PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN, DAN KETERBATASAN

tersebut dikarenakan adanya keharusan murid – murid untuk menggunakan bahasa oral ketika berkomunikasi dengan guru. Komunikasi yang dilakukan selama proses belajar mengajar pun selalu menggunakan bahasa oral. DA dan SA juga termasuk murid yang aktif berbicara, meskipun bukan mengenai pelajaran sedangkan LI lebih sering diam dan menggunakan bahasa oral sambil berisyarat. Terkadang, NA, SA, dan DA juga akan menggunakan bahasa oral sambil berisyarat ketika berkomunikasi dengan teman – temannya. Selain itu, Yusuf 2010 juga menjelaskan mengenai tipe perkembangan bahasa anak yang dibagi menjadi egocentric speech , yaitu melakukan komunikasi dengan dirinya sendiri dan socialized speech, yaitu adanya kontak antara anak dengan lingkungannya . NA, LI, DA, dan SA telah dapat melakukan egocentric speech, yang ditunjukkan dari sikap NA, LI, DA, dan SA yang akan marah atau tertawa sendiri ketika melakukan kesalahan dalam menuliskan sesuatu di buku atau di papan tulis. Terkadang, NA, LI, DA, dan SA akan berbicara sendiri ketika sedang tidak melakukan apapun di kelas. Perkembangan pada tipe egocentric speech sangat dipengaruhi dari Pada tipe perkembangan socialized speech terdiri dari lima bentuk , yaitu : a adapted information, NA, DA, dan SA dapat melakukan percakapan pada guru dan teman – temannya untuk saling bertukar gagasan atau untuk menyampaikan maksud tertentu baik menggunakan bahasa oral maupun sambil berisyarat. LI terkadang masih membutuhkan bantuan dari teman dalam menjelaskan maksudnya; b critism , NA dan DA dapat mengutarakan pendapat atau penilaian terhadap ucapan temannya sedangkan LI dan SA terkadang mengalami kesulitan dalam memberikan pendapat atau penilaiannya terhadap ucapan temannya sehingga harus diulangi berkali – kali bahkan LI dan SA terkadang kesulitan untuk menyusun kalimat untuk mengutarakan pendapatnya. Perkembangan pada bentuk adapted information dan critism sangat dipengaruhi dari adanya kebebasan murid – murid untuk mengutarakan pendapatnya dan saling bercakap – cakap antara guru maupun teman – temannya; Selanjutnya c command, request, dan threat, NA, LI, DA, dan SA dapat menyuruh dan meminta sesuatu pada guru dan teman – temannya. Hal ini ditunjukkan selama proses belajar mengajar maupun ketika di luar kelas; d question, NA termasuk sering dalam mengutarakan pertanyaannya pada guru atau teman – temannya. Sementara itu, LI, DA, dan SA tampak jarang mengutarakan pertanyaan pada guru dan memilih untuk diam serta lebih sering bertanya pada teman yang lain; e answer, NA, DA, dan SA terkadang masih mengalami kesulitan dalam merespon atau menjawab pertanyaan dari guru sehingga memerlukan penjelasaan berulang agar NA, DA, dan SA dapat memahami pertanyaan guru. Namun, LI masih sering mengalami kesulitan untuk menjawab setiap pertanyaan guru sehingga memerlukan penjelasaan berulang dan membutuhkan bantuan dari temannya, khususnya NA. Perkembangan pada bentuk question dan answer sangat dipengaruhi dari adanya kebebasan murid – murid untuk saling berkomunikasi baik dengan guru maupun teman – temannya. Selain itu, guru selalu meminta murid – muridnya untuk aktif bertanya, berpendapat, dan menjawab ketika kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung. Perkembangan pada tipe socialized speech cukup memberikan peranan dalam mengembangkan kontak sosial dan kepekaan antara murid – murid dengan lingkungannya, khususnya ketika di sekolah bersama guru dan teman – temannya. Peran guru dalam mengajarkan Metode Maternal Reflektif MMR pada murid – murid juga telah cukup efektif. Hal ini ditunjukkan dari kebiasaan guru yang selalu menerapkan pelaksanaan Metode Maternal Reflektif MMR di kelas. Namun, masih adanya perbedaan perkembangan bahasa dari masing – murid sebenarnya dipengaruhi oleh perbedaan kemampuan berbahasa anak tunarungu dalam memahami makna kata atau aturan bahasa. Hal tersebut membuat mereka mengalami kesulitan dalam mengikuti proses belajar dan berbicara sehingga mereka tidak belajar dari sesuatu yang didengarnya. Menurut Carrol 1986, ada tiga faktor yang menentukan perkembangan bahasa pada anak tunarungu, yaitu tingkat kerusakan pendengaran, status pendengaran orangtua, dan usia diperkenalkan pada sistem komunikasi tertentu serta konsistensi latihan berkomunikasi. NA, DA, dan SA termasuk dalam kategori anak yang mengalami kehilangan pendengaran marginal. Mangunsong 2009 menjelaskan bahwa anak dengan gangguan pendengaran marginal 30 – 40 dB masih dapat mendengar dan mengikuti pembicaraan hanya pada jarak beberapa meter. Sebenarnya, LI juga termasuk dalam kategori anak yang mengalami kehilangan pendengaran marginal, tetapi LI yang mengalami gangguan pada matanya ketika kelas I sehingga semakin mempengaruhi gangguan pada pendengarannya. LI pun dikategorikan menjadi anak yang yang mengalami kehilangan pendengaran sedang, seperti yang dijelaskan oleh Mangunsong 2009 bahwa anak dengan gangguan pendengaran sedang 40 – 60 db dapat belajar membaca dengan menggunakan bantuan mata dan alat pendengaran hearing aid. Namun, LI memilih untuk tidak menggunakan bantuan alat pendengaran hearing aid sehingga LI masih sering mengalami kesulitan ketika mengikuti pembicaraan guru dan teman – temannya tanpa menggunakan bahasa isyarat. Kerusakan pendengaran pada anak tunarungu akan mempengaruhi kurang berkembangnya kemampuan berbahasa mereka. Anak tunarungu tidak belajar dari apa yang didengarnya sehingga mereka akan mengalami kesulitan dan waktu yang lebih lama untuk mengenali aturan – aturan bahasa daripada anak yang mendengar. Hal tersebut membuat lebih berkembangannya kemampuan bahasa NA, DA, dan SA dibandingkan dengan LI. Perbedaan tingkat kerusakan pendengaran telah mempengaruhi penguasaan perkembangan bahasa NA, LI, DA, dan SA. Meskipun NA, DA, dan SA termasuk dalam kategori kehilangan pendengaran yang sama, tetapi NA merupakan murid memiliki kemampuan berbahasa yang lebih bekembang. Hal tersebut dikarenakan NA aktif mengutarakan pertanyaan dan pernyataannya di kelas sehingga semakin memperkaya pembendaharaan kata dan melatih kemampuan berkomunikasinya. Selain itu, NA sering membantu guru dalam memperjelas pertanyaan atau pernyataan dari teman – temannya. NA juga membantu teman – temannya memahami penjelasan dari guru. Orangtua NA, LI, DA, dan SA termasuk orangtua dengan pendengaran normal, yaitu orangtua mereka tidak mengalami gangguan pendengaran atau tunarungu sehingga status pendengaran orangtua tidak berpengaruh terhadap gangguan pendengaran pada NA, LI, DA, dan SA. Status pendengaran orangtua yang mendengar membuat perkembangan bahasa NA, LI, DA, dan SA tidak terlalu mengalami ketertinggalan. Hal tersebut karena NA, LI, DA, dan SA tetap dapat belajar mengenali berbagai makna kata ketika sedang berkomunikasi dengan orangtua di rumah. Di sisi lain, NA, LI, DA, dan SA memiliki perbedaan usia ketika diperkenalkan dengan sistem komunikasi melalui Metode Maternal Reflektif MMR. Hal ini dapat mempengaruhi proses penerimaan pelajaran mengenai aturan - aturan bahasa. Sebaiknya, anak tunarungu telah diperkenalkan pada suatu sistem komunikasi tertentu sejak dini karena mereka dapat belajar lebih cepat dan lebih banyak mengenali aturan – aturan bahasa. Hal tersebut tampak dari kemampuan berbahasa dan komunikasi NA yang lebih menonjol. NA dan LI mulai masuk kelas Latihan atau kelas paling awal sekolah pada usia dua tahun, sedangkan DA pada usia tiga tahun, dan SA pada usia empat tahun sehingga membuat kemampuan berbahasa mereka tidak sama. Meskipun telah masuk kelas Latihan lebih awal, tetapi LI mengalami kemunduran dalam mengikuti pelajaran WWC 2. LI harus tertinggal pelajaran beberapa bulan selama proses penyembuhan operasi mata yang dijalaninya. Padahal, LI termasuk murid yang cukup pintar sejak duduk di kelas Latihan. Meskipun mengalami kemunduran, tetapi LI tetap mengikuti kelas – kelas selanjutnya tanpa mengulangi kelas I. Hal tersebut karena LI sangat bergantung dengan NA sehingga LI tetap naik kelas bersama NA. Sesuai dengan telah dijelaskan oleh Somad dan Hernawati 1996 bahwa anak tunarungu memiliki sikap ketergantungan dengan orang lain. Meskipun demikian, kurang berkembangnya kemampuan berbahasa yang dialami oleh NA, LI, DA, dan SA tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh tingkat kerusakan pendengaran, status pendengaran orangtua, dan usia diperkenalkan pada sistem komunikasi saja. Hal ini juga dapat dipengaruhi oleh kurangnya dukungan dan peran serta orangtua untuk melatih kemampuan berbahasa anak di rumah.

C. KETERBATASAN PENELITIAN

Penelitian ini telah dilaksanakan sesuai prosedur penelitian, tetapi dalam pelaksanaannya masih terdapat beberapa keterbatasan, antara lain: 1. Jumlah observer yang sangat terbatas dalam melakukan observasi selama proses belajar mengajar dikelas. Dengan demikian, peneliti menggunakan media video sebagai pembanding dalam melakukan observasi. 2. Waktu wawancara yang terbatas dengan guru. Tidak tersedianya waktu tersendiri untuk wawancara dengan guru membuat peneliti melakukan wawancara sambil melakukan observasi di kelas. 3. Pengambilan data penelitian kurang maksimal karena murid kelas VI akan melaksanakan ujian akhir semester sehingga pengambilan data observasi hanya dilakukan sebanyak enam kali dan data wawancara sebanyak dua kali. 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian mengenai “Gambaran dari dampak penggunaan Metode Maternal Reflektif MMR terhadap perkembangan bahasa dan komunikasi pada murid tunarungu kelas VI SLB B Karnnamanohara Yogyakarta” dapat disimpulkan sebagai berikut: Penggunaan Metode Maternal Reflektif MMR sebagai metode pengajaran di kelas telah berperan dalam mengembangkan kemampuan berbahasa murid – murid kelas VI dengan mengajarkan aturan – aturan bahasa dan mengenalkan bahasa oral. Meskipun demikian, penggunaan Metode Maternal Reflektif MMR belum sepenuhnya optimal. Hal ini disebabkan adanya keharusan menggunakan bahasa oral selama proses belajar mengajar berlangsung. Padahal, tidak semua murid dapat mengenal makna kata tertentu apabila menggunakan bahasa oral karena sebelum menggunakan bahasa oral, murid – murid telah menggunakan bahasa isyarat mereka sendiri. Materi pengajaran pun harus sesuai dengan pelaksanaan Metode Maternal Reflektif MMR meskipun telah dsesuaikan dengan kemampuan belajar murid. Hal ini membuat perkembangan bahasa murid – murid, yang meliputi tugas – tugas dan tipe – tipe perkembangan bahasa antara murid yang satu dengan yang lain berbeda tahap pencapaiannya. Selain itu, dalam berkomunikasi pun murid – murid belum sepenuhnya menggunakan bahasa oral. Murid – murid menggunakan bahasa oral hanya ketika berada di dalam kelas atau ketika sedang berinteraksi dengan guru. Murid – murid lebih sering menggunakan bahasa oral sambil berisyarat dengan tangan maupun ekspresi wajahnya ketika bersama teman – temannya atau ketika mereka berada di luar kelas. Berdasarkan tugas perkembangan bahasa, NA telah menguasai tahapan pemahaman. Namun, LI, DA, dan SA belum sepenuhnya menguasai tahapan pemahaman. NA juga telah menguasai tahapan pengembangan pembendaharaan kata sedangkan LI, DA, dan SA belum sepenuhnya mengusai tahapan pengembangan pembendaharaan kata pada suatu kata tertentu. Selain itu, NA dan SA telah mengusai tahapan penyusunan kata – kata menjadi kalimat, tetapi LI dan DA belum sepenuhnya menguasai tahapan penyusunan kata – kata menjadi kalimat. LI dan DA masih membutuhkan bantuan dari guru maupun teman – temannya dalam menyusun suatu kalimat dengan kata – kata tertentu. NA, DA, dan SA juga telah menguasai tahapan ucapan sedangkan LI lebih sering menggunakan bahasa oral sambil berisyarat. Terkadang, NA, DA, dan SA juga akan berbahasa oral sambil berisyarat ketika sedang berkomunikasi dengan teman - temannya. Selanjutnya, berdasarkan tipe perkembangan bahasa, NA, LI, DA, dan SA telah dapat melakukan egocentric speech , yaitu melakukan komunikasi dengan dirinya sendiri. Di samping itu, NA, LI, DA, dan SA juga telah dapat melakukan socialized speech. NA, DA, dan SA dapat melakukan bentuk adapted information, tetapi terkadang LI masih membutuhkan bantuan dari teman – temannya. Di sisi lain, NA dan DA dapat melakukan bentuk critism, tetapi terkadang LI dan SA masih mengalami kesulitan dalam menyusun kalimat untuk mengutarakan pendapatnya sehingga harus diulangi berkali – kali. Meskipun demikian, NA, LI, DA, dan SA telah dapat melakukan bentuk command, request, dan threat . Namun, hanya NA yang lebih aktif melakukan bentuk question sedangkan LI, DA, dan SA tampak kurang sering melakukannya. NA, DA, dan SA juga terkadang masih kesulitan melakukan bentuk answer, tetapi LI masih memerlukan penjelasaan berulang dan membutuhkan bantuan dari temannya, khususnya NA. Di samping itu, guru telah melaksanakan Metode Maternal Reflektif MMR dalam kegiatan belajar mengajar, khususnya pelajaran Bahasa, pada murid – murid kelas VI dengan cukup efektif. Metode pengajaran tersebut selalu mencakup pelaksanaan percakapan dari hati ke hati Perdati kemudian pelaksanaan percakapan membaca ideovisual Percami. Terkadang, kegiatan belajar mengajar juga diselingi dengan pelaksanaan percakapan membaca transisi Percamsi dan yang terakhir, pelaksanaan percakapan latihan refleksi Perlatsi. Hal tersebut membuat Metode Maternal Reflektif MMR berperan dalam perkembangan bahasa murid – murid antara lain murid – murid telah menguasai banyak kosakata serta mampu memahami dan berkomunikasi dengan orang lain menggunakan bahasa oral, meskipun terkadang masih menggunakan bahasa oral sambil berisyarat.

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diungkapkan maka, peneliti merekomendasikan beberapa saran agar pelaksanaan Metode Maternal Reflektif MMR dapat berjalan secara efektif sehingga murid – murid dapat mengembangkan kemampuan berbahasa dan berkomunikasinya. Saran – saran tersebut adalah sebagai berikut: 1. Membentuk kerja sama antara orangtua murid dan guru untuk menerapkan komunikasi menggunakan bahasa oral ketika berada di rumah atau di luar lingkungan sekolah. 2. Mengadakan kegiatan belajar mengajar di luar sekolah atau kegiatan yang melibatkan interaksi dengan orang lain, khususnya orang yang mendengar. 3. Mengembangkan metode pengajaran yang telah diterapkan di sekolah dengan disesuaikan dengan tingkat kemampuan murid – murid. 4. Membuat evaluasi mengenai proses belajar mengajar secara berkala dan berkelanjutan oleh guru agar kelihatan proses pengajaran yang perlu ditambahkan atau diperbaiki. Selain itu, untuk penelitian lebih lanjut, maka peneliti menyarankan untuk melakukan pengamatan atau mengambil informasi

Dokumen yang terkait

FAKTOR-FAKTOR STRATEGIK PEMEROLEHAN BAHASA ANAK TUNARUNGU ( Studi kasus di SLB – B Karnnamanohara Yogyakarta ).

0 0 11

PENERAPAN METODE MATERNAL REFLEKTIF DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN PADA ANAK TUNARUNGU KELAS DII DI SLB AL-FITHRI KABUPATEN BANDUNG.

0 0 29

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN MATERNAL REFLEKTIF DALAM BAHASA INDONESIA DI SLB. B (ANAK TUNARUNGU).

0 1 44

Gambaran dari dampak penggunaan Metode Maternal Reflektif (MMR) terhadap perkembangan bahasa dan komunikasi pada murid tunarungu kelas VI SLB B Karnnamanohara Yogyakarta.

0 4 150

PENGARUH PENERAPAN METODE MATERNAL REFLEKTIF TERHADAP KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN ANAK TUNARUNGU KELAS IV DI SLB-B YRTRW SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2016/2017.

0 0 17

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBAHASA MELALUI METODE MATERNAL REFLEKTIF PADA ANAK TUNARUNGU KELAS D5 SEMESTER I SLB-B YAAT SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2014/2015.

0 0 18

PENGARUH METODE MATERNAL REFLEKTIF (MMR) TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI SISWA TUNARUNGU SMP DI SLB-B YRTRW SURAKARTA TAHUN 2014.

0 0 19

Komunikasi interpersonal berbasis Metode Maternal Reflektif (MMR) antara ibu dan anak berkebutuhan khusus tunarungu : studi kasus keluarga di SLB Ngelom Taman Sidoarjo.

2 10 95

PENGARUH MEDIA SCRABBLE WORD BERGAMBAR TERHADAP PENGUASAAN KOSAKATA BAGI ANAK TUNARUNGU KELAS DASAR I SLB B KARNNAMANOHARA YOGYAKARTA.

16 119 16

KEMAMPUAN MENDISKRIMINASI BUNYI BAHASA PADA ANAK TUNARUNGU KELAS VII DALAM PEMBELAJARAN BINA KOMUNIKASI PERSEPSI BUNYI DAN IRAMA (BKPBI) DI SLB B KARNNAMANOHARA YOGYAKARTA.

4 51 155