Latar Belakang Aspek Hukum Internasional dan Hukum Nasional Indonesia atas Konsep Pembangunan Berkelanjutan dan Relevansinya dengan UNEP

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah lingkungan semakin lama semakin besar, meluas dan serius. Ibarat bola salju yang menggelinding, semakin lama semakin besar. Persoalannya bukan hanya bersifat lokal atau atau translokal, tetapi regional, nasional, trans- nasional, dan global. Pada mulanya, masalah lingkungan hidup merupakan masalah alami, yakni peristiwa-peristiwa yang terjadi sebagai bagian dari proses natural. Proses natural ini terjadi tanpa menimbulkan akibat yang berarti bagi tata lingkungan itu sendiri dan dapat pulih kembali secara alami homeostasi. Banyaknya kasus lingkungan beserta akibatnya yang terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, membuktikan bahwa apa yang diperingatkan oleh Rachel Carson pada tahun 1962 dalam bukunya “The Silent Spring”, menjadi kenyataan 3 Kematian yang sekonyong-konyong tidak dapat diterangkan penyebabnya, terjadi tidak hanya terhadap orang-orang dewasa saja, namun terjadi juga pada anak-anak yang tiba-tiba menjadi sakit waktu bermain dan meninggal dalam . Dalam Bab I bukunya itu, Carson bercerita tentang hari depan, antara lain penyakit misterius yang telah menyerang ayam, sapi dan domba, hewan- hewan tersebut sakit dan mati. Dalam bukunya itu, Carson menyatakan bahwa penyakit misterius telah menyerang binatang dan manusia. Dimana-mana terdapat bayangan kematian, para petani bicara tentang banyaknya penyakit dalam keluarga mereka, demikian pula para dokter menghadapi teka-teki penyakit baru yang timbul diantara para pasiennya. 3 Rachel Carson, Musim Bunga yang Bisu Judul asli The Silent Spring, terjemahan Budi Kasworo, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1990,hlm. 2 Universitas Sumatera Utara beberapa jam saja. Walaupun pada awalnya cerita Carson ini mendapat tantangan terutama dari kalangan industri kimia, mereka mengeluarkan dana cukup besar sebanyak 250.000 digunakan sebagai dana kampanye untuk membuktikan bahwa Carson adalah seorang dungu yang histeris. Namun, ada pula pihak yang terinspirasi akibat cerita Carson tersebut 4 Pernyataan Carson dalam buku tersebut merupakan “Peringatan” tentang bahaya yang luar biasa akibat penggunaan insektisida baik terhadap manusia maupun makhluk hidup lainnya. Oleh karena itu, buku ini mendapat perhatian yang amat luas. Terlepas dari banyaknya pro-kontra terhadap pernyataan tersebut, buku Carson telah membuka mata, pemikiran, serta perhatian masyarakat dunia terhadap masalah lingkungan. Vittachi bahkan berpendapat, bahwa peringatan Rachel Carson dalam bukunya tersebut merupakan pemikiran yang pertama kali menyadarkan manusia mengenai lingkungan hidup . Tak lama setelah terbitnya buku tersebut, dunia dikejutkan oleh suatu penyakit misterius yang menjangkiti masyarakat sekitar teluk Minamata di Jepang, disusul dengan berjangkitnya penyakit mematikan yang disebut dengan itai-itai. Dengan munculnya penyakit yang aneh dan misterius di Jepang tersebut, membuktikan bahwa tulisan Carson ini bukan sekedar fiktif-imajinatif melainkan suatu kenyataan yang telah menimpa umat manusia di berbagai belahan bumi. 5 4 Rachel Carson, Silent Spring, Fawceet Publica tion, Inc, Greenwich Conn, 1962, Hal 261- 262, dalam Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan dalam Proses Pembangunan Hukum Nasional Indonesia , Disertasi, 1987, hal 30. 5 Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, Surabaya, Universitas Airlangga Press, 2000, Hlm. 27-28 . Kini apa yang diperingatkan Carson telah menjadi kenyataan. Masalah lingkungan telah terjadi dimana-mana, baik pada tataran global, regional, maupun nasional, baik di negara maju maupun negara berkembang. Universitas Sumatera Utara Masalah lingkungan tidak lagi dapat dikatakan sebagai masalah yang semata-mata bersifat alami, karena manusia memberikan faktor penyebab yang sangat signifikan terhadap peristiwa-peristiwa lingkungan. Tidak dapat disangkal bahwa masalah-masalah lingkungan yang lahir dan berkembang karena faktor manusia jauh lebih besar dan rumit di bandingkan faktor alam itu sendiri 6 Selanjutnya diadakanlah Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup Manusia yang diselenggarakan di Stockholm pada tanggal 5-16 Juni 1972, diikuti . Salah satu masalah lingkungan di dunia, masalah Pembangunan Berkelanjutan. Perhatian terhadap masalah lingkungan hidup ini dimulai di kalangan Dewan Keamanan dan Sosial PBB pada waktu di adakan peninjauan terhadap hasil-hasil gerakan “Dasawarsa Pembangunan Dunia ke-1 1960-1970” guna merumuskan strategi “Dasawarsa Pembangunan Dunia ke-2 1970-1980”. Dalam laporannya, Sekretaris Jenderal PBB menyatakan betapa mutlak perlunya dikembangkan sikap dan tanggapan baru terhadap lingkungan hidup. Maksud untuk menangani masalah-masalah lingkungan hidup itu adalah demi pertumbuhan ekonomi dan sosial, khususnya mengenai perencanaan, pengelolaan, dan pengawasan. Bertepatan dengan di umumkannya “Strategi Pembangunan Internasional” bagi Dasawarsa Pembangunan Dunia ke-2 The Second UN-Development Decade , yang dimulai pada tanggal 1 Juni 1970, Sidang Umum PBB menyerukan untuk meningkatkan usaha dan tindakan nasional serta internasional guna menanggulangi proses kemerosotan kualitas lingkungan hidup, agar dapat diselamatkan keseimbangan dan keserasian ekologis, demi kelangsungan hidup manusia. 6 N.H.T. Siahaan, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, Erlangga, Cetakan Kedua, Jakarta, 2004, hlm. 1 Universitas Sumatera Utara oleh 113 Negara dan 21 organisasi PBB, 16 Organisasi antar pemerintah, 258 LSM dari berbagai Negara. Uni Soviet dan Negara-Negara Eropa Timur telah memboikot Konferensi ini sebagai protes terhadap ketentuan yang menyebabkan beberapa Negara tidak di undang dengan kedudukan yang sama dengan peserta- peserta lain, seperti Republik Demokrasi Jerman. Konferensi ini membahas keprihatinan terhadap masalah-masalah lingkungan yang dirasakan semakin menjadi masalah di berbagai belahan dunia. Satu pihak terdapat sejumlah manusia di berbagai negara yang menderita kemiskinan dan keterbelakangan sehingga mempengaruhi lingkungan hidupnya, sementara di pihak lain, negara-negara berpacu mengejar pembangunan dan kemajuan, yang memaksa lingkungan hidup menjadi rusak dengan berbagai dimensinya 7 1. Deklarasi tentang Lingkungan Hidup Manusia, terdiri atas : Preamble dan 26 asas yang lazim disebut Deklarasi Stockholm ; . Pada akhir sidang, yaitu pada tanggal 16 Juni 1972, Konferensi mengesahkan hasil-hasilnya, berupa : 2. Rencana Aksi Lingkungan Hidup Manusia Action Plan, terdiri dari 109 rekomendasi termasuk didalamnya 18 rekomendasi tentang Perencanaan dan Pengelolaan Pemukiman Manusia ; 3. Rekomendasi tentang kelembagaan dan keuangan yang menunjang pelaksanaan Rencana Aksi tersebut di atas, terdiri dari : a. Dewan Pengurus Governing Council Program Lingkungan Hidup UN Environment Programme ; b. Sekretariat, yang dikepalai oleh seorang Direktur Eksekutif ; 7 Ibid. hlm. 143 Universitas Sumatera Utara c. Dana Lingkungan Hidup ; d. Badan Koordinasi Lingkungan Hidup 8 Konferensi ini telah berhasil melahirkan Deklarasi yang mewujudkan kesepakatan masyarakat internasional dalam menangani masalah lingkungan hidup, dan mengembangkan hukum lingkungan hidup pada tingkat nasional, regional, maupun internasional. Deklarasi ini mengakui hak asasi manusia untuk menikmati lingkungan yang baik dan sehat, serta membebankan kewajiban untuk memelihara lingkungan hidup dan sumber kekayaan alam sehingga dapat menikmati oleh generasi-generasi yang akan datang . 9 Konferensi tersebut kemudian menimbulkan suatu konsep pembangunan berkelanjutan dan pembangunan berwawasan lingkungan. Keduanya menekankan pada pentingnya keberlangsungan kelestarian antara manusia, sumber daya dan lingkungan dalam pembangunan. Kemudian timbulnya pandangan yang berkembang yang berpendapat bahwa antara pembangunan dan lingkungan adalah sesuatu yang sangat bertentangan dimana lingkungan hidup akan dapat menghambat pembangunan, sebaliknya pembangunan akan merusak lingkungan hidup . 10 Hasil dari Konferensi PBB mengenai Lingkungan Hidup di Swedia pada tahun 1972, ternyata tidak membawa lingkungan makin baik, malahan lingkungan semakin parah. Walaupun kerja keras UNEP telah membawa hasil yang maksimal, yaitu memacu pembangunan di Negara maju dan Negara berkembang, keberhasilan pembangunan tersebut membawa dampak berupa terancamnya kehidupan manusia dari hujan asam, lautan yang semakin kotor, udara yang . 8 Syahrul Machmud, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Edisi Kedua, Graha ilmu, Yogyakarta, 2012 Hlm. 28 9 Ibid. Hlm. 28 10 Ibid hlm. 29 Universitas Sumatera Utara semakin tercemar, tanah yang semakin tandus, dan banyak jenis binatang dan tumbuh-tumbuhan yang semakin punah. Disatu pihak ada kemajuan, dipihak lain ditemukan kerusakan lingkungan yang serius mengganggu kehidupan manusia dan kelangsungan pembangunan itu sendiri. Menyadari semakin parahnya masalah lingkungan hidup di dunia dan bertepatan dengan diperingatinya 10 tahun Konferensi PBB mengenai lingkungan hidup, maka dalam pertemuan wakil-wakil pemerintah dalam Government Council UNEP tahun 1982, mereka merasa perlu melakukan intropeksi, melakukan kajian ulang bagaimana sebaiknya arah pembangunan ini disempurnakan. Dalam pertemuan itu pula diusulkan agar dibentuk sebuah Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan WCED 11 Pertemuan Ad Hoc tersebut diadakan untuk membuat kerangka, metode, dan program, yang meliputi upaya-upaya tingkat Internasional, Regional, dan . Dengan suatu Resolusi Khusus, Konferensi menetapkan tanggal 5 Juni sebagai “Hari Lingkungan Hidup Sedunia”. Adanya Deklarasi Stockholm ini, perkembangan Hukum Lingkungan telah memperoleh dorongan yang kuat, baik pada taraf Internasional, Regional, maupun Nasional. Keuntungan yang tidak sedikit adalah mulai tumbuhnya kesatuan pengertian dan bahasa di antara para ahli hukum dengan menggunakan Deklarasi Stockholm ini sebagai referensi bersama. Kemajuan lebih lanjut diperoleh dengan diadakannya Ad Hoc Meeting of Senior Government Officials Expert in Environmental Law di Montev Deo, Uruguay, pada tanggal 28 Oktober sampai dengan 6 November 1981. Pertemuan Internasional dalam bidang Hukum Lingkungan ini adalah untuk pertama kalinya diadakan. 11 Supriadi, Hukum Lingkungan di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta : 2008, hal. 54-55 Universitas Sumatera Utara Nasional, guna pengembangan serta peninjauan belaka Hukum Lingkungan dan guna memberi sumbangan kepada persiapan dan pelaksanaan komponen Hukum Lingkungan dalam UNEP. Pertemuan tersebut telah menghasilkan kesimpulan dan rekomendasinya yang sangat berarti bagi perkembangan Hukum Lingkungan. Perkembangan terbaru dalam pengembangan kebijaksanaan lingkungan hidup didorong oleh hasil kerja World Commission on Environment and Development, disingkat dengan WCED. WCED dibentuk PBB untuk memenuhi keputusan sidang Umum PBB pada Desember 1983 dan dipimpin oleh Nyonya Gro Harlem Brundtland dari Norwegia dan Dr. Mansour Khalid dari Sudan. Keanggotaan WCED mencakup pemuka-pemuka dari Zimbabwe, Jerman Barat, Hongaria, Jepang, Guyana, Amerika Serikat, Republik Rakyat Cina, India, Kanada, Kolumbia, Saudi Arabia, Italia, Mexico, Brazilia, Aljazair, Nigeria, Yugoslavia, dan Indonesia 12 Dalam melaksanakan tugasnya, WCED diminta untuk bertukar pikiran dengan masyarakat ilmuan, kalangan pecinta lingkungan, kalangan pembentuk opini, kalangan generasi muda yang bergerak di bidang lingkungan, dan mereka yang berminat dengan pembangunan berwawasan lingkungan Pembangunan Berkelanjutan. Begitu pula diharapkan pandangan Pemerintah, khususnya melalui Governing Council UNEP, para pemimpin Nasional, formal dan informal serta tokoh-tokoh internasional. WCED diharapkan pula meningkatkan hubungan dengan badan-badan antar pemerintah diluar sistem PBB. WCED telah memberikan laporannya pada tahun 1987 yang diberi judul Our Common Future, yang memuat banyak rekomendasi khusus untuk perubahan institusional dan . 12 Syahrul Machmud, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Edisi Kedua, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2012 Hlm. 31 Universitas Sumatera Utara perubahan hukum 13

B. Perumusan Masalah