82
BAB V PENUTUP
5.1.KESIMPULAN
Pada dasarnya segala penyimpangan akan berujung pada sebuah keadaan
yang tidak diinginkan. Menurut pandangan normatif penyimpangan adalah pelanggaran terhadap norma yang telah
menjadistandart peenting, yang menurut Blake dan Davis 1964 sebagai “apa yang boleh dan tidak boleh dipikirkan, dikatakan, atau dilakukan
dalam situasi tertentu”. Pelanggaran norma sering digambarkan sebagai reaksi atau saksi dari pengendalian sosial. Sanksi merupakanwujud
tekanan dari masyarakat agar individu mematuhi norma. Norma tidak muncul begitu saja di dalam masyarakat melainkan norma tercipta, dijaga,
dan disebarluaskan dari satu orang ke orang lainnyadalam masyarakat. Lebih jauh lagi, norma dan penyimpangan berhubungan langsung dengan
struktur masyarakat. Adanya pengurangan norma diakibatkan semakin bebasnya cara
hidup masyarakat di pedesaan seiring dengan menjadikan kontrol sosial dikalangan masyarakat pun semakin berkurang. Minimnya kegiatan yang
melibatkan remaja baik dilingkungan tempat tinggal maupun di sekolah menjadikan para remaja mencari hal-hal negatif guna mengisi harinya,
mulai dari aktif di warung internet, sibuk dengan fitur handphe, atau pun
Universitas Sumatera Utara
83 menonton televisi. Ini menjadikan remaja menjadi sosok yang konsumtif
akan hal-hal seperti itu. Peran keluarga yang juga mulai minim serta adanya anggapan
beberapa orang tua bahwa apa yang dilakukan remajanya merupan sesuatu yang wajar dan tidak perlu dilarang sehingga para remaja merasa
mendapat angin kebebasan. Tidak aktifnya orang tua untuk bertanya kepada remajanya secara rutin tentang kesehariannya juga membuat
dorongan pada diri remaja bahwa dia memang tidak diperdulikan. Setidaknya itulah yang dirasakan oleh Dewi 20 dimana ada kesan dalam
dirinya jika memang orang tua itu tidak terlalu mau tahu apa yang dilakukan remajanya sehingga pasangannyalah yang menjadi tempat
berbagi dari apa yang dialaminya. Itulah jika dilihat dari posisi orang tua dalam keseharian para remaja.
Sedangkan jika dilihat dari fungsi Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan di daerah Kematan Sipispis juga tidak memberikan
perannya sama sekali dalam memberikan sosialisasi tentang bahaya dari apa yang telah dilakukan para remaja tersebut. Puskesmas kehilangan
fungsi sebagai penyuluh dan pelayan kesehatan karena element dari Puskesmas itu memang tidak berjalan karena sistem kerjanya yang tidak
jelas dari segala struktur yang ada di puskesmas tersebut. Minimnya kepercayaan terhadap Puskesmas juga jelas terlihat dari lebih banyaknya
masyarakat periksakan diri di prakti-praktik kesehatan yang ada.
Universitas Sumatera Utara
84 Apa yang dialami remaja hamil di luar nikah adalah fenomena
yang terstruktur terjadinya mulai dari sistem pendidikan yang memang terlalu kaku dalam mengajarkan dan mensosialisasikan buruknya hamil di
luar nikah terhadapp remaja, sampai orang tua yang memang hanya berperan sebagai orang tua yang memenuhi segala kebutuhan anak dan
tidak bisa menjadi tempat berbagi untuk anaknya. Sedangkan dari fungsi pelayanan kesehatan yaitu Puskesmas tidak pernah sama sekali
memberikan sosialisasi tentang bahayanya kehamilan yang terjadi dibawah usia 20 tahun dan dari semua kondisi ini menjelaskan bahwa
semua element berperan dalam semakin maraknya kejadian hamil di luar nikah. Kesalahan tidak hanya kesalahan perorang pada remaja, namun
semua sistem yang meliputinya juga memberi andil dan perannya masing- masing dari maraknya kejadian ini.
5.2.SARAN
Maraknya kejadian hamil di luar nikah tidak lepas dari kurangnya norma yang ada dimasyarakat sebagai pengontrol setiap perilaku
masyarakatnya. Dari semua kejadian yang ada, memang tidak ada alasan yang pasti diberikan oleh para remaja mengapa mereka bisa melakukan
hubungan seks yang berujung pada terjadinya hamil di luar nikah. Adapun yang menjadi Saran dari penulis di urutkan menjadi beberapa bagian
sebagai berikut;
Universitas Sumatera Utara
85
Membuat kesepakatan antar warga untuk membuat semacam norma untuk mengatur semua tingkah laku remaja tanpa harus
mengekang aktivitasnya.
Memberikan atau menciptakan dan menggiatkan kembali kegiatan positif bagi para remaja untuk mengisi kesehariannya setelah
sekolah. Untuk sekolah misalnya perkuat fungsi ektrakulikuler disekolah, untuk keagamaan memperkuat peran remaja mesjid bagi
islam dan mudamudi gereja bagi kristen, dan dilingkungan tempat tinggal coba sibukkan dengan kegiatan olahraga atau organisasi
kepemudaan. Semakin banyak kegiatan yang dikonsep secara menarik, akan menjadikan para remaja memiliki kesibukan dan
akan melupakan hal-hal negatif.
Orang tua, Guru, dan Puskesmas harus berkordinasi dalam memberikan sosialisasi serta pengetahuan seks juga memberitahu
bahaya dari kehamilan di luar nikah terlebih di usia muda.
Memberikan pendidikan sejak dini tentang tata kramah, sopan santun, dan seperti apa kegiatan yang bermoral kepada anak
sehingga generasi selanjutnya anak lebih hati-hati dalam bertindak.
Universitas Sumatera Utara
16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA