Pandangan dan Pemahaman Remaja Tentang Hubungan Seks Pranikah

24 jumlah pacar yang memberikan pengaruhnya, lamanya waktu berpacaran juga dapat memberikan kemungkinan remaja melakukan hubungan seks pranikah Dieng, 2007 Pacaran memiliki problema tersendiri jika dikaitkan dengan semakin berkembangnya organ seksual pada remaja yang mengakibatkan adanya dorongan-dorongan untuk melakukan hubungan seksual. Seksual dan pacaran merupakan fenomena yang banyak ditemukan pada kalangan remaja saat ini. Hal ini dapat dilihat dari berubahnya orientasi berpacaran yang hanya sebagai jalan untuk mendapatkan kepuasan seks. Khafri 2013 dalam penelitiannya melihat bahwa adanya keterkaitan tentang pemahaman harga diri dalam berpacaran dengan perilaku seks pranikah dimana dia melihat bahwa semakin tinggi keinginan seorang remaja dalam mempertahankan harga dirinya dalam berpacaran, maka akan semakin kecil kemungkinaan hubungan seks pranikah dapat terjadi Khafri Hidayat, 2013.

2.4. Pandangan dan Pemahaman Remaja Tentang Hubungan Seks Pranikah

Adanya fenomena tentang perilaku remaja yang saat ini mulai tidak terkendali, tanpa terkecuali kasus hubungan seks pra nikah yang mana di beberapa daerah dianggap sangat mengkhawatirkan. Tidak hanya remaja sebagai generasi penerus bangsa, tapi juga sebagai anak yang diagungkan dan di harapkan oleh orang tuanya agar menjadi orang yang berguna dan mampu membanggakan orang tuanya. Tidak hanya harapan orang tua yang terputus, namun raut kesedihan dan kekecewaan yang harus didapat oleh orang tua para remaja. Tingkat pemahaman remaja yang minim akan bahaya seks pranikah menjadi salah satu sebab yang Universitas Sumatera Utara 25 mendasar dari banyaknya fenomena hamil di luar nikah yang disebabkan hubungan seks pranikah. Dari 60 responden yang di teliti dimana 30 orang adalah pria dan 30 lainnya adalah wanita. Sebanyak 73,33 responden mengatakan bahwa seks merupakan kebutuhan dasar manusia. Sebanyak 51,67 responden mengatakan bahwa hubungan seks merupakan cara terbaik untuk memenuhi kebutuhan seks. Sebanyak 36,67 responden mengatakan bahwa onani merupakan cara lain sebagai pengganti keinginan untuk melakukan hubungan seks. Semua responden 100 berpendapat bahwa hubungan seks pada masa remaja hendaknya dihindari. Hanya 16,67 responden yang berpendapat bahwa onani tidak bertentangan dengan norma agama. Sebanyak 50,00 responden berpendapat bahwa onani pada wanita adalah tidak lazim, dan kalau ketahuan dianggap wanita nakalgenit. Sebanyak 88,33 responden menyatakan bahwa mereka ingin sekali melakukan hubungan seks, tapi takut resiko walaupun 88,33 responden mengaku pernah pacaran. Sebanyak 5,00 responden setuju dengan aborsi. Sebanyak 36,66 responden berpendapat bahwa kaum homosekslesbian perlu ditoleransi. Sebanyak 1,67 responden berpendapat bahwa pemerkosa tidak perlu dihukum berat I Wayan. Dkk,2007 Dalam penelitian yang di lakukan Taufik di salah satu SMK di Samarinda pada tahun 2013 ini tentang persepsi remaja terhadap hubungan seks pranikah menunjukkan bahwa pemahaman remaja di samarinda tentang bahaya hubungan seks pra nikah sangatlah sedikit. Sehingga banyak kasus remaja hamil di luar nikah dan berujung pada banyak kemungkinan yang diambil orang tua, ada yang menikahkan anaknya di usia muda guna mengurangi rasa malu, namun ada juga Universitas Sumatera Utara 26 yang menggugurkan kandungannya dimana menggugurkan janin juga memiliki resiko buruk yang cukup besar bagi para remaja. Dalam penelitian ini juga di temukan bahwa sekolah juga tidak dapat memberikan perannya sebagai fungsi kontrol bagi remaja di luar keluarga. Sekolah cenderung canggung dalam memberikan pembelajaran tentang bahaya melakukan hubungan seks pranikah. Terlepas dari sekolah, pemahaman orang tua para remaja juga seharusnya diperbanyak tentang bahaya seks pranikah ini sehingga bisa memberikan pembelajaran terhadap remaja mereka Ahmad Taufik,2013. Dalam penelitian yang dilakukan Dieng, didapatkan 16,6 responden berperilaku seksual berisiko berat. Sebagian besar responden perempuan, pubertas normal, sikap relatif negatif. Tingkat pengetahuan sebanding antara relatif rendah dan tinggi. Sebagian besarresponden tidak melakukan komunikasi aktif dengan orang tua 64,9 dan teman 52,6, mempunyai orang tua yang masih lengkap 91,1 dan menerapkan pola asuh demokratis 49,4. Sebagian kecil responden memilikijumlah pacar lebih dari 3 kali dan lama pertemuan dengan pacar kurang dari 5 jamminggu dan lebih dari 21 jamminggu. Sebagian besar responden terpapar dengan media elektronik dan cetak. Sebagian besar responden 64,3 sulit berkomunikasi dengan orang tua karena malu. Sebanyak 49,6 responden membicarakannya 3 minggu terakhir. Padaresponden yang berkomunikasi dengan orang tua 35,7,dilakukan setiap ada kesempatan 75,2. Pemahaman remaja tentang bahaya seks pranikah juga kurang di tingkatkan oleh orang tua. Kebanyakan remaja mencari dimedia dalam menambah pemahaman mereka tentang bahaya seks pranikah dimana media tidak dapat Universitas Sumatera Utara 27 menjelaskan secara rinci tentang bahaya seks pranikah, malah banyak kesalahan yang dijelaskan oleh media namun hal itulah yang dipahami dan di praktekkan oleh para remaja, seperti iklan alat kontrasepsi dan lain sebagainya. Kehadiran media seperti televisi yang mungkin lebih lama dibandingkan kehadiran orang tua menjadikan remaja lebih percaya media dibanding apa yang dikatakan orang tuanya. Kurangnya pengawasan orang tua juga menjadi salah satu sebab yang cukup berpengaruh dalam meningkatnya kasus seks pranikah. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dieng 2007 bahwa tidak hanya pemahaman yang benar yang harus ditanamkan, namun juga interaksi antara remaja dan orang tua juga harus ditingkatkan karena hal ini juga mampu mengurangi kecenderungan remaja melakukan hubungan seks pranikah Dieng, 2007. 2.5. Pemahaman agama religiusitas pada remaja dan kaitannya dengan seks pranikah yang dilakukan remaja. Adanya peralihan masyarakat dari tradisional kearah modern menjadikan perilaku panduduk khususnya remaja juga ikut beralih. Dengan demikian sebenarnya masyarakat harus mampu membentengi diri dengan hal-hal yang positif baik itu kegiatan yang positif maupun membentengi diri dengan pemahaman agama yang harus di tingkatkan seiring dengan kemajuan jaman. Namun tidak semudah itu, agama kian lama akan di tinggalkan seiring dengan majunya jaman. Lutfiah 2011 dalam penelitiannya melihat bahwa ada keterkaitan pemahaman agama dengan perilaku remaja yang melakukan hubungan seks pranikah. Dalam penelitian yang dilakukannya di salah satu SMA di mojokerto melihat bahwa semakin sedikit pemahaman remaja tentang agama, Universitas Sumatera Utara 28 maka akan semakin rentan remaja tersebut melakukan hubungan seks pranikah. Dari 173 responden yang di dapati bahwa ada 38,2 remaja yang memiliki perilaku seks bebas yang negatif karena kurangnya pemahaman agama, sedangkan untuk perilaku positifnya 0. Sedangkan yang memiliki pemahaman agama yang cukup, hanya ada 5,8 yang berperilaku positif dan 17,3 berperilaku negatif dengan keseluruhan 23,1 dari jumlah responden. Dan bagi remaja dengan pemahaman agama yang baik, ada 31,2 yang berperilaku baik dan 7,5 yang berperilaku seks bebas yang buruk di manasemuanya menjadi38,7 dari jumlah responden. Ini di lihat dari data yang ditemukan bahwa persentase pemahaman agama yang baik cukup sejalan dengan persentase perilaku remaja yang positif. Agama sebagai fungsi kontrol dalam berperilaku dianggap masih sangat kompeten dalam menjadi benteng dari arus modernisasi yang tidak dapat dikontrol. Pemahaman agama yang baik akan menumbuhkan perilaku yang baik. Remaja memerlukan kemampuan pemecahan masalah yang baik, sehingga remaja mampu menyelesaikan masalahnya secara efektif. Orang tua dan lingkungan pendidikan harus mampu memberikan pemahaman agama kepada remaja guna menjadi pedoman para remaja dalam bergaul dilingkungannya. Agama menjadi hal yang penting dalam menghadapi kemajuan zaman karena ajaran-ajarannya yang mengandung pesan moral dan mengarahkan manusia untuk selalu berbuat baik dan sebisa mungkin mengurangi perbuatan menyimpang yang tidak sesuai dengan ajaran agama dimana salah satunya adalah hubungan seks pranikah. Remaja yang religiusitasnya tinggi menunjukkan perilaku terhadap hubungan seksual bebas rendah menolak, sedangkan remaja Universitas Sumatera Utara 29 yang religiusitasnya rendah menunjukkan perilaku terhadap hubungan seksual bebas tinggi menerima. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara pemahaman tingkat agama religiusitas dengan perilaku seks bebas pada remaja, dimana semakin tinggi pemahaman tingkat agama religiusitas maka perilaku seks bebas semakin rendah, dan sebaliknya Lutfiah. 2011.

2.6. Peran dan pengaruh media massa dalam memberikan pemahamaan tentang