8. Mencari nilai-nilai tradisi lisan yang terkandung pada upacara perkawinan
adat Tapanuli Selatan dan berusaha merevitalisasi tradisi lisan pada upacara perkawinan adat Tapanuli Selatan, dan
9. Menyimpulkan hasil penelitian.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Sejarah Singkat Kota Padangsidimpuan
Tapanuli Selatan sebelum pemekaran merupakan daerah yang terluas di Sumatera Utara yaitu 18.896,50 kilometer atau 1.889.650 hektar atau 26.36 dari
seluruh luas Sumatera utara. Padangsidimpuan sebagai ibukota Kabupaten berjarak 550 km ke Medan, merupakan terjauh dari pusat pemerintahan provinsi.
Secara garis besar Tapanuli Selatan terbagi atas lima wilayah budaya yaitu: Angkola-Sipirok, Padang Lawas, Mandailing, Ulu dan Pesisir. Tiga wilayah yang
disebutkan seperti: Angkola-Sipirok, Padang Lawas, dan Mandailing setelah otonomi daerah pemekaran berdiri sendiri disebut dengan wilayah budaya Dalihan
Na Tolu. Sekitar tahun 1700 Kota Padangsidimpuan yang sekarang adalah lokasi dusun
kecil yang disebut “padang na dimpu” oleh para pedagang sebagai tempat peristirahatan, yang artinya suatu daratan di ketinggian yang ditumbuhi ilalang yang
berlokasi di Kampung Bukit Kelurahan Wek II, di pinggiran sungai Sangkumpal Bonang.
Melalui Trakrtat Hamdan tanggal 17 Maret 1824, kekuasaan Inggris di Sumatera diserahkan kepada Belanda, termasuk Recidency Tappanooli yang di
bentuk Inggris Tahun 1771. Setelah menumpas gerakan Kaum Padri Tahun 1830,
Universitas Sumatera Utara
Belanda membentuk district setingkat kewedanan Mandailing, District Angkola, dan District Teluk Tapanuli di bawah kekuasaan Government Sumatras West Kust
yang berkedudukan di Padang. Pada Tahun 1838 dibentuk dengan asisten residen-nya berkedudukan di
Padangsidimpuan. Setelah terbentuknya Residente Tapanuli melalui Besluit Gubernur Jenderal tanggal 7 Desember 1824, antara Tahun 1885 sampai dengan
1906, Padangsidimpuan pernah menjadi ibu kota Residen Tapanuli. Pada masa awal kemerdekaan, Kota Padangsidimpuan merupakan pusat
pemerintahan, dari lembah besar Tapanuli Selatan dan pernah menjadi ibukota Kabupaten Angkola Sipirok sampai digabung kembali Kabupaten Mandailing Natal.
Kabupaten Angkola Sipirok, dan Kabupaten Padang Lawas melalui Undang-undang Darurat Nomor 70DRT1956.
Dalam ringkasan sejarah Tahun 1879 di Padangsidimpuan didirikan Kweek School Sekolah Guru yang di pimpin oleh Ch. A Van Ophuysen yang di kenal
sebagai penggagas ejaan bahasa Indonesia. Lulusan sekolah ini banyak dikirim untuk menjadi guru di Aceh. salah seorang
lulusan ini adalah Rajiun Harahap gelar Sutan Hasayangan, penggagas berdirinya Indische Veergining sebagai cikal bakal berdirinya Perhimpunan Indonesia di negeri
Belanda dan merupakan organisasi pertama yang berwawasan nasional 1879 juga penggagas pengumpulan dana studi bagi guru-guru yang akan di sekolahkan ke
Negeri Belanda.
Universitas Sumatera Utara
3.2.2 Kronologis Pembentukan Kota Padangsidimpuan