mengeluarkan pendapatnya, tiap anggota dapat mengomentari dan akhirnya terjadilah diskusi.
c. Snow balling Kelompok dibagi dalam pasangan-pasangan, dua orang tiap
pasang. Kemudian dilontarkan suatu pertanyaan atau masalah, setelah lebih kurang lima menit tiap dua pasang bergabung menjadi
satu. Mereka tetap mendiskusikan masalah tersebut dan mencari kesimpulannya.Kemudian
tiap dua
psang yang
sudah beranggotakan empat orang ini bergabung dengan pasangan
lainnya dan demikiann seterusnya hingga menjadi diskusi seluruh kelas.
d. Kelompok kecil-kecil Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok kecil-kecil
kemudian dilontarkan suatu permasalahan sama tidak dengan kelompok lain dan masing-masing kelompok mendiskusikan
masalah tersebut. Selanjutnya kesimpulan dari tiap kelompok disatukan dengan kelompok lainnya.
e. Role play Dalam metode ini beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai
pemegang peranan tertentu untuk memainkan peranan, misalnya, sebagai dokter, perawat, atau lainnya, sedangkan anggota yang lain
sebagai pasien atau anggota masyarakat. Mereka memeragakan
misalnya bagaimana interaksi komunikasi sehari-hari dalam melaksanakan tugas.
f. Simulation game Metode ini merupakan gambaran antara role play dengan diskusi
kelompok. Pesan-pesan kesehatan disajikan dalam beberapa bentuk permainan seperti permainan monopoli.Cara memainkannya persis
seperti bermain monopoli.Beberapa orang menjadi pemain dan sebagian lagi berperan sebagai narasumber.
Oleh karena itu dapat disimpulkan, bahwa pendidikan kesehatan sangat perlu diterapkan di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia,
Kec. Ampek Angkek, Kab. Agam, Sumatera Barat yang berperan sebagai pendidik, pembimbing, dan pengawas kebersihan kamar dan
kesehatan santriwati. Untuk itu, hendaknya dibentuk suatu kelompok yang merupakan gabungan dari ustadzah dan santriwati kelas 5 dan 6
KMI. Mereka berperan sebagai fasilitator yang bertanggung jawab dalam kebersihan dan kesehatan santriwati, dengan terlebih dahului
diberikan training atau pembekalan, oleh tenaga kesehatan yang ahli pada bidang ini, agar benar-benar memahami tujuan pendidikan
kesehatan dan cara penyampaiannya. Disamping itu, pembekalan oleh tenaga kesehatan harus terus berjalan sepanjang diterapkannya
pendidikan kesehatan di pesantren.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 73 responden di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia Pondok Pesantren Modern
Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat tahun 2014 diketahui bahwa:
a. Sebagian besar responden mengalami suspect skabies yaitu sebanyak 76,7 responden.
b. Pada pengetahuan, sebagian besar santriwati 71,2 memiliki
pengetahuan yang tinggi mengenai penyebab, cara penularan,
pencegahan, dan faktor risikonya. Akan tetapi faktor pengetahuan tidak berhubungan dengan suspect skabies.
c. Pada personal hygiene, sebagian besar santriwati 90,4 memiliki personal hygiene yang tidak hygiene, diantara personal hygiene yang
diteliti adalah kebersihan kulit, tangan, kuku, pakaian, genitalia, dan alas tidur. Faktor personal hygieneberhubungan dengan suspect skabies.
d. Pada kelembaban, sebagian besar santriwati 68,5 tinggal pada kamar
yang kelembabannya tidak memenuhi syarat 70. e. Pada ventilasi, sebagian besar santriwati 68,5 tinggal pada kamar yang
luas ventilasinya 5 dari luas lantai.
94
f. Pada kepadatan hunian, sebagian besar santriwati 89 tinggal pada
kamar yang luasnya 8 m² untuk 2 orang. g. Pada dukungan pihak pesantren, dalam hal ini yang menjadi sampel
adalah ustadzah bagian pengasuhan, yang bertanggung jawab pada tiap kamar santriwati dan diketahui bahwa sebagian besar santriwati 84, 9
mendapatkan dukungan yang rendah dari ustadzah dan faktor dukungan pihak pesantren berhubungan dengan suspect skabies.
h. Faktor- faktor yang berhubungan dengan suspect skabies di Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kabupaten Agam, Sumatera Barat
adalah personal hygiene p= 0,006, kelembaban p= 0,000, ventilasi p= 0,000, kepadatan hunian p= 0,014 dan dukungan pihak pondok
pesantren p= 0,000.
7.2 Saran
a. Bagi pengurus pengasuhan pondok pesantren pada saat membina santriwati setiap harinya disarankan untuk melaksanakan pendataan
kesehatan secara aktif dan rutin tiap tahunnya, menerapkan dan membentuk kelompok yang berperan sebagai pendidik kesehatan,
pembimbing, dan pengawas kebersihan kamar, yang mengatur letak lemari, mengingatkan untuk membuka dan menutup jendela, mengawasi
kebersihan diri dan kamar santriwati, menyediakan sarana untuk cuci tangan, membuat peraturan tertulis tentang kebersihan, serta memberikan
sangsi bagi yang melanggar. Untuk santriwati yang telah mengalami
skabies, dilakukan pengobatan dan sterilisasi secara keseluruhan dan serentak.
b. Bagi santriwati pada saat kegiatan sehari-hari disarankan untuk
meningkatkan personal hygiene dengan tidak saling pinjam barang pribadi, mandi dua kali sehari, cuci tangan setelah dari toilet, mencuci
pakaian dengan sabun dan dibawah terik matahari, menjemur kasur tiap dua minggu sekali, melaporkan kondisi kesehatan ketika merasakan gejala
penyakit kepada pengasuhan bagian kesehatan, dan memelihara
kebersihan lingkungan pondok pesantren. c. Bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian tentang skabies
di pondok pesantren, disarankan agar dapat menentukan besar masalah skabies melalui diagnosis dokter atau uji laboratorium. Agar menambah
variabel lingkungan lain, seperti kondisi alas lantai kamar karpet, karena di sebagian pesantren yang salah satunya PPMD Pasia, untuk alas tidur
santriwati tidak menggunakan ranjang, namun kasur yang langsung diletakkan di atas karpet.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Umar Fahmi. 2012. Dasar – dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Jakarta: Rajawali Pers.
Afni, Julia. Hubungan Antara Kuantitas dan Kualitas Air Bersih Secara Fisik dengan Kejadian Penyakit Kulit Pada Masyarakat di Wilayah Kerja
Puskesmas Kelurahan Cilincing II Jakarta Utara Tahun 2011. Skripsi FKM, UI, 2011.
Akmal, Suci Chairiya, dkk. 2013. Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Skabies di Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum, Palarik Air Pacah,
Kecamatan Koto Tangah Padang Tahun 2013. Jurnal Kesehatan Andalas. 2013; 2 3. Halaman 164-167.
Al Audhah, Nelly, dkk. 2009. Faktor Resiko Skabies Pada Siswa Pondok Pesantren Kajian di Pondok Darul Hijrah, Kelurahan Cindai Alus,
Kecamatan Martapura, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan. Jurnal Buski. Vol. 4, No. 1, Juni 2012. Halaman 14-22.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek. Jakarta:RinekaCipta
Asra, Hajrin Pajri. Pengaruh Pengetahuan dan Tindakan Higiene Pribadi Terhadap Kejadian Penyakit Skabies di Pesantren Ar- Raudhatul
Hasanah Medan. Skripsi, USU
Azizah, Umi. Hubungan Antara Pengetahuan Santri Tentang PHBS dan Peran Ustadz dalam Mencegah Penyakit Skabies dengan Perilaku
Pencegahan Penyakit Skabies, Studi Pada Santri di Pondok Pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember. Skripsi FKM, Universitas
Jember, 2012
Azwar, A. 1995. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: PT Mutiara Sumber Widya
Azwar, A. 2003. Pendidikan Kesehatan dan Promosi Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta
Badri, Mohammad. 2007. Hygiene Perseorangan Santri Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar Ponorogo. Artikel Media Litbang Kesehatan Volume
XVII Nomor 2 Tahun 2007
Bratawidjaja, K. G. 2007. Imunologi Dasar. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. pp: 260-262