhi,  Martin  Luther  King,  Jr.,  Sr.  Teresa,  D.  Bonhoeffer,
Abraham Heschel, Th. Merton dan Dag Hammarskjold sebagai orang-orang yang memiliki iman universal.
3. Penerapan Prinsip Andragogi dalam Pembelajaran
Secara  etimologis,  andragogi  berasal  dari  bahasa  Latin  “andros”  yang berarti orang dewasa dan “agogos“  yang berarti memimpin atau melayani. D
ari bahasa Yunani andragogi berasal dari kata andros yang berarti orang dewasa dan
agogein  yang  berarti  memimpin.  Andragogi  dirumuskan  sebagai  ilmu  untuk membimbing orang dewasa atau ilmu mengajar orang dewasa. Knowles Sudjana,
2005:  62  mendefinisikan  andragogi  sebagai  seni  dan  ilmu  dalam  membantu peserta didik orang dewasa untuk belajar the science and arts of helping adults
learn. Orang  dewasa  tidak  hanya  dilihat  dari  segi  biologis  semata,  tetapi  juga
103
dilihat dari segi  sosial  dan psikologis.  Secara biologis,  seseorang disebut dewasa apabila  ia  telah  mampu  melakukan  reproduksi.  Secara  sosial,  seseorang  disebut
dewasa apabila ia telah  melakukan peran-peran  sosial  yang biasanya dibebankan kepada  orang  dewasa.  Secara  psikologis,  seseorang  dikatakan  dewasa  apabila
telah memiliki tanggung jawab terhadap kehidupan dan keputusan  yang  diambil. Prinsip  Andragogi  sudah mulai  digunakan dalam penanganan kasus-kasus  dalam
bidang  pelayanan  masyarakat,  proses  pemasyarakatan  kembali,  pendidikan  luar sekolah,
manajemen personalia,
organisasi-organisasi masa,
program pembangunan masyarakat dan sebagainya.
Langkah-langkah  kegiatan  dan  pengorganisasian  program  pendidikan  yang menggunakan asas-asas pendekatan andragogi sebagai berikut :
a. Menciptakan iklim untuk belajar
b. Menyusun  suatu  bentuk  perencanaan  kegiatan  secara  bersama  dan  saling
membantu c.
Menilai atau mengidentifikasikan minat, kebutuhan dan nilai-nilai d.
Merumuskan tujuan belajar e.
Merancang kegiatan belajar f.
Melaksanakan kegiatan belajar g.
Mengevaluasi hasil belajar Dari ketujuh proses tersebut maka andragogi dipandang sebagai suatu sistem
belajar  umpan  balik  dimana  andragogi  merupakan  proses  perkembangan  yang berkelanjutan  bagi  orang  dewasa  untuk  belajar.  Dalam  prinsip  ini  fungsi  utama
seorang  guru  ialah  mengatur  dan  membimbing  proses  andragogi  itu  sendiri PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
daripada  mengatur  isi  pelajaran.  Dengan  demikian  peserta  memiliki  peran  aktif untuk ikut menentukan jalannya pembelajaran. Pembelajaran  yang menggunakan
prinsip  andragogi  menuntut  peserta  untuk  mau  mengemukakan  pengalaman sehari-hari  yang  diperkuat  dengan  tanggapan  peserta  lain  dan  fasilitator
pengalaman  tadi  menjadi  kuat  dan  peserta  menjadi  semakin  paham  dengan  apa yang  harus  dilakukan.  Pembelajaran  dengan  prinsip  andragogi  tidak  berangkat
dari pengetahuan fasilitator yang diterapkan untuk peserta tetapi pengalaman dari peserta yang akan diteguhkan.
Knowles  1979:  11-27  menyatakan  apabila orang  telah  berumur  17  tahun, maka penerapan prinsip andragogi dalam kegiatan pembelajarannya telah menjadi
suatu  kelayakan.  Usia  belajar  pada  kelompok  belajar  program  Perguruan  Tinggi rata-rata  di  atas  17  tahun,  sehingga  dengan  sendirinya  penerapan  prinsip
andragogi pada kegiatan pembelajarannya semestinya diterapkan. Perlunya  penerapan  prinsip  andragogi  dalam  pembelajaran  orang  dewasa
dikarenakan  cara  mengajar  orang  dewasa  berbeda  dengan  cara  mengajar  anak. Mengajar
anak pedagogi
lebih banyak
merupakan upaya
mentransmisikan sejumlah  pengalaman  dan  keterampilan  dalam  rangka mempersiapkan  anak  untuk  menghadapi  kehidupan  di  masa  datang.  Sebaliknya,
mengajar  orang  dewasa  andragogi  lebih  menekankan  pada  membimbing  dan membantu orang dewasa untuk menemukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap
dalam  rangka  memecahkan,  masalah-masalah  kehidupan  yang  dihadapinya. Ketepatan  pendekatan  yang  digunakan  dalam  penyelenggaraan  suatu  kegiatan
pembelajaran tentu akan mempengaruhi hasil belajarnya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
Metode pembelajaran  yang dapat digunakan dalam kegiatan belajar dengan prinsip andragogi ialah :
a. Berpusat pada masalah
b. Menuntut dan mendorong peserta untuk aktif
c. Mendorong peserta untuk mengemukakan pengalaman sehari-harinya
d. Menumbuhkan  kerja  sama,  baik  antara  sesama  peserta,  dan  antara  peserta
dengan tutor e.
Lebih  bersifat  pemberian  pengalaman,  bukan  menerapkan  pengetahuan gurufasilitator atau penyerapan materi.
Ada  beberapa  cara  belajar  yang  dapat  digunakan  untuk  membantu  orang dewasa belajar, antara lain :
a. Presentasi,  cara  belajar  ini  meliputi  antara  lain:  ceramah,  debat,  dialog,
wawancara,  panel,  demonstrasi,  film,  slide,  pameran,  darmawisata,  dan membaca.
b. Partisipasi  peserta,  cara  belajar  ini  meliputi  antara  lain:  tanya  jawab,
permainan  peran,  kelompok  pendengar  panel  reaksi,  dan  panel  yang diperluas.
c. Diskusi,  cara  belajar  ini  terdiri  atas  diskusi  terpimpin,  diskusi  yang
bersumberkan dari buku, diskusi pemecahan masalah, dan diskusi kasus. d.
Simulasi, cara belajar ini terdiri atas: permainan peran, proses insiden kritis, metode kasus, dan permainan
106
4. Penerapan Prinsip Andragogi dalam Pembinaan Katekis
Di  banyak  daerah  masih  banyak  katekis  yang  sudah  berusia  lanjut  masih mengabdikan diri. Hal ini tentu sangat baik karena Gereja memang membuka diri
untuk  keterlibatan  semua  anggotanya  dalam  karya  pewartaan.  Tetapi  yang menjadi  perhatian  adalah  perlu  adanya  regenerasi  dari  yang  muda  karena  yang
berusia  lanjut  memiliki  banyak  keterbatasan  terutama  fisik.  Pengkaderan  katekis muda perlu mendapat perhatian besar bagi Gereja. Dalam mengkader para katekis
dan  calon  katekis  tentunya  diperlukan  teknik-teknik  dan  metode-metode  yang sesuai  dengan  usia  mereka  sehingga  materi  yang  disampaikan  dapat  terserap
dengan  baik  oleh  mereka. Pembinaan  katekis  sudah  selayaknya  memperhatikan
penerapan  prinsip  andragogi.  Hal  ini  karena  secara  tahapan,  para  katekis  adalah orang-orang yang sudah dewasa dan bukan lagi anak-anak. Tidak seperti memberi
pembinaan bagi anak-anak yang menerapkan prinsip pedagogi, para katekis yang sudah  memiliki  kedewasaan  fisik,  pikiran  dan  psikologi  harus  dibina  dengan
melandaskan prinsip-prinsip andragogi. Prinsip  andragogi  menggunakan  beberapa  metode  dan  teknik  yang  sesuai
untuk  pendidikan  bagi  orang  dewasa  dimana  orang  dewasa  tidak  hanya mendapatkan  transfer  ilmu  saja  seperti  memberikan  pelajaran  kepada  anak-anak
namun orang dewasa lebih diajak untuk mendalami juga pengalamannya. Prinsip ini  lebih  menekankan  pada  membimbing  dan  membantu  orang  dewasa  untuk
menemukan  pengetahuan,  keterampilan,  dan  sikap  dalam  rangka  memecahkan, masalah-masalah  kehidupan  yang  dihadapinya.  Para  calon  katekis  dan  katekis
yang dibina hendaknya juga perlu diajak untuk menemukan pengetahuan mereka PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
mengenai  seluk  beluk  Gereja  dan  apa  saja  yang  perlu  diajarkan  kepada  orang- orang  lain.  Mereka  juga  harus  memiliki  beberapa  keterampilan  dan  sikap  yang
harus  dimiliki  seorang  ketekis  seperti  kemampuan  berkomunikasi  dengan  baik, memiliki  spiritualitas  yang  baik  dan  relasi  yang  baik  pula  dengan  Tuhan  dan
dengan sesama. Cara membimbing dengan menggunakan prinsip  andragogi akan memudahkan  pengajar  untuk  mencapai  tujuan  dari  pembelajaran  tersebut  dan
sekaligus memudahkan peserta didik dalam mengolah apa yang mereka dapatkan karena  mereka  lebih  diajak  untuk  menemukan  pengetahuan  dan  keterampilan
yang diperlukan di dalam pelayanan.
B. Pembinaan dalam Menumbuhkan Spiritualitas Katekis