Penjajahan Jepang dan Momentum Kemerdekaan

F. Penjajahan Jepang dan Momentum Kemerdekaan

Perkembangan ekonomi yang ditunjang oleh kemajuan teknologi mendorong Jepang berupaya membangun imperium di Asia. Jepang membuat kejutan besar, di mana secara tak terduga mampu mengalahkan Uni Sovyet dan menantang Amerika Serikat dengan membombardir pangkalan angkatan lautnya, Pearl Harbour. Jepang juga merebut dan menguasai wilayah-wilayah terdekatnya di Asia,

88 Ibid., p. 230-5. Sekalipun tidak cukup solid dan efektif, namun terbentuknya GAPI menandai bersatunya kekuatan-kekuatan nasionalis ke dalam satu front yang

cukup berpengaruh. Adiwiguna, “Faktor-faktor Pemerhasil…”, p. 151. 89 Volksraad tidak dapat disamakan dengan parlemen karena hanya berstatus

sebagai badan penasehat, yang tidak dapat mengubah pemerintahan, karena tidak ada menteri yang bertanggung jawab atas keputusan-keputusannya. Simak Kartodirdjo, “Struktur Sosial…”, p. 9.

Menelusuri Jejak Politik Indonesia Hingga Penghujung Era Orde Baru ISLAM DAN KEGAGALAN DEMOKRASI

BAB IV

China, dan terus bergerak menguasai hampir seluruh wilayah Asia Tengara, wilayah-wilayah yang sebelumnya dikuasai bangsa-bangsa Eropa.

Jepang telah menjadi kekuatan yang mematahkan kontinuitas sejarah penjajahan Eropa, khususnya di Asia Pasifik, setelah hampir tiga abad tidak pernah ada satupun kekuatan Asia yang mampu menandinginya. Dengan gerakan cepat, Jepang secara berturut-turut merebut kawasan-kawasan strategis di Indonesia yang dimulai dari Tarakan, Balik Papan Samarinda, Banjarmasin, Palembang, Jawa Barat, Tengah dan Timur. Penguasaan Pulau Jawa 7 Maret 1942, oleh Jepang mengakhiri kekuasaan Belanda secara politik maupun militer

atas wilayah nusantara selama beberapa dekade. 90 Kemenangan Jepang atas Rusia dan direbutnya Hindia-Belanda

dari Belanda menyuntikkan semangat dan harapan baru, di mana kemenangan Jepang sering dipandang sebagai simbul kemenangan bangsa Asia atas Eropa. Tokoh-tokoh pemuda Indonesia sebelumnya sudah menunjukkan simpatinya pada Jepang, terutama setelah kunjungan Gatot Mangkupraja dan Hatta ke Jepang 1933. Mereka berkeyakinan bahwa Jepang dengan Pan-Asianya mendukung

Pergerakan Nasional Indonesia yang mencita-citakan kemerdekaan. 91

90 Bantuan padukan Inggris dan Amerika tidak mampu membendung kekuatan

Jepang ke Indonesia. Nugroho Notosusanto, The PETA Army During Japanese

Occupation of Indonesia, 1943-1945, (Djakarta: Department of Defence and Scurity, Centre for Armed Forces History, 1974), p. 1-5. Namun demikian Kahin menilai, kekalahan Belanda dari Jepang dikarenakan Belanda tidak sungguh- sungguh mempertahankan Indonesia. Simak Kahin, Nationalism and Revolutin…, p. 101.

91 Hatta yang anti-fasis semula menolak bekerja sama. Tetapi setelah Jepang meyakinkan niatnya untuk memberikan sesuatu yang paling berharga,

kemerdekaan, Hatta setuju dengan syarat hanya menjadi penasehat. L.D. Jong dan

Arifin Bey, eds., Pendudukan Jepang, Suatu Ungkapan Berdasarkan

Dokumentasi Pemerintahan Belanda, (Jakarta: Kesaint Blanc, 1987), p. 18-20. Simak juga Notosusanto, The PETA Army…, p. 15.

118 Menelusuri Jejak Politik Indonesia Hingga Penghujung Era Orde Baru ISLAM DAN KEGAGALAN DEMOKRASI

KOLONIALISME DAN MASUKNYA SISTEM

POLITIK MODERN DI INDONESIA

Sekalipun dikenal anti-fasism, Hatta bersedia bekerja sama dengan Jepang, sebab Jepang secara politis membutuhkan dukungan rakyat Indonesia. Notosusanto menduga hal ini dikarenakan propaganda Jepang sebelumnya yang menjanjikan kemerdekaan, atau minimal pemerintahan sendiri. Tokoh-tokoh lain, termasuk Soekarno, juga memandang Jepang dalam posisi sangat kuat pada masa itu. Kekuatan tersebut dibutuhkan Indonesia. Kekecewaan terhadap pemerintah Belanda, di mana harapan kemerdekaan bahkan sekedar memiliki parlemen sendiri semakin pupus dengan ditolaknya petisi

Sutarjo maupun GAPI yang menuntut Indonesia Berparlemen. 92 Banyaknya tekanan terhadap kaum nasionalis pada masa

kolonial Belanda diimbangi pemerintahan pendudukan Jepang dengan menunjukkan itikad baik, di antaranya Jepang tidak menyelenggarakan perayaan kemenangan perang. Berulang kali Jepang menegaskan bahwa kehadiran mereka di Indonesia bukan untuk menjajah, melainkan membebaskan dari dominasi penjajah Eropa. Mereka bahkan melibatkan banyak kaum nasionalis dalam pemerintahan, sesuatu yang tidak pernah terjadi selama penjajahan Belanda. Pembebasan kaum nasionalis dari kamp-kamp tahanan juga merupakan hal lain yang memberikan banyak harapan, sehingga selama tiga bulan pertama kehadirannya Jepang mendapat sambutan

baik dari masyarakat Indonesia. 93

92 Kaum pergerakan benar-benar dikecewakan pemerintah Belanda, karena di saat-saat kritis mereka tetap tidak melunakkan kebijakannya atas wilayah

Indonesia. Tampaknya Jepang membaca keinginan kaum nasionalis, hingga memberi kesempatan membicarakan masalah politik dan ekonomi, 12 September 1940. Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia V, p. 311.

93 Dalam pidato hari pertamanya pimpinan pasukan Jepang, Jenderal Imamura menyatakan lima butir ketetapan yang menjadi semacam undang-undang. Poin

utama dari pernyataan tersebut adalah bahwa kehadiran tentara Dai Nippon adalah dalam rangka mewujudkan kemakmuran rakyat India-Timur dan seluruh penduduk harus mentaati militer Jepang sebagai pemerintahan. Jenderal Imamura sendiri secara individual tidak bersedia menempati istana negara, karena dianggapnya terlalu besar. Jong dan Bey, eds., Pendudukan Jepang…, p. 7-11.

Menelusuri Jejak Politik Indonesia Hingga Penghujung Era Orde Baru ISLAM DAN KEGAGALAN DEMOKRASI

BAB IV

Sebagian tokoh pergerakan bersedia bekerjasama dengan pemerintahan Jepang, setelah sebelumnya bersikap ambigu antara bekerja sama dan konfrontasi. Mereka mengerahkan segala kemampuan untuk mendukung, dan menggerakkan massa untuk berjuang bersama Jepang. Sebagai bagian dari propaganda riilnya Jepang mulai melibatkan rakyat banyak dalam berbagai kegiatan. Jepang melibatkan kaum pergerakan untuk mengisi kekurangan pegawai-pegawai pemerintah ( Gunsei). Hanya sebagian kaum nasionalis seperti seperti Sutan Sjahrir dan Tjipto Mangunkusumo tetap menolak bekerja sama dan memilih melakukan gerakan bawah

tanah secara konsisten. 94 Beberapa gerakan konsolidasi yang melibatkan rakyat dibentuk,

yang pertama adalah gerakan “tiga A”, dengan jargon Nippon cahaya Asia, Nippon pelindung Asia dan Nippon pemimpin Asia. Maksud slogan tersebut adalah dalam rangka upaya memobilisasi dukungan rakyat dalam perang dan menciptakan situasi kondusif bagi penguasaannya atas Asia Tenggara. Tokoh Parindra, Mr. Samsuddin

ditunjuk sebagai ketua bagian propaganda ( Sendenbu) gerakan. Meski ditunjang dengan pembentukan komite-komite di tingkat daerah, pada akhirnya gerakan tersebut hanya berumur beberapa bulan dan

tidak efektif. 95 Desember 1942 Jepang kembali membentuk organisasi rakyat,

Poesat Tenaga Rakjat (Poetera) yang dipimpin Soekarno, dengan wilayah Jawa dan Madura. Sebagaimana organisasi sebelumnya, organisasi ini intinya ditujukan dalam rangka propaganda, agar rakyat bersedia membantu usaha perang Jepang. Di antara tugas organisasi ini adalah menghapus pengaruh Amerika, Inggris dan Belanda dari

94 Kahin, Nationalism and Revolution…, p. 105. Penolakan Tjipto Mangunkusumo bukan karena alasan politik semata, melainkan juga karena kondisi

kesehatannya yang semakin menurun. Sutan Sjahrir, Out of Exile, (New York: The John Day Coy., 1949), p. 241.

95 Cindy Adams, Bung Karno, Penjambung Lidah Rakjat, (Djakarta: Gunung Agung, 1966), p. 103.

120 Menelusuri Jejak Politik Indonesia Hingga Penghujung Era Orde Baru ISLAM DAN KEGAGALAN DEMOKRASI

KOLONIALISME DAN MASUKNYA SISTEM

POLITIK MODERN DI INDONESIA

perasaan dan tanggung jawab masyarakat Indonesia, dan mendorong agar rakyat bersedia mengambil bagian dalam mempertahankan Asia Raya, memperkuat persaudaraan Indonesia-Jepang, serta pengajaran intensif bahasa Jepang. Poetera juga mengemban tugas di bidang sosial-ekonomi yang semuanya ditujukan untuk mendukung kepentingan Jepang. Meski mendapatkan respon besar, organisasi ini juga tidak berkembang, terutama karena lemahnya dukungan pemerintah. Tuntutan iuran anggota dan pungutan keuntungan dari lembaga perdagangan yang didirikan di tengah kondisi sosial- ekonomi yang tak menentu menjadikan organisasi ini kehilangan peminat. Meski demikian, organisasi ini telah membantu penggalangan rakyat secara nasional, yang tak pernah terjadi pada

masa-masa sebelumnya. 96 Sebagai bagian dari konsolidasi dan penggalangan massa

maupun dukungan, Jepang mendirikan Jawa H ōkōkai, yang pengelolaannya langsung di bawah pemerintah Jepang ( Gunseikan). Organisasi ini mencakup berbagai bidang profesi; guru ( Kyoiku

H ōkōkai), dokter (Izi Hōkōkai), kewanitaan (Fujinkai), pusat kebudayaan ( Keimin Bunka Shid ōshō) serta tata usaha pembantu prajurit, PETA dan Heiho (B ōei Engokai). Mobilisasi potensi masyarakat dikerahkan melalui Jawa H ōkōkai dalam rangka memenangkan Perang Asia Timur Raya. Barisan milisi semi-militer dibentuk seperti barisan Pelopor ( Shuishintai) 1 November 1944, barisan Berani Mati ( Jibakutai) 8 Desember 1944, Hizbullah (Kaikyo Seinen Teishintai) 15 Desember 1944 serta Korps Pelajar ( Gakutotai).Karena dinilai masih terdiri dari banyak suku bangsa dan adat istiadat yang tidak terlalu membahayakan, organisasi serupa tidak dibentuk di luar Jawa, dan baru setelah Maret 1945 diberikan

konsesi dengan dibentuknya C ūō Sangi In. Pada masa-masa inilah kaum nasionalis memperoleh kesempatan untuk melebarkan dan

96 Kahin, Nationalism and Revolution…, p. 106-7.

Menelusuri Jejak Politik Indonesia Hingga Penghujung Era Orde Baru ISLAM DAN KEGAGALAN DEMOKRASI

BAB IV

memperkuat pengaruh, serta menyuntikkan kesadaran nasionalisme dan semangat juang. 97

Meski sama-sama anti-Barat, pada masa pendudukan Jepang golongan nasionalis Islam memperoleh perhatian khusus karena dinilai lebih dapat diandalkan dibanding nasionalis “sekuler”. Kolonel Horie sebagai pejabat yang menangani masalah keagamaan berusaha melakukan pendekatan dengan para tokoh agama, kyai. Ia dibantu dua pembantunya, serdadu jepang yang beragama Islam, mengunjungi masjid-masjid dan memberikan ceramah. Para kyai juga diberi penataran secara sistematis, sampai diyakini tidak membahayakan lagi. Jepang bersikap lebih berhati-hati terhadap kalangan Islam setelah sebelumnya meminta maaf akibat penangkapan tokoh

agama. 98 Dalam rangka memberikan kelonggaran golongan Islam di

pulau Jawa, Jepang tetap mengijinkan berdirinya Majlis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang berdiri di Surabaya 1937. Hanya saja mereka dilarang melakukan aktifitas politik dan harus mengubah anggaran dasar (azas dan tujuan) dengan menambahkan kalimat turut bekerja dengan sekuat tenaganya dalam pekerjaan membangunkan masyarakat baru, untuk mencapai kemakmuran bersama di lingkungan Asia raya di bawah pimpinan Dai Nippon. Oktober 1943,

secara resmi MIAI dibubarkan diganti dengan Majlis Sjoero Muslimin Indonesia (Masjoemi). Pada tahun yang sama Muhammadiyah dan NU diijinkan kembali melakukan kegiatan sosial dan keagamaan. Meski kegiatan diberikan kelonggaran bukan berarti kalangan Islam selalu mengekor kebijakan Jepang. Bilamana bertentangan dengan hal-hal yang dianggap prinsip, umat Islam tidak segan-segan

97 Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia VI, p. 18-23. 98 Hasyim Asy’ari yang ditangkap karena menolak menghormat bendera Jepang.

Ibid., p. 25. Hasyim Asy’ari dipenjara Oktober 1942 dan kemudian dibebaskan

dengan disertai permintaan maaf pada masyarakat muslim. Feillard, NU vis a vis

Negara…, p. 28-9.

122 Menelusuri Jejak Politik Indonesia Hingga Penghujung Era Orde Baru ISLAM DAN KEGAGALAN DEMOKRASI

KOLONIALISME DAN MASUKNYA SISTEM

POLITIK MODERN DI INDONESIA

melakukan pemberontakan, seperti peristiwa Singaparna, Indramayu dan Aceh. 99

Propaganda Jepang terutama ditujukan pada kalangan pemuda dengan semboyan Jepang sebagai saudara tua, yang memberikan dampak psikis yang luas. Berbeda dari masa Belanda, di mana batas- batas status dan hubungan dengan bangsa Eropa maupun bangsa asing lainnya dibuat tegas, pada masa ini masyarakat tidak merasakan perbedaan antara orang Jepang atau Indonesia. Semboyan tersebut seakan menghapus sekat dan kesenjangan kelas sosial sebagaimana yang dialami bangsa ini era penjajahan Belanda. Di sisi lain, masyarakat pribumi sedikit memiliki kendala psikologis dengan Jepang yang dari segi rasial tidak terlampau berbeda. Jepang sendiri tidak membedakan kelas sosial hingga lebih mudah diakses setiap orang dan terutama kaum pergerakan. Kehadiran Jepang menjadikan diskriminasi rasial selama penjajahan Belanda menjadi terlalu buruk untuk dikenang, sekalipun secara ideologis Jepang dikenal sebagai

fasis. 100 Jepang terus melakukan propaganda melalui berbagai tindakan

proaktif, termasuk dengan memberikan berbagai latihan ketrampilan seperti memasak, berkebun, kebersihan lingkungan dan bahasa Jepang. Masa pendudukan Jepang merupakan masa-masa perang, di mana upaya mewujudkan stabilitas, dan apalagi pertumbuhan ekonomi merupakan sesuatu yang mustahil. Pemerintah militer Jepang sendiri membutuhkan banyak sumber daya, dana dan tenaga untuk mendukungnya. Jepang perlu menutupi penghisapan ekonomi,

99 Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia VI, p. 24-6. 100 Sekalipun dikenal berpaham fasis, kaum pejuang mudah mengakses berbagai fasilitas tanpa pembedaan kelas yang tajam sebagaimana masa Belanda. Pendidikan dan Pelatihan dapat diperoleh masyarakat berbagai tingkatan. Di samping itu, sikap tegas terhadap orang-orang Belanda turut menambah simpati rakyat. Kahin, Nationalism and Revolution…, p. 102.

Menelusuri Jejak Politik Indonesia Hingga Penghujung Era Orde Baru ISLAM DAN KEGAGALAN DEMOKRASI

BAB IV

perampasan hasil bumi rakyat, bahkan eksploitasi tenaga manusia ( 101 romusha) dengan upaya-upaya yang terkesan menjanjikan.

Masa pendudukan Jepang sekaligus menjadi momentum perkembangan sosial politik yang lebih menonjolkan kekuatan fisik dan semangat heroik, sementara wacana yang lebih rasional tersingkir secara perlahan. Hal ini dikarenakan upaya-upaya Jepang lebih tertuju pada pengerahan tenaga dari pada kesadaran politik yang

rasional. Jepang sendiri membatasi gerakan politik kaum terpelajar dan cenderung menekan kegiatan-kegiatan kemahasiswaan dengan berbagai aturan yang memungkinkan masyarakat terasing dari wacana politik yang rasional. Pemerintah Jepang tidak segan-segan memecat mahasiswa yang membangun kegiatan yang tidak sejalan

dengan kebijakan pemerintah pendudukan. 102