PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING PADA POKOK BAHASAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES PADA SISWA KELAS VIII D SMP NEGERI 5 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010 2011

(1)

commit to user

i

PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNINGPADA POKOK BAHASAN

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES PADA SISWA

KELAS VIII D SMP NEGERI 5 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011

SKRIPSI

OLEH:

ACHIRINA FATMAWATI K4306013

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

commit to user

ii

PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNINGPADA POKOK BAHASAN

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES PADA SISWA

KELAS VIII D SMP NEGERI 5 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011

OLEH:

ACHIRINA FATMAWATI K4306013

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(3)

commit to user

iii

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui oleh dosen pembimbing skripsi Program Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta untuk diujikan pada:

Hari :

Tanggal :

Persetujuan Pembimbing

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dra. Muzayyinah, M.Si Drs. Slamet Santosa, M. Si NIP. 19640406 199103 2 001 NIP. 19591220 198601 1 002


(4)

commit to user

iv

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk mamenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada Hari :

Tanggal :

Tim Penguji Skripsi

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Bowo Sugiharto, S.Pd, M. ...

Sekretaris : Dra. Sri Widoretno, M.Si ... Anggota I : Dra. Muzayyinah, M.Si ...

Anggota II : Drs. Slamet Santosa, M. Si ...

Disahkan oleh

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dekan,

Prof. Dr. H. Muhammad Furqon Hidayatullah, M.Pd NIP. 196007271987021001


(5)

commit to user

v

ABSTRAK

PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNINGPADA POKOK BAHASAN

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES PADA SISWA

KELAS VIII D SMP NEGERI 5 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011

(Achirina Fatmawati, Muzayyinah, Slamet Santosa)

Pendidikan Biologi Universitas Sebelas Maret

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan proses melalui penerapan pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning

(CTL) pada pokok bahasan pertumbuhan dan perkembangan pada siswa kelas VIII D SMP Negeri 5 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011.

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Reseach). Penelitian ini mengacu pada model spiral dimana tindakan dilakukan dalam beberapa siklus sampai target yang telah dilakukan tercapai. Setiap siklus terdiri dari beberapa tahap yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Subyek penelitian adalah siswa kelas VIII D SMP Negeri 5 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011. Sumber data berasal dari informasi guru dan siswa, tempat berlangsungnya aktivitas pembelajaran. Teknik pengumpulan data dengan angket, observasi dan wawancara. Pemeriksaan validitas data dengan menggunakan teknik triangulasi sumber data. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran CTL disertai modul hasil penelitian pada pokok bahasan pertumbuhan dan perkembangan dapat meningkatkan keterampilan proses pada siswa kelas VIII D SMP Negeri 5 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011. Peningkatan ini dapat dilihat dari hasil angket keterampilan proses, lembar observasi keterampilan proses serta wawancara. Capaian rata-rata persentase angket masing-masing indikator keterampilan proses prasiklus sebesar 73,36%, capaian siklus I sebesar 73,10% dan siklus II sebesar 80,02%. Capaian rata-rata persentase hasil observasi masing-masing indikator keterampilan proses prasiklus sebesar 48,61% dan capaian siklus I sebesar 71,01% (terjadi kenaikan sebesar 22,4%). Capaian rata-rata observasi indikator keterampilan proses pada siklus II sebesar 81,25% (terjadi kenaikan sebesar 10,24%). Hasil wawancara terhadap siswa menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran CTL dapat menghilangkan kebosanan dalam kegiatan pembelajaran dan melatih keaktifan siswa.

Kata Kunci : Pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning, Keterampilan Proses


(6)

commit to user

vi

ABSTRACT

PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNINGPADA POKOK BAHASAN

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES PADA SISWA

KELAS VIII D SMP NEGERI 5 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011

(Achirina Fatmawati, Muzayyinah, Slamet Santosa)

Biology FKIP Sebelas March University

The purpose of this research was to increase in process skills through applying of Contextual Teaching and Learning at growth and development subject discussion at the students in grade VIII D of state junior secondary school 5 of Surakarta in the academic year 2010/2011.

This research used a classroom action research approach consisting of two cycles. Each cycle comprised four phases, namely: planning, action, observation, and reflection. The data of the research were gathered through observation, questionnaire, interview, and content analysis. Validate data by use of triangulation techic. The analyzed data by using a descriptive qualitative model of analysis.

The result of the research showed that the application of the CTL espoused by research module on growth and development subject discussion can increase process skills of the students in Grade VIII D of State Junior Secondary School 5 of Surakarta in the academic year 2010/2011. Averagely assesses percentage each indicator of students process skills based on questionnaire data for pre cycle was 73,36%, first cycle was 73,10% and second cycle was 80,02%. Meanwhile on a percentage point each indicator of students process skills based on observation data for pre cycle was 48,61% and first cycle was 71,01% (worked up 22,4%). Averagely assesses percentage each indicator of students processs skills based on observation data for second cycle was 81,25% (worked up 10,24%). The result of interview with student indicates that usage of Contextual Teaching and Learning can eliminate boredom of student at the time of study activity in class and makes student is more active.


(7)

commit to user

vii

MOTTO

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Alloh mengetahui,

sedang kamu tidak. (Al Baqarah: 216)

Kemenangan yang seindah – indahnya dan sesukar – sukarnya yang boleh direbut oleh manusia ialah menundukkan diri sendiri.

(Ibu Kartini)

Jika ingin mencapai tempat yang jauh maka harus dimulai dari tempat terdekat. Jika ingin mencapai titik tertinggi maka harus dimulai dari titik terendah.


(8)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini untuk:

 Ibu, Ibu, dan Ibuku tersayang (Almarhumah), wanita terhebat di dunia bagiku..terima kasih tiada terkira untukmu Ibu. Tak akan pernah terputus doa kupanjatkan untukmu Ibu...

 Bapak, atas nasihat dan segala pengertian Bapak…terima kasih sedalam-dalamnya...

 Kakak-kakakku tersayang (Anwar, Alhm. Heri, Sulthoni, Fitriana, dan Lutfi), terimakasih untuk segalanya…

 Bu Yayin dan Pak Slamet, terima kasih atas bimbingan dan nasehatnya…  Ayu, Pipit, Umi, Singgih…our friendship will never die, lingkaran yang

kita buat tidak akan pernah ada ujungnya.

 Hely dan Yunita, perjuangan kita sungguh indah...terimakasih untuk semangat yang selalu diberikan...

 Biologi 2006, terima kasih atas kebersamaan dan perjuangan yang tak kan terlupakan.

 Para inspiratorku, yang selalu membantuku, yang selalu mendoakan aku,,,terima kasih…


(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi yang berjudul ”PENERAPAN METODE EKSPERIMEN PADA POKOK BAHASAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGAMATI OBJEK PERCOBAAN PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 5 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011” dapat diselesaikan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

Selama penelitian hingga terselesaikannya laporan ini, penulis menemui berbagai hambatan namun berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak akhirnya hambatan yang ada dapat teratasi. Oleh karena itu, atas segala bentuk bantuan yang telah diberikan, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ketua Program Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Dra. Muzayyinah, M.Si selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan.

5. Drs. Slamet Santosa, M. Si selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan.

6. Kepala Sekolah SMP Negeri 5 Surakarta yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian.

7. Banati Rahmawati, S.Pd selaku guru mata pelajaran biologi kelas VIII D yang senantiasa membantu kelancaran penelitian dan kerja samanya.


(10)

commit to user

x

9. Bapak dan Ibu yang tak henti-hentinya memberikan support baik moral maupun spriritual.

10. Berbagai pihak yang tidak mungkin disebutkan satu-persatu yang telah membantu menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Semoga karya ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Surakarta, Januari 2011


(11)

commit to user

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGAJUAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN ABSTRAK ... v

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

D. Perumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II. KAJIAN PUSTAKA ... 7

A. Tinjauan Pustaka ... 7

1. Koro Benguk (Mucuna pruriens) ... 7

2. Pendekatan Contextual Teaching and Learning ... 10

3. Keterampilan Proses ... 14

4. Pertumbuhan dan Perkembangan ... 18

B. Kerangka Berpikir . 27

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 32

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

1. Tempat Penelitian ... 32


(12)

commit to user

xii

B. Bentuk dan Strategi Penelitian ... 33

C. Sumber Data ... 34

D. Teknik Pengumpulan Data ... 35

1. Observasi ... 35

2. Wawancara ... 36

3. Angket ... 36

E. Validitas Data ... 37

F. Analisis Data ... 38

G. Prosedur Penelitian ... 38

BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 48

A. Deskripsi Data Hasil Penelitian Laboratorium ... 48

B. Deskripsi Hasil Penelitian pada Pembelajaran ... 54

1. Siklus I ... 58

2. Siklus II ... 68

BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 87

A. Simpulan ... 87

B. Implikasi ... 87

C. Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 89


(13)

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbandingan Kandungan Protein Biji Benguk, Koro Putih,

Gude, dan Kedelai... 10

Tabel 2. Aspek Keterampilan Proses yang Diterapkan dan Indikatornya 17

Tabel 3. Jadual Kegiatan Penelitian Laboratorium... 33

Tabel 4. Jadual Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas... 33

Tabel 5. Pedoman Penskoran Angket... 37

Tabel 6. Indikator Keberhasilan Tindakan Penelitian Laboratorium... 46

Tabel 7. Indikator Keberhasilan Tindakan Penelitian Kelas... 46

Tabel 8. Hasil Perkecambahan Mucuna pruriens... 48

Tabel 9. Hasil Perhitungan Anava... 51

Tabel 10. Persentase Keterampilan Proses Berdasarkan Data Angket Pra Siklus... 56

Tabel 11. Persentase Capaian Setiap Indikator Angket Keterampilan Proses Siklus I... 61

Tabel 12. Persentase Capaian Setiap Indikator Observasi Keterampilan Proses Siklus I... 62

Tabel 13. Persentase Capaian Setiap Keterampilan Proses Siklus II... 72

Tabel 14. Persentase Capaian Setiap Indikator Observasi Keterampilan Proses Siklus II... 73


(14)

commit to user

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Morfologi Koro Benguk (Mucuna pruriens)... 8

Gambar 2. Struktur Hormon Giberelin... 23

Gambar 3. Mekanisme Pemecahan Glukosa... 25

Gambar 4. Skema Kerangka Berfikir... 31

Gambar 5. Skema Pemeriksaan Validitas Sumber Data... 38

Gambar 6. Skema Prosedur Penelitian Tindakan Kelas... 44

Gambar 7. Persentase Perkecambahan Biji antar Perlakuan... 49

Gambar 8. Laju Perkecambahan Biji antar Perlakuan... 50

Gambar 9. Mekanisme Masuknya Hormon dalam Sel... 53

Gambar 10. Diagram Batang Hasil Capaian Indikator pada Angket Keterampilan Proses Siklus I... 63

Gambar 11. Diagram Batang Hasil Capaian Indikator pada Observasi Keterampilan Proses Siklus I... 65

Gambar 12. Diagram Batang Hasil Capaian Indikator pada Angket Keterampilan Proses Siklus II... 74

Gambar 13. Diagram Batang Hasil Capaian Indikator pada Observasi Keterampilan Proses Siklus II... 74

Gambar 14. Diagram Batang Hasil Angket Keterampilan Proses Tiap Siklus. 76 Gambar 13. Diagram Batang Hasil Observasi Keterampilan Proses Tiap Siklus... 77


(15)

commit to user

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Instrumen Penelitian

a. Silabus Biologi SMP kelas VIII Materi Pertumbuhan dan Perkembangan 93

b. RPP Siklus I ... 96

c. RPP Siklus II ... 116

d. Kisi-kisi Angket Keterampilan Proses... 129

e. Angket Keterampilan Proses... 130

f. Lembar Observasi Keterampilan Proses... 133

g. Pedoman Wawancara Guru Prasiklus ... 139

h. Pedoman Wawancara Guru Pasca Siklus... 140

i. Pedoman Wawancara Siswa Prasiklus... 142

j. Pedoman Wawancara Siswa Pasca Siklus ... 143

k. Lembar Kerja dan diskusi siswa ... 146

Lampiran 2. Data Hasil Penelitian a. Daftar Nama Siswa ... 148

b. Daftar Nama Kelompok ... 149

c. Data Induk Hasil Penelitian Percepatan Perkecambahan Mucuna pruriens Melalui Perendaman GA3 ... 150

d. Hasil Wawancara Guru ... 159

e. Lembar Observasi Keterampilan Proses Prasiklus... 165

f. Lembar Observasi Keterampilan Proses Siklus I ... 170

g. Lembar Observasi Keterampilan Proses Siklus II ... 175

h. Hasil Wawancara Siswa Prasiklus ... 180

i. Hasil Wawancara Siswa Siklus I ... 181

j. Hasil Wawancara Siswa Siklus II ... 184

k. Hasil Angket Keterampilan Proses Prasiklus... 186

l. Hasil Angket Keterampilan Proses Siklus I ... 189

m. Hasil Angket Keterampilan Proses Siklus II ... 192


(16)

commit to user

xvi

o. Hasil Laporan Praktikum Siswa Siklus II ... 198

Lampiran 3. Dokumentasi

a. Dokumentasi Siklus I ... 200 b. Dokumentasi Siklus II ... 203

Lampiran 4. Perijinan

a. Surat Permohonan Observasi

b. Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi c. Surat Keputusan Ijin Penyusunan Skripsi d. Surat Permohonan Ijin Research/Try Out


(17)

commit to user

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Belajar merupakan kegiatan yang berproses dan menjadi unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Hal ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan sangat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa. Proses pembelajaran yang dilakukan dalam kelas merupakan aktivitas mentransformasikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Pembelajaran dapat diartikan sebagai perubahan dalam kemampuan, sikap atau perilaku siswa yang relatif permanen sebagai akibat pengalaman atau pelatihan. Perubahan kemampuan yang hanya berlangsung sekejap dan kemudian kembali ke perilaku semula menunjukkan belum terjadi peristiwa pembelajaran, walaupun mungkin terjadi pengajaran. Tugas seorang guru adalah membuat proses pembelajaran pada siswa berlangsung secara efektif.

Keberhasilan siswa dalam belajar tidak hanya dipengaruhi oleh keadaan siswa itu sendiri, tetapi juga dipengaruhi oleh keadaan lingkungan di sekitarnya. Keberhasilan siswa juga dipengaruhi kemampuan guru dalam menyampaikan materi pelajaran. Ketepatan guru menggunakan pendekatan pembelajaran dapat membangkitkan semangat belajar siswa sehingga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Pembelajaran yang lebih dominan berpusat pada guru kurang memberikan pengalaman kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan proses, akibatnya siswa tidak memiliki keterampilan proses yang memadai. Siswa tidak terlatih untuk mengembangkan pola pikir secara kritis dan kreatif, serta mencari makna atas apa yang dipelajarinya.

Melihat kenyataannya, dalam proses belajar mengajar tidak selamanya dapat berjalan dengan baik, ada kalanya siswa menghadapi kesulitan belajar. Kesulitan belajar siswa sangat mempengaruhi tingkat prestasi belajar. Penelitian tindakan kelas bertujuan memecahkan masalah yang timbul dalam kelas dan


(18)

meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas serta menitikberatkan terhadap perbaikan proses belajar-mengajar yang terjadi dalam kelas.

Kualitas pendidikan di Indonesia khususnya pendidikan sains masih rendah. Terungkap dalam hasil studi The Third International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2003 yang menyatakan bahwa kemampuan sains siswa SMP Indonesia berada pada peringkat ke-37 dari 46 negara (TIMSS, 2004). Hal ini merupakan manifestasi penerapan pola pendidikan yang kurang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan siswa. Pola pengajaran yang terjadi selama ini terlalu menekankan pada tuntutan hasil akhir yang akan diperoleh siswa, tanpa melihat bagaimana proses yang harus dijalani. Pembelajaran yang diharapkan adalah pembelajaran yang inovatif, relevan dengan kebutuhan dan peran aktif siswa dalam pembelajaran. Pendekatan pembelajaran yang inovatif itu berpusat pada siswa (student centered) dan terkait dengan permasalahan kehidupan sehari-hari. Berkaitan dengan hal tersebut, saat belajar sains siswa harus secara aktif mengamati, melakukan percobaan, terlibat diskusi dengan sesama teman atau dengan guru yang dapat diartikan bahwa belajar dilakukan melalui aktivitas pengetahuan (knowledge) dan kerja praktik. Salah satu pendekatan yang mendukung pembelajaran yang berpusat pada siswa adalah pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning(CTL)

Pembelajaran kontekstual menempatkan siswa di dalam konteks bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang sedang dipelajarinya dan sekaligus memperhatikan faktor kebutuhan individual siswa untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya. Pembelajaran kontekstual menekankan pada daya pikir yang tinggi, transfer ilmu pengetahuan, menganalisis permasalahan, dan memecahkan permasalahan baik secara individual maupun secara kelompok.

Hasil observasi awal terhadap proses belajar mengajar di kelas VIII D SMP Negeri 5 Surakarta menunjukkan selama proses pembelajaran guru berperan aktif dalam menyampaikan materi pelajaran sedangkan siswa cenderung pasif dalam menerima pelajaran. Kegiatan pembelajaran memperlihatkan siswa lebih banyak mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru kemudian mencatat dan


(19)

menghafalkannya. Pembelajaran yang berlangsung, masih menggunakan buku ajar yang berisikan materi umum sedangkan LKS digunakan untuk berlatih soal-soal evaluasi.

Hasil observasi awal ketika siswa melakukan praktikum menunjukkan siswa dapat menentukan objek yang harus diamati sebesar 38,89% (14 siswa), menggunakan indera penglihatan dan peraba untuk mengamati objek percobaan sebesar 47,22% (17 siswa), mengukur objek percobaan sebesar 45,14% (16 siswa), membedakan dan menggolongkan berbagai macam objek percobaan sebesar 47,22% (17 siswa), menjalankan prosedur praktikum sebesar 55,56% (20 siswa), mencatat setiap hasil pengamatan sebesar 62,5% (22 siswa), mengkomunikasikan data hasil pengamatan sebesar 45,83% (16 siswa), dan mengumpulkan fakta yang relevan serta memadai sebesar 46,53% (17 siswa). Berdasarkan hasil observasi tersebut dapat disimpulkan keterampilan proses pada aspek mengamati, mengklasifikasikan, menggunakan alat dan bahan, melaksanakan eksperimen, dan berkomunikasi siswa belum optimal. Terbukti ketika siswa melakukan kegiatan praktikum, mereka belum memahami apa yang harus diamati, bagaimana mengukurnya, dan bagaimana cara mengkomunikasikan hasil pengamatanya.

Berdasarkan hasil diskusi dan wawancara pada tanggal 2 Agustus 2010 dengan guru Biologi kelas VIII SMP Negeri 5 Surakarta, diketahui bahwa sebagian besar siswa belum paham apa yang harus diamati, apa yang harus dicatat, dan bagaimana menganalisis data hasil pengamatan. Hal ini disebabkan karena siswa kurang dilatih untuk meningkatkan keterampilan proses yang telah dimilikinya. Siswa kurang dilatih untuk terlibat secara langsung dalam menemukan dan memahami konsep materi yang sedang dipelajari. Siswa lebih senang untuk menunggu perintah dari guru, sehingga keterampilan prosesnya belum berkembang secara maksimal.

Berdasarkan permasalahan di atas, perbaikan keterampilan proses sains dapat dilakukan dengan menerapkan pendekatan CTL yang disertai modul pembelajaran. Sebelumnya dilakukan penelitian perendaman biji koro benguk (Mucuna pruriens) dalam larutan hormon giberelin untuk mempercepat


(20)

perkecambahan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini dijadikan dasar dalam penyusunan modul sebagai sumber belajar bagi siswa selain buku paket. Modul pembelajaran ini membahas materi khusus yaitu tentang pertumbuhan dan perkembangan. Penerapan pendekatan CTL disertai modul pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan keterampilan proses serta membantu siswa untuk belajar aktif dan terlibat secara langsung dalam pembelajaran.

Kedelai (Glicyne max) merupakan bahan dasar pembuatan tahu dan tempe, yang menjadi makanan utama masyarakat Indonesia namun sebagian besar pemenuhan kebutuhan nasional kedelai diperoleh melalui impor. Indonesia mengalami krisis ketahanan pangan pada akhir tahun 2007 akibat naiknya harga kedelai. Keadaan ini menuntut dilakukan diversifikasi untuk mencari alternatif pengganti kedelai. Masyarakat harus mulai mengangkat komoditas pangan lokal yang memiliki kualitas gizi, rasa, dan citra yang tidak kalah dengan kedelai (Haliza, et al. 2010). Salah satu komoditi lokal yang dapat menjadi pengganti kedelai adalah koro benguk (Mucuna pruriens).

Tanaman koro benguk bermanfaat karena bijinya dapat digunakan sebagai bahan pangan, sebagai tanaman penutup tanah dan pakan ternak, serta digunakan sebagai tanaman perintis pada lahan-lahan tandus. Biji dapat digunakan sebagai bahan obat karena mengandung L-Dopa sebagai obat penyakit parkinson. Sebagai tanaman kacang-kacangan, koro benguk juga mampu menambat N2 bebas dari udara akibat bersimbiosis dengan rhizobium pada bintil akarnya, biji koro benguk dapat dibuat tempe serta berbagai hasil olahan yang lain. Protein yang terkandung penting untuk mencukupi kebutuhan bagi masyarakat di lahan kering (Supriyono, 2007).

Giberelin sangat berperan penting pada perkecambahan biji. Sebagian besar cadangan makanan pada biji disimpan dalam endosperm. Giberelin akan bereaksi pada pada sel-sel yang mengelilingi endosperm, sehingga terbentuk beberapa enzim hidrolase untuk mencerna cadangan makanan menjadi sumber energi tinggi bagi perkecambahan. Penyerapan air oleh biji menyebabkan embrio melepaskan GA3 sebagai sinyal yang akan diterima aleuron (selaput tipis endosperm). Giberelin merangsang sel-sel pada lapisan aleuron untuk mensintesis


(21)

enzim α-amylase dan protease yang mengubah pati dan protein dalam endosperm menjadi gula dan asam amino. Senyawa glukosa masuk ke dalam proses metabolisme dan dipecah menjadi energi dan senyawa penyusun tubuh. Asam-asam amino akan dirangkai menjadi protein yang berfungsi menyusun struktur sel dan enzim-enzim baru. Asam lemak terutama digunakan untuk menyusun membran sel (Kimball,1994: 601-602).

Pokok bahasan tentang pertumbuhan dan perkembangan merupakan materi yang penting diantaranya membahas tentang perkecambahan. Beberapa tanaman memiliki nilai gizi tinggi tetapi kurang populer dan mulai langka seperti koro benguk (Mucuna pruriens). Siswa dilatih untuk peduli terhadap permasalahan-permasalahan dan berpikir kritis serta kreatif sehingga siswa memperoleh makna atas apa yang dipelajari.

Hasil observasi menunjukan bahwa sarana dan prasarana di sekolah tersebut cukup memadai, terlihat dari tersedianya laboratorium biologi dengan peralatan yang lengkap dan dapat mendukung kegiatan pembelajaran dengan penerapan CTL yang disertai penggunaan modul pembelajaran.

B. Perumusan Masalah

Sesuai dengan identifikasi masalah yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Apakah penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) disertai modul pembelajaran pada pokok bahasan pertumbuhan dan perkembangan dapat meningkatkan keterampilan proses pada aspek mengamati, mengklasifikasikan, menggunakan alat dan bahan, melaksanakan eksperimen, dan berkomunikasi dalam pembelajaran biologi siswa kelas VIII D SMP Negeri 5 Surakarta Tahun Pelajaran 2010/2011?


(22)

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan keterampilan proses pada aspek mengamati, mengklasifikasikan, menggunakan alat dan bahan, melaksanakan eksperimen, dan berkomunikasi pada siswa kelas VIII D SMP Negeri 5 Surakarta melalui penerapan pembelajaran kontekstual (CTL) disertai modul pembelajaran pada pokok bahasan pertumbuhan dan perkembangan.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi Guru:

a. Sebagai bahan masukan atau saran untuk memilih alternatif pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan proses dalam kegiatan kelompok.

b. Menambah wawasan tentang pendekatan pembelajaran yang efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. 2. Bagi Siswa:

a. Memberi masukan bagi para siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran.

b. Melatih keterampilan proses sains siswa melalui pembelajaran kontekstual.

c. Memberikan suasana pembelajaran yang baru bagi siswa. 3. Bagi SMP Negeri 5 Surakarta:

Hasil penelitian dapat dijadikan referensi untuk penyusunan program peningkatan keterampilan proses pembelajaran biologi pada tahap selanjutnya.


(23)

commit to user

7 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Koro Benguk (Mucuna pruriens) a. Klasifikasi dan Manfaat

Klasifikasi tumbuhan koro benguk menurut USDA Plant sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Sub Kingdom : Tracheobionta (berpembuluh) Superdivision : Spematophyta (menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (berbunga)

Class : Dicotyledonae (berkeping dua) Sub Class : Rosidae

Ordo : Fabales

Famili : Fabaceae (suku polong-polongan) Genus : Mucuna

Spesies : Mucuna pruriens

Nama umum : Koro Benguk Manfaat tumbuhan :

Tanaman koro benguk bermanfaat karena bijinya dapat digunakan sebagai bahan pangan alternatif pengganti kedelai dengan kandungan protein yang tidak jauh berbeda dengan kedelai, serta digunakan sebagai tanaman perintis pada lahan-lahan tandus. Biji dapat digunakan sebagai bahan obat karena mengandung L-Dopa sebagai obat penyakit parkinson. Sebagai tanaman kacang-kacangan, koro benguk juga mampu menambat N2 bebas dari udara akibat bersimbiosis dengan rhizobium pada bintil akarnya, biji koro benguk dapat dibuat tempe serta berbagai hasil olahan yang lain. Protein yang terkandung penting untuk mencukupi kebutuhan bagi masyarakat di lahan kering. Levodopa dapat diekstrak dari biji kara benguk dan digunakan untuk mengendalikan gejala penyakit parkinson. Levodopa juga dapat digunakan sebagai penolak insekta (Supriyono, 2007: 1).


(24)

Koro benguk sebagian besar ditanam sebagai tanaman penutup dan pupuk hijau dengan bantuan bakteri nitrogen untuk memperbaiki tanah. Biji ini di pulau Jawa difermentasikan menjadi tempe benguk, dan diperkirakan dapat digunakan sebagai bahan baku penghasil energi. Polongnya yang belum dewasa dan daun-daun muda kadang-kadang direbus untuk dijadikan sayur-mayur. Getah dari batang digunakan untuk menghentikan pendarahan dari luka kecil. Kemampuan kacang benguk dapat menutup lahan dengan cepat adalah sangat produktif, tahan pada kebanyakan penyakit dan hama, dan dapat menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang beragam.

b. Morfologi Tanaman

Gambar 1. Morfologi Koro Benguk (Dhale et al,2010)

Batang koro benguk menjalar atau merambat dengan panjang 3 hingga 18 m. Daun terdiri dari 3 helaian besar, oval dan lebih pendek dibanding tangkai. Bunga tumbuh dalam 2 atau 3 rantai tandan, warna bervariasi dari putih hingga ungu gelap dengan panjang bunga 2,5 hingga 3,2 cm. Polong berambut, memiliki panjang dapat lebih dari 15 cm dan memiliki 3 hingga 6 biji per polong. Biji sering belang-belang, kadang berwarna homogen putih, coklat atau hitam.


(25)

Panjang akar 7 hingga 10 m dengan bintil berlebih didekat permukaan tanah (Supriyono, 2007: 14).

Biji koro Benguk mempunyai kulit biji yang keras dan strukturnya terdiri dari lapisan sel-sel serupa palisade berdinding tebal terutama di permukaan paling luar, dan bagian dalamnya mempunyai lapisan lilin dan bahan kutikula. Biji legume memiliki kulit biji yang berubah menjadi impermeable karena sel-sel mengkerut selama pengeringan sehingga pergerakan air terbatas yang mengakibatkan pengerasan. Biji legume mempunyai struktur hilum yang memudahkan air meninggalkan benih namun tidak dapat masuk kembali.

c. Budidaya Tanaman

Kara Benguk berasal dari Asia Tropika, sebagai makanan biji benguk ini mempunyai protein dan Vitamin A sedangkan daunnya mengandung vitamin B. Di pedesaan biji ini biasa digunakan sebagai tempe benguk. Biji benguk sebagian besar beracun sehingga perlu dimasak 3-4 kali dan dicuci dengan air bersih berulang-ulang. Tanaman benguk mampu hidup sampai berumur 3 tahun, tinggi tanaman dapat mencapai 6 meter. Koro benguk tidak menyukai tempat yang becek dan dapat hidup di tempat kering (Soedirdjoatmodjo, 1986:78).

Perbanyakan tanaman biasanya dengan biji. Benih yang disimpan di tempat kering dan dingin akan tetap baik selama 2 tahun, tetapi benih yang disimpan dalam suatu tabung yang tertutup rapat selama 3 bulan akan hilang kemampuan viabilitasnya. Perkecambahan akan terjadi dalam 7-10 hari.

d. Kandungan Gizi Koro Benguk (Mucuna pruriens)

Koro benguk mulai diperhatikan dan dikenal para peneliti sebagai sumber protein alternatif pengganti kedelai, karena kandungan proteinnya yang tinggi. Tabel perbandingan kandungan protein pada beberapa jenis legume dapat dilihat pada Tabel 1.


(26)

Tabel 1. Perbandingan Kandungan Protein Biji Benguk, Koro Putih, Gude, dan Kedelai.

Sumber : (Rokhmah, 2008: 63)

Jika dibandingkan dengan kedelai, kadar protein dan lemak koro benguk lebih rendah, sedangkan kadar karbohidratnya lebih tinggi, bahkan dua kali kandungan karbohidrat kedelai. Kandungan karbohidrat yang tinggi ini membedakan koro benguk dengan kacang-kacangan yang lain. Oleh karenanya, produk olahan koro benguk mempunyai tekstur yang lebih kenyal. Komponen utama karbohidrat dalam koro benguk adalah pati (Rokhmah, 2008: 63).

2. Pendekatan Contextual Teaching and Learning(CTL) a. Pengertian PendekatanContextual Teaching and Learning(CTL)

Pendekatan pembelajaran merupakan jalan yang ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan instruksional untuk suatu satuan instruksional tertentu (Sagala, 2009: 69). Menurut Muhibin Syah (2004: 139) pendekatan pembelajaran didefinisikan sebagai segala cara atau seperangkat langkah operasional yang direkayasa untuk memecahkan atau mencapai tujuan belajar dalam menunjang efektifitas dan efisensi proses pembelajaran.

Contextual Teaching and Learning (CTL) disebut juga pembelajaran kontekstual merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga

No Zat Gizi Koro

Benguk

Koro Putih Gude Kedelai

1 Protein (gr) 24 8,3 30,7 34,9

2 Lemak (gr) 3 0,7 1,4 18,1

3 Karbohidrat (gr)

55 22,1 62 34,8

4 Kalsium (mg) 130 17,8 125 227

5 Fosfor (mg) 200 12 275 585

6 Besi (mg) 2 2,7 4 8


(27)

mendorong siswa dapat menerapkannya dalam kehidupan nyata (Sanjaya, 2008: 109).

Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Wenno, 2008: 12).

Hanafiah dan Cucu S. (2009: 67) mendefinisikan CTL sebagai suatu proses pembelajaran holistik yang bertujuan untuk membelajarkan siswa dalam memahami bahan ajar secara bermakna (meaningfull) yang dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata, baik berkaitan dengan lingkungan pribadi, agama, sosial, ekonomi, maupun kultural.

Menurut Johnson (2007: 35) pembelajaran dan pengajaran kontekstual melibatkan para siswa dalam aktivitas penting yang membantu mengaitkan pelajaran akademis dengan konteks kehidupan nyata yang mereka hadapi sehingga menemukan makna atas apa yang dipelajari.

Berdasarkan pengertian di atas, ada tiga konsep pembelajaran kontekstual. Pertama, CTL menekankan pada keterlibatan siswa untuk mencari dan menemukan materi melalui pengalaman secara langsung. Kedua, CTL mendorong siswa menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata. Ketiga, CTL mendorong siswa menerapkan materi yang dipelajari dalam kehidupan nyata (Sanjaya, 2008: 109-110).

b. Karakteristik dalam CTL

CTL memiliki beberapa karakteristik yang perlu diperhatikan oleh guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Menurut Sanjaya (2008: 110) terdapat lima karakteristik dalam CTL yaitu:

1) Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik. 2) Belajar dalam rangka memperoleh dam menambah pengetahuan baru dengan cara deduktif yaitu pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan menuju ke bagian-bagian khusus. 3) Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman siswa. 4) Pengetahuan dan


(28)

pengalaman yang diperoleh harus diaplikasikan dalam kehidupan siswa. 5) Adanya refleksi terhadap terhadap strategi pengembangan pengetahuan.

c. Prinsip dalam CTL

Pembelajaran kontekstual memiliki 3 prinsip yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran. Menurut Johnson (2007: 69-85) ketiga prinsip tersebut antara lain kesaling-bergantungan/intedependensi (prinsip ini mengajak para pendidik untuk mengenali keterkaitan mereka dan bekerja sama dengan pendidik lain,peserta didik, masyarakat, dan lingkungannya). Prinsip perbedaan/diferensiasi (mendorong peserta didik menghasilkan keberagaman, perbedaan, dan keunikan). Prinsip pengaturan diri (proses pembelajaran diatur, dipertahankan, dan disadari oleh peserta didik sendiri dalam rangka mengeluarkan seluruh potensinya).

d. Komponen dalam CTL

Menurut Sanjaya (2008: 118-123) pembelajaran CTL mempunyai tujuh komponen yaitu: konstruktivisme (constructivism), menemukan (inquiri), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (authentic assesment).

1) Konstruktivisme (constructivism)

Konstruktivisme adalah teori belajar yang menyatakan bahwa pengetahuan dibangun siswa sedikit demi sedikit dari pengalaman-pengalaman baru yang mereka alami. Siswa mengkonstruksi pengetahuan baru melalui penemuan dan mentransformasikan informasi ke dalam situasi lain secara kontekstual. Bukan sekedar menerima pengetahuan sebab siswa sebagai pusat dalam pembelajaran. 2) Menemukan (inquiri)

Inquiri berarti bahwa proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berfikir secara sistematis. Proses inquiri terdiri atas merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan membuat kesimpulan.

3) Bertanya (questioning)

Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu. Guru dalam pembelajaran CTL tidak menyampaikan informasi begitu


(29)

saja tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri. Kegiatan bertanya akan sangat berguna untuk menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi, membangkitkan motivasi belajar, merangsang keingintahuan siswa, memfokuskan siswa, dan membimbing siswa untuk menemukan dan menyimpulkan materi.

4) Masyarakat belajar (learning community)

Konsep masyarakat belajar dalam CTL menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain. Kerja sama itu dapat dilakukan dalam bentuk belajar kelompok baik formal maupun nonformal. Hasil belajar dapat diperoleh dari hasil sharing dan tukar pengalaman atau informasi antar teman maupun antar kelompok.

5) Pemodelan (modeling)

Pemodelan dapat diartikan bahwa proses pembelajaran dilakukan dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Proses memperagakan tidak hanya terbatas pada guru saja tetapi juga dapat memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan. Proses memperagakan juga dapat dilakukan dengan cara mendatangkan nara sumber dari luar yang dapat membantu memahamkan siswa.

6) Refleksi (reflection)

Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilalui. Refleksi dapat dilakukan dengan cara memberikan kesempatan di akhir pembelajaran pada siswa untuk mengingat kembali apa yang telah dipelajari kemudian siswa diberi kebebasan menafsirkan dan menyimpulkan pengalamannya sendiri.

7) Penilaian yang sebenarnya (authentic assesment)

Penilaian yang sebenarnya merupakan proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian yang autentik dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran. Penilaian dilakukan secara terus-menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung sehingga penekanannya pada proses belajar bukan hasil belajar.


(30)

Peran guru dalam CTL adalah sebagai fasilitator untuk membantu siswa menemukan makna (pengetahuan). Setiap siswa memiliki potensi keinginan untuk menemukan makna segala sesuatu yang dipelajari. Tugas utama pendidik adalah memberdayakan potensi kodrati siswa untuk menemukan makna dari materi yang diajarkan. Setiap materi yang disajikan mempunyai makna dengan kualitas yang beragam. Makna yang berkualitas adalah makna kontekstual yaitu dengan menghubungkan materi ajar dengan lingkungan personal dan sosial (Johnson, 2007: 20).

2. Keterampilan Proses a. Pengertian Keterampilan Proses

Keterampilan berarti kemampuan menggunakan pikiran, nalar dan perbuatan secara efisien dan efektif untuk mencapai suatu hasil tertentu, termasuk kreativitas. Proses dapat didefinisikan sebagai perangkat keterampilan kompleks yang digunakan ilmuwan dalam melakukan penelitian ilmiah. Proses merupakan konsep besar yang dapat diuraikan menjadi komponen-komponen yang harus dikuasai seseorang bila akan melakukan penelitian (Devi et al, 2011: 2).

Menurut Hamalik (2008: 149-150) keterampilan proses dalam ilmu pengetahuan alam (sains) merupakan pengetahuan tentang konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dapat diperoleh siswa bila dia memiliki kemampuan-kemampuan dasar tertentu, yaitu keterampilan proses sains yang dibutuhkan untuk menggunakan sains. Keterampilan proses dalam pembelajaran mengarah pada pengembangan kemampuan fisik dan mental yang mendasar sebagai pendorong pengembangan kemampuan yang lebih tinggi pada diri siswa.

Keterampilan proses sejatinya melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif/intelektual, manual, dan sosial. Keterampilan kognitif atau intelektual terlibat karena dengan melakukan keterampilan siswa menggunakan pikirannya. Keterampilan manual jelas terlibat dalam keterampilan proses karena melibatkan penggunaan alat dan bahan, pengukuran, penyusunan atau perakitan alat. Keterampilan sosial terbentuk dari interaksi antar siswa maupun siswa dengan guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar (Nuryani R., 2005: 78).


(31)

b. Arti Penting Penerapan Keterampilan Proses

Wenno (2008: 66-67) mengemukakan beberapa alasan perlunya penerapan keterampilan proses dalam kegiatan belajar-mengajar yaitu perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung pesat sehingga tidak mungkin bagi guru mengajarkan semua fakta dan konsep kepada siswa karena membutuhkan waktu yang lama, secara psikologis siswa lebih mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai contoh-contoh yang konkret, wajar dan sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, ilmu pengetahuan bersifat relatif artinya kebenaran suatu teori tidak bersifat mutlak benar, proses belajar mengajar bertujuan menghasilkan insan pemikir dan manusiawi yang selaras, serasi, dan seimbang sehingga pengembangan ketrampilan proses harus menyatukan antara pengembangan konsep, sikap, serta nilai.

c. Tujuan Ditingkatkannya Keterampilan Proses

Usman dan Setiawati (1993: 78) menyebutkan beberapa tujuan pengembangan keterampilan proses antara lain memberikan motivasi belajar kepada siswa karena siswa dipacu untuk berpartisipasi secara aktif dalam belajar, untuk memperdalam konsep, pengertian, dan fakta yang dipelajari siswa karena hakikatnya siswa sendirilah yang mencari dan menemukan konsep tersebut, menerapkan pengetahuan teori ke dalam kehidupan nyata, serta mengembangkan sikap percaya diri, bertanggung jawab, dan rasa kesetiakawanan sosial dalam menghadapi permasalahan.

d. Jenis-Jenis Keterampilan Proses

Terdapat dua jenis keterampilan proses yang dikemukakan oleh Dimyati dan Mudjiono (2006: 140) yaitu keterampilan dasar (basic skill) dan keterampilan terintegrasi (integrated skill). Keterampilan dasar meliputi mengobservasi/mengamati, mengklasifikasi, memprediksi, mengukur, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan. Keterampilan terintegrasi mencakup mengidentifikasi variabel, membuat tabulasi data, menyajikan data dalam bentuk grafik, menggambarkan keterhubungan antar variable, mengumpulkan dan mengolah data, menganalisa penelitian, menyusun hipotesis, mendefinisikan variable secara operasional, merancang penelitian, dan melaksanakan eksperimen.


(32)

Jenis-jenis keterampilan menurut Nuryani R (2005: 86-87) antara lain: mengamati, mengklasifikasikan (mengelompokkan), menafsirkan (interpretasi), meramalkan (prediksi), melakukan komunikasi, mengajukan pertanyaan, mengajukan hipotesis (berhipotesis), merencanakan percobaan/penelitian, menggunakan alat/bahan/sumber, menerapkan konsep, melaksanakan percobaan/penelitian.

a) Melakukan pengamatan (observasi)

Keterampilan mengamati merupakan keterampilan paling dasar dalam memproses dan memperoleh ilmu pengetahuan serta merupakan hal terpenting untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan proses yang lain. Mengamati merupakan tanggapan kita terhadap berbagai obyek dan peristiwa alam dengan menggunakan pancaindera dan menggunakan fakta-fakta yang relevan dengan hasil pengamatan.

b) Mengklasifikasikan

Keterampilan mengklasifikasikan atau menggolong-golongkan adalah salah satu kemampuan yang penting dalam kerja ilmiah. Mengklasifikasikan merupakan keterampilan proses untuk memilahkan berbagai obyek peristiwa berdasarkan sifat-sifat khususnya, sehingga didapatkan golongan atau kelompok sejenis dari obyek peristiwa yang dimaksud. Keterampilan mengamati meliputi: mencatat setiap pengamatan secara terpisah, mencari perbedaan persamaan, mengkontraskan ciri-ciri, membandingkan, mencari dasar pengelompokan.

c) Menggunakan alat dan bahan

Keterampilan menggunakan alat dan bahan sangat diperlukan dalam kerja ilmiah. Siswa harus mengetahui cara menggunakan suatu alat untuk mengukur atau melakukan kerja ilmiah. Pengenalan terhadap bahan juga penting diterapkan dalam kerja ilmiah

d) Melakukan percobaan/bereksperimen

Bereksperimen dapat diartikan sebagai keterampilan untuk mengadakan pengujian terhadap ide-ide yang bersumber dari fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan sehingga dapat diperoleh informasi yang menerima atau menolak ide-ide tersebut.


(33)

e) Mengkomunikasikan

Mengkomunikasikan adalah menyampaikan dan memperoleh fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk suara, visual, atau suara visual. Menggambarkan data empiris dengan grafik, tabel, atau diagram juga termasuk dalam berkomunikasi.

Aspek-aspek keterampilan proses yang akan diterapkan dan diukur dalam penelitian ini dibatasi. Artinya, tidak semua aspek dalam keterampilan proses diterapkan dalam penelitian ini. Keterampilan yang ingin diterapkan dalam penelitian ini difokuskan pada aspek mengamati, mengklasifikasikan, menggunakan alat dan bahan, melaksanakan eksperimen, dan berkomunikasi. Aspek-aspek keterampilan proses yang diterapkan dalam penelitian tindakan kelas ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Aspek Keterampilan Proses yang Diterapkan dan Indikatornya

Konsep Aspek Indikator

Keterampilan proses merupakan keterampilan yang melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif/intelektual, manual, dan sosial (Nuryani R., 2005: 78).

1) Mengamati atau observasi

1) Menggunakan indera penglihatan dan peraba untuk mengamati.

2) Mengumpulkan fakta yang relevan dan memadai. 2) Mengelompokkan

atau

mengklasifikasikan

1) Dapat membedakan dan menggolongkan berbagai macam objek percobaan. 2) Mencatat setiap hasil

pengamatan. 3) Menggunakan

alat/bahan

1) Mampu menggunakan alat untuk mengukur objek percobaan.

4) Melaksanakan eksperimen

1) Mampu menentukan objek yang harus diamati.

2) Dapat menjalankan prosedur praktikum dengan benar.

5) Berkomunikasi

(Nuryani R., 2005: 86-87)

1) Mengkomunikasikan hasil pengamatan dalam bentuk tabel, grafik, atau histogram.


(34)

3. Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan

Penelitian ini menggunakan pokok bahasan mengenai pertumbuhan dan perkembangan yang difokuskan pada pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Tumbuh dapat didefinisikan sebagai pertambahan volume/ukuran secara irreversible yang diikuti oleh pembelahan sel, pembentangan sel, sintesis protein, pembentukan organel dan lain-lain. Bersifat irreversible adalah tidak berubah kembali ke asal karena adanya tambahan substansi dan perubahan bentuk yang terjadi saat proses pertumbuhan. Perkembangan dapat diartikan sebagai penjumlahan seluruh perubahan yang secara progresif mencirikan tubuh organisme (Campbell & Reece. 2003: 369-370).

Menurut Gardner (1991: 247-248) pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan proses yang sangat penting, sebab pertumbuhan dan perkembangan berlangsung secara terus-menerus sepanjang daur hidup yang bergantung pada hasil fotosintesis, hormon, serta lingkungan yang mendukung. Pertumbuhan dalam arti sempit dapat dinyatakan sebagai proses pembelahan sel (terjadi peningkatan jumlah sel) dan pembesaran sel (peningkatan ukuran sel). Kedua proses ini memerlukan sintesis protein dan bersifat irreversible. Proses diferensiasi (spesialisasi sel) sering dianggap sebagai bagian dari pertumbuhan sedangkan perkembangan tanaman membutuhkan pertumbuhan dan diferensiasi.

Goldsworthy dan Fisher (1992: 156-157) mendefinisikan pertumbuhan sebagai kenaikan bahan tanaman yaitu proses total yang mengubah bahan-bahan mentah melalui proses kimia dan menjadikannya sebagai sumber energi untuk pembelahan dan pembesaran sel-sel. Perkembangan didefinisikan sebagai perubahan-perubahan kualitatif yang mempengaruhi bentuk tanaman. Menurut Fitter dan Hay (1998: 12) menyatakan pertumbuhan tanaman merupakan jumlah pertumbuhan masing-masing sel penyusunnya.

Menurut Sitompul dan Guritno (1995: 6) pertumbuhan merupakan konsep universal dalam biologi dan merupakan hasil dari bersatunya berbagai reaksi biokimia, proses biofisis, proses fisiologis yang berinteraksi dalam tubuh tanaman bersama dengan faktor lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dapat dibedakan menjadi 2 yaitu faktor eksternal (lingkungan) dan


(35)

faktor internal (genetik). Faktor eksternal meliputi iklim (cahaya, air, panjang hari, angin, dan beberapa gas seperti CO2, O2, N2, SO2, O3), tanah (tekstur, struktur, bahan organik, pH, kejenuhan basa, dan ketersediaan nutrient), dan biologis (gulma, serangga, organisme penyebab penyakit, menatoda, mikroorganisme tanah, herbivora, dan mikorhiza). Faktor internal meliputi ketahanan terhadap tekanan alam, laju fotosintesis, respirasi, aktivitas enzim dan hormon, serta diferensiasi.

Proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman diawali dengan proses perkecambahan. Perkecambahan merupakan proses kompleks perubahan dari biji menjadi kecambah sebelum menjadi tanaman dewasa.

a. Perkecambahan

Gardner (1991: 291) menyatakan bahwa perkecambahan merupakan permulaan munculnya pertumbuhan aktif yang menghasilkan pecahnya kulit dan munculnya semai. Perkecambahan meliputi peristiwa fisiologis dan morfologis yaitu imbibisi dan absorpsi air, hidrasi jaringan, absorpsi oksigen, pengaktifan enzim dan pencernaan, transpor molekul yang terhidrolisis ke sumbu embrio, peningkatan respirasi dan asimilasi, inisiasi pembelahan dan pembesaran sel, dan munculnya embrio.

Menurut Kimball (1994: 352) perkecambahan merupakan permulaan kembali pertumbuhan embrio di dalam biji. Perkecambahan memerlukan suhu yang cocok, banyaknya air yang memadai, dan persediaan oksigen yang cukup. Kuswanto (1996: 28) dalam bukunya menyebutkan bahwa benih dikatakan berkecambah jika sudah dapat dilihat atribut perkecambahannya, yaitu plumula dan radikula dan keduanya tumbuh normal dalam jangka waktu tertentu.

Menurut Sutopo (2004: 21-22) terdapat 2 tipe pertumbuhan awal dari suatu kecambah tanaman yaitu tipe Epigeal (munculnya radikel diikuti dengan memanjangnya hipokotil dan membawa serta kotiledon dan plumula ke permukaan tanah), tipe Hipogeal (munculnya radikel diikuti dengan pemanjangan plumula, hipokotil tidak memanjang ke permukaan tanah sedangkan kotiledon tetap berada di dalam kulit biji di bawah permukaan tanah).


(36)

Perkecambahan dan munculnya semai memerlukan suatu energi yang tinggi lewat respirasi cadangan makanan biji. Energi dalam ikatan kimia pada karbohirat, lemak, dan protein dilepaskan oleh pencernaan dan fosforilasi oksidatif menghasilkan ATP berenergi tinggi. Hormon giberelin berperan penting dalam hidrolisis cadangan makanan (Gardner, 1991: 293-294).

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan dibedakan menjadi faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam meliputi tingkat kemasakan benih (benih yang dipanen sebelum tingkat kemasakan fisiologisnya tercapai tidak mempunyai viabilitas tinggi), ukuran benih (benih yang berukuran besar mengandung cadangan makanan lebih banyak dan embrionya lebih besar, sehingga tingkat perkecambahannya akan baik), dormansi (disebabkan oleh berbagai faktor, tetapi dengan perlakuan khusus benih dapat dirangsang untuk berkecambah), dan penghambat perkecambahan (larutan dengan tingkat osmotik tinggi, herbisida, coumarin, auxin, sianida, fluorida). Faktor luar meliputi air, temperatur (optimum untuk perkecambahan yaitu 26,5-350C), cahaya, dan media perkecambahan (Sutopo, 2004: 25-38).

Benih yang baru saja dipanen sangat rentan terhadap kerusakan, karena memiliki kadar air yang sangat tinggi. Kadar air tinggi merupakan lingkungan ideal bagi pertumbuhan jamur dan bakteri sehingga penanganan kadar air benih dengan benar dapat membatasi terjadinya kerusakan.

b. Dormansi Benih

Benih dikatakan dorman apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang yang secara umum dianggap telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan (Sutopo, 2004: 30). Dormansi yaitu suatu keadaan pertumbuhan yang tertunda atau keadaan istirahat, merupakan kondisi yang berlangsung selama suatu periode yang tidak terbatas walaupun berada dalam keadaan yang mengguntungkan untuk perkecambahan (Gardner, 1991: 304).

Dormansi pada benih dapat berlangsung beberapa periode tergantung pada jenis tanaman dan tipe dormansinya. Pertumbuhan tidak akan terjadi sebelum masa dormansinya, atau sebelum dikenakan suatu perlakuan khusus. Dormansi


(37)

pada benih dapat disebabkan keadaan fisik maupun keadaan fisiologis atau kombinasi keduanya. Kulit biji yang impermeable terhadap air dan gas sering dijumpai pada benih-benih leguminosae.

Tipe-Tipe Dormansi Benih 1) Mekanisme fisik meliputi:

a) Impermeabilitas kulit biji terhadap air yaitu benih-benih yang termasuk dalam tipe dormansi ini disebut sebagai benih keras karena mempunyai kulit biji yang keras dan strukturnya terdiri dari lapisan sel-sel serupa palisade berdinding tebal terutama di permukaan paling luar, dan bagian dalamnya mempunyai lapisan lilin dan bahan kutikula. b) Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio yaitu kulit biji cukup kuat sehingga menghalangi pertumbuhan embrio, jika kulit biji dihilangkan, maka embrio akan tumbuh dengan segera. c) Permeabilitas yang rendah dari kulit biji terhadap gas-gas, perkecambahan akan terjadi jika kulit biji dibuka atau jika tekanan oksigen di sekitar benih ditambah. Merupakan dormansi yang mekanisme penghambatannya disebabkan oleh organ biji itu sendiri, terbagi menjadi mekanis (embrio tidak berkembang karena dibatasi secara fisik), fisik (penyerapan air terganggu karena kulit biji yang impermeabel), dan kimia (bagian biji/buah mengandung zat kimia penghambat).

2) Mekanisme fisiologis

Merupakan dormansi yang disebabkan oleh terjadinya hambatan dalam proses fisiologis; terbagi menjadi photodormancy (proses fisiologis dalam biji terhambat oleh keberadaan cahaya), immature embryo (proses fisiologis dalam biji terhambat oleh kondisi embrio yang tidak/belum matang), dan

thermodormancy(proses fisiologis dalam biji terhambat oleh suhu). Cara Mematahkan Dormansi Benih

1) Perlakuan Mekanis

Perlakuan ini digunakan untuk memecahkan masa dormansi yang disebabkan impermeabilitas kulit biji baik terhadap air maupun gas yaitu dengan skarifikasi (mencakup cara seperti mengikir, menggosok kulit biji dengan


(38)

ampelas,dan melubangi kulit biji) dan tekanan (memberikan tekanan hidraulik terhadap biji).

2) Perlakuan Kimia

Perlakuan menggunakan bahan kimia bertujuan agar kulit biji menjadi lebih mudah untuk air saat imbibisi.Larutan yang biasa digunakan adalah asam sulfat dan asam nitrat. Perlakuan hormon seperti asam giberelat dan sitokinin bertujuan untuk merangsang perkecambahan.

3) Perlakuan perendaman dengan air

Beberapa jenis benih diberi perlakuan perendaman dalam air panas bertujuan memudahkan penyerapan air.

4) Perlakuan pemberian temperatur tertentu yaitu stratifikasi (memberikan temperatur rendah pada keadaan lembab untuk menghilangkan bahan-bahan penghambat pertumbuhan) serta perlakuan dengan temperatur rendah dan tinggi (keadaan dormansi pada beberapa benih dapat diatasi dengan pemberian efek dari temperatur rendah dan agak tinggi).

5) Perlakuan dengan cahaya

Pengaruh cahaya terhadap benih bukan saja dalam jumlah cahaya yang diterima tetapi juga intensitas cahaya dan panjang hari. Penggunaan cahaya merah lebih efektif dalam memecahkan masa dormansi.

Gardner (1991: 313) menyatakan bahwa perkecambahan dapat terjadi melalui peningkatan bahan perangsang pertumbuhan maupun penurunan penghambat pertumbuhan. Perlakuan dengan giberelin dapat menggantikan kebutuhan akan cahaya pada biji fotoblastik dan mengganti kebutuhan akan suhu dingin pada biji yang membutuhkan stratifikasi. Pengaruh giberelin dapat menghilangkan dormansi.

Yucel dan Yilmaz (2009: 124-127) dalam penelitiannya menyatakan bahwa GA3sangat efektif dalam menggantikan pengaruh pemanasan dan tekanan salinitas pada perkecambahan biji selada dan barley. Perkecambahan pada biji

Salvia cyanescens, perkecambahan tertinggi pada pemberian 1 % GA3. Biji

Plantago lanceolata mengalami kenaikan persentase perkecambahan setelah pemberian GA3 100-400 ppm. Plantago lanceolata dapat digunakan untuk


(39)

membantu proses penyembuhan emollient, expectorant, antimi

lanceolatamulai dibudidayakan ( c. Giberelin

Salisbury dan Ross adalah senyawa organik dipindahkan ke bagian lain, menimbulkan respons fisiologis. menempatkan zat itu sama

GA berbeda karena pergantian kerangka giban dan karena menyebabkan aktivitas biologis

(Gardner, 1991: 217). Struktur asam giberelat (GA

Giberelin pertama kali terhadap tanaman padi yang tidak mampu menopang dirinya dan parasit. Orang Jepang cendawan Gibberella fujikuroi

memisahkan suatu senyawa Giberelin (Salisbury dan

Giberelin sangat ber hormon giberelin pada biji diawali dengan penyerapan menyebabkan kulit biji menjadi biji disimpan dalam endosperm.

proses penyembuhan tumor karena mengandung astrigent, demulcent, expectorant, antimikroba, antitoxin, dan diuretik, untuk itu

mulai dibudidayakan (Sarihan, et al, 2005: 883-885).

Ross (1995: 33) menyatakan bahwa hormon tumbuhan senyawa organik yang disintesis di salah satu bagian tumbuhan

ke bagian lain, dan pada konsentrasi yang sangat rendah respons fisiologis. Giberelin merupakan diterpenoid kan zat itu sama dengan klorofil dan karoten. Macam-macam

karena pergantian kelompok-kelompok hidroksil, metil atau etil giban dan karena adanya cincin laktona. Adanya cincin menyebabkan aktivitas biologis yang lebih besar seperti pada GA3, GA

(Gardner, 1991: 217). Struktur asam giberelat (GA3) dapat dilihat pada Gambar

Gambar 2. Struktur GA3

Giberelin pertama kali ditemukan di Jepang pada tahun 1930 dari tanaman padi yang sakit, yang tumbuh terlalu tinggi. Tanaman

menopang dirinya sendiri dan akhirnya mati akibat kelemahan Orang Jepang menyebutnya penyakit Bakanae, yang disebabkan

Gibberella fujikuroi. T Yabuta dan T Hayashi pada tahun suatu senyawa aktif dari cendawan tersebut yang diberi isbury dan Ross, 1995: 51-52).

Giberelin sangat berperan penting pada perkecambahan biji. Pemberian giberelin pada biji dapat mempercepat proses perkecambahan

dengan penyerapan air (imbibisi) dan hormon. Penyerapan menyebabkan kulit biji menjadi lunak. Sebagian besar cadangan makana

dalam endosperm. Giberelin akan bereaksi pada pada sel

astrigent, demulcent, diuretik, untuk itu Plantago

bahwa hormon tumbuhan bagian tumbuhan dan sangat rendah mampu merupakan diterpenoid yang macam bentuk hidroksil, metil atau etil pada Adanya cincin lakton , GA4, dan GA9 ) dapat dilihat pada Gambar 2.

tahun 1930 dari kajian tinggi. Tanaman tersebut akibat kelemahan ini yang disebabkan oleh pada tahun 1930an tersebut yang diberi nama

perkecambahan biji. Pemberian perkecambahan yang hormon. Penyerapan air cadangan makanan pada pada pada sel-sel yang


(40)

mengelilingi endosperm, sehingga terbentuk beberapa enzim hidrolase untuk mencerna cadangan makanan menjadi sumber energi tinggi bagi perkecambahan (Kimball,1994: 601-602).

Tahun 1887 sachs memperlihatkan bahwa pencernaan endosperma tidak dapat terjadi jika embrio dihilangkan dari biji. Pemberian giberelin ke seluruh permukaan biji merangsang pembentukan α-amilase. Kesimpulan dari percobaan tersebut bahwa efek embrio terhadap pembentukan α-amilase diperantarai oleh giberelin. (Wilkins, 1989: 797). Bidwell (1979: 424) mengemukakan bahwa giberelin bekerja dalam tingkat gen untuk membentuk α-amilase. Hal ini menunjukkan bahwa embrio menghasilkan giberelin untuk menginisiasi pengaktifan atau sintesis berbagai macam enzim yang dibutuhkan selama dan sesudah perkecambahan.

Pengaruh giberelin telah berhasil dipelajari pada perkecambahan biji

barley. Biji barley dan serealia memiliki lapisan sel khusus pelindung biji yang disebut aleuron yang mengandung protein. Biji yang mengalami imbibisi akan mulai berkecambah, embrio mensintesis dan melepas giberelin. Giberelin menstimulasi aleuron untuk menghasilkan enzim hidrolitik yang mencerna pati dalam endosperm dan menghasilkan energi bagi perkecambahan. Auxin dan sitokinin akan dilepas oleh endosperm sebagai akibat dari reaksi enzimatis. Giberelin berperan sebagai pengatur pencernaan cadangan makanan dan pengatur pelepasan hormon yang lain (Ebert et al, 1973: 321).

Menurut Hess (1975: 259) mengemukakan bahwa penetrasi air ke dalam kulit biji yang permeabel menjadikan embrio aktif sehingga terjadi sintesis mRNA dan asam giberelat bereaksi dengan aleuron mengakibatkan pembentukan enzim hidrolase. Giberelin mendukung pertumbuhan benih sereal dengan cara merangsang sintesis enzim α-amilase yang memobilisasi zat makanan yang tersimpan. Sebelum pembentukan α-amilase, giberelin akan merangsang sintesis mRNA yang mengkode sintesis α-amilase. Hal ini membuktikan bahwa hormon dapat mengontrol perkembangan dengan cara mempengaruhi ekspresi gen (Campbell & Reece. 2003: 386).


(41)

Fosket (1994: 448) mengemukakan bahwa sekresi protein dari sel melibatkan proses yang rumit dimana molekul mRNA yang spesifik ditranslasikan pada ribosom yang terdapat di retikulum endoplasma. Sintesis protein terakumulasi dalam lumen retikulum endoplasma yang akan diproses lebih lanjut untuk pertumbuhan. Salah satu efek dari giberelin adalah mengubah struktur lapisan aleuron secara cepat dengan memperluas pembentukan retikulum endoplasma untuk melepaskan enzim hidrolitik.

Tahapan perkecambahan benih dimulai dari imbibisai air dan melunaknya kulit biji. Tahap kedua diikuti dengan kegiatan sel dan enzim-enzim serta naiknya tingkat respirasi. Tahap ketiga terjadi penguraian karbohidrat, protein, dan lemak menjadi bentuk yang melarut dan ditranslokasikan ke titik tumbuh. Tahap keempat asimilasi bahan-bahan yang telah diuraikan menjadi energi pertumbuhan sel. Tahap kelima terjadi proses pembelahan, pembesaran, dan diferensiasi sel pada titik tumbuh (Sutopo, 2004: 22).

Gambar 3. Mekanisme Pemecahan Glukosa/Glikolisis (Kebaikan dari Opik and Rolfe).


(42)

Pati dihidrolisis oleh α-amilase dan β-amilase yang diperantarai oleh giberelin menjadi gula maltosa (disakarida) dan glukosa. Metabolisme glukosa dilakukan dengan glikolisis yang membentuk dua molekul asam piruvat dan ATP. Oksidasi lewat daur Krebs mengubah asam piruvat menjadi CO2, H2O, dan ATP. (Gardner, 1991: 294).

Lemak dihidrolisis oleh lipase menjadi gliserol dan asam lemak. Asam lemak didegradasi lebih lanjut oleh peroksidease dan aldehidrogenase dalam oksidasi-α, yang memindahkan atom-atom karbon secara berturut-turut untuk menghasilkan CO2 dan energi tersimpan (NADPH). Degradasi lemak yang lebih umum adalah dengan oksidase-β yang memecah asam lemak menjadi satuan dua karbon (asetil koenzim A) dan ATP. Asetil koenzim A masuk ke daur krebs untuk mengalami oksidasi lebih lanjut dan menghasilkan ATP (Gardner, 1991: 294). Asam lemak dan gliserol dipakai sebagai pembentuk glukosa, dimana glukosa sebagai bahan bakar respirasi (Sutopo, 2004: 24)

Protease memecah ikatan peptida di dalam molekul protein yang menghasilkan asam amino. Asam amino akan mengalami beberapa perubahan sebagai berikut: disintesis kembali menjadi protein baru pada pertumbuhan, pemindahan asam amino ke suatu asam organik (transaminasi), atau hidrolisis asam amino menjadi asam organik dan amonia (deaminasi). Residu asam organik akan masuk ke daur krebs untuk mengalami oksidasi lebih lanjut (Gardner, 1991: 294).

Perubahan struktur akan terjadi ketika biji menyerap air dan melepaskan giberelin. Membran sitoplasma diperluas membentuk lapisan menyerupai retikulum endoplasma dan akhirnya dinding sel akan terdegradasi. Sintesis α-amilase terjadi antara 10-12 jam setelah inkubasi (Krishnamoorthy, 1975: 216).

Perlakuan dengan giberelin dapat menggantikan kebutuhan akan cahaya pada biji fotoblastik dan mengganti kebutuhan akan suhu dingin pada biji yang membutuhkan stratifikasi sehingga giberelin dapat menghilangkan dormansi pada biji. Weaver pada tahun 1972 melakukan percobaan dengan penggunaan GA3 pada anggur sebesar 200 ppm pada waktu gugurnya kaliptra menghasilkan ukuran buah anggur yang lebih besar dan kualitas rasa yang baik (Gardner, 1991: 224).


(43)

Biosintesis giberelin berlangsung di dalam buah dan biji yang belum masak, tunas, daun, dan akar. Umumnya terdapat tiga metabolit kimia yang terlibat di biosintesis GA, yaitu: asam mevalonat yang bertindak sebagai pelopor untuk pembentukan isoprena yaitu bagian dasar dalam karbon-19 dan karbon-20 kerangka giban, kaurena yang terbentuk dari isoprena, dan GA yang terbentuk dari kaurena (Gardner, 1991: 219).

Asam giberelat adalah kelompok hormon tanaman yang ada secara alami. Ia berperan dalam proses awal perkecambahan melalui aktivitas produksi enzim dan pengangkutan cadangan makanan. Hubungannya dengan dormansi, GA mengatur pengaruh zat-zat penghambat seperti coumarin, dormansi suhu, dormansi cahaya, dan dormansi yang diakibatkan oleh zat penghambat.

Choe (1972) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa persentase perkecambahan biji Pisum sativum meningkat 100 % setelah direndam dalam larutan GA30.1, 1,dan 10 ppm selama 48 jam sedangkan pada konsetrasi GA3100 ppm persentase perkecambahan mengalami penurunan. Vandelook et al, (2007: 5) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa perendaman biji Chaerophyllum

temulum pada GA3 1000 ppm pada suhu 23

0

C memberikan tingkat perkecambahan maksimal. Bryan (1989: 6) dalam penelitiannya menyarankan untuk menggunakan GA3 5-10 ppm untuk perlakuan terhadap umbi untuk mempercepat pembentukan tunas.

B. Kerangka Berpikir

Belajar menjadi kegiatan aktif yang dilakukan oleh siswa untuk memperoleh suatu ilmu pengetahuan. Hakikat dari belajar adalah proses yang harus dilewati oleh siswa untuk menemukan sendiri konsep dan pemahaman untuk mencapai tujuan belajar. Siswa merupakan aktor utama dalam pembelajaran sedangkan guru hanya sebagai fasilitator yang mengarahkan dan membimbing siswa.

Salah satu komponen dalam proses belajar adalah sumber belajar. Sumber belajar dapat memberikan kemudahan kepada peserta didik untuk memperoleh pengetahuan, informasi, pengalaman, dan keterampilan dalam proses belajar.


(44)

Salah satu bentuk sumber belajar dapat berasal dari pemanfaatan hasil penelitian biologi yang relevan sebagai acuan kegiatan pembelajaran. Khusus pada pokok bahasan pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan, konsep hasil penelitian pemberian hormon giberelin pada perkecambahan biji koro benguk (Mucuna pruriens) yang disusun menjadi sebuah modul dapat digunakan sebagai salah satu acuan sumber belajar.

Tanaman koro benguk memiliki banyak potensi yang bermanfaat karena bijinya dapat digunakan sebagai bahan pangan, sebagai tanaman penutup tanah dan pakan ternak, serta digunakan sebagai tanaman perintis pada lahan-lahan tandus. Biji dapat digunakan sebagai bahan obat karena mengandung L-Dopa sebagai obat penyakit parkinson. Sebagai tanaman kacang-kacangan, koro benguk juga mampu menambat N2 bebas dari udara akibat bersimbiosis dengan rhizobium pada bintil akarnya, biji koro benguk dapat dibuat tempe serta berbagai hasil olahan yang lain. Protein yang terkandung penting untuk mencukupi kebutuhan bagi masyarakat di lahan kering. Koro benguk belum mendapatkan perhatian yang besar dari masyarakat karena waktu perkecambahan yang agak lama. Perendaman biji dalam larutan hormon giberelin (GA3) dapat mempercepat waktu perkecambahan biji.

Perendaman biji dalam larutan hormon giberelin mengakibatkan biji mengalami imbibisi air dan hormon. Imbibisi air mengakibatkan kulit biji koro benguk yang keras menjadi lunak. Penyerapan air oleh biji menyebabkan embrio melepaskan GA3 sebagai sinyal yang akan diterima aleuron (selaput tipis endosperm). Giberelin merangsang sel-sel pada lapisan aleuron untuk mensintesis enzim α-amylase dan protease yang mengubah pati dan protein dalam endosperm menjadi gula dan asam amino. Senyawa glukosa masuk ke dalam proses metabolisme dan dipecah menjadi energi dan senyawa penyusun tubuh. Asam-asam amino akan dirangkai menjadi protein yang berfungsi menyusun struktur sel dan enzim-enzim baru. Asam lemak terutama digunakan untuk menyusun membran sel. Hidrolisis karbohidrat, protein, dan lemak dalam endosperm akan menghasilkan energi bagi perkecambahan.


(45)

Pemahaman siswa terhadap materi tidak dapat dilakukan hanya dengan menyampaikan materi tersebut di depan kelas tanpa memperhatikan potensi individu untuk menggali pengetahuannya sendiri. Jika otak hanya belajar mengutip, berlatih, belajar semalaman sebelum ujian, maka dalam waktu 14 sampai 18 jam otak akan melupakan sebagian besar informasi baru tersebut. Setiap siswa memiliki potensi untuk membangun pengetahuannya dengan cara terlibat untuk menemukan makna materi melalui pengalaman-pengalaman yang dialami secara langsung.

Berdasarkan hasil observasi pembelajaran yang berlangsung di SMP Negeri 5 Surakarta, khususnya di kelas VIII D menunjukkan bahwa keterampilan proses siswa masih belum optimal. Observasi kegiatan saat praktikum, siswa hanya melakukan aktivitas yang diperintahkan oleh guru sehingga mereka tidak benar-benar memahami apa yang sedang mereka lakukan, apa yang harus diamati, dan bagaimana menganalisis data hasil pengamatannya. Hal ini disebabkan karena kurangnya siswa dilatih untuk belajar terlibat langsung dalam menemukan dan memahami konsep materi yang sedang dipelajari serta siswa kurang dilatih untuk melakukan pengamatan secara langsung tanpa harus menunggu perintah dari guru sehingga keterampilan proses siswa masih rendah.

Penguasaan keterampilan proses siswa dalam pembelajaran erat kaitannya dengan pendekatan yang digunakan guru. Penggunaan pendekatan yang tepat mempermudah siswa dalam menerima dan memahami materi pelajaran. Penggunaan pendekatan yang tepat dan efektif sangat penting untuk meningkatakan keterampilan proses dalam pembelajaran biologi. Perlu dilakukan inovasi dalam menerapkan pembelajaran yaitu penerapan pendekatan CTL yang disertai dengan penggunaan modul untuk meningkatkan keterampilan proses siswa.

Penerapan pendekatan CTL disertai dengan penggunaan modul diharapkan mampu meningkatkan kemandirian belajar siswa secara aktif serta meningkatkan keterampilan proses karena siswa dilatih untuk mengalami sendiri dan melakukan pengamatan secara langsung terhadap suatu permasalahan yang sedang dipelajari. Melalui penerapan CTL yang disertai penggunaan modul mampu melatih siswa


(46)

untuk dapat menjelaskan konsep yang telah dipelajarinya, dapat menerapkan konsep yang diperolehnya, dapat menentukan objek yang harus diamati serta mampu mengukurnya, dapat menghubungkan konsep dengan kegiatan praktikum, dapat menganalisis dan menyimpulkannya, serta dapat menjelaskan kesimpulan yang diperoleh.


(47)

Adapun paradigma urutan kegiatan pembelajaran dan kerangka pemikiran dapat dilihat dalam Gambar 4.

Dapat ditingkatkan Analisis Materi Identifikasi Masalah

- Keterampilan proses siswa masih rendah. - Siswa belum siap saat kegiatan

praktikum, sehingga siswa belum memahami apa yang sedang dipraktikumkan.

- Siswa cenderung pasif dalam menerima pelajaran.

- Siswa lebih suka menunggu perintah dari guru dan kurang inisiatif.

Penyebab

- Siswa lebih suka menerima informasi dari guru.

- Siswa hanya bergantung pada apa yang ada dalam buku pegangan. - Minat membaca/mencari referensi

sangat kurang.

- Tidak mau mengembangkan pola pikir.

- Siswa lebih suka menggantungkkan pada teman yang pandai saat praktikum.

Solusi

Penerapan pendekatan CTL

Masalah Utama

Keterampilan proses siswa yang masih rendah.

Penelitian perkecambaha n Koro Benguk (Mucuna pruriens) dengan pemberian GA3 - Modul LKS/Petun

-juk praktikum Penelitian Tindakan Kelas Aplikasi Pembelajaran Siswa Kelas VIII D SMP Negeri 5 Surakarta Belum Mencapai Target Mencapai Target


(48)

Gambar 4. Skema Kerangka Berfikir


(1)

commit to user

87

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan

pembelajaran Contextual Teaching and Learning pada pokok bahasan

pertumbuhan dan perkembangan dapat meningkatkan keterampilan proses untuk

aspek mengamati, mengklasifikasikan, menggunakan alat dan bahan,

melaksanakan eksperimen, dan berkomunikasi pada siswa kelas VIII D SMP Negeri 5 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011.

B. Implikasi 1. Implikasi Teoretis

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk:

a. Sumber acuan bagi peneliti lain yang akan mengadakan penelitian sejenis lebih lanjut.

b. Sumbangan pemikiran bagi guru untuk mengembangkan variasi metode pembelajaran.

c. Menambah wawasan guru dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran, khususnya mata pelajaran biologi.

2. Implikasi Praktis

Hasil penelitian ini secara praktis dapat diterapkan pada pembelajaran biologi di SMP Negeri 5 Surakarta, yaitu keterampilan proses dapat ditingkatkan dengan penerapan pembelajaran Contextual Teaching and Learning disertai modul pembelajaran.

C. Saran 1. Bagi Guru

a. Pelaksanaan penerapan pembelajaran Contextual Teaching and Learning

disertai modul pembelajaran membutuhkan instruksi yang jelas agar siswa


(2)

pembelajaran. Oleh sebab itu guru hendaknya memberikan instruksi dan arahan yang jelas kepada siswa tentang pelaksanaan pembelajaranContextual

Teaching and Learningagar kegiatan pembelajaran berjalan dengan efektif.

b. Guru hendaknya lebih inovatif lagi pada saat memberikan apersepsi dan motivasi kepada siswa, misalnya dengan menggunakan model atau alat bantu dalam proses belajar mengajar. Sehingga diharapkan siswa akan lebih tertarik untuk memperhatikan penjelasan yang diberikan oleh guru.

c. Guru dapat memanfaatkan alternatif sumber belajar bagi siswa selain buku paket dan LKS seperti modul pembelajaran hasil penelitian yang dapat memperkaya pengetahuan siswa.

2. Bagi Siswa

a. Siswa hendaknya memperhatikan instruksi yang diberikan oleh guru dengan seksama agar dapat melaksanakan pembelajaran Contextual Teaching and

Learningdengan baik.

b. Siswa hendaknya tidak hanya bergantung pada materi dan informasi yang diberikan oleh guru, tetapi juga lebih aktif mencari informasi materi dari sumber-sumber lain sehingga akan menambah wawasan siswa dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.

c. Siswa hendaknya lebih aktif dalam kegiatan praktikum, diskusi kelompok maupun pada saat presentasi kelompok.

Semoga hasil penelitian ini dapat dilanjutkan oleh peneliti lain dengan penelitian yang lebih mendalam serta dapat memberikan manfaat dan sumbangan pemikiran bagi para pendidik.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Anonima. 2011. Gibberelin Signaling in Barley Aleurone Grain. https://www. Qiagen.com/geneglobe/pathwayview.aspx. Diakses tanggal 11 maret 2011. Anonimb. 2010. “Model Pembelajaran Efektif di Sekolah Dasar”. PLPG

Sertifikasi Guru Rayon 24: Universitas negeri Makassar.

Bidwell, R.G.S. 1979.Plant physiology. New york: collier macmillan publisher. Bryan, J.E. 1989. “Breaking Dormancy of Potato Tubers”. Peru: CIP Research

Guide 16. International Potato Center.

Campbell, Neil A. & Jane B. Reece. 2003. Biologi Edisi Kelima Jilid II. Jakarta: Erlangga.

Choe , H. T. 1972. “Effects of Presoaking Seed of Pisum sativum L in GA3, IAA,

and Kinetin Solution on Seedling Growth. Jurnal Pertanian. Volume 7 (5): 476-478.

Devi, Poppy K., Renny Sofireni, Yayan Rosendi. 2011. Pendekatan Keterampilan Proses pada Pembelajaran IPA. http://www.bpptkpu-jabar.com. Diakses tanggal 11 Maret 2011.

Dhale,D.A., V.H. Panchal, S.K. Markandeya. 2010. “Pharmacognostic Evaluation

of Mucuna Pruriens”. International Journal of Pharma World Research

Vol 1(3): 2-11.

Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta. Ebert, James D., ariel G. Loewy, Richard S. Miller, & Howard A. Schneiderman.

1973.Biology: an Appreciation of Life. New York: Rinehart and Winston. Inc.

Fitter. A.H & R.K.M. Hay. 1998. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Terjemahan Sri Andani dan Purbayanti. Yogyakarta: UGM Press.

Fosket, Donald E. 1994. Plant Growth and Development (A Molecular

Approach).California: Academic Press.

Gardner, Franklin P. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta. UI Perss.

Goldsworthy, P. R dan N.M. Fisher. 1992. Fisiologi Tanaman Dudidaya Tropik. Terjemahan Tohari. Yogyakarta: UGM press.


(4)

Hall, A.C dan M.E. Harrington. 2003. “Experimental Methods in Neuroscience: An Undergraduate Neuroscience Laboratory Course for Teaching Ethical Issues, Laboratory Techniques, Experimental Design, and Analysis. The

Journal of Undergraduate Neuroscience Education (JUNE), Volume 2(1):

A1-A7.

Haliza, Winda, Endang Y. Purwani, & Ridwan Thahir. 2010. “Pemanfaatan Kacang-kacangan Lokal Mendukung Diversifikasi Pangan”. Jurnal

Pengembangan Inovasi PertanianVol 3(3): 238-245.

Hamalik, O. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Hanafiah dan Cucu S. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran.Bandung: PT. Refika

Aditama.

Haryono. 2006. “Model Pembelajaran Berbasis Peningkatan Keterampilan Proses Sains”. Jurnal Pendidikan Dasar. Volume 7(1): 1-13.

Hess, Dieter. 1975. Plant Physiology. New York: Springer Verlag.

Johnson, Elaine B. 2007. Contextual Teaching and Learning: Menjadikan

Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Terjemahan

Ibnu Setiawan. Bandung: Mizan Learning Center.

Kimball, J.W. 1994. Biologi Edisi Kelima (jilid 2). Terjemahan Siti soetarmi Tjitrosomo dan Nawangsari Sugiri. Jakarta: Erlangga.

Lumbantobing, Riris. 2004. “Comparative Study on Process Skills in the Elementary Science Curriculum and Textbooks between Indonesia and Japan”. Journal of EducationVol 1(53): 31-38.

Krishnamoorthy, H.N. 1975. Gibberelin and Plant Growth. New York: John Willey and Sons,inc.

Kuswanto, H. 1996. Dasar-Dasar Teknologi, Produksi dan Sertifikasi Benih.

Yogyakarta: Andi Offset.

Mardalis. 1990. Metode Penelitian (Suatu Pendekatan Proposal). Jakarta: Bumi Aksara.

Miles, M.B dan A.M. Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif : Buku Sumber

Tentang Metode-metode Baru. Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi.


(5)

Moleong, L. J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Muhibin Syah. 2004. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya

Mulyasa, E. 2005. Implementasi Kurikulum 2004: Panduan Pembelajaran KBK. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Myers, Bryan E, Shannon G. Washburn, and James E. Dyer. 2004. “Assessing Agriculture Teachers’ Capacity for Teaching Science Integrated Process Skills”. Journal of Southern Agricultural Education Research Volume 54 (1): 74-85.

Naqbi, A.K dan H.H Tairab. 2005. “The Role of Laboratory Work in School Science: Educators and Students Perspectives”. Journal of Faculty of

Education Volume18: 20- 35.

Nugraheni,Diah. 2007. “Meningkatkan Minat Belajar Sains (IPA) dengan menggunakan Pendekatan Kontekstual (CTL) pada Pokok Bahasan Cahaya Siswa Kelas V Semester II SDN kedungmundu 1 Semarang”.

Skripsi. Semarang: UNNES.

Nuryani R. 2005. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: Universitas Negeri Malang.

Opik, Helgi & Stephen Rolfe. 2005. The Physiology of Flowering Plants. United Kingdom: Cambridge University press.

Roestiyah, N.K. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Rokhmah, Laela Nur. 2008. “Kajian Asam Fitat dan Kadar Protein selama

Pembuatan Tempe Kara Benguk dengan Variasi Pengecilan Ukuran dan Lama Fermentasi”. Skripsi. Surakarta: UNS.

Sagala, Syaiful. 2007. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Salisbury, F. B, dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Terjemahan

Diah R. Lukman dan Sumaryono. Bandung: ITB Press.

Sanjaya, Wina. 2008. Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis


(6)

Sarihan, O., Ipek, A., Khawar, K.M., Atak, M. dan Gurbuz, B. 2005.“Role of GA3 and KNO3 in Improving the Frequency of Seed Germination in Plantago lanceolata L. Jurnal Pertanian. Volume 37(4): 883-887.

Shamsid, Ifraj & Betty P. Smith.2006. “Contextual Teaching and Learning Practise in the Family and Consumer Science Curriculum”. Journal of

Family and Consumer Sciences educationVol 24(1): 14-27.

Sitompul dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta: UGM Press.

Soedirdjoatmodjo, Soetomo. 1986. Bertanam Sayuran Buah. Jakarta : Karya Bani. Sriyati, S, Yanti Rumbiyati, dan Rengky Meliani. 2008. Penerapan Pertanyaan

Produktif Dalam Pembelajaran Biologi Untuk Meningkatkan Kemampuan Kerja Ilmiah Dan Pemahaman Konsep Siswa Di SMA. Bandung: UPI. Sukardi. 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya.

Jakarta: PT Bumi Aksara.

Supriyono. 2007. “Kajian Biologi dan Agronomi Kara Benguk sebagai Tanaman pangan dan Penutup Tanah”. Skripsi. Yogyakarta: UGM.

Sutopo, H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif.Surakarta: UNS Press. Sutopo, L. 2004. Teknologi Benih. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Usman, Uzer dan Lilis Setiawati. 1993. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar

Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Vandelook, F., Bolle, N. and Assche, J. A. V. 2007. “Seed Dormancy and Germination of the European Chaerophyllum temulum (Apiaceae), a Member of a Trans-Atlantic Genus. Journal of Botany1-7

Wenno I. H. 2008. Strategi Belajar Mengajar Sains Berbasis Kontekstual. Yogyakarta: Inti Media.

Wilkins, Malcom B. 1989. Fisiologi tanaman. Jakarta: Bina aksara.

Yucel, E. dan G. Yilmaz. 2009.“Effects of Different Alkaline Metal Salt (NaCI, KNO3), Acid Consentrations (H2SO4) and Growth Regulator (GA3) on the


Dokumen yang terkait

Penerapan Pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (Ctl) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS

0 5 205

PENGARUH PENDEKATAN PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING PADA MATERI POKOK PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TERHADAP PENGUASAAN KONSEP OLEH SISWA KELAS VIII SMPN 1 TUMIJAJAR TP 2011/2012

1 7 36

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND Implementasi Pembelajaran Contextual Teaching And Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika Pada Pokok Bahasan Lingkaran (PTK pada siswa kelas VIII semester genap SMP N 3 Sawit Tahun 2014

0 2 15

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING UNTUK Penerapan Strategi Pembelajaran Contextual Teaching And Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah Matematika ( PTK Pada Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 7 Surakarta

0 0 16

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING UNTUK Penerapan Strategi Pembelajaran Contextual Teaching And Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah Matematika ( PTK Pada Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 7 Surakarta

0 1 12

PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN LINGKARAN MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN INQUIRI PADA SISWA KELAS VIII SMP N I GRINGSING.

0 0 8

PENERAPAN PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA PADA PELAJARAN IPA MATERI POKOK GAYA.

0 3 34

Penerapan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) Untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII E Dalam Mengikuti Pelajaran IPS SMP Negeri 14 Surakarta Tahun Pelajaran 2015/2016 ( Materi Pokok Permasalahan Kependudukan d

0 0 5

PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DALAM PEMBELAJARAN FISIKA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERTANYA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII MTsN 2 PALANGKA RAYA PADA POKOK BAHASAN BUNYI SKRIPSI

0 0 20

PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA KELAS VIII F SMP NEGERI 1 JATEN TAHUN PELAJARAN 20152016

0 1 17