68
2.12.3 Adsorpsi partikel padat
Partikel-partikel padat yang terbagi halus yang dibasahi sampai derajat tertentu oleh minyak dan air, dapat bekerja sebagai zat pengemulsi. Hal ini
disebabkan partikel padat tersebut terkonsentrasi pada antarmuka tempat partikel tersebut menghasilkan suatu selaput partikulat di sekitar tetesan terdispersi
sehingga dapat mencegah terjadinya penggabungan. Serbuk yang mudah dibasahi oleh air akan membentuk emulsi tipe ow, sedangkan serbuk yang mudah dibasahi
oleh minyak akan membentuk emulsi wo Martin, dkk., 1993.
2.13 Stabilitas Emulsi
Kestabilan dari emulsi farmasi berciri tidak adanya penggabungan fase dalam, tidak adanya creaming, dan memberikan penampilan, bau, warna dan sifat-
sifat fisik lainnya yang baik Martin, dkk., 1993. Menurut persamaan Stokes, laju pemisahan dari fase terdispers dari suatu
emulsi dapat dihubungkan dengan faktor-faktor seperti, ukuran partikel dari fase terdipers, perbedaan dalam kerapatan antarfase, dan viskositas fase luar. Perlu
diingat bahwa laju pemisahan ditingkatkan oleh makin besarnya ukuran partikel fase dalam, makin besarnya perbedaan kerapatan antara kedua fase, dan
berkurangnya viskositas dari fase luar, oleh karena itu untuk meningkatkan stabilitas suatu emulsi, bulatan atau ukuran partikel harus dibuat sehalus mungkin,
perbedaan fase terdispers dan fase luar harus sekecil mungkin, dan viskositas fase luar harus cukup tinggi Ansel, 2008.
2.14 Ketidakstabilan Emulsi
Beberapa peneliti mendefenisikan ketidakstabilan suatu emulsi hanya dalam hal terbentuknya penimbunan dari fase dalam dan pemisahannya dari
Universitas Sumatera Utara
69 produk. Creaming yang diakibatkan oleh flokulasi dan konsentrasi bola-bola fase
dalam, kadang tidak dipertimbangkan sebagai suatu tanda kestabilan. Dalam pertimbangan ini, ketidakstabilan dari emulsi farmasi digolongkan sebagai
berikut: a.
Flokulasi dan creaming Jika fase terdispersi kurang rapat dibandingkan fase kontinu, yang
merupakan hal umum pada emulsi ow, kecepatan sedimentasi menjadi negatif, yakni dihasilkannya creaming yang mengarah ke atas. Jika fase dalam lebih berat
dari fase luar, bola-bola akan mengendap, fenomena ini sering terdapat pada emulsi tipe wo dimana fase dalamnya lebih rapat dari pada fase kontinu minyak.
Efek ini dikenal sebagai creaming yang mengarah ke bawah. Makin besar perbedaan antara kerapatan dari kedua fase tersebut, makin besar bola-bola
minyak dan makin menurun viskositas dari fase luar, sehingga laju creaming makin besar Martin, dkk., 1993.
b. Penggabungan dan Pemecahan
Creaming harus dilihat secara terpisah dari pemecahan, karena creaming merupakan suatu proses bolak-balik, sedangkan pemecahan merupakan proses
searah. Krim yang sudah menggumpal bisa didispersikan kembali dengan mudah, dan dapat terbentuk kembali suatu campuran yang homogen dari suatu emulsi
yang membentuk krim dengan pengocokan, karena bola-bola minyak masih dikelilingi oleh suatu lapisan pelindung dari zat pengemulsi. Jika terjadi
pemecahan, pencampuran biasa tidak bisa mensuspensikan kembali bola-bola tersebut dalam suatu bentuk emulsi yang stabil, karena lapisan yang mengelilingi
Universitas Sumatera Utara
70 partikel-partikel tersebut telah dirusak dan minyak cenderung untuk bergabung
Martin, dkk., 1993. c.
Inversi fase Jika dikontrol dengan baik selama pembuatan emulsi, inversi fase sering
menghasilkan produk yang lebih bagus, tetapi jika tidak dapat dikontrol selama pembuatan atau karena faktor lain setelah emulsi terbentuk, inversi fase dapat
menyebabkan masalah yang besar Sinko, 2002. Apabila konsentrasi fase terdispersi terletak antara 30
– 60 maka fase terdispersi terletak pada range stabil emulsi yang tidak menyebabkan inversi. Jika
jumlah fase terdispersi meningkat sampai 74 dari total volume maka dapat terjadi inversi fase Aulton, et al., 1990.
2.15 Analisa Ukuran Partikel