Teknik Analisa Data Latar Belakang

48

2.5 Teknik Analisa Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis model interaktif. Analisis model interaktif memungkinkan analisis data kualitatif yang dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas sehingga datanya jenuh. Proses pelaksanaan analisis data dilaksanakan melalui beberapa tahap. Tahap-tahap analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Reduksi data Data yang diperoleh dari lapangan cukup banyak jumlahnya, oleh karena itu perlu dicatat secara teliti dan rinci. Untuk itu perlu dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah dalam pengumpulan data selanjutnya. 2. Penyajian data data display Data yang telah disusun dari hasil reduksi data, kemudian disajikan dalam bentuk teks yang bersifat naratif. Penyajian data merupakan upaya penyusunan sekumpulan informasi kedalam suatu matriks atau bentuk yang mudah dipahami.Penyajian data yang mudah dipahami adalah cara utama untuk menganalisis data kualitatif yang valid. Universitas Sumatera Utara 49 3. Pengambilan kesimpulan Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah apabila tidak diketemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabilakesimpulan yang diketemukan pada awal didukung oleh bukti-buktiyang valid dan konsisten pada saat di lapangan untuk mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikeluarkan merupakan kesimpulan yang kredibel sehingga dengan kesimpulan ini diharapkan dapat menemukan temuan baru yang sebelumnya belum ada. Temuan dapat berupa deskripsi apa gambaran suatu objek yang sebelumnya masih belum jelas, sehingga setelah diteliti menjadi jelas. Universitas Sumatera Utara 1 BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pada tahun 1980-an tuntutan akan pelayanan publik yang lebih baik sudah dimulai di Amerika Serikat dan Eropa. Sementara di Indonesia, paradigma tuntutan akan pelayanan publik yang lebih baik dari sebelumnya dimulai sejak gerakan reformasi tahun 1998. Tuntutan akan pelayanan yang baik dan memuaskan kepada publik menjadi suatu kebutuhan yang harus dipenuhi oleh instansi yang terkait dengan penyelenggara pelayanan publik. Tuntutan tersebut muncul seiring dengan berkembangnya era reformasi 1998 dan otonomi daerah 2001 setelah tumbangnya kekuasaan rezim orde baru. Sektor swasta private sudah terlebih dahulu menaruh perhatian terhadap pelayanan kepada konsumen customer kondisi ini berbeda dengan sektor publik yang mengadaptasi pendekatan tersebut dari sektor swasta. Sektor publik di Indonesia memilih mengadaptasi paradigma “The New Public Service NPS” atau Pelayanan Publik Baru PPB yang dianggap sesuai dengan landasan ideologi, politik, ekonomi dan sosial-budaya negara. Sehingga mampu memperbaiki penyelenggaraan pelayanan publik yang semakin demokratis, tidak diskriminatif, transparan, efektif dan efisien . Paradigma NPS ini menuntut pemerintah mendengar suara masyarakat dalam berpartisipasi bagi pengelolaan tata pemerintahan yang baik dengan meninggalkan kebiasaan pengelolaaan tata pemerintahan pada konsep administrasi lama. Birokrasi tidak Universitas Sumatera Utara 2 lagi digerakkan seperti bisnis di perusahaan. Tetapi, dengan adanya New Public Service yang diterapkan dengan baik, diharapkan mampu menjawab berbagai permasalahan yang ada dalam lembaga pemerintahan serta dalam kehidupan masyarakat dan mengutamakan kepentingan publik. Untuk mewujudkan hal tersebut maka negara mempunyai kewajiban dalam memenuhi seluruh kebutuhan setiap warga negara melalui pemerintahan yang mampu menyelenggarakan pelayanan publik yang berkualitas untuk memenuhi seluruh kebutuhan dasar dan hak-hak sipil warga negara atas barang dan jasa publik. Pelayanan publik merupakan tugas terpenting dari penyelenggara pelayanan publik baik itu di pusat ataupun di daerah. Berdasarkan hasil penelitian Governance and Desentralization Survey GDS 2002 pada 150 wilayah kotakabupaten di Indonesia dalam Dwiyanto, 2003 justru menggambarkan kualitas pelaksanaan pelayanan publik di Indonesia masih sangat rendah. Terdapat tiga masalah penting yang banyak terjadi di lapangan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang mendukung kesimpulan tersebut. Pertama, besarnya diskriminasi pelayanan. Penyelenggaraan pelayanan masih amat dipengaruhi oleh hubungan per-konco-an, kesamaan afiliasi politik, etnis, dan agama. Fenomena ini masih tetap marak walaupun telah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN yang secara tegas menyatakan keharusan adanya kesamaan pelayanan. Kedua, tidak adanya kepastian biaya dan waktu pelayanan. Ketidakpastian ini sering menjadi penyebab munculnya KKN, sebab para pengguna pelayanan cenderung memilih menyogok dengan biaya Universitas Sumatera Utara 3 tinggi kepada penyelenggara pelayanan untuk mendapatkan pelayanan yang berkualitas, dan ketiga, rendahnya tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik. Ini merupakan konsekuensi logis dari adanya diskriminasi pelayanan dan ketidakpastian biaya dan waktu pelayanan. Seiring dengan tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan publik yang berkualitas, maka pemerintah berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menyelengarakan pelayanan publik yang berkualitas. Sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan maka diterbitkanlah Surat Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor : 63KEPM.PAN072003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Kemudian Keputusan Menteri Pendayagunaan Apratur Negara Nomor 63 Tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Publik, dimana ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pelayanan publik untuk mendapatkan pelayanan publik yang berkualitas diantaranya: 1 Prosedur pelayanan, 2 Waktu penyelesaian, 3 Biaya pelayanan, 4 Produk pelayanan, 5 Sarana dan prasarana, 6 kompetensi petugas pemberi pelayanan. Kondisi masyarakat saat ini semakin sadar akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Hal ini juga dibenarkan oleh Christian W. Wanandi, Wakil Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia, mengatakan pembentukan badan jaminan sosial untuk melayani masyarakat. Untuk itu layanan, komunikasi hingga peningkatan kualitas menjadi pegangan bagi manajemen baru. Masyarakat yang semakin kritis menimbulkan tuntutan kepada pemerintah dan masih menganggap Universitas Sumatera Utara 4 pelayanan yang diberikan oleh instansi terkait kepada publik seringkali belum memuaskan. finansial.bisnis.com,24 februari 2016 Haryono menjelaskan Prianto, 2006 bahwa salah satu tolak ukur keberhasilan pemerintah daerah adalah apabila masing-masing daerah mampu meningkatkan kualitas pelayanannya kepada masyarakat. Secara politis, pelayanan publik yang berkualitas merupakan salah satu kunci yang harus diambil oleh pemerintah untuk memperoleh dukungan dan kepercayaan masyarakat. diharapkan mampu menjawab berbagai permasalahan yang ada dalam lembaga pemerintahan serta dalam kehidupan masyarakat dan mengutamakan kepentingan publik. Negara bertanggung jawab untuk memenuhi kepentingan publik dengan penyelenggaraan pelayanan publik yang baik. Salah satu kepentingan publik adalah hak untuk menerima jaminan sosial. Negara mengemban tugas hak konstitusional setiap orang atas jaminan sosial dengan menyelenggarakan program jaminan yang bertujuan untuk memberi kepastian dan perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Penyelenggaraan jaminan sosial yang berkelanjutan merupakan salah satu pilar negara kesejahteraan disamping pilar lainnya yaitu pendidikan yang merata, lapangan pekerjaan yang luas dan pertumbuhan ekonomi yang stabil. UU no. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial UU BPJS, menyatakan bahwa BPJS yang dibentuk adalah badan hukum publik yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Dan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPJS Universitas Sumatera Utara 5 Ketenagakerjaan. Visi BPJS Ketenagakerjaan yaitu “menjadi Badan penyelenggara Jaminan Sosial BPJS berkelas dunia, terpercaya, bersahabat dan unggul dalam Operasional dan Pelayanan”.untuk mencapai visi tersebut harus dibarengi dengan kualitas pelayanan yang baik. BPJS Ketenagakerjaan sudah dimulai sejak 1 Juli 2011. Artinya badan hukum publik ini telah berjalan selama hampir lima tahun dalam melakukan pelayanan publik bahkan sudah mengalami tahap perkembangan dan perbaikan. Mengingat BPJS Ketenagakerjaan tidak hanya menjangkau pekerja formal tapi juga informal dan sesuai Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 109 tahun 2013 tentang penahapan kepesertaan program jaminan sosial menyatakan BPJS Ketenagakerjaan memiliki empat program yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja JKK, Jaminan Hari Tua JHT, Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kematian JKM. Dengan adanya program tersebut maka, badan hukum publik ini dituntut untuk melakukan pelayanan publik yang memuaskan kepada peserta BPJS Ketenagakerja bukanlah hal yang mudah terutama dalam pelayanan publik yang paling mendasar yaitu administrasi pembuatan kartu peserta sebagai tahap awal sekaligus sebagai identitas bahwa masyarakat telah terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan dan sesuai dengan program BPJS Ketenagakerjaan. UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik menyatakan standar pelayanan adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggara pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat. Universitas Sumatera Utara 6 Pelaksanaan penyelenggaraan publik dalam setiap instansi pemerintah seharusnya memiliki Standar Pelayanan Minimal SPM dan Standar Operasional Prosedur SOP. Tidak terkecuali badan hukum publik BPJS Ketenagakerjaan. Supaya mampu memberikan prosedur pelayanan, persyaratan pelayanan, kemampuan petugas pelayanan, efektif dan efisiennya pelayanan, keadilan pelayanan, kepastian biaya pelayanan serta jadwal pelayanan. Sesuai Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 109 tahun 2013 tentang penahapan kepesertaan program jaminan sosial menyatakan BPJS Ketenagakerjaan terdiri atas dua bidang yaitu bidang Penerima Upah dan bidang Bukan Penerima Upah. Kepesertaan bidang Penerima Upah terdiri dari CPNS, PNS, TNI, POLRI, peserta didik TNI dan POLRI, Pejabat Negara dan pekerja yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara. Sementara, kepesertaan pada bidang Bukan Penerima Upah terdiri dari pekerja mandiri atau pekerja informal seperti petani,nelayan, tukang ojek, supir angkot, pedagang, wiraswasta,pekerja freelance,buruh serta yang lainnya dan pekerja jasa kontruksi yang biasanya bersifat musiman dapat mendaftar menjadi anggota BPJS Ketenagakerjaan. Masing-masing bidang baik Penerima Upah PU maupun Bukan Penerima Upah BPU memiliki empat program yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja JKK, Jaminan Hari Tua JHT, Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kematian JKM. Bidang Penerima Upah dalam melakukan perekrutan peserta memiliki regulasi sehingga para pekerja dihimpun secara otomatis untuk menjadi peserta Universitas Sumatera Utara 7 melalui instansi yang bersangkutan dan jika ditemukan adanya instansi yang tidak mendaftarkan pekerja atau adanya keterlambatan pembayaran iuran maka, instansi tersebut akan dikenai peringatan dan jika tidak dihiraukan akan dikenai sanksi. Dengan adanya sanksi dan regulasi yang diberlakukan pada bidang Penerima Upah maka penjangkauan peserta akan lebih mudah, Berbeda dengan bidang Bukan Penerima Upah yang terdiri dari pekerja mandiri informal akan cenderung lebih sulit mengingat latar belakang dan profesi pekerja informal yang berbeda-beda tentu harus memiliki memiliki kualitas pelayanan publik yang baik untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat terhadap BPJS Ketenagakerjaan. Dalam menyelenggarakan pelayanan publik tidak terlepas badan hukum publik BPJS Ketenagakerjaan masih banyak dijumpai kekurangan sehingga, jika dilihat dari segi kualitas masih jauh dari yang diharapkan masyarakat. Penyelenggaraan pelayanan publik yang dilaksanakan oleh aparatur pemerintah dalam berbagai sektor pelayanan terutama yang menyangkut pemenuhan kebutuhan hak-hak sipil dan kebutuhan dasar masih dirasakan belum sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat. Hal ini bisa diketahui dari banyaknya pengaduan, keluhan yang disampaikan oleh masyarakat melalui media masa maupun langsung kepada unit pelayanan, baik menyangkut sistem dan prosedur pelayanan yang masih berbelit-belit, tidak transparan, kurang informativ, kurang akomodatif dan kurang konsisten sehingga tidak menjamin kepastian hukum, waktu dan biaya. pengurusan administrasti pembuatan kartu di BPJS ketenagakerjaan masih bermasalah dengan cara-cara yang dilakukan pemerintah Universitas Sumatera Utara 8 untuk menghimpun masyarakat dalam jumlah yang tidak sedikit menjadi peserta BPJS maka timbul keluhan masyarakat kepada pelayanan publik yang dilakukan. Dikutip dari berita metrotvnews- Antrean panjang di beberapa kantor BPJS Ketenagakerjaan. Proses pengurusan administrasi pun menjadi panjang. Pada kondisi normal, petugas BPJS Ketenagakerjaan seharusnya mampu menyelesaikan proses administrasi selama 30 menit. Sedangkan di kondisi antrean panjang, bisa mencapai lima jam . ‎metrotvnews.com, 8 Oktober 2016. Kemudian, Dikutip dari web resmi BPJS ketenagakerjaan- Direktur Kepesertaan dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Ketenagakerjaan, Junaedi mengatakan, memberikan pemahaman kepada masyarakat khususnya pekerja informal tentang pentingnya jaminan risiko kecelakaan kerja bukanlah perkara mudah. Menurut Junaedi, mengajak pekerja BPU untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan bukan regulasi yang menjadi ‘senjata’, karena tidak mungkin mereka dipaksa dan dikenai sanksi apabila tidak mendaftar. Tetapi, harus mencoba dengan melakukan edukasi tentang pentingnya meng-cover risiko yang dihadapi saat bekerja. “Tahapannya, membuat mereka sadar terhadap risiko kecelakaan kerja,” terangnya. www.bpjsketenagakerjaan.go.id, 11 Oktober 2016 Junaedi juga menjelaskan, yang paling mendasar yang harus dilakukan BPJS Ketenagakerjaan memudahkan pekerja BPU untuk menjangkau tempat layanan sebelum mengerti pentingnya jaminan kecelakaan kerja. Untuk itu, harus dipersiapkan tempat-tempat layanan di berbagai daerah. Karena jangan sampai mereka kecewa, ketika sudah mengerti tetapi untuk mendaftarnya mengalami kesusahan. “Jadi buat saya, fondasinya harus kita siapkan terlebih dahulu seperti kemudahan akses. Apabila pekerja BPU mudah untuk mencari tempat layanan, akan muncul keinginan untuk mendaftar menjadi peserta, imbuhnya. www.bpjsketenagakerjaan.go.id, 11 Oktober 2016 Universitas Sumatera Utara 9 Berdasarkan Keterangan tersebut kepercayaan masyarakat untuk menjadi peserta khususnya bidang Bukan Penerima Upah sangat tergantung pada pelayanan yang diberikan oleh BPJS Ketenagakerjaan agar mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap program-program yang disediakan oleh BPJS Ketenagakerjaan. Informasi dari web resmi BPJS Ketenagakerjaan ada 174 kantor cabang kantor cabang pembantu dan 512 outlet yang terletak di kabupaten kota madya di Indonesia. BPJS ketenagakerjaan dituntut untuk melakukan pelayanan yang cepat dan profesional mengingat jumlah masyarakat yang harus dijangkau oleh BPJS Ketenagakerjaan di Indonesia tidak sedikit baik usia produktif maupun penduduk golongan usia tua. Khususnya di Provinsi Sumatera Utara yang secara demografis menjadi salah satu provinsi dengan jumlah penduduk yang terbesar di Indonesia. Walaupun demikian,BPJS Ketenagakerjaan di Kota Medan dituntut harus mampu memberi pelayanan yang baik terutama bagi peserta Bukan Penerima Upah jumlah yang terdaftar sebagai peserta BPJS memang sudah mengalami peningkatan yang signifikan tetapi badan piramida tersebut menunjukkan bahwa BPJS Ketenagakerjaan di Kota medan masih harus tetap melakukan pelayanan yang berkualitas mengingat banyaknya jumlah usia produktif dan usia penduduk golongan tua yang harus dicover oleh badan hukum publik ini. Berdasarkan penelitian ilmiah yang dilakukan oleh Anggreani, pelaksanaan kualitas pelayanan dari BPJS Ketenagakerjaan ini hampir sepenuhnya dilakukan oleh karyawan, sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama , apalagi jika terdapat kekeliruan dalam identitas maupun persyaratan. Universitas Sumatera Utara 10 Dalam kenyataanya, masih banyak peserta jaminan sosial yang kurang mengetahui betul tentang persyaratan yang dipenuhinya terutama dalam pembuatan kartu tanda peserta. Selain itu dengan banyaknya peserta jaminan sosial mengakibatkan sulitnya pencarian dokumen-dokumen fisik. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa masih ada beberapa masalah yang menjadi hambatan dalam mencapi Visi BPJS Ketenagakerjaan. Visi BPJS Ketenagakerjaan cabang Medan adalah menjadi Badan penyelenggara Jaminan Sosial berkelas dunia, terpercaya, bersahabat, dan unggul dalam Operasional dan pelayanan. Untuk mewujudkan visi tersebut BPJS Ksetenagakerjaan harus meningkatkan kualitas pelayanan yang dimiliki. Semakin baik kualitas pelayanan yang diberikan, maka konsumen akan merasa puas dan sebaliknya jika kualitas pelayanan yang diberikan tidak baikmaka konsumen tidak akan merasa puas. Mengingat BPJS Ketenagakerjaan merupakan badan hukum publik yang bergerak di bidang jasa, sehingga faktor kepuasaan pelanggan sangatlah bergantung pada kualitasnya. Kemudian, hasil penelitian dari Lina Nur Hidayah dan Teguh Santoso yang membahas tentang Kualitas Pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPJS Ketenagakerjaan di Kantor Cabang Rungkut Surabaya dapat disimpulkan bahwa pelayanan pada Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPJS Ketenagakerjaan kualitasnya sudah baik. Tetapi proses pelayanannya harus ditingkatkan lagi terutama sarana prasarana penunjang proses pelayanan publik. BPJS Ketenagakerjaan cabang Medan menerapkan fast track system dalam pembuatan kartu peserta. Penerapan ini dilakukan sebagai salah satu upaya Universitas Sumatera Utara 11 meningkatkan kualitas pelayanan. Dengan adanya transformasi dari PT. Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan kualitas pelayanan pembuatan kartu peserta diharapkan mengalami perbaikan dan perkembangan sehingga semakin efektif dan efisien. Walaupun BPJS Ketenagakerjaan sudah berjalan hampir lima tahun dan melakukan pembuatan kartu peserta dengan sistem komputerisasi serta sudah banyak penduduk yang mendaftar sebagai peserta. Namun, masih saja terjadi kekurangan-kekurangan yang membuat kualitas pelayanan pembuatan kartu belum maksimal seperti, adanya antrean yang panjang, sistem komputerisasi yang belum diketahui oleh sebagian masyarakat terutama sektor informal. Hal tersebut bertolak belakang dengan kualitas pelayanan yang baik. Atas dasar fenomena diatas penulis tertarik untuk meneliti “Kualitas Pelayanan Publik Bagi Peserta Bukan Penerima Upah di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPJS Ketenagakerjaan Di Kantor Cabang Medan Kota”. Universitas Sumatera Utara 12

1.2. Rumusan Masalah