2.2.5 Kepadatan Hunian
Menurut Muslih, dkk 2012, santri yang berada di lingkungan asrama yang padat 20 orangkamar, luas ruangan
kurang dari 2 , lokasi tempat tidur tanpa jarak, jumlah santri di
kelas lebih dari 20 orangkelas, luas tempat duduk kurang dari 2 diisi 2 orang atau lebih per meja mempunyai resiko untuk
tertular skabies 4 kali lebih besar dari siswa yang berada dalam kondisi hunian tidak padat.
Begitu juga menurut Harahap, 2001 dalam Al Audhah, 2009 mengatakan bahwa faktor–faktor yang berhubungan dengan
penularan skabies diantaranya adalah kepadatan hunian. Dengan lingkungan yang padat, frekuensi kontak langsung sangat besar,
baik pada saat beristirahattidur maupun kegiatan lainnya. Menurut Azwar 1995 jumlah penghuni rumah atau ruangan yang dihuni
melebihi kapasitas akan meningkatkan suhu ruangan menjadi panas yang disebabkan oleh pengeluaran panas badan juga akan
meningkatkan kelembaban akibat adanya uap air dari pernafasan maupun penguapan cairan tubuh dari kulit. Suhu ruangan yang
meningkat dapat menimbulkan tubuh terlalu banyak kehilangan panas.
Keputusan Menteri
Kesehatan RI
No.829MENKESSKVII1999 menyebutkan bahwa kriteria mengenai aspek penyehatan didalam ruangan atau kamar, yaitu:
1 Harus ada pergantian udara jendelaventilasi 2Adanya sinar matahari pada siang hari yang dapat masuk
kedalam ruangkamar gentingkaca 3 Penerangan yang memadai disesuaikan dengan luas kamar yang
ada. 4 Harus selalu dalam keadaan bersih dan tidak lembab
5 Setiap ruangkamar tersedia tempat sampah 6 Jumlah penghuni ruangkamar sesuai persyaratan kesehatan.
7 Ada lemarirak di dalam kamar untuk penempatan peralatan, buku, sandal
8 Perbandingan jumlah tempat tidur dengan luas lantai minimal 3m atau tempat tidur 1.5x2m.
Berdasarkan penelitian Sidit Supriyadi 2004 di Pondok Pesantren Assalam Kranggan masalah sanitasi lingkungan dan
personal hygiene masih kurang memadai sehingga prevalensi penyakit kulit skabies masih tinggi 25.Dari hasil penelitian
didapatkan adanya perbedaan kondisi fisik air dan personal hygiene terhadap timbulnya penyakit skabies
. Penelitian yang dilakukan
oleh Riris Nur Rohmawati di Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta tahun 2011 menunjukkan adanya hubungan tingkat
pengetahuan 74,74, bergantian pakaian atau alat shalat 84,21, bergantian handuk 82,11, dan tidur berdesak desakan
91,58 dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren Al- Muayyad Surakarta.
2.2.6 Dukungan Pihak Pondok Pesantren
Menurut Notoatmodjo2003 bahwa dengan adanya
kebijakan dari komitmen politik terhadap program kesehatan, misalnya dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah,
keputusan presiden, kepmen, perda, SK Gubernur dan seterusnya termasuk kebijakan yang ditetapkan oleh pihak pesantren akan
berdampak pada meningkatnya anggaran pembangunan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan sarana prasarana kesehatan di tiap
wilayah tersebut. Sehingga dapat disimpulkan dengan adanya dukungan
pihak pondok pesantren berupa kebijakan dalam meningkatkan penanganan kejadian skabies di lingkungan pondok pesantren,
seperti peningkatan pengetahuan santri dengan himbauan, peringatan, dan peraturan tertulis untuk menjaga kebersihan diri
dan lingkungan, serta semakin tanggapnya pihak pondok pesantren dalam penanganan kejadian skabies maka akan semakin cepat
masalah ini dapat teratasi, karena penyakit skabies menular dengan cepat pada suatu komunitas, sehingga dalam penanganannya harus
dilakukan secara serentak dan menyeluruh pada semua santri yang terserang skabies agar tidak tertular kembali Hidayat, 2011.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan pihak pondok pesantren dalam menangani perkembangan skabies Masrufin,
2010 adalah: a.Upaya Promotif :
1 Pelatihan kader kesehatan Pondok Pesantren, yaitu kegiatan
pelatihan beberapa santri yang tinggal di Pondok Pesantren Modern Diniyyah untuk menjadi kader kesehatan yang akan
membantu kegiatan pelayanan kesehatan. 2
Penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan dan pihak Pondok Pesantren tentang pesan-pesan kesehatan
guna meningkatkan pengetahuan sikap dan perilaku santri dan masyarakat Pondok Pesantren mengenai kesehatn
jasmani, mental dan sosial. 3
Perlombaan bidang kesehatan yaitu kegiatan yang sifatnya untuk meningkatkan minat terhadap kegiatan kesehatn di
Pondok Pesantren, misalnya lomba kebersihan, lomba kesehatan dan lain-lain.
b.Upaya Preventif : 1 Pembuatan peraturan tertulis dan sanksi yang tegas mengenai
personal hygiene dan pemeliharaan sanitasi lingkungan pondok pesantren.
2 Pelaksanaan kegiatan kesehatan lingkungan, yaitu suatu kegiatan berupa pengawasan dan pemeliharaan lingkungan