Tradisi Lisan KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEP

2.1 Tradisi Lisan

Tradisi lisan merupakan berbagai pengetahuan dan adat istiadat yang secara turun temurun disampaikan secara lisan menurut Roger Tol dan Prudentia 1995: 2 dalam B. H. Hoed 2008:184 harus mencakup hal-hal yakni: Oral traditions do not only contain folktales, myths, and legends …, but store complete indegeneous cognate systems. To name a few: histories, legal practices, adat law, medication. Djuweng 2008:157 menyatakan, tradisi lisan menghubungkan generasi masa lalu, sekarang, dan masa depan. Tradisi lisan itu diturunkan dari generasi ke generasi dalam kehidupan sehari-hari, pemikiran perkataan, dan perilaku secara individu dan kelompok adalah implementasi senyatanya dari teks-teks lisan itu. Salah satu warisan budaya yang amat berharga dan penting dalam pembentukan identitas dan karakter bangsa adalah Intangible Cultural Heritage ICH. UNESCO dalam konvensi tanggal 16 Oktober 2003 menyebutkan salah satu unsur penting dalam ICH adalah tradisi lisan Prudentia 2010. Tradisi lisan, dalam berbagai bentuknya sangat kompleks yang mengandung tidak hanya berupa cerita, mitos, dan dongeng, tetapi juga mengandung berbagai hal yang menyangkut hidup dan kehidupan komunitas pemiliknya, seperti kearifan lokal local wisdom, sistem nilai, pengetahuan tradisional local knowledge, sejarah, hukum, pengobatan, sistem kepercayaan dan religi, hasil seni, dan upacara adat. Realitas di masyarakat, para penutur dan komunitas tradisi lisan semakin berkurang. Hal ini akibat proses pewarisan secara alamiah tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan, sementara perubahan kebudayaan berjalan dengan cepat. Dihadapkan pada kenyataan ini, satu-satunya yang penting dalam upaya menjaga Universitas Sumatera Utara tradisi lisan sebagai sumber pengetahuan pada masa sekarang dan yang akan datang adalah perubahan dalam sistem pewarisannya. Sebagai sumber sistem pewarisan pembentukan identitas, perlu dilakukan pengelolaan tradisi seperti: perlindungan, preservasi, dan revitalisasi tradisi. Tradisi lisan janganlah dilihat sebagai barang antik yang harus diawetkan, yang beku, yang berasal dari masa lalu dan tidak pernah ‘boleh’ berubah yang kemudian diagungkan dan diabadikan. Sudut pandang seperti ini akan mengangkat tradisi, khususnya tradisi lisan seperti yang telah diungkapkan, sehingga sejarah kegemilangan masa lalunya saja, tanpa dapat mengaktualkannya dalam situasi masa kini. Perlu sekali untuk membangun sebuah paradigma yang melihat tradisi lisan sebagai sebuah kekuatan, yang dengan itu sebagian masyarakat kita mampu berdialog secara baik dengan kekuatan-kekuatan lain termasuk kekuatan hegemoni dan kekuatan di luar dirinya. Paradigma ini terbangun dari suatu pandangan bahwa tradisi lisan merupakan perwujudan kegiatan sosial budaya sebuah komunitas masyarakat pemakainya. Tradisi lisan itu sendiri dapat dilihat sebagai suatu peristiwa budaya atau sebagai suatu bentuk kebudayaan yang diciptakan kembali invented culture untuk dimanfaatkan, dikembangkan, dan dilestarikan sebagai suatu bentuk kebudayaan, yang karena suatu alasan tertentu perlu dijaga dari kepunahannya. Menggali dan mengembangkan potensi tradisi lisan, termasuk perlindungan kekayaan intelektual budaya Indonesia, melalui penelitian yang terstruktur dan berkelanjutan. Sumber utama kajiannya adalah penutur, pembawa atau nara sumber pemilik tradisi lisan yang diteliti yang meliputi masyarakat pemilik atau pendukung yang Universitas Sumatera Utara berkaitan. Di samping tradisi dan nara sumber utamanya yang masih hidup atau merupakan living traditions, ingatan kolektif yang tersimpan dalam masyarakat dan tradisi tersebut memory traditions juga dimasukkan dalam kategori ini tradisi lisan. Pada tradisi lisan tidak dapat dipisahkan antara produk budaya dan masyarakat penghasilnya. Keduanya sangat tergantung satu sama lain. Tanpa masyarakat pendukungnya, tradisi tidak akan pernah dapat dihadirkan apalagi diteruskan. Sebaliknya, tanpa tradisi, masyarakat pemiliknya akan kehilangan identitas kemanusiaannya dan kehilangan banyak hal penting, khususnya pengetahuan tradisional, kearifan lokal, dan nilai-nilai yang pernah menghidupi dan sudah menyatu pada komunitas tersebut. Roland Barthes 1957: 140-142 ada tiga ciri-ciri nilai, yaitu: 1 nilai yang berkaitan dengan subyek; 2 nilai tampil dalam konteks praktis, di mana subyek ingin membuat sesuatu; 3 nilai menyangkut sifat-sifat yang ‘ditambah’ oleh subyek pada sifat-sifat yang dimiliki oleh obyek, nilai tidak dimiliki oleh obyek pada dirinya. Memahami nilai-nilai dengan baik, maka perlu dilakukan perbandingan dengan fakta pada konteks tradisi lisan agar unsur nilai tradisi yang ada pada tradisi tersebut dapat diretas, sehingga nilai tradisi lisan dapat diterima setiap orang, walaupun menurut apresiasi setiap orang nilai tersebut dapat berbeda-beda. Tradisi lisan sebagai produk kultural, mengandung berbagai hal yang menyangkut hidup dan kehidupan komunitas pemiliknya, misalnya sistem nilai, kepercayaan dan agama, kaidah-kaidah sosial, etos kerja, bahkan cara bagaimana dinamika sosial itu berlangsung Pudentia, 2003: 1. Universitas Sumatera Utara Pengetahuan tradisional atau Indigenous Knowledge IK memungkinkan masyarakat pemilik dan atau pendukung tradisi mengatasi tantangan alam dan lingkungan sekitarnya dengan menghasilkan teknologi untuk menguasinya. Sedangkan kearifan lokal atau Local Wisdom memungkinkan masyarakat bersangkutan memahami alam dan lingkungannya. Begitu pula tradisi Lisan di Tapanuli Selatan, walaupun sudah mengalami perkembangan, tetapi tetap tidak melepaskan diri dari norma-norma tradisi yang telah berlaku turun temurun. Tradisi lisan ini memiliki tatanan aturan yang tertib yang dipimpin oleh Orang Kaya yang berfungsi sebagai moderator MC ’Master of Ceremonial jalannya upacara perkawinan adat tersebut. Keputusan akhir upacara adat yang berwujud tradisi lisan diputuskan oleh Raja Panusunan Bulung, yang sebelumnya telah meminta pendapat masing-masing elemen adat ’dalihan na Tolu’ yang telah ditentukan sesuai dengan tuturan dan berada pada pihak mempelai laki- laki atau mempelai perempuan. Upacara perkawinan khususnya dan pada upacara adat pada umumnya, setiap keputusan yang diambil oleh Raja Panusunan Bulung Ompungi oppui Sian Bagas Godang melalui proses upacara adat istiadat yang panjang dan bertele-tele, tetapi tetap dengan jalan musyawarah dan merupakan keputusan bersama. Pada upacara adat istiadat ini juga setiap orang diposisikan sesuai dengan hubungan kekerabatanya dari posisi yang mempunyai horja sirion upacara perkawinan adat. Sehingga tak jarang sesorang yang tidak diberi kesempatan berbicara pada acara adat istiadat tersebut, ia merasa kurang dihargai. Oleh karena Universitas Sumatera Utara itu, penguasaan tradisi lisan dan leksikon adat sangat menentukan penghargaan masyarakat terhadap personal yang memiliki pemahaman adat istiadat. Penegasan pentingnya memahami leksikon bahasa tradisi lisan pada upacara adat istiadat sebagai warisan budaya, disebabkan leksikon yang digunakan pada tradisi lisan mengandung nilai-nilai filosofis adat yang tercermin pada budaya adat, kekerabatan, norma-norma, nilai-nilai sastra yang estetis seta nilai-nilai lainnya. Hal ini menurut Fortes dalam Tilaar 2000: 54-55, dari pewarisan budaya ada variabel-variabel yang perlu dicermati, yakni: unsur-unsur yang ditransmisikan diwariskan, proses pewarisan, dan cara pewarisannya. Dalam hal ini unsur-unsur yang diwariskan adalah nilai-nilai budaya, tradisi-tradisi masyarakat, dan pandangan-pandangan hidup masyarakat yang mengandung kearifan, kebenaran esensial, dan ide. Pengetahuan tradisional atau indigenous knowledge IK memungkinkan masyarakat pemilik dan atau pendukung sebagai kearifan lokal atau local wisdom dan berusaha untuk memahami Tradisi lisan. Tradisi lisan pada upacara perkawinan adat Tapanuli Selatan yang dianalisis dalam wujud teks lisan, teks lisan tersebut dituliskan, kemudian yang dianalisis adalah leksikon-leksikon pada upacara perkawinan adat Tapanuli Selatan, dengan pendekatan ekolinguistik kemudian diklasifikasikan atas leksikon yang berasal dari ekologi dan linguistik. Karena ekolinguistik mencoba menyertakan diri dalam pengkajian lingkungan dalam perspektif linguistik Sebab, perubahan sosio- ekologis sangat mempengaruhi penggunaan bahasa, serta perubahan nilai budaya dalam sebuah masyarakat Al Gayoni, 2010:1. Universitas Sumatera Utara Realitas di masyarakat, para penutur dan komunitas tradisi lisan semakin berkurang. Hal ini akibat proses pewarisan secara alamiah tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan, sementara perubahan kebudayaan berjalan dengan cepat. Sebab, tidak dikuasai lagi sejumlah leksikon oleh penutur remaja karena hilangnya sebagian unsur sosial budaya dan sosial-ekologi pada komunitas itu. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan budaya dari budaya tradisional ke budaya modern atau perubahan suatu kawasan dari kawasan pedesaan ke kawasan perkotaan atau dari kawasan kosong menjadi kawasan pemukiman atau sebaliknya dari kawasan pemukiman menjadi kawasan kosong seperti daerah kawasan Sidoarjo. Apabila hal ini berlanjut, tentu akan mengakibatkan ikan yang dulunya hidup menjadi mati, berbagai rumput yang hidup akan semakin berkurang. Hal ini akan menyebabkan hilangnya beberapa ikon leksikal Adisaputra, 2010:11. Penyusutan atau kepunahan unsur alam maupun unsur budaya akan berdampak pada hilangnya konsepsi penutur terhadap entitas itu. Sejalan dengan pendapat Adisaputra, Lauder menyebutkan bahwa punahnya sebuah bahasa daerah berarti turut terkuburnya semua nilai budaya yang tersimpan dalam bahasa itu, termasuk di dalamnya berbagai kearifan mengenai lingkungan Lauder, 2006 : 6. Dihadapkan pada kenyataan ini, satu-satunya yang penting dalam upaya menjaga tradisi lisan sebagai sumber pengetahuan pada masa sekarang dan yang akan datang adalah perubahan dalam sistem pewarisannya. Sistem pewarisan pembentukan identitas, perlu dilakukan pengelolaan tradisi seperti: pelindungan, Universitas Sumatera Utara preservasi, dan revitalisasi tradisi lisan, yaitu tradisi lisan pada pada upacara perkawinan adat di Tapanuli Selatan.

2.2 Upacara perkawinan adat Tapanuli Selatan