Strategi Punguan Marga Batak Toba Pada Pemilihan Kepala Daerah Di Kabupaten Dairi (Studi Deksriptif Tentang Upaya Punguan Marga Batak Toba Dalam Rangka Memenangkan Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Dairi Periode 2013-2018)

(1)

DOKUMENTASI PENELITIAN

Gambar 1 : Foto bersama Bupati Dairi yang menjabat Bapak Kra. Johnny Sitohang Adinegoro.


(2)

Gambar 3 : Parlemen Sinaga pada saat pelaksanaan wawancara.

Gambar 4 (kiri ) : Sumantra Solin selaku Tim Sukses dari Johnny Sitohang

Gambar 5 (kanan) : Dahlan Sianturi selaku Tim Sukses dari Parlemen Sinaga.


(3)

(4)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada di Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. Pada tahun 2013, seluruh masyarakat Dairi mengikuti Pilkada Kabupaten Dairi yang dilaksanakan secara serentak. Seluruh elemen masyarakat turut berpartisipasi dalam kampanye masing-masing calon Bupati dan Wakil Bupati, termasuk punguan Marga Batak Toba dari masing-masing calon Bupati (Sitohang, Sinaga, Sihombing,dan Matondang). Adapun alasan peneliti dalam memilih lokasi penelitian ini adalah karena peneliti tertarik terhadap punguan Marga Batak Toba yang menjadi salah satu sorotan bagi para pasangan calon Bupati untuk berkampanye di masyarakat.

3.2. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan serangkaian cara dalam melaksanakan kegiatan penelitian yang harus didasari dengan pandangan filosofis , asumsi dasar, dan ideologis serta pertanyaan dan perkembangan kondisi yang dihadapi. Penelitian mengenai Punguan marga Batak Toba sebagai jaringan sosial dalam Pilkada bupati dan wakil bupati kabupaten Dairi menggunakan metode penelitian Kualitatif yaitu metode penelitian yang membutuhkan analisis data untuk menghasilkan keakuratan dalam penelitian. Pada dasarnya, penelitian kualitatif ialah suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif: ucapan ataupun tulisandan perilaku yang dapat diamati dari orang –orang (subjek) itu sendiri,


(5)

karena analisis data yang dilakukan tidak untuk menerima atau menolak hipotesis (jika ada) melainkan berupa deskriptif atas gejala yang diamati (Wirartha, 2006).

Penelitian deskriptif menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan. Penelitian secara deskriptif juga bertujuan untuk menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi atau berbagai variabel yang timbul dalam masyarakat sebagai objek penelitian (Bungin, 2001:47). Data deskriptif dilihat sebagai indikator bagi norma dan nilai sehingga penelitian ini dimaksud untuk mengangkat fakta, realita, variabel, dan fenomena yang terjadi selama penelitian berlangsung dan menyajikan apa adanya.

Dalam penelitian ini, tentu data yang akan diambil oleh peneliti bersumber dari pihak-pihak yang terkait dalam Punguan marga Batak Toba sebagai jaringan sosial dalam Pilkada bupati dan wakil bupati kabupaten Dairi. Pengambilan data dilaksanakan dengan melakukan pengamatan dan wawancara terhadap pihak yang terkait dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) Dairi beserta punguan marga Batak Toba.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data (Sugiyono, 2012: 224). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang meliputi:


(6)

3.3.1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari subyek penelitian dimana data tersebut diambil langsung oleh peneliti kepada sumber secara langsung melalui responden. Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama. Pada penelitian ini, peneliti mencari dan mengumpulkan data yang kemudian akan diolah untuk mendeskripsikan tentang Punguan marga batak toba sebagai jaringan sosial dalam Pilkada bupati dan wakil bupati kabupaten Dairi dengan teknik sebagai berikut :

1. Observasi

Menurut W. Gulo (2004:116), observasi adalah metode pengumpulan data, dimana peneliti mencatat hasil informasi sebagaimana yang mereka saksikan selama penelitian. Observasi melibatkan dua komponen, yaitu si pelaku observasi atau observer, dan obyek yang diobservasi atau observe. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi non pasrtisipan dimana peneliti hanya mengamati secara langsung keadaan obyek, tetapi peneliti tidak aktif dan ikut terlibat langsung.

2. Wawancara Mendalam

Wawancara merupakan metode memperoleh data dilapangan. Menurut Moleong (2007: 186) dijelaskan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer)yang mengajukan pertanyaan, dan terwawancara (interviewer) yang


(7)

memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Wawancara tersebut digunakan untuk menemukan informasi yang bulan baku atau informasi tunggal

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara menddalam, dimana diharapkan agar wawancara yang dilakukan lebih terarah. Maka sebelum melakukan wawancara, peneliti telah menyiapkan pertanyaan-pertanyaan yang nantinya seabagai acuan bagi peneliti untuk diajukan kepada informan. Wawancara difokuskan pada informan yang terlibat pada aktivitas Pilkada agar sesuai dengan rumusan masalah yang telah difokuskan. Namun, pada pelaksanaannya nanti akan disesuaikan dengan keadaan responden.

3.3.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian atau sumber data lain. Data sekunder digunakan sebagai data tambahan, sehingga peneliti dapat mencari dan mendokumentasikan berbagai data dari sumber lain guna memperkaya data. Dalam penelitian ini, pendukung data dalam hal tertulis atau dokumen diambil dari berbagai melalui berbagai arsip-arsip, jurnal, warta berita. buku, foto, artikel, surat kabar, data statistik, dan lain sebagainya.

3.4. Unit Analisis Data

3.4.1. Unit Analisis

Unit analisis merupakan hal-hal yang diperhitungkan menjadi subjek penelitian atau keseluruhan unsur yang menjadi fokus penelitian. Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah punguan marga Batak Toba yang menjadi jaringan serta modal bagi para calon Bupati untuk berkampanye pada masyarakat kabupaten Dairi, khususnya di kecamatan Sidikalang.


(8)

3.4.2. Teknik Pemilihan Informan

Informan adalah subjek yang memahami perasaan penelitian sebagai pelaku maupun sebagai orang yang memahami permasalahan penelitian. Teknik pemilihan informan menggunakan metode purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan sample dengan pertimbangan tertentu. Margono (2004:128) menjelaskan bahwa pemilihan sekelompok subjek dalam purposive sampling didasarkan pada ciri-ciri populasi yang sudah diketahui sebelumnya dan disesuaikan dengan kriteria tertentu yang diterapkan berdasarkan tujuan penelitian. Adapun karena penelitian ini menggunakan metode kualitatif, maka pemilihan informan berdasarkan pada informan :

1. Calon Bupati yang mencalonkan diri pada Pilkada DAIRI 2013 2. Bupati yang menjabat di Kabupaten Dairi

3. Ketua Punguan Marga Batak Toba dari masing-masing calon Bupati. 4. Tim Sukses dari masing-masing calon Bupati

Keempat Informan ini merupakan informan yang mampu menjawab rumusan masalah yang telah dibuat dimana informan akan memberikan penjelasan akan fenomena yang terjadi dalam aktivitas Pilkada Dairi 2013.

3.5. Interpretasi Data

Bogdan dan Biklen (Moleong, 2006: 248) menjelaskan interpretasi data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskan, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan


(9)

apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Data yang diperoleh terlebih dahulu dievaluasi untuk memastikan objektivitas dan relevansi dengan masalah yang diteliti. Setiap data yang diperoleh, direkam dalam catatan lapangan, baik itu data utama hasil wawancara maupun data penunjang lainnya. Setelah seluruh data terkumpul, maka dilakukan interpretasi data yang mengacu pada tinjauan pustaka. Sedangkan hasil observasi diuraikan dan dinarasikan untuk memperkaya hasil wawancara sekaligus melengkapi data secara keseluruhan. Dari berbagai data yang diperoleh dari lapangan selanjutnya akan dapat diperoleh kesimpulan dari penelitian ini.


(10)

3.6. Jadwal Kegiatan

No Kegiatan Bulan Ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pra Observasi

2 ACC Judul

3 Penyusunan Proposal

4 Seminar Proposal

5 Revisi Proposal

6 Penelitian Ke Lapangan

7 Pengumpulan data dan Analisis Data

8 Bimbingan Skripsi

9 Penulisan Laporan Akhir

10 Sidang Meja Hijau

3.7. Keterbatasan penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menyadari adanya keterbatasan dalam pelaksanaan penelitian antara lain mencakup kemampuan dan pengalaman yang dimilki oleh peneliti. Keterbatasan tersebut salah satunya dalam melakukan wawancara mendalam dengan informan. Hal tersebut disebabkan keterbatasan waktu yang dimiliki informan dalam proses wawancara dan kesibukan aktivitas informan sehari-hari. Disamping itu informan yang menolak diwawancarai karena sakit yang dialami dan ada yang telah meninggal dunia.


(11)

Terlepas dari permasalahan teknis penelitian tersebut, peneliti menyadari keterbatasan mengenai metode yang menyebabkan lambatnya proses penelitian dan keterbatasan data pendukung. Namun peneliti berusaha untuk melaksanaan penelitian ini dengan baik agar data menjadi valid dan dapat berguna bagi penelitian selanjutnya.


(12)

BAB IV

DEKSRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1. Gambaran Umum KecamatanSidikalang

KecamatanSidikalang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang terletak di kabupaten Dairi. Sebagaimana terbentuknya kecamatan dan kelurahan yang tertulis dalam peraturan daerah Kabupaten Dairi No.4 Tahun 2008, terdapat 15 kecamatan di Kabupaten Dairi. Kota Sidikalang yang juga merupakan ibukota kecamatan Sidikalang mempunyai luas wilayah 70,67 km² (3,67 % dari luas wilayah kabupaten Dairi). Letak kecamatan Sidikalang berada di 02045’01.10” lintang utara dan 980

Kecamatan Sidikalang berada diantara batas-batas wilayah:

18’44.32” bujur timur.

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Pegagan Hilir Kabupaten Dairi.

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Pakpak Barat

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sitinjo

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Berampu.

Daerah kota Sidikalang berada pada 1068 meter diatas permukaan laut. Pada tahun 2015 jumlah curah hujan mencapai 2977,5 mm setahun atau rata-rata 288,6 mm per bulan dengan banyaknya hari hujan mencapai 205 setahun atau rata-rata 17 hari per bulan.


(13)

4.1.2. Demografi Wilayah Kecamatan Sidikalang

Kecamatan Sidikalang memiliki 6 (enam) desa dan 11 kelurahan dengan kelurahan terluar yaitu kelurahan Sidiangkat 16.00 km2

Gambaran tentang luas desa dan kelurahan yang ada dikecamatan Sidikalang dapat dIjelaskan seperti tercantum pada tabel ini :

. Selain itu kecamatan Sidikalang juga memiliki 31dusun dan 39 lingkungan yang tersebar diseluruh wilayah kecamatan.

Tabel 4.1.1. Luas Wilayah menurut desa dan kelurahan

No. Kelurahan/Desa Luas Wilayah Area (Km²)

1. Kelurahan Sidiangkat 16.00 2. Kelurahan Batang Beruh 6.48 3. Kelurahan Bintang Hulu 6.50 4. Desa Kalang Simbara 5.25

5. Desa Bintang 8.75

6. Desa Kalang 6.00

7 Kelurahan Kota Sidikalang 4.00 8 Desa Belang Malum 4.39 9 Kelurahan Kuta Gambir 2.60 10 Desa Huta Rakyat 4.45 11 Desa Bintang Marsada 6.25

Total 70.67

Sumber: Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Kab. Dairi 2016.


(14)

Kecamatan Sidikalang merupakan pusat aktivitas masyarakat Kabupaten Dairi karena mengingat Sidikalang merupakan ibukota Kabupaten Dairi. Sidikalang merupakan pusat perekonomian, pemerintahan dan perdagangan. Pemilihan Sidikalang sebagai ibukota kabupaten Dairi karena letaknya yang strategis sebagai jalur perhubungan utama untuk berhubungan dengan daerah lain termasuk ke Medan, ibukota Sumatera Utara, sebagai dan didukung oleh kemajuan pembangunan kota dan masyarakat serta dikenal sebagai kota terbesar di kabupaten Dairi.

4.1.3. Komposisi Penduduk

Jumlah penduduk Kecamatan Sidikalang tahun 2015 menurut angka proyeksi BPS Kabupaten Dairi adalah sebesar 50.050 jiwa. Penduduk laki-laki pada tahun 2014 adalah sebanyak 25.142 jiwa dan penduduk perempuan adalah sebanyak 24.908 jiwa. Sex Ratio Kecamatan Sidikalang adalah sebesar 100.94 persen, artinya jika ada 100 laki-laki di Kecamatan Sidikalang maka ada 99 perempuan di Kecamatan Sidikalang pada tahun 2014. Adapun perbandingan jumlah penduduk perkelurahan di kecamatan Sidikalang dapat kita lihat pada tabel dibawah ini.


(15)

Tabel 4.1.2. Jumlah Penduduk perkelurahan

No. Kelurahan/Desa Jumlah Penduduk

1. Kelurahan Sidiangkat 4,473

2. Kelurahan Batang Beruh 10, 615

3. Kelurahan Bintang Hulu 2,000

4. Desa Kalang Simbara 3,371

5. Desa Bintang 1,982

6. Desa Kalang 3,065

7 Kelurahan Kota Sidikalang 10,461

8 Desa Belang Malum 2,184

9 Kelurahan Kuta Gambir 2,885

10 Desa Huta Rakyat 6,337

11 Desa Bintang Marsada 2,056

Total 50.050

Sumber:Koordinator Statistik Kecamatan Sidikalang dalam kutipan Kecamatan Sidikalang dalam Angka

4.1.3.1. Komposisi penduduk berdasarkan Jenis kelamin

Tabel 4.1.3. Jumlah pernduduk berdasarkan jenis kelamin


(16)

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan tidak terlalu signifikan. Jumlah laki-laki berkisar 25.142 jiwa dan perempuan 24.908 jiwa.. Adapun sex ratio nya sebesar 100.94%, yang menunjukkan terdapat 94 jiwa laki-laki dan 100 jiwa perempuan.

4.1.3.2. Komposisi Penduduk berdasarkan Usia

Tabel 4.1.4.Jumlah penduduk berdasarkan kelompok Usia

Sumber : Sidikalang Dalam Angka 2016.

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa komposisi usia pada masyarakat kecamatan Sidikalang dengan jumlah penduduk 50.050. Tabel diatas menunjukkan adanya komposisi penduduk perempat tahun, dimana jumlah


(17)

komposisi penduduk dengan usia yang paling banyak yaitu 0-4 tahun dengan jumlah 5.894 jiwa dan jumlah komposisi penduduk dengan usia yang paling sedikit yaitu 75+ dengan jumlah 499 jiwa.

Usia menjadi salah satu indikator pendukung dalam Pemilu dimana yang bisa menggunakan hak pilihnya adallah penduduk yang berusia tujuh belas tahun keatas, dan yang berusia nol sampai dengan enam belas tahun belum diperbolehkan untuk berpartisipasi dalam Pemilu.

4.1.3.3. Komposisi Penduduk berdasarkan Pendidikan

Tabel 4.1.5.Jumlah penduduk berdasarkan pendidikan

Jenjang Pendidikan

Jumlah Siswa Jumlah Sekolah Jumlah Guru

TK 764 8 62

SD 7.803 28 414

SMP 4.163 9 229

SMA 2.984 6 197

SMK 4.335 9 276

Sumber : Dairi dalam Dairi 2016

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui mengenai jenjang pendidikan SD adalah rasio tertinggi baik di dalam hal jumlah siswa, jumlah unit sekolah dan


(18)

jumlahguru. Sedangkan pada jenjang pendidikan SMA merupakan rasio pendidikan di Kecamatan Sidikalang yang terendah. Hal ini menunjukkan bahwa presentasi jenjang pendidikan di Kecamatan Sidikalang mengalami penurunan pada setiap jenjangpendidikannya dan menunjukkan bahwa minat untuk mengenyam pendidikan rendah.

Selain usia, pendidikan juga menjadi salah satu indikator pendukung dalam Pemilu. Pendidikan dapat menjadi asplek penting bagi individu untuk bisa menentukan keikutsertaan seseorang dalam Pemilu. Semakin tinggi status pendidikan yang diikuti, maka semakin luas dan bijaksana individu dalam menentukan pilihannya.

4.1.3.4. Komposisi penduduk berdasarkan Agama

Masyarakat Kecamatan Sidikalang dapat dilihat berdasarkan agama yang di anut oleh penduduknya. Berdasarkan data dari Kantor Kementrian Agama Kabupaten Dairi tahun 2015, terdapat 3 kelompok agama mayoritas yang ada di Kecamatan Sidikalang. Adapun jumlah penduduk berdasarkan agama dapat kita lihat dalam grafik seperti berikut.


(19)

Grafik 4.1.1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama 2015.

Sumber : Kantor Kementrian Agama Kabupaten Dairi

Berdasarkan data Kementerian Agama Kecamatan Sidikalang tahun 2015 , jumlah rumah ibadah pada tahun 2015 adalah sebanyak 113 unit, yaitu mesjid/mushola sebanyak 23 unit, gereja protestan 86 unit, dan gereja katolik 4 unit, yang tersebar diseluruh kecamatan Sidikalang. Agama kristen protestan merupakan agama mayoritas penduduk yang ada di Kecamatan Sidikalang sehingga jumlah gereja kristen protestan lebih banyak dibanding rumah ibadah lainnya.

Berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan, salah satu organisasi atau kelompok yang menjadi media masyarakat untuk beraktivitas dan berinteraksi adalah dengan aktif didalam organisasi kerohanian. Masyarakat yang beragama Kristen Protestan misalnya aktif dalam kumpulan Koor (paduan suara) dari kaum pria (Ama), wanita (Ina), pemuda-pemudi (Naposobulung), dan anak-anak (sikola minggu). Selain hal tersebut juga adanya kegiatan perkumpulan pendalaman Alkitab (partamiangan) dan lain sebagainya. Masyarakat yang beragama Katolik juga demikian,adanya aktivitas kerohanian seperti paduan suara, doa lingkungan

45%

47%

8% 0% 0% 0% 0%

JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN AGAMA


(20)

dan lain sebagainya. Demikian juga dengan masyarakat yang beragama Islam, juga memiliki aktivitas di organisasi berbasis agama.

4.1.3.5. Komposisi penduduk berdasarkan Suku Bangsa

Karakteristik dari masyarakat Kecamatan Sidikalang juga dapat kita lihat dari komposisi penduduk berdasarkan suku bangsa. Beberapa etnik yang telah lama ada danberkembang di Sidikalang antara lain etnis Batak Pakpak, Batak Toba, Batak Karo, dan Batak Simalungun.Adat dan budaya yang dilaksanakan juga telah dipengaruhi olehmasyarakat setempat. Ada sebagian yang secara total mengadopsi budaya etnik lainmisalnya Toba dan ada juga yang mencampur keduanya tergantung pada kesepakatanbersama. Namun pada dasarnya mereka cukup terbuka dengan budaya dari etnik lain.

Masyarakat etnis Pakpak merupakan penduduk asli dari Kabupaten Dairi. Namun di Sidikalang karakter etnis Batak Toba cenderung lebih menonjol dibandingkan dengan etnik lain. Etnisbatak lainnya sepertiKaro, Simalungun dan Pakpak lebih halus dalam bertutur kata walaupun secara fisiktidak telihat perbedaan yang mencolok dengan etnik Toba. Selain itu terdapat etnis Jawa yang dikenal dengan sikap diam dan kelembutannya, etnis Padang danMinang dengan jiwa berdagang (berjualan sate dan membuka rumah makan), etnis Tionghoayang dikenal pekerja keras dan jiwa bisnis yang tinggi dan etnik-etnik lain yang turutmembentuk budaya dan karakter sosial Sidikalang.

Berdasarkan data hasil sensus penduduk yang dilakukan oleh BPS Kabupaten Dairi pada tahun 2000, adapun komposisi etnis/suku bangsa masyarakat Kecamatan Sidikalang adalah sebagai berikut :


(21)

Tabel 4.1.6. Jumlah Penduduk menurut Suku Bangsa.

No Suku Bangsa Jumlah

1 Melayu 95

2 Karo 1.208

3 Simalungun 1.212

4 Toba 36.629

5 Madina 414

6 Pakpak 10.815

7 Nias 135

8 Jawa 1902

9 Minang 634

10 Tionghoa 368

11 Aceh 115

12 Lainnya 402

Jumlah 53.837

(Sumber: Karakteristik Penduduk Kabupaten Dairi Hasil Sensus Penduduk 2000, hal.59)

Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2000 menunjukkan bahwa etnikdengan jumlah paling besar ialah Toba dengan jumlah 36.629 jiwa, disusul etnikPakpak sebesar 10.815, selanjutnya etnik Jawa berada pada posisi ke tiga denganjumlah 1902 jiwa, sementara etnik Simalungun dan Karo memiliki jumlah yang tidakjauh berbeda yaitu 1212 dan 1208 jiwa, selanjutnya secara berurutan etnik Minang,Madina, dan Tionghoa berjumlah 634, 414 dan 368 jiwa. Etnik dengan angka yangkecil ditempati oleh Nias, Aceh, Melayu dengan jumlah masing-masing 135, 115, dan95 jiwa kemudian di tambah dengan etnik lain 402 jiwa, maka total jumlah pendudukkecamatan Sidikalang 53.837 jiwa.


(22)

4.1.3.6. Komposisi penduduk berdasarkan tingkat partisipasi politik

Tingkat partisipasi politik juga dapat menjadi salah satu hal yang menunjukkan karakteristik masyarakat Sidikalang. Adapun tingkat partisipasi politik masyarakat dapat kita lihat dalam tabel berikut.

Tabel 4.1.7. Jumlah Pemilih tetap Kecamatan Sidikalang

NO KECAMATAN KELURAHAN/DESA TPS PEMILIH TERDAFTAR LK PR JUMLAH 4 SIDIKALANG 1 KEL. SIDIKALANG 33 3.771 4.334 8.105

2 BATANG BERUH 29 3.828 4.041 7.869

3 SIDIANGKAT 10 1.682 1.588 3.270

4 KUTA GAMBIR 6 1.190 1.229 2.419

5 BINTANG HULU 5 706 726 1.432

6 KALANG 5 980 955 1.935

7 BINTANG 5 701 702 1.403

8 BINTANG MERSADA 5 702 724 1.426

9 KALANG SIMBARA 7 1.059 1.117 2.176

10 MBELANG MALUM 5 807 862 1.669

11 HUTA RAKYAT 13 1.923 1.939 3.862

12 TPS KHUSUS/MOBILE 1 0

JUMLAH 124 17.349 18.217 35.566

(Sumber: Rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap Pemilu-Kada KPUD Kabupaten Dairi 2013)

Berdasarkan hasil Rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap yang dilakukan oleh KPUD Kabupaten Dairi, terdapat 35.556 suara pemilih yang berasal dari 124 TPS yang ada dikecamatan Sidikalang. Tabel tersebut menunjukkan bahwa tingkat partisipasi perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki disetiap kelurahan. Adapun perbandingan di kecamatan Sidikalang secara keseluruhan yaitu tingkat partisipasi politik perempuan jauh lebih tinggi yaitu 18.217 suara dibandingkan dengan partisipasi politik laki-laki yang berjumlah 17.349 suara.


(23)

4.1.4. Sejarah Kecamatan Sidikalang

Pada awalnya wilayah Sidikalang masih berupa hutan belantara, semak belukar dan padang ilalang. Hutan yang sangat lebat itu dihuni oleh binatang-binatang seperti trenggiling, rusa, monyet, mawas, kera, babi hutan dan harimau. Begitu juga berbagai jenis ular dan jenis-jenis unggas yang sekarang kebanyakan tidak ditemukan lagi. Karena banyaknya binatang-binatang tersebut, harimau berpeluang untuk mencari mangsa sehingga tempat itu menjadi sarang harimau. Untuk menghindari kemungkinan dari serangan harimau, penduduk yang tinggal di sekitar tempat itu membangun tempat tinggalnya bentuk hempangan disusun membentuk segi empat dari bahan kayu karena bahannya mudah diperoleh di sekitar hutan. Bagian bawah disusun terlebih dahulu. Kayu yang paling besar berbentuk segi empat dan semakin ke atas tersusun kayu yang lebih kecil, jika sudah tinggi kayu-kayu bulat disusun sebagai lantai dan di atasnya dibentangkan lembaran-lembaran tepas, dengan tujuan kalau diduduki atau digunakan sebagai alas tidak keras. Untuk atap terbuat dari bambu yang dibelah dua dan disusun sedemikian rupa. Berdasarkan keadaaan wilayah hutan tersebutlah berasal nama Sidikalang.

Kata Sidikalang sendiri berasal dari gabungan bahasa Batak Toba dan Batak Pakpak, yaitu kata “sidi” dan “kalang” . Dalam bahasa Pakpak kata “sidi” bermakna “na di si ni” (bahasa Toba) yang artinya dalam bahasa Indonesia “yang disini”. Sementara itu kata “kalang” (halang=bahasa Toba) bermakna hambat atau hempang. “ Sidi sapo kalang” (Bahasa Pakpak) “na di si ni jabu marhalang” (bahasa Toba) didalam bahasa Indonesia artinya “rumah yang di sini


(24)

berhambat atau berhempang”. Dari sinilah asal mula kata Sidikalang. Akhirnya kota ini dinamai Sidikalang (yang sini berhambat atau berhalang atau berhempang). Dan sebagai bukti sejarah masih dapat ditemukan rumah yang berhempang di Kalang Jehe rumah “Partaki” (Raja) dahulu.

Sejarah berdirinya kecamatan Sidikalang tidak terlepas dari terbentuknya Kabupaten Dairi. Pemerintahan di Dairi telah ada jauh sebelum kedatangan penjajahan Belanda. Walaupun saat itu belum dikenal sebutan Wilayah/Daerah Otonomi, tetapi kehadiran sebuah pemerintahan pada zaman tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dengan adanya pengakuan terhadap Raja-raja Adat. Pemerintahan masa itu dikendalikan oleh Raja Ekuten/Takal Aur/Kampung/Suak dan Pertaki sebagai raja-raja adat merangkap sebagai Kepala Pemerintahan.

Adapun struktur Pemerintahan masa itu diuraikan sebagai berikut :

1. Raja Ekuten, sebagai pemimpin satu wilayah (suak) atau yang terdiri dari beberapa suku/kuta/kampong Raja Ekuten disebut juga Takal Aur, yang merupakan Kepala Negeri.

2. Pertaki, sebagai pemimpin satu Kampung, setingkat dibawah Raja Ekuten. 3. Sulang Silima, sebagai pembantu pertaki pada setiap kuta (Kampung), yang terdiri dari Perisang-isang; Perekur-ekur; Pertulan tengah; Perpunca ndiadep; Perbetekken.

Sesuai dengan struktur organisasi pemerintahan tersebut di atas, maka wilayah Dairi dibagi atas 5 (lima) wilayah (suak/aur) yaitu :

1. Suak/Aur Sim-Sim, meliputi wilayah : Salak, Kerajaan, Siempat Rube, Sitellu Tali Urang Jehe, Sitellu Tali Urang Julu dan Manik.


(25)

2. Suak/Aur PEGAGAN dan Kampung Karo, meliputi wilayah : Silalahi, Paropo, Tongging, Pegagan Jehe dan Tanah Pinem.

3. Suak/Aur KEPPAS, meliputi wilayah : Sitellu Nempu, Silima Pungga-Pungga, Lae Luhung dan Parbuluan.

4. Suak/Aur BOANG, meliputi wilayah : Simpang Kanan, Simpang Kiri, Lipat Kajang, Belenggen, Gelombang Runding dan Singkil (saat ini Wilayah Aceh)

5. Suak/Aur KLASEN, meliputi wilayah : Sienem koden, Manduamas dan Barus Setelah kedatangan Belanda, struktur pemerintahan dan wilayah Kabupaten berubah. Pada masa ini daerah Dairi mengalami sangat banyak penyusutan wilayah, karena politik penjajahan kolonial Belanda yang membatasi serta menutup hubungan dengan wilayah-wilayah Dairi lainnya yaitu :

1. Tongging, menjadi wilayah Tanah Karo;

2. Manduamas dan Barus, menjadi wilayah Tapanuli Tengah; 3. Sienem Koden (Parlilitan), menjadi wilayah Tapanuli Utara;

4. Simpang Kanan, Simpang Kiri, Lipat Kajang, Gelombang, Runding dan Singkil menjadi wilayah Aceh.

Dengan demikian wilayah Kabupaten Dairi antara lain sebagai berikut :

1. Kenegerian Sitellu Nempu meliputi 6 kenegerian : Siempat Nempu Hulu, Siempat Nempu,Silima Pungga-Pungga,Kenegerian Pegagan Hulu,Kenegerian Parbuluan, Kenegerian Silalahi Paropo.

2. Onder Districk Van Simsim, meliputi 6 (enam) Kenegerian yakni : Kenegerian Kerajaan, Kenegerian Siempat Rube,Kenegerian Mahala Majanggut, Kenegerian


(26)

Sitellu Tali Urang Jehe, Kenegerian Salak, Kenegerian Ulu Merah dan Salak Penanggalan.

3. Onder Districk Van Karo Kampung, meliputi 5 (lima) Kenegerian, yakni : Kenegerian Lingga (Tigalingga), Kenegerian Tanah Pinem, Kenegerian Pegagan Hilir, Kenegerian Juhar Kedupan Manik, Kenegerian Lau Juhar.

Setelah melewati masa penjajahan Belanda dan Jepang, maka berdasarkan surat Residen Tapanuli Nomor 1256 tanggal 12 September 1947, maka ditetapkanlah PAULUS MANURUNG sebagai Kepala Daerah Tk. II pertama di Kabupaten Dairi yang berkedudukan di Sidikalang, terhitung mulai tanggal 1 Oktober 1947 . Pada masa pemerintahan beliau, Kabupaten Dairi saat itu dibagi menjadi tiga (3) Kewedanaan yaitu :

1) Kewedanaan Sidikalang dipimpin oleh J.O.T Sitohang. Kewenangan Sidikalang dibagi atas 2 (dua) kecamatan, yaitu:

a. Kecamatan Sidikalang, dipimpin oleh Tahir Ujung

b. Kecamatan Sumbul, dipimpin oleh Mangaraja Lumbantobing

2) Kewedanaan Simsim, dipimpin oleh Raja Kisaran Massy Maha. Kewedanaan Simsim dibagi atas 2 (dua) kecamatan, yaitu :

a. Kecamatan Kerajaan, dipimpin oleh Raja Kisaran Massy Maha


(27)

3) Kewedanaan Karo Kampung, dipimpin oleh Gading Barklomeus Pinem. Kewedanaan Karo Kampung, dibagi atas dua (2) kecamatan, yaitu :

a. Kecamatan Tigalingga, dipimpin oleh Ngapid Dapid Tarigan

b. Kecamatan Tanah Pinem, dipimpin oleh Johannes Pinem

Berdasarkan surat residen Tapanuli dan Keputusan DPRD tersebut, maka kecamatan Sidikalang disahkan sejak tanggal 1 Oktober 1947 seiring dengan pembentukan Kabupaten Dairi. Hari bersejarah ini berdasarkan kesepakatan pemerintah dan masyarakat tercantum dalam Keputusan DPRD Kab. Dati II Dairi Nomor 4/K-DPRD/1997 tanggal 26 April 1977).

4.1.5. Visi dan Misi Kecamatan Sidikalang

Kantor Kecamatan Dairi yang beralamat di Jalan Merdeka nomor 2 Sidikalang Kabupaten Dairi memiliki visi dan misi, yaitu :

1. Visi (Dinas) : “Masyarakat Kecamatan Sidikalang yang partisipatif untuk mewujudkan Kecamatan Sidikalang yang bersih, indah, aman, dan tertib dengan dukungan aparatur dalam memberikan pelayanan prima.”

2. Misi (Dinas) :

a. Menjadikan Kecamatan Sidikalang menjadi kecamatan percontohan

b. Meningkatkan SDM aparatur kecamatan, kelurahan dan desa

c. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melaksanakan dan kewajibannya


(28)

d.Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pelayanan pemerintahan.

Kantor kecamatan Sidikalang dalam menjalankan tugas, pokok dan fungsinya di dalam menjalankan roda pemerintahan memiliki beberapa tugas kedinasan, yaitu melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatandi wilayah kecamatan serta melaksanakan tugas pemerintahan lainnya yang dilimpahkan oleh Bupati untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah di kecamatan, diantaranya adalah :

1. Menetapkan program , rencana kegiatan dan anggaran Kecamatan

2. Mengkordinasikan dan mengawasi pelaksanaan tugas Sekretaris dan Kepala Seksi

3. Mengkordinasikan dan mengarahkan seluruh staf agar dapat melaksanakan tugas dengan baik

4. Mengkoordinasikan peneyelengaraan kegiatan pemerintahan ditingkat Kecamatan

5. Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat

6. Mengkoordinasikan upaya penyelengaraan ketentraman dan ketertiban umum

7. Mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan;


(29)

8. Mengkoordinasikan pemeliharan prasarana dan fasilitas pelayanan umum

9. Melaksanakan pembinaan penyelenggaraan pemerintahan desa dan atau kelurahan

10. Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya atau yangbelum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan

11. Mengkoordinasikan penyusunan laporan penyelengaraan tugas – tugas di Kecamatan

12. Memberikan petunjuk kepada bawahan baik secara lisan maupun tertulis

13. Menetapkan dan menerbitkan DP-3 untuk kelancaran dan disiplin kerja pegawai bawahan

14. Mengkoordinasikan tugas pembinaan dengan instansi terkait di Kecamatan

15. Melaporkan seluruh pelaksanaan tugas kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah

16. Melaksanakan tugas – tugas lain yang diberikan oleh atasan, sesuai dengan tugas dan fungsinya.


(30)

4.2. Punguan Marga di Kecamatan Sidikalang

Suku Batak adalah salah satu diantara beberapa suku yang memiliki persaudaraan dan solidaritas yang sangat tinggi dan kuat. Dalam sejarah budaya Batak, garis keturunan akan diwarisi oleh seorang anak laki-laki sehingga sistem kekerabatan masyarakat Batak disebut patrilineal. Sistem kekerabatan patrilineal itulah yang menjadi tulang punggung masyarakat Batak, yang terdiri dari turunanturunan marga dan kelompok-kelompok suku, lalu kemudian saling dihubungkan menurut garis laki-laki (Vergouwen, 1986:1).

Sistem kekerabatan masyarakat Batak dikenal sebagai kumpulan suatu kelompok yang terbentuk karena terdapatnya kesamaan marga dalam garis keturunan seorang raja atau lebih sering disebut punguan. Terbentuknya punguan marga didasarkan oleh rasa kebersamaan baik sesama orang Batak yang memiliki hubungan kekerabatan, marga, asal-usul atau juga hanya didasari oleh oleh ikatan emosional sesama orang Batak. Punguan ini biasanya kita jumpai di masyarakat yang masih berada di bonapasogit (daerah yang didiami orang Batak) maupun masyarakat Batak yang sudah meninggalkan kampung halamannya (perantauan).

Terbentuknya punguan-punguan marga yang ada di Kabupaten Dairi diawali dengan adanya pertemuan-pertemuan kecil yang tujuannya adalah untuk menghimpun masyarakat Batak Toba dari desa kemudian ke kecamatan lalu ketingkat kabupaten. Pertemuan-pertemuan kecil tersebut kemudian melakukan pertemuan yang intens seperti partamiangan (sekali sebulan) dan melakukan berbagai kegiatan adat seperti acara pernikahan, kematian dan lain sebagainya. Wilayah mempengaruhi keberadaan dari punguan marga yang ada dikabupaten


(31)

Dairi, maksudnya lingkungan tempat tinggal dari masyarakat Batak Toba mempengaruhi keberadaan punguan marga di suatu wilayah.

Berdasarkan hasil Sensus penduduk Kabupaten Dairi pada tahun 2000 penduduk Dairi yang bersuku Batak Toba adalah sebanyak 36.629 jiwa. Jumlah penduduk tersebut adalah yang paling banyak dibandingkan dengan etnis Pakpak sebagai etnis asli Kabupaten Dairi yang hanya 10.815 jiwa. Banyaknya jumlah masyarakat Batak Toba di Kabupaten Dairi tentunya juga mengakibatkan banyaknya marga dan punguan marga yang tersebar diseluruh kabupaten Dairi, khususnnya kecamatan Sidikalang. Dikecamatan Sidikalang sendiri terdapat banyak punguan marga seperti punguan Toga Sinaga, Toga Marbun, Naimarata, Borbor Marsada, Toga Sihombing, Op. Tuan Situmorang, Punguan Parna dan lain-lainnya. Dalam penelitian ini, peneliti meneliti 4 punguan marga yang terkait pada pelaksanaan Pilkada Dairi 2013 antara lain punguan marga Borsak Sirumonggur, punguan marga Toga Sinaga, punguan marga Matondang dan punguan marga Sipitu Ama.

Tabel 4.1.8. Pengurus Punguan Marga di Kecamatan Sidikalang

No Nama Punguan Marga Nama Pengurus/Ketua

1 Punguan Marga Sipitu Ama H. Situmorang

2 Punguan Marga Borsak Sirumonggur Pa Edo Sihombing

3 Punguan Marga Matondang Edison Matondang (Op. Parasean)

4 Punguan Marga Toga Sinaga Markus Sinaga Sumber : Hasil Penelitian dan Wawancara, 2017.


(32)

Keempat punguan marga tersebut memiliki struktur kepengurusan yang berfungsi untuk mengatur kegiatan rutin yang dilakukan serta kegiatan di luar perkumpulan tersebut. Pada umumnya susunan pengurus marga di tingkat Kabupaten Dairi terdiri dari penasehat, ketua I dan II, sekretaris I dan II, bendahara I serta komisaris yang bertanggung jawab akan wilayah di kecamatan dan desa. Di tingkat kecamatan sendiri susunan punguan marga yang ada di kecamatan terdiri dari penasehat, ketua, sekretaris, bendahara, serta koordinator desa/kelurahan. Struktur kepengurusan punguan marga dipilih melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dengan masa jabatan kepengurusan selama 5 tahun. Namun struktur kepengurusan yang lama dapat dilanjutkan secara otomatis apabila adanya kesepakatan dari anggota punguan marga dan pengurus punguan marga tersebut.

Grafik 4.1.2. Struktur kepengurusan marga


(33)

Setiap punguan marga memiliki Anggaran Dasar / Rumah Tangga (AD/RT). Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara yang dilakukan kepada 4 ketua punguan marga bahwa dalam pada masing- masing punguan marga dijelaskan bahwa dalam AD/RT diatur mengenai pemberhentian anggota. Anggota punguan dikatakan berhenti apabila punguan dibubarkan, keluar atas permintaan sendiri, meninggal dunia, pindah ke daerah lain, jika 3 bulan berturut-turut tidak hadir dalam pertemuan rutin tanpa alasan yang bisa diterima, tidak memenuhi kewajiban sebagai anggota dan anggota yang telah berhenti dari punguan marga kembali setelah satu periode. Punguan marga dapat dibubarkan apabila pembubaran hanya dapat dilakukan di dalam musyawarah anggota yang khusus diadakan untuk itu sekurang-kurangnya 2/3 jumlah anggota dan disetujui suara separuh ditambah satu suara anggota yang hadir dan apabila sudah sah dibubarkan maka kekayaan organisasi adalah hak anggota yang masih aktif sampai saat pembubaran.

Perbedaan AD/RT dari masing-masing punguan marga hanya terdapat pada jumlah pembayaran iuran bulanan atau pertahun yang ditetapkan pada anggota dari masing-masing punguan marga. Pembayaran rutin tersebut digunakan untuk berbagai macam anggaran dalam kegiatan punguan marga, misalnya punguan berkewajiban memberikan santunan kepada anggota sakit, anggota meninggal dunia, ketika ada anggota yang menikahkan anggotanya maka punguan pada acara berlangsung akan memberikan ulos dan uang. Selain itu juga ketika ada yang meninggal punguan diwajibkan mengikuti acara sampai ke penguburan.


(34)

4.3. Profil Informan Penelitian

Informan merupakan unsur yang sangat penting dalam suatu penelitian kualitatif, khususnya penelitian sosial. Informan merupakan pihak yang memberikan informasi dalam menjawab permasalahan penelitian. Informan tidak ditentukan secara sembarangan, dalam hal ini informan harus ditentukan dengan cara cara yang tepat. Informan harus memiki karekteristik tertentu.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti, para informan ditentukan dengan teknik purposive sampling. Informan ini juga memiliki karakteristik tertentu. Dalam penelitian ini, informan yang ditemui oleh peneliti adalah calon Bupati yang mencalonkan diri pada Pilkada Dairi 2013, Bupati yang menjabat di Kabupaten Dairi,Ketua Punguan Marga Batak Toba dari masing-masing calon Bupati, tim Sukses dari masing-masing calon Bupati. Keempat Informan ini merupakan informan yang mampu menjawab rumusan masalah yang telah dibuat dimana informan akan memberikan penjelasan akan fenomena yang terjadi dalam aktivitas Pilkada Dairi 2013.Selain informan tersebut, peneliti juga melakukan wawancara kepada pihak KPUD Dairi sebagai informan tambahan karena KPUD Dairi juga terlibat dalam pelaksaaan Pilkada Dairi 2013 silam.

4.3.1. Pengurus Punguan Marga dari Pasangan Calon Bupati pada Pilkada DAIRI 2013

1. H. Situmorang, 59 Tahun.

Bapak H Situmorang adalah seorang laki-laki yang berumur 59 tahun dan bersuku batak Toba. Beliau memiliki 3 orang anak. Untuk memenuhi kebutuhan


(35)

hidupnya sehari-hari pak Situmorang bekerja sebagai seorang petani. Pekarangan dibelakang rumahnya dijadikan sebagai ladang kecil untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Beliau yang beragama kristen Protestan sangat aktif dalam kegiatan gereja dan punguan marga.

Informan merupakan ketua dari punguan marga Sipitu Ama kecamatan Sidikalang dan rumahnya dijadikan kantor sekretariat dari punguan marga Sipitu Ama. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan informan, beliau juga turut aktif dalam memenangkan pasangan calon Johnny Sitohang ketika Pilkada 2013 silam. Hal ini ditunjukkan dengan ambil bagian dalam pembentukan Sopo Partungkoan Pomparan Op. Tuan Situmorang dalam rangka mendukung Johnny Sitohang. Awalnya, kedatangan peneliti sempat ditolak olehnya mengingat takut akan diwawancarai oleh wartawan perihal isu-isu pilkada 2018 di Kabupaten Dairi. Namun setelah wawancara dan penjelasan yang dilakukan oleh peneliti, akhirnya pak Situmorang bersedia untuk membagi cerita tentang pelaksaan Pilkada 2013 silam.

2. Pak Edo Sihombing, 49 tahun.

Pak Edo Sihombing merupakan informan dari punguan marga Sihombing. Pak Edo Sihombing adalah seorang laki-laki yang berusia 49 tahun dan bersuku batak Toba. Beliau memiliki 4 orang anak bekerja sebagai petani dan wiraswasta. Dilingkungan sekitar rumahnya, pak Edo dikenal sebagai tokeh Jeruk karena ladang jeruknya yang besar dan tiap tahun berbuah. Beliau beragama Kristen Protestan tinggal di kelurahan Huta Gambir dan sangat aktif dalam mengumpulkan marga Sihombing sekabupaten Dairi. Tidak heran beliau


(36)

merupakan ketua punguan Borsak Sirumonggur kecamatan Sidikalang. Cita-citanya salah satunya adalah mengumpulkan marga Sihombing di Kabupaten Dairi dan mengadakan acara perayaan Natal bersama Sihombing dalam rangka menyatukan kekerabatan.

Informan turut berperan aktif dalam mendukung pasangan calon Passiona Sihombing pada Pilkada 2013 silam. Informan ikut serta dalam melaksanakan sosialisasi ke desa-desa yang ada dikabupaten Dairi untuk dapat menarik simpati masyarakat khususnya yang bermarga Sihombing untuk memilih Passiona Sihombing. Ada kekecewaan yang muncul ketika Passiona kalah dalam Pilkada 2013.

3. Edison Matondang (Op. Parasean), 66 tahun.

Informan Edison Matondang merupakan seorang laki-laki berusia 66 tahun dan bersuku batak Toba yang tinggal di kelurahan Huta Gambir. Beliau memiliki 2 orang anak dan 4 orang cucu. Pak Edison Matondang yang kerap kali disapa Op. Parasean beragama Kristen Protestan dan merupakan pensiunan dari Bank BRI di Kota Medan. Setelah pensiun, beliau memutuskan untuk kembali ke kota kelahirannya di Sidikalang. Di usianya yang telah menginjak 66 tahun, beliau mengandalkan gaji pensiunannya dan bersama istrinya membuat usaha jual beli ulos dirumahnya.

Informan merupakan pengurus dari punguan marga Matondang di kecamatan Sidiakalang. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan informan, beliaumenjelaskan bahwa punguan marga sangat mendukung dari kemenangan calon. Pada masa Pilkada 2013 silam, beliau mengemukakan bahwa


(37)

Luhut Matondang melakukan pendekatan kepada punguan marga Matondang untuk dapat mendulang hasil pemungutan suara. Pada saat pendekatan tersebut beliau akhirnya memutuskan untuk memilih dan mendukung Luhut Matondang.

4 . Markus Sinaga, 55 tahun.

Informan Markus Sinaga merupakan seorang laki-laki berusia 55 tahun dan bersuku batak Toba yang tinggal di daerah Panji Bako. Informan yang beragama kristen protestan merupakan seorang anggota DPRD Kab. Dairi dari fraksi partai Hanura. Selain bekerja di politik, beliau juga memiliki usaha dalam bidang pertanian. Tidak heran, area lahan kosong dibelakang rumah informan dijadikan sebagai ladang cabai dan jeruk. Informan juga aktif sebagai pengurus punguan marga Sinaga kecamatan Sidikalang dan juga sebagai komisaris Punguan Toga Sinaga di Kabupaten Dairi.

4.3.2. Calon Bupati pada Pilkada Dairi 2013

1. Kra. Johnny Sitohang Adinegoro

Kra. Johnny Sitohang merupakan salah satu informan kunci dalam penelitian ini.Informan berusia 61 tahun dan beragama kristen protestan. Informan merupakan putera daerah Sidikalang dan bersuku Batak Toba ini bersama dengan pasangannya Irwansyah Pasi merupakan pemenang dari Pilkada 2013 dan menjabat sebagai Bupati selama dua periode. Menurut penuturannya, informan yang sebelumnya pernah menjadi anggota DPR dari fraksi partai Golkar ini mengaku bahwa selama Pilkada tidak pernah terlibat dalam praktek kampanye yang menyimpang salah satunya adalah manipulasi uang. Beliau menuturkan


(38)

bahwa untuk menjadi seorang Bupati tidak perlu keluar uang banyak dari kantong pribadi, tidak seperti dalam pemilihan legislatif.

2. Passiona Sihombing

Passiona Sihombing merupakan informan kunci yang berusia 53 tahun. Informan yang beragama kristen protestan dan bersuku Batak Toba merupakan calon bupati pada Pilkada 2013. Informan memiliki 3 orang anak yang terdiri dari 2 laki-laki dan 1 perempuang. Beliau merupakan seorang wiraswasta dan juga aktif dalam kegiatan pembangunan diKabupaten Dairi. Informan juga pernah menjabat sebagai anggota DPR dari fraksi partai PDI-Perjuangan.

Berdasarkan hasil pilkada Dairi 2013 silam, Passiona Sihombing dan pasangannya Insanuddin Lingga berada pada urutan terakhir dari 4 paslon dalam hasil rekapitulasi pemungutan suara Pilkada Dairi 2013. Menurutnya, kekalahannya diakibatkan oleh tidak adanya uang sebagai cost politik pada kampanye dan pelaksanaan pemungutan suara pilkada Dairi 2013.

3. Drs.Parlemen Sinaga, MM, 59 tahun

Drs.Parlemen Sinaga, MM merupakan informan kunci yang berusia 59 tahun. Informan yang beragama Kristen protestan dan bersuku Batak Toba merupakan calon bupati pada Pilkada 2013 bersama dengan pasangannya Dr. Reinfil Capah. Informan dulunya merupakan seorang Camat di Kecamatan Sidikalang dan pernah bekerja sebagai pejabat di Catatan Sipil Kabupaten Dairi. Setelah pilkada 2013 beliau memilih untuk pensiun dini disebabkan oleh


(39)

kepeduliaan beliau terhadap anggota-anggota timnya yang tidak lagi bekerja selama mendukungnya. Hal itu ditunjukkan sebagai bentuk idealisme beliau.

Informan juga aktif dalam kegiatan sosial dan keagaaman. Beliau pernah menjabat sebagai ketua punguan marga Sinaga Kabupaten Dairi dan saat ini menjabat sebagai dewan penasehat punguan marga Kabupaten Dairi. Menurut informan, punguan marga merupakan pendekatan pertama yang paling tepat dilakukan untuk menarik simpati dari masyarakat khususnya masyarakat Batak Toba.

4.3.3. Tim sukses dari calon Bupati pada Pilkada DAIRI 2013

1. Sumantra Solin, 41 tahun

Sumantra Solin adalah seorang laki-laki berusia 41 tahun dan bersuku Batak Pakpak. Beliau memiliki 2 orang anak dan seorang istri yang bekerja sebagai seorang PNS dikecamatan Sidikalang. Beliau juga aktif di berbagai organisasi diantaranya menjabat sebagai bendahara di KONI hingga sekarang, pernah menjabat sebagai sekretaris pemuda Muhammadiyah, dan sebagai kader politik dari partai PAN di Pakpak Barat.

Informan merupakan tim sukses dari pasangan Johnny Sitohang- Irwasyah Pasi. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, beliau mengatakan bahwa pendekatan kepada masyarakat lebih mudah dilakukan didesa dibandingkan dikota. Informan juga mengatakan bahwa walaupun Johnny Sitohang sebagai pemenang pada Pilkada Dairi 2013, beliau tidak dijanjikan bahwa tim sukses akan diangkat menjadi tim pekerjanya dipemerintahan. Namun Sumantra mengakui


(40)

bahwa Bupati selalu mengikut sertakannya untuk kegiatan tertentu di Kabupaten Dairi.

2. Vincent Tumanggor, 41 tahun.

Vincent Tumanggor adalah informan yang merupakan koordinator tim sukses dari Passiona Sihombing. Vincent Tumanggor bersuku Pakpak merupakan seorang petani yang sukses, dimana beliau memiliki banyak ladang dengan hasil cabe dan sayur-mayur yang diekspor hingga keluar negeri. Vincent Tumanggor beragama Kristen Protestan yang aktif dalam organisasi masyarakat.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, beliau menjelaskan bahwa didalam perpolitikan tentunya tidak akan pernah lepas dari adanya KKN dan uang, apalagi dalam masyarakat Batak. Pesta demokrasi diibaratkan sebagai sebuah pesta di dalam adat Batak dimana ada jambar yang harus dibagi dalam masyarakat. Jambar yang dimaksud adalah pemberian uang yang mengatasnamakan unsur kekerabatan. Begitu pula demikian dengan pendekatan yang harus dilakukan bagi masyarakat, harus ada uang.

3. Nasib Sihombing, 32 tahun

Nasib Sihombing adalah seorang laki-laki yang berusia 32 tahun dan bersuku Batak Toba. Beliau memiliki seorang istri dan belum dikaruniai anak. Nasib Sihombing adalah anggota DPRD Kabupaten Dairi sekaligus Ketua Partai Nasdem cabang Kabupaten Dairi. Beliau sangat aktif di dalam dunia perpolitikan, termasuk juga sang istri yang juga merupakan anggota DPRD di Kabupaten Karo. Informan juga merupakan koordinator tim pemenangan Luhut Matondang dan Luhut Maradu Lingga.


(41)

Berdasarkan penjelasan dari informan, pada saat pelaksanaan kampanye 5 bulan sebelum Pilkada Dairi 2013, Luhut Matondang yang juga memiliki hubungan kekerabatan dekat dengannya mampu memperoleh suara tertinggi kedua setelah incumbent. Beliau merasa puas dengan hasil tersebut mengingat pendekatan kepada masyarakat hanya berlangsung selama 5 bulan, berbeda jauh dengan calon yang lainnya.

4. Dahlan Sianturi, 44 tahun.

Informan utama yang terakhir adalah Dahlan Sianturi yang berusia 44 tahun dan bersuku Batak Toba. Informan memiliki 4 orang anak yang terdiri dari 2 laki-laki dan 2 perempuan. Dahlan Sianturi juga merupakan anggota DPRD Kabupaten Dairi dan juga aktif dalam partai Gerindra. Selain sebagai seorang politikus, beliau juga merupakan seorang petani jeruk dengan memiliki lahan yang cukup luas.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, beliau menjelaskan bahwa diKabupaten Dairi jumlah pemilih primordialisme sangat tinggi. Beliau juga menuturkan sebagai masyarakat masih memilih sosok pemimpin yang akan memimpin di Sidikalang janganlah berdasarkan kekerabatan dan marga yang sama.

4.3.4. Informan Tambahan

1. Veryanto Sitohang, S.E, 39 tahun.

Veryanto Sitohang merupakan seorang laki-laki berusia 39 tahun dan bersuku Batak Toba. Beliau yang beragama Kristen Protestan merupakan


(42)

seseorang yang aktif dalam berbagai organisasi sosial, budaya dan politik. Informan juga merupakan anggota dari organisasi Aliansi Sumut Bersatu yang bergerak dalam bidang sosial dan budaya. Beliau juga sering dipanggil sebagai narasumber suatu acara seminar. Pada Pilkada 2013 informan merupakan ketua KPUD yang menjabat ketika itu. Berdasarkan hasil penelitian yang informan dimasyarakat Kabupaten Dairi bahwa uang dan primordialisme masih menjadi faktor utama dalam memilih pemimpin yang layak diKabupaten Dairi. Kini informan menjabat sebagai Divisi hukum di kantor KPUD Dairi, juga mengisi seminar sebagai narasumber di masyarakat serta aktif dalam kegiatan sosial dan budaya.

2. H. Sudiarman Manik, S.PdI,MM, 61tahun.

H.Sudiarman Manik merupakan seorang laki-laki yang berusia 61 tahun. Informan yang merupakan ketua KPUD Dairi yang menjabat saat ini. Beliau beragama Islam juga pernah menjabat sebagai divisi Humas KPUD Dairi pada tahun 2013 silam. Berdasarkan wawancara dengan informan, beliau mengatakan bahwa unsur suku dan agama merupakan hal yang sangat lazim terdengar pada Pemilu, khususnya Pilkada . Kemudian informan juga menjelaskan bahwa dikabupaten Dairi bahwa pasangan Pelangi cenderung diminati oleh masyarakat untuk dipilih karena adanya keseimbangan suku dan agama, terlihat dari koalisi paslon yang dari berbeda suku dan agama.


(43)

4.4. Interpretasi Data

4.4.1. Pemilihan Kepala Daerah Dairi 2013 di Kecamatan Sidikalang

Pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada atau Pilkada) adalah sebagai penyampaian pesan politik, baik dari pasangan calon maupun dari partai politik, sehingga keberadaaan kepala daerah dalam rangka membentuk kekuasaan tingkat lokal atau daerah yang benar-benar memberikan keefektifan demokrasi di tingkat lokal yang bertujuan untuk mencapai demokrasi yang dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Keberadaan kepala daerah demi kemajuan pemerintahan suatu wilayah sangat penting. Sejak masa pendudukan Belanda hingga era Reformasi kedudukan serta peran dari kepala daerah sangat menentukan kemajuan pembangunan suatu wilayah. Landasan normatif penyelengaraan pemerintahan daerah yang terus berubah dalam kurun waktu tertentu akibat perubahan politik pemerintahan telah memberikan dampak tersendiri dalam pelaksanaan, kekuasaan dan perilaku kepemimpinan kepala daerah.

Pelaksanaan pilkada yang sebelumnya diimplementasikan dalam UU no 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang kemudian direvisi melalui UU no 12 tahun 2008 tentang pemerintahan daerah yang menjelaskan bahwa pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah pemilu untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945.

Pelaksanaan Pilkada secara teknis menurut PP No. 6 tahun 2005 tentang pemilihan, pengesahan, pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah dan wakil


(44)

kepala daerah dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 17 tahun 2005 tentang perubahan pertama atas Peraturan Pemerintah (PP) No. 6 tahun 2005, serta Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 tahun 2007 tentang perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah (PP) No 6 tahun 2005 yang menyebutkan bahwa pemilukada adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan atau kabupaten atau kota berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 untuk memilih kepala daerah.

Pada tanggal 10 Oktober 2013 untuk pertama kalinya dilaksanakan Pilkada secara langsung di Kabupaten Dairi. Ada 4 kandidat yang mencalonkan diri sebagai Bupati/Wakil Bupati Kabupaten Dairi 2014-2019 antara lain pasangan calon KRA Johnny Sitohang Adinegoro-Irwansyah Pasi, Luhut Matondang-Maradu Gading Lingga, Parlemen Sinaga-Reinfil Capah dan Passiona Sihombing-Insanuddin Lingga. Berdasarkan rekapitulasi hasil perhitungan suara pemilukada 2013 di tingkat Kabupaten Dairi, Kra. Johnny Sitohang Adinegoro dan Irwansyah Pasi sebagai pemenang dengan perolehan suara 53.729 suara.


(45)

Tabel 4.1.9. Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pilkada Dairi 2013

No Nama Paslon Hasil Rekapitulasi Suara

Kecamatan Sidikalang

Seluruh Kecamatan

Persentase

1

Kra. Johnny Sitohang Adinegoro dan Irwansyah Pasi,SH

7.635 53.729 36.24%

2

Passiona M. Sihombing dan Insanuddin

Lingga,S.Sos.M.Si

1.404 5.623 3.79%

3

Drs. Parlemen Sinaga,MM dan Dr. H. Reinfil Capah,M.Kes

8.009 41.529 28.01%

4

Luhut Matondang dan Maradu Gading Lingga

7.744 47.345 31.94 %

Total Keseluruhan Suara

148.226 100%

Sumber : KPUD Dairi

Kemenangan dari pihak Kra.Johnny Sihotang – Irwansyah Pasi memang patut diacungi jempol. Pasalnya sebagai incumbent, pasangan ini berhasil mempertahankan kedudukannya sebagai Bupati dan Wakil Bupati. Namun, kemenangan tersebut ternyata menimbulkan pro dan kontra dari masyarakat


(46)

khususnya para pesaingnya. Para pesaing merasa tidak puas dengan hasil pemungutan suara dan berbagai tuduhan muncul.

Berdasarkan UU no 12 tahun tahun 2008 tentang perubahan kedua UU no 32 tahunn 2004 tentang Pemerintahan Daerah apabila terjadi perselisihan hasil pemilukada, maka penyelesaiannya dialihkan dari Mahkamah agung ke Mahkamah Konstitusi. Kedua pasangan calon Bupati Dairi, Luhut Matondang-Maradu Lingga dan Parlemen Sinaga- Reifil Capah mendaftarkan hasil pemilihan umum (PHPU) Kepala Daerah Kabupaten Dairi ke Mahkamah Konstitusi dengan

gugatan adanya penggelembungan suara

Sitohang-Irwansyah Pasi dan KPUD Dairi. Seperti yang disampaikan oleh Johnny Sitohang (61 tahun) selaku pemenang dari pilkada Dairi 2013 :

“ ....pada saat saya digugat di MK disebutkan penggugat pada saat itu bahwa katanya ada yang ngaku tim sukses saya dan dia bagi bagikan uang....” (sumber wawancara : Johnny Sitohang, 61 tahun, 2017).

Berdasarkan wawancara diatas, ada tuduhan yang dilancarkan oleh pihak pesaing kepada Johnny Sitohang yaitu adanya praktek bagi-bagi uang dan hal tersebut berhasil dibantah oleh pihak Johnny Sitohang dengan memberikan beberapa bukti-bukti yang dikumpulkan oleh Tim suksesnya dihadapan majelis Mahkamah Konstitusi Hal yang senada di sampaikan oleh Veryanto Sitohang (39 tahun) selaku ketua KPUD Dairi 2009-2013 yang menjabat ketika itu :

“....selanjutnya oleh majelis mahkamah kosntitusi itu menguji kita, bupati dan wakil bupati yang terpilih kemudian diperhadapkan. Lalu kita melakukan uji pembuktian mengenai bukti kebenaran dalil mereka yang benar atau kita membuktikan bahwa semua telah sesuai dengan


(47)

mekanisme, tahapan, dan lain sebagainya. Dan pada akhirnya gugatan ditolak oleh mahkamah konstitusi. Karena keputusan dari mahkamah konstitusi final dan mengikat, hal tersebut menjadi rujukan dari hasil pemilihan kepala daerah. Jadi penyebabnya ya itu, akibat ketidak puasaan mereka terhadap hasil pemungutan suara....” (sumber wawancara : Veryanto Sitohang, 39 tahun, 2017).

Aksi protes dan penolakan dari tim sukses dan kedua paslon yang mencalonkan diri tersebut pada akhirnya ditolak oleh Mahkamah Konstitusi mengingat tidak ada bukti yang mampu menguatkan tuduhan mereka. Pihak KPUD Dairi dan Tim Johnny Sitohang-Irwansyah Pasi berhasil memenangkan gugatan tersebut. Pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Dairi kemudian dilaksanakan pada tanggal 24 April 2014.

Berdasarkan Tabel 4.1.8 kita dapat melihat bahwa adanya koalisi etnis dan agama antara calon Bupati dan Wakil Bupati yang mencalonkan. Temuan data yang peneliti dapatkan bahwa para calon Bupati bersuku Batak Toba dan beragama Kristen Protestan dan wakil Bupati bersuku Pakpak dan beragama Islam. Koalisi pasangan ini disebut dengan pasangan ‘PELANGI’. Pasangan pelangi yang dimaksud adalah untuk menggambarkan multikulturalisme dan pluralisme pada masyarakat di Kabupaten Dairi. Tujuan dibentuknya koalisi dari pasangan calon tersebut adalah untuk mencegah adanya perselisihan yang dikhawatirkan terjadi apabila politik identitas tidak berlandaskan pluralisme. Seperti yang dikatakan oleh bapak Sudiarman Manik (59 tahun) selaku divisi logistik KPU Kabupaten Dairi pada tahun 2009-2013:

“....memang kalau di Dairi ini seperti yang kita ikuti masyarakat menginginkan calon yang Pelangi (koalisi dari berbagai etnis/agama). Pelangi itu artinya, supaya murah komunikasinya kalau misalnya bupatinya pakpak wakilnya toba dan begitu sebaliknya. Memang itulah yang diinginkan oleh masyarakat. Sehingga yang menjadi hasil pilkada selama 2 periode dimenangkan oleh paslon Johnny Sitohang-Irwansyah Pasi. Walaupun memang kita liat bersaing dengan yang pasangan suku


(48)

toba, itu aja saingannya. Jadi ketika suku Toba berdua, ada Toba dan Pakpaknya, biasanya hanya tipis itu. Sehingga bisa 2 kali putaran dia. Jadi memang masyarakat dairi masing menginginkan pasangan pelangi tadi. Pelangi merupakan gambaran dari masyarakat yang heterogen, adanya variasi. Tidak hanya ada 1 etnis atau agama. Kalau kita lihat, suku toba-pakpak, agama kristen-islam. Kira kira seperti itulah.Bukan berarti tidak bisa yang satu etnis, bisa. Tapi pasangan yang homogen selalu gagal memenangkan pilkada. Dan kita meninjaunya sudah 2 periode...” (sumber wawancara : Sudiarman Manik, 59 tahun, 2017).

Hal ini juga semakin diperkuat oleh penjelasan dari Veryanto Sitohang (39 tahun) :

“...pasangan calon tersebut disebut sebagai pasangan pelangi. Pasangan pelangi itu berbeda suku dan berbeda agama. Kecenderungannya sih seperti toba dengan pakpak, kristen dengan islam kalau kita mau berbicara tentang realita sosialnya. Saya juga harus menekankan sekali lagi bahwa mereka melakukan itu untuk mencari aman, untuk memikat suara dari para pemilih yang mayoritas berasal dari identitas tersebut...” (sumber wawancara : Veryanto Sitohang, 39 tahun, 2017).

Hal tersebut semakin diperkuat dengan penjelasan dari Sumantra Solin (41 tahun) selaku koordinator Tim Sukses pemenangan Johnny Sitohang-Irwansyah Pasi :

“...makanya orang suku pakpak itu untuk maju sebagai pemimpin berpikir dua kali, kemudian para bakal calon juga lebih banyak Batak Toba yang didukung oleh partai politik. Kalau seandainya 2 atau 3 calon yang mencalonkan diri dari suku Toba kemungkinan bisa. Itu dari kacamata politik saya. Makanya para calon kemudian berfikir, kalau tidak dari pelangi agama ya pelangi suku agar dapat mencapai target menang tadi. Itu tidak bisa dipungkiri, karna biasanya koalisi Toba dengan Toba pasti kalah, Toba dengan Pakpak tapi tidak dengan pelangi agama tetap kalah. Jadi kalau bisa pasangannya Toba-Pakpak atau Karo dan disertai pelangi agama juga,ya pasti menang dan itu menjadi faktor penentu...” (sumber wawancara : Sumatra Solin, 41 tahun, 2017).

Berdasarkan dari hasil wawancara dengan informan diatas, dapat disimpulkan bahwa koalisi pasangan calon bupati dan wakil bupati secara pelangi merupakan bentuk dari upaya para paslon untuk dapat berkomunikasi dengan etnis dan agama yang berbeda di masyarakat. Selain itu, koalisi tersebut menjadi


(49)

tali pengaman bagi para paslon untuk dapat memikat suara dari masyarakat yang berbeda identitas etnis dan tersebut.

4.4.1.1. Pendekatan Paslon kepada Masyarakat

Salah satu cara yang dilakukan oleh seorang aktor politik untuk mendapatkan peningkatan suara dalam konteks Pilkada adalah dengan cara melakukan pendekatan kepada masyarakat. Pendekatan kepada masyarakat merupakan bentuk dari perilaku politik. Perilaku politik adalah perilaku yang dilakukan oleh insan/individu atau kelompok guna memenuhi hak dan kewajibannya sebagai insan politik. Pelaku dari kegiatan politik sendiri adalah pemerintah dan masyarakat.

Ada beberapa kajian analisis tentang perilaku politik salah satunya yaitu individu aktor politik meliputi aktor politik (pemimpin), aktivis politik, dan individu warga Negara biasa. Dalam UU No.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang menggantikan UU No.22 tahun 1999 dijelaskan bahwa kepala daerah dipilih rakyat secara demokratis, maksudnya adalah kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat. Oleh sebab itu, aktor politik (kepala daerah) tentunya memiliki cara dan pendekatan khusus untuk dapat menarik simpati masyarakat yang merupakan individu warga negara biasa.

Melalui hasil wawancara dengan informan dilapangan, diperoleh data bahwa terdapat jawaban dan pandangan yang sama dari para informan mengenai pendekatan-pendekatan yang mereka lakukan di masyarakat. Seperti yang disampaikan oleh Passiona Sihombing (53 tahun) selaku calon Bupati Pilkada 2013 :

“...jauh sebelumnya kita sudah melakukan pendekatan keluarga, pertemuan, kemudian hadir diacara acara pesta,acara-acara margalah. Kita


(50)

juga buat semacam perkumpulan atau organisasi dimasing-masing tempat. Misalnya seperti arisan dan lain lain sebagainya...” (sumber wawancara : Passiona Sihombing, 53 tahun, 2017).

Hal senada juga disampaikan oleh Parlemen Sinaga (59 tahun) selaku calon Bupati Pilkada 2013 :

“...selain dari pendekatan marga, artinya begini dek, namanya organisasi. Sekecil apapun organisasi itu harus kita rangkul, kita lakukan pendekatan. Organisasi formal dan informal yang ada di Dairi ini kita juga dekati...” (sumber wawancara : Parlemen Sinaga, 59 tahun, 2017).

Hal senada juga disampaikan oleh Nasib Sihombing (32 tahun) selaku tim sukses dari calon Bupati Luhut Matondang :

“...ada sistem begini, melalui tokoh A, melalui organisasi kepemudaan, organisasi kedaerahan karena di Dairi ini banyak punguan marga,sehingga melakukan pendekatan kepada punguan marga, dan ormas masyarakat lainnya. Sistem door to door itu tidak ada...” (sumber wawancara : Nasib Sihombing, 32 tahun, 2017).

Begitu juga dengan yang disampaikan oleh Sumantra Solin (41 tahun) selaku tim sukses pemenangan Johnny Sitohang:

“...kami juga melakukan pendekatan kepada muda-mudi disetiap desa yang ada diKabupaten Dairi. Kita libatkan tim-tim yang ada disetiap desa untuk menyampaikan visi dan misi calon,disamping juga dilakukan kegiatan-kegiatan olahraga yang sifatnya tidak menyeluruh dan juga melakukan kegiatan-kegiatan didesa-desa dan respon masyarakat ternyata menerima dan mendukung...“ (sumber wawancara : Sumantra Solin, 41 tahun, 2017).

Berdasarkan dari hasil wawancara dengan informan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa para paslon melakukan berbagai bentuk pendekatan kepada masyarakat. Pendekatan kepada keluarga, organisasi masyarakat, organisasi kepemudaan dan organisasi kedaerahan seperti punguan marga. Pendekatan tersebut juga didukung dengan kegiatan-kegiatan seperti arisan, kegiatan olahraga serta menghadiri pesta-pesta masyarakat sebagai bentuk pendekatan kepada masyarakat. Namun secara keseluruhan pendekatan yang dilakukan oleh paslon


(51)

cenderung kepada pendekatan margaisme atau pendekatan kepada punguan marga. Pernyataan diatas semakin diperkuat dengan penuturan dari Vincent Tumanggor (41 tahun) selaku koordinator tim sukses pemenangan Passiona Sihombing :

“...jadi yang pertama jurusnya itu apapun itu yang dilakukan itu yang namanya orang Batak pasti partuturan, mendekatkan diri dulu dia dari pedekatan marga tadi. Dari marga pun dia ada sub-sub klannya, oppung antar oppung, dan itu gak mau lari...” (sumber wawancara : Vincent Tumanggor, 41 tahun, 2017).

Hal serupa juga dijelaskan oleh Dahlan Sianturi (44 tahun) selaku tim sukses pemenangan Parlemen Sinaga :

“...banyak cara sih bisa dengan komunikasi yang baik, datang pada acara pesta-pesta. Cuma kita fokus kepada marga Sinaga dulu. Karena kita tahu orang Batak, jangankan orang Batak, orang Jawa primordialismenya pun tinggi. Kalau orang Jawa calon pasti lebih banyak pilih dia. Demikian juga dengan orang Batak...” (sumber wawancara : Dahlan Sianturi, 44 tahun, 2017).

Berdasarkan dari wawancara dengan tim sukses diatas semakin menegaskan bahwa pendekatan utama yang dilakukan oleh para paslon adalah melalui pendekatan punguan marga, terutama punguan marga dari si calon sendiri.

4.4.1.2. Perekrutan Tim Sukses dari masing-masing pasangan calon.

Tim sukses atau tim pemenangan menjadi hal yang menentukan kemenangan dari pasangan calon dalam suatu pemilihan kepala daerah. Peran dan kontribusi dari tim sukses dapat mempengaruhi masyarakat untuk dapat memilih pasangan calon dalam pilkada. Tim sukses sangat berperan dalam membangun kepercayaan masyarakat terhadap pasangan calon serta menarik simpati dari masyarakat untuk memilih calon yang mereka dukung. Oleh sebab itu, biasanya para pasangan calon tidak sembarangan dalam menentukan siapa yang akan


(52)

menjadi pendukung dan tim pemenangan mereka. Seperti yang disampaikan oleh Johnny Sitohang (61 tahun) :

“...Saya memilih untuk berjalan secara alami saja. Kalau memang orang mencintai saya, ya bekerja. Dan saya memberikan masukan-masukan yang positif, misalnya jangan berjanji bohong, jangan memberikan janji janji yang tidak bisa dikerjakan, jangan menunjukkan perilaku kesombongan, itu saja yang kita tanamkan. Dan kalau memang mereka kita lihat betul-betul kerja keras. Kalau secara resmi saya tidak pernah mengangkat tim sukses secara resmi, alami saja. Kalau memang dia betul-betul bekerja, kita bakar semangatnya. Kita berikan dia masukan bagaimana caranya agar dapat melakukan pendekatan dengan rakyat. Jangan berbohong dan jangan mengatakan janji yang tidak bisa ditepati...” (sumber wawancara : Johnny Sitohang, 61 tahun,2017).

Hal yang senada juga disampaikan oleh Passiona Sihombing (53 tahun) : “...ada tim. Ada khusus tim dari marga, Kemudian dari partai juga ada, dari sahabat juga ada. Jadi berbeda kerjaannya...” (sumber wawancara : Passiona Sihombing, 53 tahun, 2017).

Hal yang senada juga disampaikan oleh Parlemen Sinaga (59 tahun) : “...khusus untuk Sinaga, kita bentuk tim khusus. Untuk umum dia, kita buat tim diluar dari marga Sinaga dan itu yang kita daftarkan di KPU, bukan tim marganya kita tonjolkan. Gitu cara kita merengkrutnya, jadi didalam tim umum gak ada yang marga Sinaga. Jadi beda lagi...” (sumber wawancara : Parlemen Sinaga, 59 tahun, 2017).

Berdasarkan hasil wawancara diatas dengan informan, tidak semua dari calon Bupati memilih tim sukses mereka tidak berdasarkan kedekatan marga. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Johnny Sitohang bahwa tim sukses yang dibentuk berdasarkan kecintaaan terhadap sosoknya sebagai pemimpin. Dua calon seperti Passiona Sihombing dan Parlemen Sinaga memilih tim sukses mereka dengan cara yang berbeda. Beda tim umum, beda tim berdasarkan kedekatan marga dan tim yang lainnya. Pernyataan tersebut semakin dikuatkan dengan penjelasan dari Nasib Sihombing (32 tahun) selaku tim sukses dari Luhut Matondang:


(53)

“Timsesnya ada tim kabupaten, tim kecamatan dan tim desa. Tim desa memberikan laporan ke kecamatan, tim kecamatan memberikan laporan ke tim kabupaten. Terstruktur dia” (sumber wawancara : Nasib Sihombing, 32 tahun,2017).

Perekrutan tim sukses yang dilakukan oleh para paslon diatas kemudian pada akhirnya membentuk sistem tersendiri untuk dapat menjangkau suara hingga kedesa-desa yang terdapat pada 15 kecamatan yang ada dikabupaten Dairi. Adapun sistem yang terbentuk memiliki jurkam (juru kampanye) untuk dapat menyampaikan visi dan misi dari si calon dan mempengaruhi masyarakat, seperti yang kembali dijelaskan oleh Nasib Sihombing (32 tahun) :

“...adapun jumlah tim-ses yang kami buat itu sebanyak 161 desa,8 kelurahan, 15 kecamatan, semuanya. Cara kerjanya sekali seminggu memberikan laporan, laporan tentang rekrutmen pendukung, kelemahan tim sebagai bahan evaluasi pada rapat / briefing, daerah mana yang lemah kita berikan suplay dalam bentuk apapun itu, bagaimana supaya meningkatkan perolehan suara disana. Masing masing kecamatan sudah memiliki jurkam, dan si jurkam inilah yang membuat bahan bagaimana agar masyarakat dapat kita rangkul dan duduk bersama dengan kita...” (sumber wawancara : Nasib Sihombing, 32 tahun, 2017).

Hal yang hampir sama juga disampaikan oleh Sumantra Solin (41 tahun) selaku tim sukses dari Johnny Sitohang :

“...target kita seperti MLM (Multi Level Marketing) dimana 1 pemuda meraih suara 20 untuk didesa, demikian juga dikecamatan seperti itu. Untuk diKabupaten kita hanya memberikan motivasi berupa pendidikan politik. Kalau didesa itu kita tidak muluk-muluk, 1 orang meraih 20 suara. Kita juga membuat relawan didesa, karena didesa kan ada dusun-dusun lagi. Tidak bisa kita hitung berapa sistem atau timnya...” (sumber wawancara : Sumantra Solin, 41 tahun, 2017).

Demikian pula dengan penjelasan dari Dahlan Sianturi (44 tahun) selaku tim sukses dari Parlemen Sinaga :

“...banyaklah tim-sesnya sampai kedesa-desa ada ribuanlah dan pengaruh dari tim itu sangat besar. Cara merekrutnya dulu secara partisipatisnya pertama. Ada orang datang kita tampung. Akan tetapi pada tim-tim inti


(54)

kita seleksi dia jangan nanti jadi penghianat didalam...” (sumber wawancara : Dahlan Sianturi, 44 tahun, 2017).

Berdasarkan wawancara diatas peneliti melihat bahwa adanya struktur yang dibentuk oleh masing-masing tim sukses dari pasangan calon untuk dapat menarik simpati dari masyarakat di Kabupaten Dairi baik dari desa, kecamatan hingga kabupaten.

4.4.2. Strategi Punguan Marga dalam memperebutkan Kekuasaan.

Strategi dalam pengertian sempit maupun luas terdiri dari tiga unsur, yaitu tujuan (ends), sarana (means), dan cara (ways). Dengan demikian strategi adalah cara yang digunakan dengan menggunakan sarana yang tersedia untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan (Nasution, 2006). Punguan marga merupakan salah satu unsur dari masyarakat yang kerap dimanfaatkan oleh elite-elite politik untuk mendapatkan dukungan suara. Tujuan punguan marga dalam konteks pemilihan kepala daerah adalah untuk membawa calon Bupati yang didukungnya untuk dapat menduduki jabatan Bupati dalam mekanisme pemilihan kepala daerah yang dipilih langsung oleh masyarakat.

Punguan marga menjadi tempat pertama bagi para paslon untuk mendapatkan dukungan dari rakyat. Oleh sebab itu, pendekatan pertama yang dilakukan paslon ketika hendak mencalonkan diri sebagai Bupati. Hal ini diperkuat oleh penjelasan Markus Sinaga (55 tahun) :

“...kalau yang semarga, kan kita orang batak mayoritas punya punguan sehingga kita lebih mudah masuk kepada akar rumput...” (sumber wawancara : Markus Sinaga, 55 tahun, 2017).

Hal yang senada juga dijelaskan oleh Pa Edo Sihombing (49 tahun):

“...sewaktu dulu ada pertemuan marga sihombing dirumah ini, datang pengurus marga sihombing sekabupaten dairi ketika itu, dan belum ada


(55)

calon yang naik dari marga lain. Cuma hanya Johnny yang maju. Kalau tidak salah 8 bulan sebelum pelaksanaan pilkada. Makanya sewaktu ada pertemuan di desa, kami mengangkat koordinatornya marga Sihombing...” (sumber wawancara : Pa Edo Sihombing, 49 tahun, 2017).

Hal yang sama juga dijelaskan oleh Johnny Sitohang :

“...karena kita yang bermarga ini pendekatan kultur budaya masih sangat menonjol dan tentunya kita manfaatkan juga pendekatan marga kepada dongan sabutuha, keluarga hula-hula, keluarga boru...” (sumber wawancara : Johnny Sitohang, 61 tahun, 2017).

Hal diatas semakin dipertegas dengan penjelasan dari bapak H. Situmorang (59 tahun) :

“...menurut falsafah batak kawan semarga itu adalah pangalapan sangap. Dulu ketika dia sempat menceritakan bahwa dia punya mimpi untuk memimpin dairi, dan minta doa restu dari kami. Jadi dikumpulkannyalah dulu kami kemudian mendaftarkan dirilah dia jadi calon bupati, dan setelah dia mendaftarkan diri menjadi calon bupati kemudian kami pengurus marga sipitu ama se-Dairi pun rapat menanggapi mimpi si Johnny dulu, bagaimana kita untuk dapat memenangkan si Johnny. Tentu semua Acc untuk memenangkan dia...” (sumber wawancara : H. Situmorang, 59 tahun, 2017).

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan diatas, peneliti menyimpulkan bahwa punguan marga menjadi tempat pertama bagi para paslon untuk mendekatkan diri dengan masyarakat. Adanya faktor kesamaan marga menjadi alasan bagi paslon untuk mendapatkan perhatian dan simpati dari rakyat, terutama punguan marga.

Max Weber menyatakan bahwa didalam kekuasaan terdapat kemampuan seseorang untuk memaksakan kehendaknya kepada orang lain,walaupun orang lain itu mengadakan perlawanan atau penolakan (Simanjuntak : 228). Model kekuasaan di tataran keagenan dari pemikiran Max Weber adalah kekuasaan sebagaikemungkinan seorang aktor atau sekelompok aktor dalam suaturelasi sosial mengambil posisi untuk mewujudkan ambisinya terlepasdari resistensi yang


(56)

dihadapinya; dengan demikian berpotensiuntuk melahirkan konflik. Jadi kekuasaan menurut Weber adalah kesempatan untuk menguasai orang lain, sehingga orang lain mematuhi gagasan seseorang atau sekelompok orang.

Berdasarkan defenisi diatas, kesempatan dapat dihubungkandengan ekonomi, kehormatan,partai politik atau dengan apa sajayang merupakan sumber kekuasaanbagi seseorang. Kesempatan seorangpejabat untuk melaksanakankemauannya tentu lebih besar dibanding kesempatan rakyat bisa. Kesempatan ini yang kemudian dimanfaatkan oleh elite politik untuk dapat berada posisi yang paling tinggi di masyarakat. Dalam hal ini, pendekatan kepada punguan marga menjadi kesempatan bagi paslon sebagai tempat utama untuk mendekatkan diri dengan rakyat, khususnya sesama marganya.

Weber kemudian juga mendefenisikan konsep wewenang sebagai kemampuan untuk mencapai tujuan – tujuan tertentu yang diterima secara formal oleh anggota – anggota masyarakat. Weber membagi wewenang menjadi 3 ; yang pertama adalah rational-legal authority, yakni bentuk wewenang yang berkembang dalam kehidupan masyarakat modern dan biasanya terdapat pada organisasi politik. Kedua adalah traditional authority, yakni jenis wewenang yang berkembang dalam kehidupan tradisional. Wewenang ini diambil keabsahannya berdasar atas tradisi yang dianggap suci.Jenis wewenang ini dapat dibagi dalam dua tipe, yakni patriarkhalisme dan patrimonialisme. Patriarkhalisme adalah suatu jenis wewenang di mana kekuasaan didasarkan atas senioritas. Mereka yang lebih tua atau senior dianggap secara tradisional memiliki kedudukan yang lebih tinggi. Berbeda dengan patriarkhalisme, patrimonialisme adalah jenis wewenang yang mengharuskan seorang pemimpin bekerjasama


(57)

dengan kerabat – kerabatnya atau dengan orang – orang terdekat yang mempunyai loyalitas pribadi terhadapnya. Yang terakhir charismatic authority, yakni wewenang yang dimiliki seseorang karena kualitas yang luar biasa dari dirinya.Wewenang kharismatik dapat dimiliki oleh para dukun, para rasul, pemimpin suku, pemimpin partai, dan sebagainya.

Berdasarkan defenisi diatas punguan marga termasuk kedalam wewenang traditional authority, yaitu wewenang yang didapatkan dari tradisi dan kebudayaan leluhur yang dianggap suci. Hal ini dapat dibuktikan dengan penjelasan dari H. Situmorang selaku ketua dari punguan marga Sipitu Ama :

“... fanatisme itu kita tanamkan. Kalau ada satu marga, kenapa harus orang lain. Apalagi kami yang sipitu ama ini, kan ada 7 anaknya, 3 situmorang, 1 siringo-ringo, 3 sitohang. Dulu ketika di bona pasogit kami, 7 marga itu berikrar sisada lului anak, sisada lulu boru, kami tambah lagi sisada lului harajaon. Kalau misalnya ada calon dari marga sipitu ama, adalah hal yang haram bagi kami kalau kami tidak memilih dia. Itu nasehat opung kami dulu. Harus kami turutin itu, mungkin akan ada malapetaka kalau tidak diturutin. Sehingga kami turuti untuk memilih kawan satu marga...” (sumber wawancara : H. Situmorang, 59 tahun, 2017).

Bagi orang Batak Toba, fenomena kekuasaan adalah hal yang sangat penting. Hal tersebut tergambar dari falsafah hidup orang Batak Toba yaitu 3 H (Hamoraon, Hagabeon, Hasangapon). Ketiga unsur tersebut berjalan beriringan dan dipercaya menjadi batu loncatan untuk memperoleh kekuasaan.Seperti yang dijelaskan oleh Pa Edo Sihombing (49 tahun) selaku ketua punguan marga Sihombing kecamatan Sidikalang :

“...yang jelas adalah itu. Karena yang kita raih itu adalah sebagai pemimpin. Keturunannya secara turun temurun membantu. Dari hasangaponlah dulu, kalau sudah ada orang yang sangap pasti sudah diakui. Hamoraon itu sudah datang sendiri itu kalau kita sangap. Kalau gabe itu datangnya dari Tuhan...” (sumber wawancara : Pa Edo Sihombing, 49 tahun, 2017).


(58)

Hamoraon, hagabeon, dan hasangapon menjadi tolak ukur masyarakat dalam memilih calon pemimpin yang dikehendaki. Masyarakat kerap kali melihat kulit luar dari paslon terlebih dahulu baru melihat visi dan misinya. Hal tersebut menjadi suatu kesempatan emas bagi paslon untuk menunjukkan bagaimana kualitas pribadinya untuk memimpin berdasarkan 3 H tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh Passiona Sihombing (53tahun) selaku calon Bupati :

“...orang akan tetap melihat figur, terutama hamoraon. Orang masih tetap akan melihat ‘kulit’ luarnya. Orang masih melihat penampilannya, pada belum tentu kaya. Ada orang kaya karena korupsi, tapi tetap dihargai disini. Kekayaannya yang dilihat, bukan orangnya. Nah itu yang sebaiknya perlu kita hilangkan. Jangan lihat dari penampilan semata, isinya gak liat. Latar belakangnya juga gak dilihat. Nah itu yang mau kita rubah melalui pendidikan politik. Jangan pernah melihat orang seperti itu, harus liat latar belakanya seperti apa, visi dan misinya seperti apa, itu yang harus dilihat kalau memilih pemimpin. Kalau disidikalang belum seperti itulah. Dan sebagai manusia orang bisa bermimpi untuk jadi kaya, punya keturunan banyak dan punya kemuliaan. Tapi itu kan cita-cita, belum tentu kita dapat mencapainya. Dan jarang orang yang memiliki ketiganya...” (sumber wawancara : Passiona Sihombing, 53 tahun, 2017).

Dalam konteks politik prinsip Batak Toba tersebut tergolong kepada revitalisasi dan budaya politik familisme. Umumnya, para elite politik yang melakukan pendekatan berdasarkan familisme tersebut menjadi kuat posisinya karena budaya politik tersebut melemahkan kekuatan dari partai politik. Paslon lebih mudah diterima oleh rakyat ketika melakukan pendekatan dari punguan marga.


(59)

4.4.3. Partisipasi Punguan Marga dalam Pilkada Dairi 2017

Partisipasi politik tidak hanya dibina melalui partai politik tetapi dapat melalui organisasi yang lain seperti organisasi kebudayaan yang terbentuk dengan pendekatan etnisitas. Kelompok etnis memiliki peranan yang besar dalam membentuk sikap,persepsi dan orientasi seseorang. Persamaan suku atau kedaerahan dapat mempengaruhi dukungan seseorang kepada partai politik dan juga mempengaruhi loyalitas kepada paslon. Kecenderungan masyarakat dalam memilih pemimpin berdasarkan etnis terjadi hampir diseluruh wilayah Indonesia,salah satunya diwilayah Sumatera.

Charles Andrian dalam buku Sistem Politik Indonesia yang ditulis oleh Prof.Dr.Kacung Marijan (2010:111) mengatakan bahwa partisipasi politik terbagi menjadi 3 bentuk yaitu :

a. Partisipasi politik yang lebih pasif, dimana partisipasi terlihat dari keterlibatan politik seseorang, yakni sejauh mana orang itu melihat politik sebagai sesuatu yang penting.

b. Partisipasi politik yang lebih aktif, dimana adanya keterlibatan orang dalam organisasi atau asosiasi sukarela (volunteer associations) seperti kelompok keagamaan,olahraga, pecinta lingkungan, organisasi profesi dan organisasi buruh. c. Partisipasi politik yang berupa kegiatan protes seperti ikut menandatangani petisi, melakukan boikot dan demonstrasi.

Partisipasi punguan marga dalam Pilkada 2013 dapat kita lihat dari perilaku pemilih berdasarkan bentuk dukungan punguan marga terhadap calon Bupati yang didukungnya. Markus Sinaga menjelaskan bentuk dukungan punguan marga Sinaga kepada Parlemen Sinaga :


(60)

“...keputusan akhir setelah kita membuat musyawarah kabupaten dengan menghadirkan seluruh kecamatan. Tapi hal ini terjadi atas dasar usulan dari pengurus punguan marga desa. Sehingga ini bukan monopoli, kita sampaikan dulu kepada pengurus kecamatan, lalu pengurus kecamatan turun kesetiap desa. Setelah semua OK, kami adakan musyawarah Kabupaten lalu kami sepakat untuk memajukan parlemen. Dan kesepakatan ini kami sampaikan kepada PPTSB (PERSATUAN PUNGUAN TOGA SINAGA BORU) seluruh Indonesia dan dari sana keluar rekomendasi untuk merekomendasikan Parlemen Sinaga menjadi calon Bupati atas nama Toga Sinaga...” (sumber wawancara : Markus Sinaga, 55 tahun, 2017).

Hal ini semakin diperkuat dengan penjelasan dari H. Situmorang mengenai dukungan punguan marga sipitu Ama kepada Johnny Sitohang :

“...jadi dikumpulkannyalah dulu kami kemudian mendaftarkan dirilah dia jadi calon bupati, dan setelah dia mendaftarkan diri menjadi calon bupati kemudian kami pengurus marga Sipitu Ama se Dairi pun rapat menanggapi mimpi si Johnny dulu, bagaimana kita untuk dapat memenangkan si Johnny. Tentu semua acc untuk memenangkan dia...” (sumber wawancara : H. Situmorang, 59 tahun, 2017).

Hal yang senada juga disampaikan oleh Pa Edo Sihombing mengenai dukungan punguan Marga Sihombing kepada Passiona Sihombing :

“...namanya marga kalau kita buat pertemuan pasti komitmen. Masalahnya pada pelaksaanaan di Hari H, kita tidak memiliki uang untuk cost politik. Tapi secara komitmen, punguan marga masih tetap solid, darah itu berbicara. kita mempunyai kerinduan bahwa selama ini pemimpin belum ada sihombing, sehingga kita mengkampanyekan ke setiap desa bahwa passiona layak jual. Dia punya ilmu dan yang punya ilmu pasti layak jual. Karena adanya kerinduan kita untuk memajukan dari marga kita, sehingga kita tidak takut karena mudah...” (sumber wawancara : Pa Edo Sihombing, 49 tahun, 2017).

Hal yang senada juga disampaikan oleh Edison Matondang (66 tahun) mengenai dukungan punguan marga Matondang kepada Luhut Matondang :

“...dipartamiangan pun kita dorong dan kita bantulah , kita dukunglah dia untuk maju. Kita himpun juga marga marga yang lain dalam borbor marsada itu...” (sumber wawancara : Edison Matondang, 66 tahun, 2017).


(61)

Nasib Sihombing selaku tim Sukses dari Luhut Matondang menyampaikan hal yang senada :

“...kontribusi yang kita butuhkan dari mereka adalah mereka sepakat untuk mendukung ini. Karena ada semacam kontrak politik. Kalau dari punguan marga matondang sendiri, seperti yang saya bilang tadi, lebih terstruktur, punguan Naimarata dan Borbor Marsada...” (sumber wawancara : Nasib Sihombing, 32 tahun, 2017).

Berdasarkan dari hasil wawancara dengan informan dari punguan marga diatas, peneliti menarik kesimpulan bahwa punguan marga aktif dalam mendukung pasangan calon berdasarkan marganya. Berbagai tindakan dilakukan oleh pengurus punguan marga masing masing untuk dapat mendapatkan suara dari anggota punguannya dan masyarakat seperti menghimpun kekuatan marga, kampanye visi dan misi dari para calon yang akan menjabat di 2017.

4.4.4. Punguan Marga sebagai modal dan jaringan mendapatkan suara masyarakat

Suatu negara dapat dikatakan demokratis apabila ada kontribusi dari masyarakatnya dalam pengambilan suatu kebijakan atau keputusan. Masyarakat sebagai tokoh utama dalam sebuah negara demokrasi memiliki peran yang sangat penting, mengingat bahwa defenisi sesungguhnya dari demokrasi adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Nova A.Malau dalam tulisannya yang berjudul Perilaku Etnis Batak Toba Dalam Pemilukada Kota Medan 2010 menjelaskan bahwa etnis Batak Toba cenderung memilih pemimpin berdasarkan pendekatan kepada punguan marga. Jaringan-jaringan paguyuban, termasuk hubungan-hubungan patron-klien etnik, relatif tersedia dan mudah digunakan untuk penggalangan kekuatan


(62)

politik.Dengan katalain, penggunaan sarana etnik, jaringankomunikasi dan komponen-komponensentimental etnik (affective component ofethnicity) dapat dieksploitisir dalam usahapenggalangan kekuatan politik untukkepentingan pilkada. Kelompok etnik itutidak lagi dilihat sebagai kelompokbudaya, bahasa, atau agama tetapi telah diberiperan baru sebagai kelompok kepentinganpolitik. Demikian pula dengan punguan marga yang merupakan organisasi kebudayaan.

Adapun temuan data dilapangan yang didapatkan oleh peneliti ketika melakukan wawancara dengan informan bahwa para paslon mendapatkan dukungan suara dari punguan marga dengan cara sebagai berikut :

1. Modal Sosial dalam pemanfaatan jaringan punguan marga.

Modal sosial juga didefinisikan sebagai kapabilitas yang muncul dari kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau bagian-bagian tertentu dari masyarakat tersebut. Dengan membangun hubungan dengan sesama, dan menjaganya agar terus berlangsung sepanjang waktu, orang mampu bekerja bersama-sama untuk mencapai berbagai hal yang tidak dapat mereka lakukan sendirian, atau yang dapat mereka capai dengan susah payah. Orang berhubungan melalui serangkaian jaringan dan mereka cenderung memiliki kesamaan nilai dengan anggota lain dalam jaringan tersebut, sejauh jaringan tersebut menjadi sumber daya, dia dapat dipandang sebagai modal.

Johnny Sitohang sebagai pemenang dari Pilkada Dairi 2013 melakukan strategi ini dalam mendukung kemenangannya :

“...margaisme itu menonjol khususnya kepada marga kita sendiri sepanjang kita mendekatkan diri kepada marga itu....Kalau saya tidak mendekatkan diri kepada marga sitohang, maka marga sitohang itu tentu akan benci...”


(1)

DAFTAR ISI

ABSTRAK

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ...v

DAFTAR GRAFIK ...vi

BAB I . PENDAHULUAN ...1

1.1. Latar Belakang Masalah ...1

1.2. Rumusan Masalah ...12

1.3. Tujuan Penelitian ...12

1.4. Manfaat Penelitian ...12

1.5. Defenisi Konsep ...13

BAB II. KAJIAN PUSTAKA ...15

2.1. Teori Kekuasaan ...15

2.1.1. Pengertian kekuasaan menurut ahli ...15

2.1.2. Teori Kekuasaan menurut Marx Weber ...16

2.2. Perilaku Dan Partisipasi Politik ...19


(2)

2.3.1. Jaringan sosial sebagai modal sosial ...26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...29

3.1. Lokasi Penelitian ...29

3.2 Metode Penelitian ...29

3.3. Teknik Pengumpulan Data ...30

3.4 Unit Analisis Data ...32

3.5 Interpretasi Data ...33

3.6. Jadwal Kegiatan ...35

3.7. Keterbatasan Penelitian ...35

BAB IV. DEKSRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN...37

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ...37

4.1.1. Gambaran Umum Kecamatan Sidikalang ...37

4.1.2. Demografi Wilayah Kecamatan Sidikalang ...38

4.1.3. Komposisi Penduduk ...39

4.1.3.1. Komposisi penduduk berdasarkan Jenis kelamin ...40

4.1.3.2. Komposisi Penduduk berdasarkan Usia ...41

4.1.3.3. Komposisi Penduduk berdasarkan Pendidikan ...42


(3)

4.1.3.5. Komposisi penduduk berdasarkan Suku Bangsa ...45

4.1.3.6. Komposisi penduduk berdasarkan tingkat partisipasi politik...47

4.1.4. Sejarah Kecamatan Sidikalang ...48

4.1.5. Visi dan Misi Kecamatan Sidikalang ...52

4.2. Punguan Marga di Kecamatan Sidikalang ...55

4.3. Profil Informan Penelitian ...59

4.3.1. Pengurus Punguan Marga dari Pasangan Calon Bupati pada Pilkada DAIRI 2013 ...59

4.3.2. Calon Bupati pada Pilkada Dairi 2013 ...62

4.3.3. Tim sukses dari calon Bupati pada Pilkada DAIRI 2013 ...64

4.3.4. Informan Tambahan ...66

4.4. Interpretasi Data ...68

4.4.1. Pemilihan Kepala Daerah Dairi 2013 di Kecamatan Sidikalang...69

4.4.1.1. Pendekatan Paslon kepada Masyarakat ...74

4.4.1.2. Perekrutan Tim Sukses dari masing-masing pasangan calon ...76

4.4.2. Strategi Punguan Marga dalam memperebutkan Kekuasaan ...79


(4)

4.4.4. Punguan Marga sebagai modal dan jaringan mendapatkan suara

masyarakat...86

BAB V. PENUTUP...95

5.1. Kesimpulan ...95

5.2. Saran ...97

DAFTAR PUSTAKA ...99


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1.1. Luas Wilayah menurut desa dan kelurahan

Tabel 4.1.2. Jumlah Penduduk perkelurahan

Tabel 4.1.3. Jumlah pernduduk berdasarkan jenis kelamin

Tabel 4.1.4.Jumlah penduduk berdasarkan kelompok Usia

Tabel 4.1.5.Jumlah penduduk berdasarkan pendidikan

Tabel 4.1.6. Jumlah Penduduk menurut Suku Bangsa.

Tabel 4.1.7. Jumlah Pemilih tetap Kecamatan Sidikalang

Tabel 4.1.8. Pengurus Punguan Marga di Kecamatan Sidikalang


(6)

DAFTAR GRAFIK/GAMBAR

Grafik 4.1.1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama 2015.