Hubungan antara Pengetahuan dengan Suspect Skabies
dalam hal ini manusia, agent dalam hal sumber penyakit skabies seperti kutu dan lingkungan dalam hal ini termasuk personal hygiene.
Personal hygiene yang kurang dapat memudahkan penyebaran skabies, karena kebanyakan kasus yang terjadi akibat adanya kontak
personal Muzakir, 2008. Pada penelitian ini, diketahui bahwa salah satu indikator personal hygiene berupa kebersihan sprei dan kasur
menunjukkan semua santriwati tidak mencuci sprei dan menjemur kasur secara berkala dan dari personal hygiene yang susah diterapkan
santriwati adalah penggunaan kasur hanya untuk diri sendiri, ini disebabkan karena kasur yang digunakan adalah kasur busa tanpa
ranjang yang setiap pagi harus disusun rapi oleh petugas piket. Sehingga ketika istirahat siang ataupun sore hari santriwati
menggunakan kasur sembarangan tanpa peduli kasur tersebut milik siapa. Hanya sedikit santriwati yang menggunakan sprei. Sehingga
berdasarkan prilaku tersebut penularan skabies pada santriwati termasuk cepat.
Disamping itu juga, prilaku pinjam meminjam pakaian merupakan hal yang sangat sulit dihilangkan di pesantren karena menurut
santriwati jika ia tidak meminjamkan pakaian kepada temannya maka ia akan dianggap pelit. Dan yang sangat disayangkan banyak diantara
santriwati yang kurang memperhatikan kebersihan handuk, karena didapatkan banyak handuk yang ditinggalkan di kamar mandi dan
pakaian sehabis dicuci yang digantung di dinding kamar mandi,
hingga esok hari. Inilah beberapa faktorpersonal hygiene yang menjadi pemicu timbulnya skabies atau penyakit kulit lainnya pada
santriwati. Berbagai penyebab tidak hygiene nya santriwati dalam kehidupan
sehari-hati diantaranya adalah tidak adanya sangsi yang tegas yang mengatur kebersihan diri santriwati, padahal peraturan tertulis telah
ada. Selama ini, sangsi bagi pelanggar hanya berupa teguran. Sehingga masih banyak santriwati yang tidak mematuhinya.
Sebab lainnya adalah budaya antri yang selalu ada di pesantren, apapun yang dilakukan, antri sudah menjadi hal wajib, banyak
santriwati yang enggan mengantri sehingga ia menunda untuk mandi dan mencuci. Disamping itu juga, padatnya kegiatan di pondok
pesantren menjadikan santriwati beralasan tidak cukup waktu untuk melakukan bersih-bersih, seperti mandi, mencuci, dan menjemur
handuk di terik matahari. Begitu juga pada perilaku kebersihan terhadap kamar, kurangnya
kesadaran dan kepedulian santriwati terhadap llingkungan merupakan penyebab utama dari masalah lingkungan yang ada. Kamar santriwati
menjadi lembab, pengap, baju, alat shalat, dan buku yang tidak pada tempatnya. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kesadaran mereka
untuk menjaga kebersihan kamar, kurangnya kepedulian terhadap lingkungan, sehingga mereka menjadi tidak disiplin akan kebersihan
kamar. Sangsi hanya berupa teguran, bahkan ustadzah pun jarang
mengontrol kebersihan tiap kamar. Jarang ada yang mengingatkan untuk membuka dan menutup jendela, serta menaruh buku dan baju di
dalam lemari.