Penerapan pendekatan matemateka realistik Indonesia (PMRI) dalam mengurangi kecemasan belajar matematika siswa

(1)

SKRIPSI

ROSSA AM ELIA

106017000546

DOSEN PEM BIM B IN G

Drs. R achm at M ulyono, M .Si,

Psi

M aifalinda Fatra, M .Pd

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2011

(Penelitian Tindakan Kelas di SDN PGS 2 Depok)

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)


(2)

i

Matematika Siswa”. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Februari 2011.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui 1) Apakah penerapan pendekatan PMRI dalam pembelajaran matematika dapat mengurangi kecemasan belajar matematika siswa, 2) Apakah penerapan pendekatan PMRI meningkatkan hasil belajar matemaika siswa, 3) Bagaimana respon siswa dengan penerapan pendekatan PMRI dalam pembelajaran matematika. Penelit ini dilaksanakan di SDN Pasir Gunung Selatan 2 Depok tahun ajaran 2010/2011. Subyeknya adalah siswa kelas III dengan jumlah siswa 21 orang. Pokok bahasan yang diteliti adalah pecahan sederhana.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari empat tahap, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi kecemasan belajar matematika siswa, jurnal harian siswa, wawancara, dan tes akhir siklus. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa penerapan pendekatan PMRI dapat mengurangi kecemasan belajar matematika siswa yaitu 15,5% pada siklus I menjadi 9,2% pada siklus II. Hal tersebut menunjukkan pula adanya peningkatan rata-rata hasil belajar matematika siswa yaitu 83,48 pada siklus I menjadi 90,38 pada siklus II, dan memberikan respon positif terhadap pembelajaran matematika sebesar 81,4% pada siklus I dan 94,9% pada siklus II. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pendekatan PMRI mengurangi kecemasan belajar matematika siswa dan meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Saran yang diajukan pada penelitian ini adalah hendaknya guru matematika dapat menggunakan pendekatan PMRI sebagai salah satu pendekatan inovatif dalam mengajarkan mata pelajaran matematika untuk mengurangi kecemasan belajar siswa dan meningkatkan hasil belajar siswa.

Kata Kunci : Pendekatan Pendidikan Matematika Indonesia (PMRI) dan Kecemasan Belajar


(3)

ii

skripsi of majoring in mathematic. Faculty of Education Science and Teacher Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, February 2011. Purpose of this research is to know: 1) Whether the implementation of PMRI can reduce mathematic learning anxiety. 2) Whether the implementation of PMRI can increase mathematic learning result. 3) How the response from students about implementation of PMRI in mathematic learning. This research implemented in SDN Pasir Gunung Selatan 2 Depok 2010/2011. The subjec is third grade student with 21 students. The subject under study is a simple fraction.

The used method in this research was classroom action research (PTK) that consists of four stages, they are: planning stages, implementation stages, observation stages and reflection stages. The used research instrument is student observation sheet of mathematic learning anxiety, daily students journal, interview and final test cycle. Research results revealed that the implementation PMRI approach can reduce anxiety mathematics learning of 15.5% in cycle I to 9.2% in cycle II. It shows also an increase in the average math student learning outcomes of 83.48 in the first cycle to 90.38 in the second cycle, and give positive response to mathematics learning of 81,4% in cycle I to 94,9% in cycle II.

The conclusion of this research is PMRI approach can reduce anxiety of mathematics learning and improve student mathematics learning outcomes. Suggestions proposed in this research is mathematics teacher should be able to use PMRI approach as one innovative approach in mathematics teach ng to reduce student anxiety and increase student learning o tcomes.

Keywords: Indonesian Realistic Mathematics Approach (PMRI), anxiety in mathematic learning


(4)

iii

dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang senantiasa mengikuti ajarannya sampai akhir zaman.

Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana pendidikan pada program studi pendidikan matematika. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian di SDN Pasir Gunung Selatan 2 Depok. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan hambatan dalam penulisan skripsi ini. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis, namun berkat dorongan dan bantuan berbagai pihak maka hambatan tersebut dapat terselesaikan dengan baik.

Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan moril dan materil, sehingga skripsi ini dapat selesai. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan sekaligus Dosen Pembimbing II, yang telah memberikan pengarahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si., Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika. 4. Drs. Rachmat Mulyono, M.Si,Psi., Dosen Pembimbing I yang dengan

kesabaran dan keikhlasannya telah membimbing, memberikan saran, masukan serta mengarahkan penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Matematika Faku Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis beserta staff jurusan yang selalu membantu penulis dal proses administrasi.


(5)

iv

serta Ibu Nova Mayasari, S.Pd, guru matematika yang te membantu penulis dalam penelitian skripsi ini.

8. Teristimewa untuk kedua orang tuaku tercinta, ayahanda Abdul Razak Rahmat dan Ibunda Sumiati yang tiada hentinya mencurahkan kasih sayang, selalu mendoakan, serta memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis. Kakakku Dita indriani dan Adikku Danu serta Rossa Fitriana tersayang yang telah memberikan dukungan moril serta doanya kepada penulis.

9. Sahabat-sahabat seperjuanganku dibangku kuliah (Neneng Milati, Tika Mufrika, Siti Nurhayati, Rina Triana J.A, Tuti Alawiyah, Mardiyah, dan Fitria) yang selalu memberikan semangat dan doa kepada penulis serta semua teman-temanku di Jurusan Pendidikan Matematika 2006.

10. Orang terkasih Faisal Ferdian Ahmad yang tiada henti memberikan dukungan moril serta doanya kepada penulis.

11. Dan kepada semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis meminta kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang. Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Jakarta, Maret 2011 Penulis


(6)

v

... iii

... v

... vii

...viii

... ix

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Fokus Masalah... 6

C. Pembatasan Fokus Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 7

A. Kajian Teoritik... 9

1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran Matematika... 9

a. Pengertian Belajar... 9

b. Pengertian Matematika... 11

c. Pengertian Pembelajaran Matematika... 13

2. Kecemasan Belajar Matematika... 14

a. Pengertian Kecemasan... 14

b. Sebab-sebab Timbulnya Kecemasan... 16

c. Macam-macam Kecemasan ... 17

d. Gejala-gejala Kecemasan... 18

e. Kecemasan dalam Belajar Matematika... 22

3. Pendekatan PMRI... 23

a. Pengertian PMRI... 23

b. Karakteristik PMRI... 30

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

BAB I: PENDAHULUAN

BAB II: KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN


(7)

vi

B. Penelitian yang Relevan... 37

C. Pengajuan Konseptual... 37

A. Tempat dan Waktu Penelitian... 39

B. Metode dan Desain Intervensi Tindakan... 39

C. Peran dan Pososi Peneliti dalam Penelitian... 42

D. Subjek dan Pihak yang Terkait dalam Penelitian ... 42

E. Tahap Intervensi Tindakan ... 42

F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ... 45

G. Data dan Sumber Data... 45

H. Instrumen Pengumpulan Data... 45

I. Teknik Pengumpulan Data... 46

J. Teknik Pemeriksaan Kepercayaan Studi... 47

K. Analisis Data dan Interpretasi Hasil Analisis... 49

L. Tindak Lanjut/Pengembangan Pemeriksaaan Tindakan... 49

A. Deskripsi Hasil Pengamatan... 51

B. Pemeriksaan Keabsahan Data ... 87

C. Analisis Data... 88

D. Interpretasi Analisis Data ... 91

E. Pembahasan Temuan Penelitian... 92

A. Kesimpulan ... 94

B. Saran ... 94

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV: DESKRIPSI, ANALISIS DATA, INTRPRETASI HASIL ANALISIS, DAN PEMBAHASAN

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

vii

Tabel 2 Implementasi Pembelajaran PMRI... 34

Tabel 3 Rincian Kegiatan Penelitian... 39

Tabel 4 Nilai Ulangan Harian Matematika Kelas Sebelum Dilakukan Penelitian ………. 53

Tabel 5 Statistik Deskriptif Nilai Ulangan Harian Matematika ... 54

Tabel 6 Rekapitulasi Persentase Kecemasan Belajar Siswa Sebelum Penelitian ……… 54

Tabel 7 Hasil Skor Lembar Observasi Pada Siklus I... 65

Tabel 8 Rekapitulasi Repon Siswa Siklus I... 67

Tabel 9 Nilai Tes Akhir Silkus I... ... 69 Tabel 10 Hasil Skor Lembar Observasi Pada Siklus II ……… 81

Tabel 11 Rekapitulasi Repon Siswa Siklus II……….. 84

Tabel 12 Nilai Tes Akhir Silkus II ………... 85

Tabel 13 Rekapitulasi Persentase Kecemasan Belajar Siswa ………... 88


(9)

viii

Gambar 2 Fenomena Gunung Es... 26

Gambar 3 Konsep dan Aplikasi Matematika... 27

Gambar 4 Diagram Desain Penelitian... 41

Gambar 5 Suasana Kelas Pada Penelitian Pendahuluan... 55

Gambar 6 Kegiatan Siswa Pada Saat Membagi-bagikan Roti... ... 57 Gambar 7 Kelompok II Terlihat Hanya Mengandalkan S(2) Dan S(18) Untuk Membuat Dan Memotong Lilin Mainan ... 59

Gambar 8 S16 Mengerjakan Soal Dipapan Tulis ………... 61

Gambar 9 Kelompok Yang Paling Pertama Selesai Mengerjakan …..……… 63

Gambar 10 Peneliti Sedang Memberikan Pengarahan……….. 69

Gambar 11 Ketika S5 Maju Mengerjakan Soal Dipapan Tulis... 77


(10)

ix

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)...100

2. Latihan Soal Siswa...114

3. Bahan Diskusi Kelompok ...125

...129

1. Kisi-kisi Tes Akhir Siklus I Sebelum Uji Validitas...130

2. Soal Tes Akhir Siklus I Sebelum Uji Validitas...131

3. Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Tes Akhir Siklus I...134

4. Kisi-kisi Tes Akhir Siklus I Setelah Uji Validitas...136

5. Soal Tes Akhir Siklus I Setelah Uji Valiitas...137

6. Kunci Jawaban Tes Akhir Siklus I...140

7. Kisi-kisi Tes Akhir Siklus II Sebelum Uji Validitas...141

8. Soal Tes Akhir Siklus II Sebelum Uji Validitas...142

9. Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Tes Akhir Siklus II...145

10. Kisi-kisi Tes Akhir Siklus II Setelah Uji Validitas...147

11. Soal Tes Akhir Siklus II Setelah Uji Validitas...148

12. Kunci Jawaban Tes Akhir Siklus II...151

13. Kisi-kisi Observasi Keceasan Siswa...152

14. Lembar Observasi Kecemasan Siswa...153

15. Lembar Observasi KBM...154

16. Lembar Jurnal Harian Siswa...156

17. Pedoman Wawancara Sebelum Tindakan...157

18. Pedoman Wawancara Setelah Siklus I...159

19. Pedoman Wawancara Setelah Siklus II...161

...163

1. Nilai Ulangan Matematika Siswa Sebelum Penelitian...164

2. Hasil Tes Akhir Siklus I...165

3. Hasil Tes Akhir Siklus II...166 4. Daftar Nilai Latihan Soal Siswa, Tes Siklus I dan Siklus II...167

B. Lampiran II Instrumen Penelitian


(11)

x

Siklus II...176

8. Hasil Pedomam Wawancara Sebelum Penelitian...178

9. Hasil Pedoman Wawancara Setelah Siklus I...183

10. Hasil Pedoman Wawancara Setelah Siklus II...188

11. Hasil Lembar Observasi KBM...192


(12)

Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan tidak memiliki pengetahuan apapun. Akan tetapi dengan fitrah yang dimilikinya, manusia dapat mengembangkan diri dengan ilmu yang diperolehnya melalui belajar selama proses kehidupannya. Kondisi awal manusia tersebut juga dijelaskan oleh Allah SW T di dalam firman-Nyasebagai berikut:

Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”. (QS. An-Nahl, 16:78)

Manusia sejak dilahirkan sudah banyak mengalami pembelajaran, hal ini mengandung pengertian bahwa belajar terjadi melalui banyak cara. Baik itu belajar yang disengaja (pendidikan formal) maupun belajar dari pengalaman dan perkembangan dalam hidupnya.

Belajar yang disengaja, dalam hal ini adalah belajar yang dilakukan dijenjang pendidikan formal, terjadi ketika siswa mendapat informasi yang disampaikan guru di kelas atau ketika ia mencari informasi dari suatu buku. Masalah yang dihadapi oleh guru adalah bagaimana supaya siswa mau belajar, tidak hanya belajar dengan mendengarkan penjelasan guru saja namun ikut terlibat aktif dalam proses pembelajaran.

Salah satu lembaga formal dalam bidang pendidikan adalah sekolah. Dari sekolah seseorang dapat memperoleh tujuan pendidikan dengan cara belajar. Setiap sekolah mengharapkan agar semua siswa dapat meguasai semua mata pelajaran yang diberikan, tidak terkecuali a.

BAB I

PENDAHU LU AN

A. Latar Belakang Masalah

“ $ u

y t r

.

y

n s

x

y y u

s

y $ t | F $ u

n y F $ u

y s

s

! # _ z & / F & Ł? $ ' Ł_ ¡ # ` / # ø # Ł – ? r N3 ‘ B b q N3 »gB w

c qJ =

«

@ r

N3 9

J 9

» { r

o « { r N3 = 9

c r 3

˙ —¨

ˇi

¨

ˇ ¤ Ø

\ł ª ¡ ˇ ł “ ª


(13)

Matematika selalu diajarkan disetiap jenjang pendidikan karena matematika sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari untuk memecahkan persoalan yang dihadapi manusia, baik masa kini maupun masa yang akan datang.

Tujuan umum diberikannya matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yaitu:

Untuk mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan dunia yang selalu berkembang melalui latihan bertindak, atau dasar pemikiran secara logis, itis, cermat, jujur, efektif dan efisien, serta mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.1

Tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya dinilai dari perolehan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Tujuan tersebut dapat dicapai apabila di dalam proses pembelajaran terjadi suasana yang menyenangkan dan bermakna bagi siswa dan guru.

Proses pembelajaran matematika tidak terbatas pada keterampilan mengerjakan soal saja sebagai bentuk aplikasi dari konsep-konsep yang telah dipelajarinya, melainkan perlu untuk lebih mementingkan pemahaman pada proses terbentuknya suatu konsep sehingga siswa tidak hanya menghafal informasi-informasi yang diterima, tetapi juga harus memahami dan mengerti secara keseluruhan dan sekaligus menguasai informasi tersebut. Guru hendaknya tidak menyajikan materi pelajaran dalam bentuk jadi, dengan demikian penyajian pelajaran matematika haruslah diatur sedemikian rupa hingga menantang siswa sehingga pembelajaran dapat bermakna.

Namun kenyatannnya, masih banyak siswa yang menganggap bahwa pelajaran matematika sebagai suatu pelajaran yang sulit, dianggap menyeramkan, membuat jenuh bagi siswa yang kurang menyukai pelajaran tersebut. Hal ini disebabkan karena karakteristik dalam matematika bersifat abstrak sehingga menyebabkan siswa mengalami kesulitan dalam belajar matematika dan membuat siswa malas, tidak berminat untuk belajar

1

Erman Suherman, , (Bandung:

Universitas Pendidikan Indonesia, 2003), h. 58


(14)

matematika. Jika keadaan ini berlanjut terus menerus dalam jangka panjang, maka tentu saja akan mempengaruhi emosi siswa terhadap pelajaran matematika.

Citra tentang sulitnya pelajaran matematika akan menumbuhkan perasaan takut berlebihan sehingga dapat menyebabkan kecemasan pada diri siswa ketika mereka harus berhadapan dengan matematika itu sendiri. Salah satu faktor penyebab kecemasan adalah rasa tidak menyenangkan siswa dalam belajar matematika karena cara mengajar guru yang susah dimengerti, karakter guru yang menakutkan dan fasilitas belajar yang kurang memadai.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Fardhana yang meneliti kecemasan matematika pada siswa SLTP Surabaya pada tahun 2004 yang menyatakan bahwa “faktor yang memberikan kontribusi besar terhadap kecemasan siswa pada matematika adalah materi pelajaran yang dianggap sulit (53 %), fasilitas yang kurang memadai (26 %), cara mengajar guru yang sulit dipahami (23 %) dan karakter guru yang galak (6 %)”.2

Timbulnya kecemasan tersebut akan dapat menghambat proses pembelajaran dan merugikan siswa dalam memperoleh hasil belajar yang optimal. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Spielberg, fakta dari hasil penelitiannya ditemukan bahwa “siswa yang mengalami kegagalan akademik dengan akibat dikeluarkan dari seko lebih dari 20% merasa cemas, hanya 6% siswa yang tidak merasa cemas”.3

Kecemasan telah menjadi masalah yang penting yang harus segera diatasi, karena memiliki pengaruh besar terhadap proses pembelajaran sehingga mempengaruhi hasil belajar siswa. Kecemasan dalam belajar matematika merupakan salah satu penyebab dari prestasi siswa yang rendah. Di Indonesia, hal ini terbukti dengan hasil penelitian Fardhana yang menyatakan bahwa “semakin rendah tingkat kecemasan siswa pada

2

Nur Ainy Fardhana N, ,

http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=jiptunair-gdl-res-2004-nur-927-matematika, (14 Juli 2010 pukul 17:27)

3 Sri Esti Wuryani D, , (Jakarta: PT Grasindo, 2006), Cet Ke

-3, h 387

Kecemasan Siswa Pada Bidang Matematika Di Sltp Surabaya


(15)

matematika akan semakin tinggi prestasi belajar matematika siswa dan semakin tinggi tingkat kelas maka akan semakin tinggi ingkat kecemasan siswa”. 4Sedangkan

Kirkland dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa “besar kecilnya kecemasan mempengaruhi murni dan tidaknya l belajar”.5 Dari pernyataan di atas jelas terlihat bahwa kecemasan menjadi salah satu penyebab kurang berhasilnya suatu proses pembelajaran matematika.

Fenomena kecemasan belajar ini juga terjadi pada siswa di SDN Pasir Gunung Selatan 2 Depok khususnya kelas III. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru, siswa, dan pengamatan observasi pembelajaran yang dilakukan pada tanggal 9, 20, 21, dan 22 Desember 2010, diperoleh informasi bahwa masih banyak terdapat siswa yang terlihat tegang ketika belajar matematika, tidak berani jika diminta menjelaskan jawaban suatu soal matematika dan enggan untuk sekedar duduk dibarisan depan ketika belajar matematika. Hal ini disebabkan karena sebagian besar siswa yang menganggap pelajaran matematika adalah pelajaran yang menakutkan.

Dengan demikian seorang guru haruslah mampu menyampaikan materi matematika dengan baik kepada anak didiknya, sehingga negatif terhadap matematika yang selama ini melekat pada siswa dapat berubah menjadi kesan yang positif. Seorang guru juga harus dapat menciptakan suasana yang menyenangkan sehingga dapat mengurangi rasa kecemasan siswa terhadap pembelajaran matematika. Oleh karena itu, diharapkan guru dapat melibatkan siswa secara penuh dalam proses pembelajaran yang sesuai dengan standar kurikulum pendidikan sehingga proses pembelajaran tersebut berjalan dengan menyenangkan dan bermakna bagi siswa.

Pembelajaran yang menyenangkan menuntut adanya kebebasan pembelajaran sehingga peserta didik dapat mengungkapkan makna sebagai hasil dari interprestasinya terhadap segala sesuatu yang ada di dunia nyata.

Sedangkan pembelajaran bermakna ( ) merupakan suatu

4

Nur Ainy Fardhana N, , (14 Juli 2010 pukul 17:27)

5Suharsimi Arikunto, , (Jakarta: Bumi Aksara, 2009),

h. 56

meaningfull learning

Kecemasan Siswa...


(16)

proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang.6

Proses pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pendidikan matematika akan menjadikan pembelajaran lebih bermakna dan menyenangkan. Untuk mendukung tercapainya tujuan tersebut maka diperlukan pengembangan materi pelajaran yang difokuskan pada aplikasi dalam kehidupan sehari-hari dan disesuaikan dengan tingkat kognitif siswa. Menurut Van de Henvel-Panhuizen ”jika anak belajar matematika terpisah dari pengalaman mereka sehari-hari maka anak akan cepat lupa dan tidak dapat mengaplikasikan matematika”.7

Menurut DePorter dan Hernacki dalam , ada dua

bentuk kategori utama dalam belajar, yaitu bagaimana k menyerap informasi dengan mudah dan bagaimana cara kita mengatur dan mengolah informasi tersebut.8

Berdasarkan hal di atas, pembelajaran matematika di kelas dapat ditekankan pada keterkaitan antara konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari. Salah satu pembelajaran matematika yang berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari (

) adalah (RME) atau

yang dikenal di Indonesia dengan Pendidikan Matematika Indonesia (PMRI).

Pada PMRI pola pikir siswa dikembangkan dari hal-hal yang bersifat konkrit menuju hal yang abstrak. Aktivitas belajar dilakukan melalui peragaan-peragaan yang melibatkan seluruh panca indera penglihatan, pendengaran, dan perabaan. Alat peraga berfungsi untuk menjembatani proses

6

Trianto, , (Surabaya:

Prestasi Pusaka,2007), h. 25

7I Gusti Putu Suharta,

, Vol 38 No: 4 Tahun 2005, h. 579

8

A. Martuti, , (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2009)

Cet Ke-1, h.58

Quantum Learning

mathematic of everyday experience Realistic Mathematic Education

Realistik

Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik

Pengembangan Perangkat Pembelajaran Pecahan Dengan Menggunakan Pendekatan Matematika Realistik (PMR)


(17)

abstraksi dari hal yang bersifat sederhana dan konkrit menuju pengetahuan matematika formal dan baku oleh siswa sendiri.

Berangkat dari permasalah di atas, dimana masih banyak siswa yang memiliki masalah kecemasan dalam belajar matematika, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang

Dengan melihat latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya dapat diidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut:

1. Banyak siswa yang belum tertarik terhadap pelajaran matematika 2. Siswa masih menganggap bahwa pelajaran matematika merupakan

pelajaran yang sulit dan menegangkan

3. Banyak siswa yang merasa cemas dalam belajar matematika 4. Banyak siswa yang kurang memahami konsep matematika

5. Proses pembelajaran matematika yang masih bersifat abstrak tanpa mengkaitkan permasalahan matematika dengan kehidupan sehari–hari. 6. Pendekatan yang digunakan oleh guru kurang bermakna dan tidak

menyenangkan bagi siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

Untuk menghindari perbedaan persepsi dalam pembahasan penulis membatasi pokok permasalahan yaitu:

1. Kecemasan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kecemasan yang dialami ketika siswa belajar matematika di kelas meliputi

beberapa aspek, yaitu: .

2. yang dimaksud

adalah suatu pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang real/nyata bagi siswa.

”Penerapan Pendekatan Pendidikan Matematika Indonesia (PMRI) Dalam Mengurangi Kecemasan Belajar Matematika Siswa”

B. Identifikasi dan Fokus Masalah

C. Pembatasan Fokus Masalah

Realistik

psikologis, somatik, kognitif, motorik Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)


(18)

3. Penerapan pendekatan PMRI dalam proses pembelajaran untuk mengurangi kecemasan belajar matematika siswa.

4. Subyek penelitian adalah siswa kelas III SDN Pasir Gunung Selatan 2 Depok sebanyak 21 siswa.

5. Materi yang diajarkan adalah pecahan sederhana.

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1 Apakah penerapan pendekatan PMRI dalam pembelajaran matematika dapat mengurangi kecemasan belajar matematika siswa?

2 Bagaimana respon siswa dengan penerapan pendekatan PMRI dalam pembelajaran matematika?

3 Apakah penerapan pendekatan PMRI dapat meningkatkan hasil belajar matemaika siswa?

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penurunan kecemasan siswa setelah dilaksanakan pendekatan PMRI dalam pembelajaran matematika; mendeskripsikan respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan PMRI; mengetahui hasil belajar matematika siswa setelah diterapkannya pendekatan PMRI.

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi beberapa pihak antara lain :

1. Bagi sekolah tempat penelitian, sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan dan penyempurnaan program pengajaran matematika di sekolah.

D. Perumusan Masalah

E. Tujuan Penelitian


(19)

2. Bagi guru mata pelajaran, sebagai informasi tentang suatu pendekatan pembelajaran dalam upayamengurangi kecemasan siswa dalam belajar matematika.

3. Bagi peneliti, sebagai pengalaman langsung dalam pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan PMRI.

4. Bagi siswa, sebagai motivasi untuk mendorong siswa agar menyenangi pelajaran matematika serta meningkatkan kemampuan siswa khususnya dalam pelajaran matematika.


(20)

Belajar merupakan faktor penentu dalam proses perkembangan manusia. Keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar dan pembelajaran merupakan kegiatan yang paling pokok. Hal ini berarti bahwa tercapai tidaknya tujuan pendidikan tergantung kepada ses belajar dan pembelajaran selain faktor pendukung lainnya.

Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan. Menurut Winkel “belajar adalah aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai dan sikap”.1 Hal ini sejalan dengan pendapat Piaget yang menyatakan bahwa dasar belajar adalah aktivitas anak bila ia berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya.2

Belajar menurut Wittig dalam buku

mendefinisikan “belajar adalah perubahan yang relatif menetap dalam segala macam/keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman”.3 Pengertian ini sejalan dengan pendapat Hilgard yang mengungkapkan definsi belajar “

1

Yatim Riyanto, , (Jakarta: Kencana, 2009) Cet Ke-1, h.5

2Yatim Riyanto,

h. 122

3 Muhibbin Syah

, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h.66

BAB II

K AJIAN TEOR ITIK D AN P EN GAJUAN K ONSEPTU AL

IN TER VENSI TIND AK AN

A. Kajian Teoritik

1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran Matematika a. Pengertian Belajar

Psychology of Learning

Learning is the process by wich an activity originates or changed through training procedurs (wether in the laboratory or in the naural

Paradigma Baru Pembelajaran Paradigma...,


(21)

”.4

Dalam pengertian di atas terdapat kata atau “perubahan” yang berarti bahwa seseorang setelah belajar akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuan, keterampilan, nilai, dan aspek sikap. Maka dalam hal ini kriteria keberhasilan dalam belajar ditandai dengan terjadinya perubahan tingkah laku pada diri individu yang belajar Misalnya dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengert dari ragu-ragu menjadi yakin.

Degeng menyatakan bahwa belajar merupakan pengaitan pengetahuan baru pada struktur kognitif yang sudah dimiliki si belajar. 5

Piaget mengemukakan bahwa srtuktur kognitif yang dim iliki seseorang terjadi karena proses adaptasi. Pendapat ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Skinner bahwa proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku) akan mendatangkan hasil yang optimal apabila diberi penguatan.6

Sedangkan menurut pandangan konstruktivisme mendefiniskan belajar sebagai proses aktif dari si subjek belajar untuk merekonstruksi makna sesuatu, entah itu teks, kegiatan dialog, pengalaman f ik dan lain-lain.7Oleh karena itu belajar harus dilakukan secara aktif, baik idual maupun kelompok. Keterlibatan siswa di dalam belajar tidak boleh diartikan sebagai keterlibatan fisik semata, melainkan juga melibatkan keterlibatan mental emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam pencapaian dan perolehan pengetahuan serta internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilai.

4

Wina Sanjaya, , (Jakarta:

Kencana, 2007), Cet Ke-2, h.110

5 Yatim Riyanto,

, h. 5

6

Muhibbin Syah, , (Jakarta: PT Rajawali Pers, 2010), h. 64

7Sardirman A.M, , (Jakarta: PT.

Grafindo Persada,

2007) Ed.1, Cet Ke-14, h.37

emvironment) as distinguished from changes by factors ot atributable to training

change

Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pend kan Paradigma ...

Psikologi Belajar


(22)

Berdasarkan perbedaan-perbedaan pendapat mengenai belajar penulis dapat menyimpulkan bahwa belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku, pengetahuan yang didapat seseorang setelah ia mempelajari sesuatu baik itu melalui bahan atau pengalaman yang berada dilingkungannya sehingga terjadi perubahan-perubahan tingkah laku yang meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap seseorang, dimana perubahan tersebut adalah akibat hasil belajar yanng bersifat menetap.

Kata matematika berasal dari perkataan Latin yang

mulanya diambil dari kata Yunani yang mengandung pengertian

hal-hal yang berhubungan dengan belajar ( ). Perkataan itu

mempunyai asal katanya yang berarti pengetahuan atau ilmu. Kata berhubungan pula dengan kata yang artinya belajar ( ). Jadi berdasarkan asal katanya, matematika adalah ilmu pengetahuan yang didapat dengan belajar.

Matematika merupakan ilmu deduktif, aksiomatik, dan abstrak. Karakteristik matematika inilah yang menyebabkan matematika menjadi suatu pelajaran yang kadang dianggap sulit dan menjadi salah satu pelajaran yang begitu sangat ditakuti oleh siswa. Oleh sebab itu pembelajaran matematika khususnya pada sekolah dasar membutuhkan perhatian yang sunguh-sungguh dari siswa. Guru dan instansi pendidikan yang terkait perlu menciptakan suatu kondisi belajar yang menyenangkan, sehingga proses pembelajaran matematika dapat menjadi kegiatan belajar yang diminati siswa.

b. Pengertian Matematika

mathematika mathematike

relating to learning mathema

mathematike methanein


(23)

Adapun karakteristik matematika secara umum adalah sebagai berikut:8

1. Memiliki objek kajian abstrak 2. Bertumpu pada kesepakatan 3. Berpola pikir deduktif

4. Memiliki simbol yang kosong dari arti 5. Memperhatikan semesta pembicaraan 6. Konsisten dalam sistemnya.

Beberapa ahli mendefinisikan tentang matematika secara umum:

1. Russefendi mendefinisikan matematika adalah ilmu tentang struktur yang terorganisasi mulai dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat akhirnya ke dalil atau teorema.9

2. Menurut Johnson dan Rising dalam bukunya mengatakan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi.10

Berdasarkan beberapa definisi matematika di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa matematika adalah ilmu pengetahuan yang abstrak, yang dapat dipandang sebagai menstrukturkan pola berpikir yang sistematis, kritis, logis, cermat dan konsisten yang dalam pengerjaannya menggunakan penalaran.

8Sri Anitah W, dkk, , (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008),

Cet Ke-3, h. 5

9

Sri Anitah W, …, h. 4

10Erman Suherman, , (Bandung:Universitas

Pendidikan Indonesia, 2003), h. 17

Strategi Pembelajaran Matematika Strategi Pembelajaran


(24)

Peristiwa belajar yang disertai dengan proses pembelajaran akan lebih terarah dan sistematik dari pada belajar yang hanya berasal dari pengalaman dalam kehidupan sosial dan masyarakat. Pembelajaran merupakan “proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”.11Belajar dengan proses pembelajaran melibatkan adanya guru, bahan belajar dan lingkungan kondusif yang sengaja diciptakan. Lingkungan yang kondusif adalah lingkungan yang memungkinkan siswa dapat saling berinteraksi dengan baik, sehingga tujuan pembelajaran (indikator-indikator) dapat tercapai dengan baik pula.

Hal ini sejalan dengan pendapat Hamalik yang mendefinisikan bahwa “pembelajaran adalah prosedur dan metode yang ditempuh oleh pengajar untuk memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar serta aktif dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran”.12

Sedangkan menurut konsep komunikasi, pembelajaran adalah proses fungsional antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa, dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan bagi siswa yang bersangkutan.13

Pada hakikatnya pembelajaran matematika adalah proses buat orang belajar matematika. Yang dimaksud adalah menciptakan suasana belajar yang memungkinkan seseorang melaksanakan kegiatan belajar matematika sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai. Suasana yang diciptakan harus menyenangkan dan bermakna agar siswa idak merasa bosan dan tidak tegang selama belajar matematika.

11 Departemen Pendidikan Nasional,

(SISDIKNAS), (Jakarta: Citra Umbara, 2003), h.6

12 Herry Hermawan, dkk, , (Bandung: UP I PRESS, 2007), h. 3

13 Erman Suherman,

, ..., h. 8

c. Pengertian Pembelajaran Matematika

Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional Belajar dan Pembelajaran SD


(25)

Adapun sifat-sifat dari proses pembelajaran matematika yang efektif ada 7 macam, antara lain:14

1. Belajar merupakan suatu interaksi antara anak dengan lingkungan 2. Belajar berarti berbuat

3. Belajar matematika berarti mengalami 4. Belajar matematika memerlukan motivasi

5. Belajar matematika memerlukan kesiapan anak didik 6. Belajar matematika harus menggunakan daya pikir 7. Belajar matematika melalui latihan

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu proses yang dirancang untuk memperoleh pengetahuan tentang matematika sehingga pengetahuan tersebut dapat dimanfaatkan dalam kehidupan.

Kecemasan juga dikenal dengan istilah “ . Secara leksikal kata

“ diambil dari Bahasa Inggris, berpadanan dengan kata yang

memiliki arti “ketakutan”. Hal ini sejalan dengan pendapat Chaplin dalam kamus lengkap psikologi yang mengartikan kecemasan ( ) sebagai “perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa -masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut”.15

Kecemasan merupakan salah satu bentuk emosi yang paling menimbulkan stress yang dirasakan oleh banyak orang. Kecemasan adalah masalah yang sangat relevan dengan psikologi karena berkaitan dengan jiwa. Setiap orang pasti pernah mengalami kecemasan pada saat-saat tertentu, dan

14

Erna Suwangsih, (Bandung: UPI PRESS, 2006), h 18-20

15J. P Chaplin, , (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), ed.I,

Cet Ke-9, h. 32

2. Kecemasan Belajar Matematika a. Pengertian Kecemasan

Anxiety”

Anxiety” “fear”,

anxiety

Model Pembelajaran Matematika, Kamus Lengkap Psikologi


(26)

dengan tingkat yang berbeda-beda. Hal tersebut mungkin saja terjadi karena individu merasa tidak memiliki kemampuan untuk menghadapi suatu hal yang menimpanya dirinya.

Kecemasan dapat terjadi pada setiap saat pada diri siswa dan seringkali muncul secara mendadak ketika belajar khususnya belajar matematika. Mesikupun demikian, kecemasan bukanlah sesuatu masalah yang tidak dapat dikendalikan, karena kecemasan merupakan perubahan emosi yang biasa terjadi pada diri seseorang dalam perjalanan hidupnya, seperti rasa khawatir, takut, sedih, dan senang.

Freud menggambarkan dan mendefinisikan kecemasan sebagai suatu perasaan yang tidak menyenangkan, yang diikuti oleh reaksi fisiologis tertentu seperti perubahan detak jantung dan pernafasan. Menurut Freud, “kecemasan melibatkan persepsi tentang perasaan yang tidak menyenangkan dan reaksi fisiologis, dengan kata lain kecemasan adalah reaksi atas situasi yang dianggap berbahaya”.16

Lain halnya dengan Wiramihardja yang mendefinisikan kecemasan sebagai suatu keadaan perasaan dimana individu merasa sehingga tidak berani dan mampu untuk bersikap dan bertindak secara r sesuai dengan yang seharusnya.17Sedangkan Nevid berpendapat bahwa “kecemasan adalah suatu keadaan atau keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi”.18

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah salah satu bentuk emosi seseorang yang direfleksikan dengan perasaaan khawatir atas ancaman yang akan terjadi, gelisah, tegang, gugup dan takut dalam menghadapi sesuatu yang dapat menimbulkan gejala-gejala

16Trismiati,

, Jurnal Psyche, Vol. 1 No. 1, Juli 2004, h. 4

17

Sudoardjo A. Wiramihardja, , (Bandung: PT Refika

Aditama, 2007), Cet Ke-2, h. 67

18Jeffrey. S. Nevid,

, (Jakarta: Erlangga, 2003), h. 163

aprehensi

Perbedaan Tingkat Kecemasan Antara Pria dan Wanita Akseptor Kontrasepsi Mantap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Psikologi Pengantar Abnormal Psikologi Abnormal


(27)

kecemasan. Kecemasan yang berlebihan akan berdampak pada dirinya tidak adanya ketenangan jiwa sehingga akan berpengaruh pada setiap aktivitasnya.

Beberapa ahli berpendapat bahwa rasa cemas merupakan akibat tidak terpenuhinya keinginan-keinginan seksual, merasa diri (fisik) kurang, pengaruh pendidikan waktu kecil, sering terjadi frustasi karena tidak tercapainya keinginan baik materil maupun sosial. Kecemasan menggambarkan keadaan emosional, suatu perasaaan tak tentu yang dikaitkan dengan rasa takut. Perasaan ini dirasakan sebagai suatu ancaman terhadap masa depannya. Adapun ciri khas dari perasaan ini adalah perasaan tak tentu atau situasi tak tentu dan rasa tak berdaya menghadapi masalah.

Nevid dalam buku menyebutkan beberapa faktor

-faktor kognitif yang membuat orang menjadi cemas, yaitu:19 1. Prediksi berlebihan terhadap rasa takut

2. Keyakinan yang irasional

3. Sensitivitas berlebihan terhadap ancaman 4. Sensitivitas kecemasan

5. Salah mengatribusikan sinyal-sinyal tubuh 6. Self - Efficacy yang rendah.

Kecemasan di atas dapat terjadi pada setiap saat pada diri siswa dan seringkali muncul secara mendadak ketika belajar matematika. Penyebab lain dari kecemasan matematika adalah kegagalan ( ) belajar matematika dan

19Jeffrey. S. Nevid,

..., h. 180 - 183

b. Sebab-sebab Timbulnya Kecemasan

Psikologi Abnormal

failure


(28)

adanya perasaan menghindar ( ). Adapun siklus kecemasan tersebut digambarkan sebagai berikut:20

Menurut Binder dan Kielhotz kecemasan dapat dibagi menurut sumber sebabnya menjadi 6 macam, yaitu:21

1. Kecemasan obyektif ). Ketakutan akan bahaya

sesungguhnya dari lingkungan atau dunia luar.

2. Kecemasan hati nurani ( ). Kecemasan timbul bila individu mengerjakan pebuatan yang berlawanan dengan m itas. 3. Kecemasan neurotik. Kecemasan yang berasal dari tubuh takut

hukuman akibat telah dilakukan pemuasaan instinktual.

4. Kecemasan psikotis. Kecemasan ini bukanlah merupakan gejala kecemasan pada umumnya melainkan sebagai gejala dari psikosisnya. 5. Kecemasan vital. Kecemasan yang berasal dari tubuh dan berfungsi

sebagai mekanisme yang melindungi individu, misalnya: sakit jantung.

20

http://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en|id&u=http://www.ma

thgoodies.com/articles/math_anxiety_model.html&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhidrEh5djK AkCSeeMqamJdrtEzNRA (23 Januari 2011 pukul 09:14)

21Endang Warsiki G dan Lestari Soeharjono,

(dalam

artikel Majalah Psikiater, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya , h. 43-44

avoidance

(fear/real anxiety

conscience of anxiety

Kecemasan Pada Anak Dan Remaja, )

c. Macam-macam Kecemasan


(29)

6. Kecemasan sosial. Kecemasan ini timbul bila individu takut pendapat umum atau pendapat lingkungannya mencela perbuatannya.

Menurut Nevid kecemasan terdiri dari 3 gejala. Gejala-gejala tersebut adalah gejala fisik, kognisi, dan perilaku.22

1. kegelisahan, kegugupan banyak berkeringat

sulit berbicara anggota tubuh bergetar, suara yang bergetar sering buang air kecil, diare, panas dingin, pusing, merasa lemas/lekas lelah, jantung berdebar.

2. : kebingungan, rasa ketakutan, khawatir

tentang sesuatu, merasa terancam, sulit konsentrasi, keyakinan bahwa sesuatu akan terjadi.

3. : Perilaku menghindar, perilaku melekat,

dan perilaku terguncang.

Gejala-gejala yang diungkapkan oleh Nevid sejalan dengan pendapat Novita bahwa ada tiga bentuk gejala kecemasan siswa dalam menghadapi pelajaran matematika, yaitu:23

1. Gejala fisik atau , seperti: tegang saat mengerjakan soal matematika, gugup, berkeringat, tangan gemetar ketika harus menyelesaikan soal matematika atau ketika mulai pelajaran matematika.

2. Gejala kognitif atau , seperti: pesim is dirinya tidak mampu mengerjakan soal matematika, khawatir kalau hasil pekerjaan matematikanya buruk, tidak yakin dengan pekerjaan matematikanya

22

Jeffrey. S. Nevid, ..., h. 164

23 Novita Eka Indiyani dan Anita Listiara,

,Vol.3 No. 1, Juni 2006, h. 15

d. Gejala-gejala Kecemasan

, ,

, ,

Gejala kecemasan fisik:

Gejala kecemasan kognitif

Gejala kecemasan behavioral

emotionality

worry

Psikologi Abnormal

Efektivitas Metode Pembelajaran Gotong

Royong (cooperative learning) Untuk Menurunkan Kecemasan Siswa Dalam Menghadapi Pela an


(30)

sendiri, ketakutan menjadi bahan tertawaan jika tidak mengerjakan soal matematika.

3. Gejala perilaku, seperti : berdiam diri karena takut d kan, tidak mau mengerjakan soal matematika karena takut gagal lag dan menghindari pelajaran matematika.

Sedangkan Passer dan Smith dalam buku “ ” membagi

gejala kecemasan menjadi 4 komponen, antara lain:24 1.

yang berarti secara komponen emosional subjektif, seseorang yang merasa cemas akan mengalami ketegangan dan ketakutan.

2.

. Secara kognitif, kecemasan dapat terlihat dari gangguan kekhawatiran dan rasa ketidakmampuan untuk mengatasi suatu masalah.

3.

”. Dalam reaksi fisiologis terdapat reaksi fisik atau biologis, gangguan kecemasan dapat berupa jantung berdebar, tekanan darah tinggi, ketegangan otot, pernapasan cepat, mual, mulut kering, diare, dan sering buang air kecil.

4.

24 Michael W Passer dan Ronald E Smith, ,

(Canada: Mc Grawwhill Company), 2003, h. 512

Psychology

Emotional Symptoms

“Subjective emotional component, including: feelings of tension and apprehension”

Cognitive Symptoms

Cognitive component, including: worrisome thoughts and a sense of inability to cope

Physiological or Somatic Symptoms

“Physiological responses, including: increased heart ra and blood pressure, muscle tension, rapid breathing, nausea, dry mouth, diarrhea, and frequent urination

Behavioral Symptoms

Behavioral responses such as avoidance of certain situa ions and impaired task performance anxiety disorders take a number of Psychology, The Science Of Mind And Behavior


(31)

Reaksi prilaku seperti menghindari situasi tertentu dan mengalami gangguan kecemasan dapat menimbulkan gangguan pada kinerja kita dalam mengerjakan suatu tugas. Hal tersebut diakibatkan dari beberapa hal yang berbeda, seperti perilaku terguncang dan perasaan trauma dengan kejadian yang pernah dialaminya.

Sedangkan menurut Holmes dalam bukunya

membagi kecemasan dalam empat komponen yang mengidentifikasikan adanya kecemasan, yaitu:

.25 1.

Holmes mengatakan bahwa

dimana gejala pada gangguan kecemasan ini ditandai dengan ketegangan, kepanikan, dan ketakutan. Mood (perasaan) seseorang yang merasa cemas dapat berupa was-was, gelisah, takut, tegang, gugup, dan rasa tidak aman. Individu tidak dapat merasa tenang dan mudah tersinggung, sehingga memungkinkannya untuk terkena depresi.

2.

yang berarti bahwa secara kognitif, seseorang yang merasa cemas akan terus mengkhawatirkan segala macam masalah yang mungkin terjadi. Sehingga ia akan sulit untuk berkonsentrasi atau mengambil keputusan, bingung, dan menjadi sulit untuk mengingat sesuatu.

25 David S Holmes, , (New york: Longman, 1997), 3 ed, h. 91

different form, obsessive compulsive disorders, and po ttraumatic.

“Abnormal Psychology”

Mood symptoms, cognitive symptoms, somatic symptoms dan motor symptoms

Mood symptoms (psychological)

“The mood symptoms in anxiety disorders consist primarily of anxiety, tension, panic, and apprehension”

Cognitive symptoms

“The cognitive symptoms in anxiety disorders revolve around the doom and disaster that the individual anticipates”


(32)

3.

Secara somatik (dalam reaksi fisik atau biologis), gangguan kecemasan dapat berupa lekas lelah, tekanan darah tinggi, napas sesak, dada tertekan, pusing, jantung berdebar, dan sering mual. Akan tetapi setiap orang memiliki reaksi fisik yang berbeda jika mereka mengalami kecemasan.

4.

Secara motorik (gerak tubuh), kecemasan dapat terlihat dari gangguan tubuh seseorang seperti tubuh yang gemetar, suara yang terbata-bata, dan sikap terburu-buru. Sikap -sikap seperti inilah yang membuat cemas dan dapat membuat aktivitas menjadi terganggu dan berjalan tidak sewajarnya.

Dalam penelitian ini, gejala-gejala kecemasan yang akan dibahas adalah gejala kecemasan yang dikemukakan oleh Holmes. Hal ini dikarenakan keempat gejala tersebut dapat mewakili beberapa pendapat ahli psikologi lain yang diklasifikasikan sesuai dengan karakteristik dari masing-masing gejala dan gejala tersebut juga terdapat pada siswa yang mengalami kecemasan dalam pembelajaran matematika.

Somatic symptoms

The somatic (physiological) symptoms of anxiety can be divided into two groups. First are the immediate symptoms, which consist of sweating, dry mouth, shallow breathing, rap d pulse, increased blood pressure, throbbing sensations in the head, and feelings of muscular tension. Second, if the anxiety is prolonged, delayed symptoms such as chronically increased blood pressure, headaches, muscular weakness, and intestinal distress (poor digestion, stomach cramps) may set in.

Motor symptoms

Motor symptoms anxious individuals often exhibit restlessness, fidgeting, pointless motor activitysuch as toe tapping, and exaggerated startle responses to sudden noise.


(33)

Matematika sering dipandang sebagai sebuah pelajaran yang sulit dan membosankan. Dengan pola pikir siswa yang demikian terhadap pelajaran matematika dan karena kurang tepatnya pendekatan yang kan guru dalam proses pembelajaran maka hal yang demikian dapat menimbulkan kecemasan belajar bagi siswa, khusunya dalam belajar matematika. Perasaaan cemas ini berhubungan dengan emosi rasa takut yang dialam i seseorang. Hal ini sejalan dengan firman Allah SW T sebagai berikut:

Artinya: “Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan dikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”. (QS. Al-Baqarah, 2:155)

Kecemasan muncul apabila siswa merasa tertekan atau kesulitan. Gangguan terhadap rasa cemas itu biasanya berupa rasa terhadap beberapa hal, antara lain terhadap pelajaran, guru maupun sekolah itu sendiri. Oleh karena itu, sebaiknya guru dapat menciptakan suasana yang menyenangkan dan bermakna agar siswa tidak merasa takut untuk belajar matematika dan membuat siswa merasa nyaman selama proses pembelajaran matematika karena belajar matematika memerlukan kesiapan mental dan konsentrasi yang tinggi.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kecemasan matika berkaitan dengan keberhasilan belajar matematika siswa. Dalam penelitian Eccles dan Jacob menyatakan bahwa kualitas belajar matematika siswa sangat dipengaruhi oleh konsep diri siswa dan kecemasan matematika siswa. Kualitas belajar yang dimaksud adalah kualitas pada proses belajar dan hasil

e. Kecemasan dalam Belajar Matematika

N3 Rq= Y9r ‘ B

$ q : q 9 r ) Rr

‘ B A ”qB{ R{ r ” J 9 r

r

œ » 9

˙ ˚˛˛¨ fl Ł & ˛ ˇi ¯ ł ˘ ł < ł ˇi ł ˜ ˇ ¤ 3 ˇ e ˛ ¢

u o su

y z s $ $ u t u z

u F $

F $ u t y $ u

o u $ 7 · / # f # ¨ # § # N W# – 0


(34)

belajar matematika siswa. Barlow mengatakan bahwa kecemasan matematika mempengaruhi hasil belajar, semakin rendah kecemasan matematika maka hasil belajar tinggi dan demikian sebaliknya.

Menurut Pranoto dalam semiloka

mengatakan bahwa penyebab dari rasa cemas atau ketakutan siswa akan matematika adalah:26

1. Penekanan berlebihan pada hafalan semata 2. Penekanan pada kecepatan berhitung 3. Pengajaran otoriter

4. Kurangnya variasi mengajar

Dari penjelasan di atas, dapat diartikan bahwa kecemasan dalam belajar matematika adalah suatu emosi dari seseorang terhadap pelajaran matematika yang menunjukkan adanya suatu bahaya yang harus dihindari atau adanya kemungkinan kegagalan dalam merespon matematika tersebut.

Istilah pendekatan merujuk pada terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Pendekatan merupakan jalan atau arah yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam mencapai tujuan pendidikan. Pendekatan dapat diartikan sebagai “titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran”.27

Pendekatan sangat menentukan dalam dunia pendidikan dan pengajaran. Pendekatan mempunyai pengaruh besar terhadap hasil belajar yang diharapkan. Mengingat kedudukan mata pelajaran matematika yang demikian penting dalam rencana pelajaran diberbagai jenjang pendidikan.

26

http://p4tkmatematika.org/2008/11/guru-kunci-utama-atasi-fobia-matematika/ (21 Juni 2010 jam 10:05)

27Wina Sanjaya,

, h.125

Mengatasi Fobia Pada Anak di Bandung

Strategi Pembelajaran ....

3. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) a. Pengertian PMRI


(35)

Oleh karena itulah sebelum melaksanakan pengajaran guru sebaiknya perlu memikirkan terlebih dahulu pendekatan apa yang tepat yang akan diberikan kepada siswa dalam proses pembelajaran.

Salah satu pendekatan yang saat ini mulai dikembangkan di Indonesia untuk meningkatkan mutu pendidikan dalam pembelajaran matematika adalah

pendekatan . Pendekatan

PMRI merupakan operasionalisasi dari suatu pendekatan didikan matematika yang telah dikembangkan di Belanda oleh Fruedenthal pada tahun

1971 yang dikenal dengan nama .

Menurut Teffers pengembangan pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik, terutama di negeri Belanda, telah dilakukan selama tak kurang 30 tahun dan telah membawa hasil bahwa “terdapat 75% sekolah-sekolah di negeri Belanda telah menggunakan pendekatan realistik”.28

Pembelajaran matematika realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan realitas dan lingkungan yang dipahami peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran matematika, sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika secara lebih baik. Zulkardi mendefinisikan pendekatan RME atau PMRI adalah ”teori pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang nyata (real) bagi siswa, menekankan keterampilan proses, berdiskusi dan berkolaborasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri dan menggunakan matematika itu untuk menyelesa masalah baik secara individu maupun kelompok”.29

Oleh sebab itu, pendekatan PMRI merupakan suatu teori pembelajaran yang dikembangkan khusus untuk matematika di Indonesia. PMRI dikembangkan berdasarkan dua pandangan Hans Freudenthal tentang matematika. Dua pandangan penting Fruedenthal adalah “matematika harus

28

Erman Suherman, …, h. 145

29 Zulkardi. 2001. ,

(Makalah disajikan pada seminar sehari di UPI Bandung tanggal 4 April 2001)

Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)

Realistic Mathematics Education (RME)

Strategi


(36)

dihubungkan dengan realitas dan matematika sebagai akt itas manusia ( y)”.30

Berdasarkan pemikiran tersebut PMRI mempunyai ciri antara lain, pembelajaran matematika yang berorientasi pada pendekatan PMRI harus dekat dengan kehidupan sehari-hari dan sesuai dengan pengalaman anak. Dalam kaitannya dengan matematika, anak harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep mate sebagai akibat dari pengalaman anak dalam berinteraksi dengan dunia nyata.

Menurut Blum & Niss, dunia nyata adalah segala sesuatu di luar matematika, seperti mata pelajaran lain selain matematika, atau kehidupan sehari-hari dan lingkungan sekitar kita. Sementara itu, De Lange mendefinisikan dunia nyata sebagai suatu dunia yang konkrit, yang disampaikan kepada siswa melalui aplikasi matematika.

Menurut Ratu, pembentukan konsep matematika dapat dianalogikan dengan fenomena gunung es, dimana bagian dasar gunung es lebih besar daripada bagian atas.31 Oleh karena itu proses pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan PMRI terjadi melalui tiga tahapan. Tahapan tersebut adalah tahapan dunia nyata, tahapan pembentukan skema, dan tahapan pembangun pengetahuan. Adapun tahapan-tahapan tersebut tergambar melalui fenomena gunung es berikut ini:

30

Zulkardi. 2001. ,

(Makalah disajikan pada seminar sehari di UPI Bandung tanggal 4 April 2001)

31 Ratu Ilma Indra Putri,

, dalam http://p4mriunsri.files.wordpress.com/2009/11/sinopsis_disertasi_ratu_ilma_unsri_20101.pdf (diakses pada 9 Oktober 2010, pukul 12:16)

a human activit

RME: Teori, Contoh Pembelajaran dan Taman Belajar di Internet Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Dan Bentuk Tes Formatif


(37)

Konsep dasar yang berada pada dasar gunung es harus dibentuk terlebih dahulu sebelum menuju kepada matematika yang lebih abstrak. Konsep dasar yang digunakan guru dalam mengawali proses pembelajaran matematika tersebut adalah dengan tahapan dunia nyata, yaitu dengan mengambil konteks yang sudah dikenali siswa dan menggunakan model sehari-hari yang dekat dengan siswa. Karena dengan konteks dunia nyata, pemahaman dasar siswa akan lebih kuat seperti yang digambarkan oleh dasar gunung es tersebut. Oleh karena itu, tahapan dunia nyata sangat berperan dalam proses pembentukan skema dan pengembangan pengetahuan sebagai langkah menuju matematika yang lebih formal atau abstrak.

Sedangkan Treffers membedakan dua macam matematisasi, yaitu

dan .32

Pada tipe

siswa mengubah persoalan sehari-hari menjadi persoalan matematika sehingga dapat diselesaikan atau situasi nyata diubah ke dalam simbol-simbol dan model-model matematika. Sedangkan pada tipe proses pengorganisasian kembali menggunakan matematika itu sendiri, dimana proses matematika pada tahap ini adalah

32 Supinah,

, (Yogjakarta: Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga

Kependidikan Matematika,2008), h.14

matematisasi horizontal matematisasi vertikal matematisasi horizontal

matematisasi vertikal

Pembelajaran Matematika SD dengan Pendekatan Kontekstual dalam Melaksanakan KTSP


(38)

penggunaan simbol, lambang, kaidah-kaidah matematika yang berlaku secara umum.

Gambar 2.1 menunjukkan dua proses matematisasi yang berupa siklus dimana real world atau masalah kehidupan sehari-hari tidak hanya sebagai sumber matematisasi tetapi sebagai area untuk mengapli kan kembali matematika. Menurut De Lange, mula-mula mengidentifikasikan bagian dari matematika yang bertujuan untuk mentransfer suatu masalah yang dinyatakan secara matematika, melalui penskemaan serta menemukan keteraturan dan hubungan yang diperlukan untuk mengidentifikasikan matematika secara khusus ke dalam konteks umum.

Beberapa aktivitas yang dilakukan dalam proses antara lain:33

1. Pengidentifikasian matematika khusus dalam konteks umum 2. Membuat skema

3. Perumusan dan pemvisualan masalah dalam cara yang berbeda 4. Penemuan relasi (hubungan)

5. Penemuan keteraturan

6. Pengenalan aspek isomorphic dalam masalah-masalah yang berbeda

33 Erna Suwangsih,

, h 134

matematisasi horisontal

Model Pembelajaran...

Real World

Mathematization and Reflection Abstraction and

Formalization Mathematization

in Aplication


(39)

7. Pentransferan ke dalam

8. Pentransferan ke dalam suatu model matematika

yang diketahui.

Adapun aktivitas-aktivitas yang memuat komponen adalah sebagai berikut:34

1. Menyatakan suatu hubungan dalam suatu rumus 2. Pembuktian keteraturan

3. Perbaikan dan penyesuaian model 4. Penggunaan model-model yang berbeda

5. Pengkombinasian dan pengintegrasian model-model 6. Perumusan suatu konsep matematika baru

7. Penggeneralisasian.

Berdasarkan matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal, pendekatan dalam pendidikan matematika dapat dibedakan menjadi 4 jenis,

yaitu: dan .35

1. atau pendekatan tradisional, yang menganggap bahwa manusia ibarat komputer, sehingga dapat diprogram dengan cara latihan untuk mengerjakan perhitungan.

2. , bahwa dunia adalah kenyataan, dimana siswa dihadapkan dengan situasi yang mengharuskan mereka menggunakan aktivitas

dan cenderung mengabaikan

. Treffers mengatakan bahwa pendekatan ini secara umum jarang digunakan dalam pendidikan matematika.

3. atau matematika modern, lebih menekankan

dan cenderung mengabaikan

34Erna Suwangsih,

, h 135

35 Erman Suherman,

, h. 145

real world problem mathematical problem real world problem

matematisasi vertikal

mechanistic, empiristic, structuralistic realistik Mechanistic

Empiristic

matematisasi horizontal matematisasi vertikal

Structuralistic

matematisasi vertikal matematisasi

Model Pembelajaran...


(40)

, pendekatan ini dipraktekkan dalam ‘ ’ yaitu membangun konsep berdasarkan pada teori himpunan.

4. yaitu pendekatan yang menggunakan suatu dunia nyata atau konteks sebagai titik tolak dalam belajar matematika. ini memberikan perhatian yang seimbang antara pematematikaan horizontal dengan pematematikaan vertikal dan disampaikan secara

terpadu melakukan aktivitas untuk

mengidentifikasikan masalah matematika secara informal dan

kemudian dengan menggunakan siswa dapat

memulai pembentukan skema.

Pengkategorian keempat pendekatan tersebut didasarkan aspek

matematisasi ( atau ) dalam masing-masing pendekatan

tersebut digambarkan pada tabel berikut:36

Mekanistik -

-Empristik +

-Strukturalistik - +

Realistik + +

Berdasarkan hal ini tampak bahwa pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik memberi perhatian yang cukup besar, baik pada kegiatan matematisasi horisontal maupun vertikal jika dibandingkan dengan tiga pendekatan yang lain.

36 Suryanto, , Cakrawala

Pendidikan, No.3 Vol 19, Juni 2000, h. 12

horizontal new math

Realistik,

matematisasi horizontal

matematisasi vertikal

horizontal vertikal

Pendekatan Realistik Suatu Inovasi Pembelajaran Matematika Tabel. 1 “Kategori pendekatan-pendekatan matematika”

Jenis Pendekatan Matematika

Horizontal

Matematika Vertikal


(41)

De Lange mengungkapkan bahwa teori PMRI terdiri dari 5 (lima) karakteristik, yaitu :37

1. Menggunakan masalah kontekstual sebagai titik belajar matematika 2. Menggunakan model atau jembatan dengan intrumen vertikal 3. Menggunakan kontribusi murid

4. Interaktivitas

5. Terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya

PMRI mencerminkan pandangan matematika mengenai bagaimana anak belajar matematika dan bagaimana matematika harus diajarkan. Pandangan ini tercermin pada 6 prinsip yang dikembangkan dari 5 karakteristik di atas. Keenam prinsip yang merupakan karakteristik pendidikan matematika realistik antara lain:

dan .38

1. Prinsip aktivitas: cara terbaik mempelajari matematika melalui yaitu dengan mengerjakannya bukan terima jadidan menghapalkannya. 2. Prinsip nyata: Matematika tumbuh dari dunia realitas, oleh karena itu belajar matematika jangan lepas dari dunia realitas, baik pemahamannya maupun aplikasinya supaya lebih dihayati ra bermakna.

3. Prinsip bertahap: refleksi aktivitas – solusi informal tentang konteks – matematika formal.

37Ratu Ilma Indra Putri,

, Forum Kependidikan, No. 2 Tahun 22, Maret 2003, h. 146-147

38http://p4mriunp.wordpress.com/2009/10/31/karakteristik

-pendidikan-matematika-realistik/ (23 Juli 2010 pukul 10.26)

b. Karakteristik PMRI

prinsip aktivitas, prinsip nyata, prinsip bertahap, prinsip saling menjalin, prinsip interaksi prinsip bimbingan

doing

Pengembangan Pengevaluasian Perangkat Pembelajaran Statistika Menggunakan Pendekatan RME Di SLTP Negeri 17 Palembang


(42)

4. Prinsip saling menjalin: memandang matematika sebagai bahan ajar yang kaya akan konteks penerapannya.

5. Prinsip interaksi: pembelajaran matematika sebagai suatu aktivitas sosial, sehingga ada kesempatan untuk tukar pengalaman diantara siswa.

6. Prinsip bimbingan: dalam pembelajaran matematika perlu adanya proses bimbingan agar siswa “menemukan kembali” matematika.

Paradigma baru dalam pembelajaran sekarang ini khususnya PMRI menekankan terhadap proses pembelajaran dimana aktivitas siswa dalam mencari, menemukan dan membangun sendiri pengetahuan yang perlukan benar-benar menjadi pengalaman belajar tersendiri bagi setiap individu.

Proses pembelajaran ini dilakukan dengan memberikan siswa kepada masalah-masalah yang sering dijumpai mereka dalam kehidupan sehari-hari. Pada pembelajaran melalui pendekatan PMRI siswa diajak berpikir secara mandiri dengan memberikan kontekstual sehingga siswa dapat membangun pemahaman.

Adapun langkah-langkah pembelajaran melalui pendekatan PMRI telah dikemukakan Piaget adalah sebagai berikut:39

1. Memahami masalah kontekstual

Guru menyajikan masalah kontekstual dan meminta siswa masalah tersebut agar dapat memahaminya. Pada kegiatan ini guru memberikan penjelasan seperlunya bagian-bagian yang belum dipahami siswa.

39

Anderson L. Palinussa,

, Mathedu Jurnal Pendidikan Matematika, No.

1 Vol.4, Januari 2009, h. 29

c. PMRI dalam Pembelajaran Matematika

Pembelajaran Matematika Realistik Untuk Materi Belah Ketupat


(43)

2. Menyelesaikan masalah kontekstual

Siswa secara individu menyelesaikan masalah kontekstual yang disajikan oleh guru. Guru memotivasi siswa menyelesaikan masalah mereka dengan cara mereka sendiri.

3. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban dalam diskusi las Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertukar pikiran dan mendiskusikan jawabannya dalam kelompok kecil dan dilanjutkan dengan diskusi kelas.

4. Menarik Kesimpulan

Siswa dim inta menyimpulkan jawaban dari masalah kontekstual yang disajikan. Guru hanya memberikan arahan sehingga didapat suatu kesimpulan.

Keunggulan yang diperoleh dari pembelajaran dengan pendekatan PMRI adalah sebagai berikut:40

1. Pelajaran menjadi cukup menyenangkan bagi siswa. Suasana tegang tidak tampak, karena siswa mendapat kebebasan mngungkapkan idenya atau bertanya kepada kawan

2. Materi yang disiapkan oleh kebanyakan siswa

3. Alat peraga yang digunakan berasal dari benda-benda di sekitar siswa, sehingga tidak sulit mendapatkannya

4. Guru menjadilebih kreatif di dalam membuat alat peraga 5. Memupuk kerja sama siswa dengan belajar dalam kelompok

6. Melatih keberanian siswa, karena siswa diberi kesempatan untuk menjelaskan idenya di dalam menyelesaikan masalah yang diberikan oleh guru

40 Hongki Julie,

, Widya Darma, No. 1 Vol.13, Oktober 2002, h.35

d. Kelebihan Pembelajaran dengan Pendekatan PMRI

Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Realistik Da Beberapa Contoh Pembelajarannya


(44)

7. Melatih siswa untuk terbiasa berfikir

8. Adanya pendidikan budi pekerti (secara tidak langsung).

Membangun pemahaman pecahan bagi siswa SD tidak mudah dilakukan. Konsep ini menyangkut operasi pembagian yang tidak begitu mudah dipahami oleh siswa yang masih berada pada tahap berpikir kongkret. Topik pecahan di SD mulai diberikan di kelas 3 semester 2. Melalui topik ini diharapkan siswa memahami pecahan dan menggunakannya dalam perhitungan sehari-hari. Pecahan yang diperkenalkan adalah

, seperti setengah dan seperempat.

Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan PMRI

dilakukan 3 tahapan untuk menuju matematika formal. Tahapan-tahapan

tersebut adalah dan

. Tahapan tersebut berjalan sesuai dengan 5 karakteristik dari pendekatan PMRI. Adapun cara mengajarkan konsep pecahan kepada siswa kelas III dengan pendekatan PMRI, salah satunya adalah melalui konteks “membagi makanan”.

Pada tema ini siswa mempelajari konsep pecahan melalui konteks membagi roti tawar. Setiap daerah dapat memanfaatkan konteks lokal untuk pembelajaran pecahan. Carilah kue atau makanan khas daerah yang mempunyai bentuk unik yang mudah dibagi sesuai dengan bentuknya. Melalui pemanfaatan konteks lokal ini pembelajaran lebih bermakna bagi

siswa, sehingga mereka lebih mudah mengembangkan pemahaman konsep.

Melalui konteks ini siswa mempelajari

. Siswa juga akan menemukan betapa mudahnya pecahan berhubungan satu sama lain. Pengalaman siswa dengan permasalahan yang sudah dikenalnya dalam membagi suatu benda (keseluruhan) menjadi bagian-e. Contoh Implementasi Pendekatan PMRI dalam Pembelajaran

Matematika

pecahan sederhana

tahapan nyata, tahapan pembentukan skema tahapan

pembangun pengetahuan

“hubungan antara bagian dan keseluruhan”


(45)

bagian yang sama diharapkan mampu membantu siswa memahami hubungan notasi formal pecahan dengan pemahaman yang didapat dalam kehidupan

sehari-hari.

Adapun implementasi pendekatan PMRI dalam proses pembelajaran matematika pada materi pecahan sederhana adalah sebagai berikut:

1. Guru mengawali pembelajaran dengan mempersiapkan satu bungkus (plastik) roti

tawar/manis yang berbentuk persegi, beberapa buah

pisau roti dan beberapa piring sebagai alas roti.

2. Guru dapat membagi siswa atas beberapa kelompok

yang terdiri dari 2 anak, 3 anak, dan 4 anak dan

sebagainya. Kemudian guru memberikan sehelai roti

tawar untuk setiap kelompok.

3. Siswa-siswa diminta untuk membagi satu buah roti

tawar tersebut secara adil sesuai dengan jumlah anak dalam setiap kelompok.

Tabel. 2 “Implementasi Pembelajaran PMRI”

Tahapan Langkah-langkah Pembelajaran PMRI


(46)

Pada kegiatan ini siswa diberikan kebebasan membuat kalimat untuk membagikan sebuah roti tersebut sesuai bahasa mereka sendiri. Tidak ada kata “salah” disini. Siswa tetap diberikan penghargaan atas hasil karya mereka, namun tetap

diarahkan menuju jawaban yang benar. Karena tahap

ini adalah tahapan informal dalam proses

pembelajaran.

4. Setelah semua kelompok selesai memotong roti menjadi bagian-bagian yang sesuai dengan banyak anggota disetiap kelompok, guru meminta mereka memegang bagian roti yang mereka dapatkan.

5. Secara bergantian guru bertanya kepada siswa “berapa bagian roti yang kamu dapatkan dari

kelompokmu?”

6. Setelah siswa menjawab, guru memperbolehkan siswa memakan roti yang mereka dapatkan. Oleh

karena itu pembelajaran akan menyenangkan dan

mampu mendorong aktivitas dan interaktivitas

siswa.

1. Pada tahap pembentukan skema (model), guru tidak lagi membawa roti tawar, tetapi roti tawar tersebut sudah dimodelkan dengan sebuah kertas warna-warni yang berbentuk persegi.

2. Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok dengan anggota kelompok sama banyak, kemudian guru memberikan selembar kertas warna-warni

Tahapan Pembentukan


(47)

untuk setiap kelompok.

3. Siswa-siswa bekerja kelompok membuat setengah,

seperempat dan sepertiga dari kertas persegi yang telah disediakan dan menempelkan pada tempat yang disediakan pada LKS. Siswa diminta untuk menuliskan pecahan yang sesuai pada bagian yang

telah dipotong.

1. Pada tahap ini pengetahuan mereka dibangun untuk menuju kepada tahap formal

2. Konteks roti tawar dan penskemaan roti tawar yang dimodelkan dengan kertas warna-warni sudah tidak diberlakukan lagi

3. Guru mulai menjelaskan kepada siswa tentang pecahan sederhana dalam bentuk formal

4. Dalam soal matematika formal, roti tawar digambarkan dengan sebuah gambar persegi yang

sudah dibagi menjadi beberapa bagian.

5. Kemudian guru memberikan beberapa soal pecahan sederhana untuk dikerjakan siswa secara individu

Tahapan Pembangun Pengetahuan

1/4


(48)

Untuk mendukung penelitian ini, berikut ini disajikan beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian tersebut antara lain:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Oni Yunansih dengan jud “Pengaruh Pembelajaran Matematika Realistik Terhadap Peningkatan Prestasi Belajar Siswa MIN Pondok Pinang”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa siswa mengalami peningkatan prestasi belajar setelah dilakukan proses pembelajaran melalui pembelajaran matematika realistik.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Rizky Wahyudi dari jurusan Pendidikan Matematika dengan judul “Pengaruh Penggunaan Komik Matematika Terhadap Kecemasan Belajar Matematika Siswa”. Setelah penelitian tersebut dilaksanakan, ternyata pembelajaran komik dalam pembelajaran matematika sangat berperan dalam mengurangi kecemasan matematika siswa sehingga siswa dapat mencapai hasil belajar yang optimal.

Banyak orang berpendapat bahwa pelajaran matematika adalah pelajaran yang menakutkan, sehingga kurang disukai oleh para siswa. Karena matematika merupakan mata pelajaran yang sukar dipahami, sehingga kurang diminati leh sebagian besar siswa. Ketidaksenangan terhadap mata pelajaran ini dapat berpengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa.

Pada umumnya masih banyak kesalahan yang dilakukan siswa dalam menerapkan rumus-rumus, memahami bahasa matematika, keliru dalam menafsirkan konsep dan sebagainya. Hal ini dapat menyebabkan kecemasan belajar bagi siswa dan khususnya bagi siswa yang tidak menyukai matematika. Kecemasan yang muncul dari siswa tidak hanya disebabkan oleh siswa itu sendiri, tetapi juga didukung oleh ketidakmampuan guru menciptakan situasi yang dapat membawa siswa tertarik pada matematika. Siswa lebih bersifat pasif, enggan,

B. Penelitian yang Relevan


(49)

takut dan malu untuk mengemukakan pendapatnya. Keadaan ini sedikit banyak akan mengganggu kelancaran pembelajaran.

Dalam proses pembelajaran matematika siswa kerap mengalami masalah kecemasan belajar yang disebabkan oleh berbagai hal yang salah satunya adalah karena proses pembelajaran di kelas yang tidak menyenangkan sehingga proses pembelajaran tersebut tidak memberikan rasa aman ketika siswa mempelajarinya.

Kecemasan sangat mempengaruhi kemampuan berpikir seseorang. Semakin tinggi kecemasan seseorang maka akan semakin sulit bagi siswa untuk memahami materi yang disampaikan guru. Dan sebalilknya semakin rendah kecemasan seseorang maka akan semakin mudah bagi siswa untuk memahami materi yang disampaikan guru.

Dengan demikian seorang guru haruslah mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan siswa memiliki masalah kecemasan dalam belajar matematika, sehingga guru dapat menentukan pendekatan belajar dan lat bantu yang tepat untuk membatu mengurangi kecemasan siswa dalam pembelajaran matematika. Selain itu, hendaklah guru dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan selama proses pembelajaran berlangsung.

Pendekatan PMRI merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan dalam rangka mengurangi kecemasan siswa dalam belajar ka. Pendekatan PMRI adalah pendekatan yang bertitik tolak dari hal-hal yang konkret yang berkaitan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat menciptakan suasana yang menyenangkan dan menjadikan suasana belajar menjadi tidak menegangkan. Dengan demikian, hipotesis yang diharapkan dalam penelitian ini adalah “Pendekatan PMRI mampu menjadi alternatif pendekatan yang dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan siswa dalam pembelajaran matematika”.


(1)

PMRI ini dapat menciptakan respon positif siswa terhadap pelajaran matematika.

Berdasarkan hasil jurnal yang diperoleh respon positif siswa dari siklus I sebesar 81,4% menjadi 94,9% pada siklus II. Sehingga mengalami peningkatan sebesar 13,5% dengan rata-rata keseluruhan siswa yang merespon positif pada siklus I dan siklus II sebesar 88,2%, sedangkan rata-rata siswa yang merespon negatif diperoleh 6,8% pada siklus I menjadi 5,1% pada siklus II, ini artinya sebagian besar siswa memiliki respon yang positif terhadap pembelajaran matematika dengan penerapan pendekatan PMRI.

Penurunan kecemasan belajar siswa dengan penerapan pendekatan PMRI dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Peningkatan hasil belajar siswa terlihat dari hasil tes akhir siklus I dan siklus II yang nilai rata-ratanya meningkat, meskipun hanya 6,90 yaitu dari yang sebelumnya 83,48 pada siklus I menjadi 90,38 pada siklus II.

3. Penerapan pendekatan PMRI dapat meningkatkan hasil belajar matematika


(2)

Berdasarkan deskripsi data dan pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Penerapan pendekatan

(PMRI) dapat mengurangi kecemasan belajar matematika siswa. Hal ini terlihat dari adanya penurunan rata-rata persentase kecemasan belajar matematika dari sebelumnya 15,5% pada siklus I menjadi 9,2% pada siklus II.

2. Selain dapat mengurangi kecemasan belajar matematika siswa, penerapan pendekatan PMRI ini juga dapat meningkatkan hasil belajar matmatika siswa. Hal ini terlihat dari adanya peningkatan nilai ata-rata hasil belajar siswa yang sebelumnya rata-rata hasil belajar matematika siswa 83,48 pada siklus I menjadi 90,38 pada siklus II.

3. Respon siswa terhadap penerapan pendekatan PMRI sangat positif. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan rata-rata respon positif siswa dari 81,4% pada siklus I menjadi 94,9% pada siklus II. Dan suda tidak ada siswa yang merespon netral pada siklus II.

1. Berdasarkan penelitian ini, hendaknya guru matematika di SDN Pasir Gunung Selatan 2 Depok bersedia menerapkan pendekatan PMRI sebagai salah satu pendekatan inovatif dalam mengajarkan mata pelajaran Matematika. Karena penelitian ini terbukti bahwa siswa sangat senang dan aktif dalam pembelajaran matematika sehingga dapat mengurangi kecemasan belajar matematika siswa.

2. Guru diharapkan dapat mengembangkan kreatifitas dalam membuat soal-soal diskusi dengan lebih mengaitkan masalah pada kegiatan sehari-hari

BAB V

K ESIM PULAN D AN SAR AN

A. Kesimpulan

B. Saran


(3)

siswa serta lebih variatif dalam mengkombinasikan pendekatan PMRI tersebut dengan metode dan strategi belajar yang lain.

3. Dalam proses pembelajaran di kelas perlu diciptakan suasana kompetitif bersaing antar siswa atau diadakan yang dapat memberikan semangat belajar yang lebih tinggi dan dapat mengurangi kecemasan belajar matematika siswa.


(4)

A.M, Sardirman. 2007. . Jakarta: PT. Grafindo Persada. Ed.1, Cet Ke-14.

Anita, L dan Indiyani, E. K., Vol.3 No.1 Juni 2006.

. Anitah, W. S., Manoy. J. T., & Susanah. 2008.

. Jakarta: Universitas Terbuka,. Cet Ke-3.

Arikunto, S. 2009. . Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, S. 2007. .Jakarta: PT Bumi Aksara. Cet ke-4.

Chaplin, J. P. 2004. . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. ed.I. Cet Ke-9.

Departemen Pendidikan Nasional. 2003.

. Jakarta: Citra Umbara.

Fardhana, N. A. .

http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=jiptunair-gdl-res-2004-nur-927-matematika (14 Juli 2010 pukul 17:27)

Hermawan, H. A dan Asra. D, L. 2007. . Bandung:

UPI PRESS.

Holmes, D. S. 1997. . New york: Longman. 3 ed. Julie, H. Vol.13 No.1 Oktober 2002.

, Widya Darma,.

Martuti, A. 2009. . Yogyakarta: Kreasi

Wacana. Cet Ke-1.

Nevid, S. J. 2003. . Jakarta: Erlangga. Palinussa. L. A. Vol.1 No. 1 April 2002.

, Mathedu Jurnal Pendidikan Matematika.

DAF TAR PUSTAK A

Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar

Efektivitas Metode Pembelajaran Gotong Royong (cooperative learning) Untuk Menurunkan Kecemasan Siswa Dalam Menghadapi Pelajaran Matematika

Strategi Pembelajaran Matematika

Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan Penelitian Tindakan Kelas

Kamus Lengkap Psikologi

Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS)

Kecemasan Siswa Pada Bidang Matematika Di Sltp Surabaya

Belajar dan Pembelajaran SD

Abnormal Psychology rd

Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Realistik Dan Beberapa Contoh Pembelajarannya

Pendidik Cerdas dan Mencerdaskan

Psikologi Abnormal

Pembelajaran Matematika Realistik Untuk Materi Belah Ketupat Dan Layang-layang Di Kelas VII SMP Negeri 19 Ambon


(5)

Putri Indra, R. I.

, dalam

http://p4mriunsri.files.wordpress.com/2009/11/sinopsis_disertasi_ratu_ilm a_unsri_20101.pdf (diakses pada 9 Oktober 2010, pukul 12:16)

Putri Indra, R. I.

, Forum Kependidikan, No. 2 Tahun 22, Maret 2003.

Riyanto, Y. 2009. . Jakarta: Kemcana. Cet Ke-1. Sanjaya, W. 2007.

. Jakarta: Kencana. Cet Ke-2.

Smith, E. R dan Passer, W. M. 2003. , The Science Of Mind And Behavior. Canada: Mc Grawwhill Company.

Soeharjono, L dan Warsiki, E. G. . (dalam

artikel Majalah Psikiater Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya).

Sugiyono. 2008. . Bandung: Alfabeta.

Suharta Putu, I. G. Vol 38 No: 4 Tahun 2005. ).

Suherman, E., Turmudi, Suryadi, D., Herman. T., Suhendra, Prabawanto, S., Nurjanah, & Rohayati, A. 2002.

. Bandung: JICA. Supinah, 2008.

. Yogjakarta: Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika.

Suryanto, Vol.19 No.3 Juni 2000.

, Cakrawala Pendidikan,

Suwangsih, E. 2006. . Bandung: UPI PRESS.

Syah, M. 2010. . Jakarta: Rajawali Pers. Ilmu.

Trianto. 2007. .

Surabaya: Prestasi Pusaka.

Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Dan Bentuk Tes Format Terhadap Hasil Belajar Matematika Dengan Mengontrol In i Siswa SD di Palembang

Pengembangan Pengevaluasian Perangkat Pembelajaran Statistika Menggunakan Pendekatan RME Di SLTP Negeri 1 Palembang

Paradigma Baru Pembelajaran

Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan

Psychology

Kecemasan Pada Anak Dan Remaja

Metode Penelitian Pendidikan

Pengembangan Perangkat Pembelajaran Pecahan Dengan Menggunakan Pendekatan Matematika Realistik (PMR

Sterategi Pembelajaran Matematika Kontemporer

Pembelajaran Matematika SD dengan Pendekatan Kontekstual dalam Melaksanakan KTSP

Pendekatan Realistik Suatu Inovasi Pembelajaran Matematika

Model Pembelajaran Matematika Psikologi Belajar


(6)

Trismiati. Vol. 1 No. 1, Juli 2004. . Jurnal Psyche.

Wiramihardja, A. S. 2007. . Bandung: PT Refika Aditama. Cet Ke-2.

Wuryani, D. S. E. 2006. . Jakarta: PT Grasindo. Cet Ke-3. Zulkardi. 2001.

, (Makalah disajikan pada seminar sehari di UPI Bandung tanggal 4 April 2001)

http://p4tkmatematika.org/2008/11/guru-kunci-utama-atasi-fobia-matematika/ (21 Juni 2010 jam 10:05)

http://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&langpair=en|id&u=http:/ /www.mathgoodies.com/articles/math_anxiety_model.html&rurl=translate.google

.co.id&usg=ALkJrhidrEh5djKAkCSeeMqamJdrtEzNRA (23 Januari 2011 pukul

09:14)

http://p4mriunp.wordpress.com/2009/10/31/karakteristik-pendidikan-

matematika-realistik/(diakses pada 23 Juli 2010 pukul 10.26)

Perbedaan Tingkat Kecemasan Antara Pria dan Wanita Akseptor Kontrasepsi Mantap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Psikolosi Pengantar Abnormal

Psikologi Pendidikan

RME: Teori, Contoh Pembelajaran dan Taman Belajar di Internet


Dokumen yang terkait

Penerapan Model Pendidikan Matematika Realistik Indonesia Untuk Meningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas Va Sdn Perumnas Bumi Kelapadua Kab. Tangerang

0 6 157

PENERAPAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN BILANGAN PECAHAN DI KELAS IV MI GHIDAUL ATHFAL KOTA SUKABUMI TAHUN PELAJARAN 2012/2013 (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas IV M

1 40 213

Peningkatan hasil belajar matematika siswa melalui pendekatan realistik pada pokok bahasan pecahan

2 17 79

PENERAPAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA TENTANG BANGUN RUANG.

0 1 32

Pengembangan buku guru dan buku siswa Matematika kelas I sekolah dasar dengan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI).

0 1 202

Pengembangan buku guru dan buku siswa mata pelajaran Matematika kelas IV SD dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI).

0 2 174

Pengembangan buku guru dan buku siswa SD kelas II mata pelajaran Matematika dengan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI).

3 16 141

Pengembangan buku guru dan buku siswa mata pelajaran Matematika kelas III SD dengan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI).

1 9 181

Pengembangan buku guru dan buku siswa Matematika kelas I sekolah dasar dengan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)

0 1 200

View of Pengaruh Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SD

0 1 8