Hubungan antara Personal Hygiene dengan Suspect Skabies

mengontrol kebersihan tiap kamar. Jarang ada yang mengingatkan untuk membuka dan menutup jendela, serta menaruh buku dan baju di dalam lemari.

6.2.2.3 Hubungan antara Kelembaban dengan Suspect Skabies

Dari hasil analisis bivariat didapatkan bahwa kelembaban berhubungan dengan suspect skabies p=0,000. Hal ini sesuai dengan penelitian Ma’rufi 2005 yang menyatakan bahwa kelembaban memperbesar resiko terjadinya skabies karena sebanyak 232 orang santri tinggal di ruangan dengan kelembaban udara yang buruk 90 dengan prevalensi penyakit skabies 67,70, sedangkan 106 santri tinggal di ruangan dengan kelembaban baik memiliki prevalensi penyakit skabies 56,60. Menurut Soedjadi 2003 dalam Frenki 2011 bahwa tingkat kelembaban yang tidak memenuhi syarat, ditambah dengan prilaku tidak sehat, misalnya dengan penempatan yang tidak tepat pada berbagai barang dan baju, handuk, sarung yang tidak tertata rapi, serta kepadatan hunian ruangan ikut berperan dalam penularan penyakit berbasis lingkungan, seperti skabies karena memudahkan tungau Sarcoptes scabiei berpindah dari reservoir ke barang sekitarnya, hingga mencapai pejamu baru. Hal inilah yang ditemukan pada kamar santriwati, sebagian besar santriwati meletakkan buku-buku diatas lemari, dan menggantungkan jilbab ataupun pakaian di depan lemari sehingga dengan kepadatan hunian yang padat, kamar semakin terasa pengap dan kelembaban menjadi tinggi yang mengakibatkan penularan skabies diantara santriwati semakin cepat. Ruangan yang lembab bukan faktor yang berdiri sendiri tanpa sebab lain. Oleh sebab itu variabel ini dipengaruhi juga faktor lain seperti keadaan iklim setempat, kondisi ventilasi ruangan, tingkat kepadatan ruangan, intentas sinar matahari yang masuk dalam ruangan dan sebagaimya. Namun dalam hubungannya dengan terjadinya skabies, yang perlu diperhatikan bahwa masa hidup Sarcoptes scabiei akan lebih lama di luar kulit manusia apabila kondisi ruangan lembab mencapai 19 hari, sedangkan dalam kondisi biasa normal tungau mite ini hanya tahan diluar kulit manusia selama 2-3 hari. Dengan masa hidup diluar kulit lebih panjang, maka organisme ini dapat leluasa pindah ke orang lain Kusmarinah dan Siti Aisyah 1985; Harahap, 1988 dalam Kuspriyanto, 2013.

6.2.2.4 Hubungan antara Ventilasi dengan Suspect Skabies

Dari hasil analisis bivariat didapatkan bahwa ventilasi memiliki hubungan dengan suspect skabies p=0,000. Hal ini sesuai dengan penelitian Ma’rufi 2005 yang menyatakan bahwa berdasarkan uji statistik dengan model regresi logistik ganda dengan semua parameter yang secara signifikan berperan dalam penularan penyakit skabies menunjukkan bahwa parameter yang paling berperan berturut-turut adalah sanitasi kamar tidur, ventilasi kamar tidur, perilaku sehat, dan higiene perorangan. Begitu juga dengan penelitian Indriasari 2010 menyatakan bahwa ada hubungan antara luas ventilasi kamar dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren Tradisional Al Badri dan Pondok Pesantren Modern Darus Sholah Kabupaten Jember. Hal tersebut dapat dijelaskan, bahwa ruangan dengan ventilasi yang kurang kondisi udara dalam ruang tidak terdapat sirkulasi yang baik. Adanya sirkulasi yang tidak baik, ruangan menjadi panas dan penghuninya akan berkeringat. Jika dalam ruangan tersebut terdapat penderita skabies kemungkinan akan menularkannya lebih besar yaitu melalui kontak langsung Kuspriyanto, 2013.

6.2.2.5 Hubungan antara Kepadatan Hunian dengan Suspect Skabies

Dari hasil analisis bivariat didapatkan bahwa kepadatan hunian berhubungan dengan suspect skabies p=0,014.Hal ini sejalan dengan penelitian Ma’rufi 2005 yang menyatakan bahwa kepadatan hunian mempengaruhi penyakit skabies yaitu santri yang tinggal di pemondokan dengan kepadatan hunian tinggi 8m² untuk 2 orang sebanyak 245 orangmempunyai prevalensi penyakit skabies 71,40. Pada kamar yang diantaranya berukuran 106,12 m² dihuni oleh 51 santriwati, yang jika mengacu pada Kepmenkes No.829 tahun 1999 semestinya 8 m² untuk 2 orang saja, akan tetapi jika kita bandingkan dengan kepadatan hunian pada kamar ternyata tiap 2 santriwati hanya mendapatkan 4,2 m² dan ini tidak memenuhi syarat kesehatan yang telah ditentukan tersebut. Sehingga pada saat tidur santriwati berdempet-dempetan dengan temannya dan tidak ada jarak antara kasur masing-masing santriwati. Hal ini menjadi penyebab tingginya kejadian skabies, penularan skabies ataupun penyakit infeksi lainnya semakin cepat, karena kepadatan hunian dapat mempengaruhi kualitas udara di dalam rumah, dimana semakin banyak jumlah penghuni, maka akan semakin cepat udara dalam rumah mengalami pencemaran, oleh karena CO2 dalam rumah akan cepat meningkat dan akan menurunkan kadar O2 di ruangan, dan kepadatan hunian sangat berhubungan terhadap jumlah bakteri penyebab penyakit menular Siregar, 2012. Begitu juga menurut Harahap 2001 dalam Al Audhah 2009 mengatakan bahwa faktor–faktor yang berhubungan dengan penularan skabies diantaranya adalah kepadatan hunian, dengan lingkungan yang padat, frekuensi kontak langsung sangat besar, baik pada saat beristirahattidur maupun kegiatan lainnya. Menurut Azwar 1995 jumlah penghuni rumah atau ruangan yang dihuni melebihi kapasitas, akan meningkatkan suhu ruangan menjadi panas, yang disebabkan oleh pengeluaran panas badan juga akan meningkatkan kelembaban, akibat adanya uap air dari pernafasan maupun penguapan cairan tubuh dari kulit. Suhu ruangan yang meningkat dapat menimbulkan tubuh terlalu banyak kehilangan panas. Variabel kepadatan hunian mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kejadian skabies. Hal ini dijelaskan bahwa dengan kepadatan