Unsur ketiga yang fungsinya menjadi kekuatan pada setiap kegiatan, ialah kerabat yang mengambil istri dari unsur pertama disebut anak boru oleh Batak
Mandailing-Batak Angkola, boru oleh Batak Toba dan Batak Simalungun, anak beru oleh Batak Karo dan anak brru oleh Batak Pakpak-Dairi.
2.3 Ekolinguistik
Ekolinguistik mengkaji interaksi bahasa dengan ekologi pada dasarnya ekologi merupakan kajian saling ketergantungan dalam suatu sistem. Ekologi bahasa dan
ekologi memadukan lingkungan, konservasi, interaksi, dan sistem bahasa. Jadi pendekatan ekolinguistik digunakan dalam penelitian ini, karena konsep-konsep
ekologis dalam bahasa adat istiadat Tapanuli Selatan akan tersingkap. Lebih luas lagi, konsep-konsep sosialkultural, historis demografis, filosofis religius, dan
kolektif keetnikan pada upacara perkawinan adat Tapanuli Selatan secara keseluruhan akan tergambar.
Istilah ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Ernst Haeckel 1834- 1914. Ekologi berasal dari bahasa Yunani oikos yang berarti house, man’s immediate
suroundings. Ricklefs 1976:1 mendefinisikan ekologi sebagai berikut. Ecology is the study of plants and animas, as individuals and together in
populations and biological communities, in relation to their environments- the physical, chemical, and biological characteristics of their surroundings.
Pengertian ekologi bahasa menurut Haugen, adalah Language ecology may be defined as the study of interactions between any
given language and its environment Haugen, 1972, dalam Peter, 1996: 57.
Ekologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari bagaimana makhluk hidup dapat mempertahankan kehidupannya dengan mengadakan hubungan antar makhluk
Universitas Sumatera Utara
hidup dan dengan benda tak hidup di tempat hidupnya atau lingkungannya. Ekologi bahasa merupakan interaksi antara bahasa yang sudah ada dan lingkungannya
masyarakat dan komunitas yang memakai bahasa tersebut atau sosiolinguistik. Sehingga parameter ekologis seperti keterhubungan, lingkungan lingkungan dan
keberagamannya. Degradasi lingkungan diangkat menjadi kepedulian lingustik, yang berimplikasi pendekatan yang berbeda yang menjembatani studi bahasa
dengan lingkungan dijadikan suatu kesatuan walaupun masih ada perbedaan pada ekolinguistik.
Ekolinguistik, ilmu pengetahuan antardisiplin ilmu, merupakan sebuah payung bagi semua penelitian tentang bahasa dan bahasa-bahasa yang dikaitkan
sedemikian rupa dengan ekologi seperti yang dikatakan oleh Fill 1993:126 dalam Lindo Bundsgaard eds. 2000, mendefinisikan ekolinguistik sebagai berikut.
Ecolinguistics is an umbrella term for ‘[…] all approaches in which the study of language and languages is in any way combined with ecology’.
Demikian pula, Mühlhäusler, dalam salah satu tulisannya yang berjudul Ecolinguistics in the University, menyebutkan
Ecology is the study of functional interrelationships. The two parameters we wish to interrelate are language and the environmentecology. Depending on
whose perspective one takes one will get either ecology of language, or language of ecology. Combined they constitute the field of ecolinguistics.
Ecology of language studies the support systems languages require for their continued wellbeing as well as the factors that have affected the habitat of
many languages in recent times p.2
Crystal 2008: 161-162 dalam kamus A Dictionary of Linguistics and
Phonetics 6
th
Edition, menjelaskan bahwa ecolinguistics n. In linguistics, an emphasis-reflecting the notion of ecology
in biological studies-in which the interaction between language and the cultural environment is seen as central; also called the ecology of language,
Universitas Sumatera Utara
ecological linguistics, and sometimes green linguistics. An ecolinguistic approach highlights the value of linguistic diversity in the world, the
importance of individual and community linguistic rights, and the role of language attitudes, language awareness, language variety, and language
change in fostering a culture of communicative peace.
Pembicaraan di antara para pakar bahasa tentang definisi ekologi bahasa, ekolinguistik atau linguistik hijau di dalam konteks khusus ini berhubungan dengan
pembatasan terhadap obyek kajian ekolinguistik. Pakar-pakar di atas menekankan tujuan mereka kepada kesadaran meningkatkan kepedulian atas masalah-masalah
yang direfleksikan secara ekologis yang ada hubungannya dengan gejala-gejala bahasa-bahasa dan ekologi dari perspektif yang lebih luas.
Sudut pandang mereka bahwa, teori ekologi dan bahasa saling berhubungan. Pandangan terhadap lingkungan yang dibentuk dan membentuk semua hubungan
antar pesona bahasa yang sangat penting merupakan bagian dari masalah ekologi. Konsepsi pandangan bahasa dan ilmu bahasa juga menunjukkan bahwa bahasa baik
yang tertulis maupun lisan dan lingkungan dianggap sebagai tujuan-tujuan kajian yang potensial.
Kajian ekolinguistik menghubungkan dimensi biologis, sosiologis, dan ideologis dalam bahasa hubungan ketiga model tersebut dapat digambarkan menurut
model Bang Døør’s 1995: 47 dialoque Model dalam Jeppe Bundsgaard Sune Steffensen 2000: 10:
Universitas Sumatera Utara
Dialogue Model
Ideo-logics socio-logics
Environment
bio-logics
Situasion: Topos
S1 S2
M
S3
o
S1: Pembuat teks S3: Subjek yang membatasi Komunikasi S2: Penikmat teks O : Objek yang diacu dalam komunikasi
Gambar 1 Bagan Dialogue Model Keterkaitan Antara Pembuat Teks, Penikmat Penerima Teks, Subjek, dan Objek Yang Diacu
Bagan di atas menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan antara pembuat teks, penikmat penerima teks, subjek yang dibicarakan, dan objek yang diacu dalam teks.
Situasi komunikasi yang melingkupi keempat hal tersebut saling berpengaruh terhadap lingkungan, baik itu lingkungan alam maupun sosial. Konsep ini
merupakan dasar dari kajian ekolinguistik. Secara tradisional, ekolinguistik dapat dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu
eco-critical discourse analysis dan linguistic ecology Fill, 1996, dalam Wikipedia. Yang pertama disebut analisis wacana eko-kritis, sedang yang kedua, linguistik
ekologi, yang dalam bahasan ini dipakai istilah ekolinguistik. Analisis wacana eko- kritis tidak terbatas pada pengaplikasian analisis wacana kritis terhadap teks yang
berkenaan dengan lingkungan dan pihak-pihak yang terlibat dalam lingkungan dalam pengungkapan ideologi-ideologi yang mendasari teks tersebut, tetapi kajian
Universitas Sumatera Utara
ini menyertakan pula penganalisisan pelbagai wacana yang berdampak besar terhadap ekosistem. Fokus kajian pada penelusuran gambaran ideologi yang dapat
mendukung kelangsungan ekologis. Dalam perspektif ekolinguistik, perubahan bahasa mencerminkan atau
menggambarkan perubahan lingkungan, baik lingkungan budaya maupun lingkungan alam, demikian pula sebaliknya. Berkurang atau menghilangnya biota,
fauna atau flora di lingkungan alam dan budaya tertentu mengubah pula pemahaman dan interelasi manusia dengan alam di lingkungan itu.
Kondisi ini pada akhirnya mempengaruhi pemakaian bahasa, misalnya penggunaan leksikon bahasa tradisi lisan upacara perkawinan adat Tapanuli Selatan.
Jikalau masyarakat Tapanuli Selatan sebagai penutur asli memahami makna leksikon yang digunakan pada upacara adat perkawinan dengan menggunakan leksikon yang
berasal tetumbuhan hutan, gunung, alam, nama-nama binatang karena memang tanaman, benda alam dan binatang tersebut masih ada di lingkungan. Seiring pula
dengan perubahan waktu, dengan menghilangnya tanaman, penghuni hutan, gunung, alam, nama-nama binatang dan leksikon yang berkaitan dengan kehidupan di
lingkungan. Dengan demikian, telah terjadi pula penyusutan pemahaman makna leksikal dan fungsinya yang leksikon tersebut disebutkan tapi wujud benda yang
bertautan dengan nama tumbuhan atau benda-benda alam di luat-luat Tapanuli Selatan nyaris tidak dikenali lagi oleh genarasi muda Tapanuli Selatan.
Hal itu dikuatkan oleh pendapat Sapir dalam Fill dan Mühlhäusler eds 2001:14, menyebutkan tiga bentuk lingkungan:
Universitas Sumatera Utara
1. Lingkungan fisik yang mencakupi karakter geografis seperti topografi sebuah
negara baik pantai, lembah dataran tinggi, maupun pegunungan, keadaan cuaca dan jumlah curah hujan.
2. Lingkungan ekonomis ‘kebutuhan dasar manusia’ yang terdiri atas flora dan
fauna dan sumber mineral yang ada dalam daerah tersebut. 3.
Lingungan sosial yang melingkupi pelbagai kekuatan yang dalam masyarakat yang membentuk kehidupan dan pikiran masyarakat satu sama lain. Namun
yang paling penting dari kekuatan sosial tersebut adalah agama, standar etika, bentuk organisasi politik dan seni.
Mühlhäusler, dalam tulisannya yang berjudul “Language and Environment” menyebutkan ada empat hal yang menghubungkan antara bahasa dengan
lingkungan, tetapi dalam kajian linguistik itu menjadi berbeda, keempatnya yaitu: 1.
Language is independent and self-contained Chomsky, cognitive linguistics; 2.
Language is constructed by the world Marr; 3.
The world is constructed by language structuralism and post structuralism; 4.
Language is interconected with the world-it bot constructedand is constructed by it but rarely indevendent ecolinguistics.
Sapir menjelaskan lebih lanjut, bahasa secara lahiriah dipengaruhi lingkungan yang melatari penutur suatu bahasa. Lingkungan fisik ragawi tersebut tergambar
dalam bahasa-bahasa yang telah dipengaruhi faktor-faktor sosial. Namun perubahan perihal lingkungan fisik lingkungan sosial terlihat jelas dalam kosakata bahasa
tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Kajian ekolinguistik didasari oleh pengaruh lingkungan dengan parameter yaitu interrelationships interelasi bahasa dan lingkungan environment and diversity
Haugen dalam Fill dan Mühlhäusler 2001: 1. Kerusakan lingkungan salah satu faktor yang menyebabkan kehilangan leksikon karena, hubungan bahasa dengan
lingkungan ditandai oleh unsur leksikon, hal itu karena kelengkapan suatu bahasa ditandainya dengan banyaknya leksikon-leksikon alam, tumbuh-tumbuhan di
lingkungan komuniatas penutur yang dipakai ketika berkomunikasi. Lingkup ekolinguistik adalah hubungan antara bahasa dengan lingkungan pada
ranah leksikon dan bukan pada tataran fonologi dan morfologi’ Sapir dalam Fill dan Mühlhäusler ‘2001: 2 menjelaskan, “This interrelation exists merely of the level of
the vocabulary and not, for example, on that of phonology or morphology.” Sapir dalam Fill dan Mühlhäusler 2001: 14 menjelaskan hubungannya sebagai berikut.
Is the vocabulary of a language that most clearly reflects the phsycal and social environment of its speakers. The complete vocabulary of a language may indeed be
looked upon as a complex inventory of all ideas, interest, and occupations that take up the attention of the community, and were such a complete thesaurus of the
language of a given tribe at our proposal, we might to a large extent infer the characteristics of the culture of the people making use of it. It is not difficult to find
examples of languages whose vocabulary thus bear the stamp of the physical environment in which the speakers are pleced.
2. 4 Leksikon
Leksikon merupakan komponen bahasa yang memuat informasi tentang makna. Sejalan dengan itu Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan leksikon sebagai
kosakata; komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna pemakaian kata dalam bahasa; kekayaan kata yang dimiliki suatu bahasa 2001:
805.
Universitas Sumatera Utara