Memuncaknya Semangat Revolusi di Indonesia

D. Memuncaknya Semangat Revolusi di Indonesia

Berbeda dari beberapa negara tetangga, Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam, yang diperoleh melalui proses pengalihan kekuasaan yang relatif damai dari rejim kolonial ke nasional, kemerdekaan Indonesia mutlak merupakan hasil revolusi yang melibatkan rakyat dalam sekala massive. Jalannya revolusi berlangsung penuh liku dengan memakan korban dan kerugian yang tidak sedikit. Di samping itu, situasi yang sulit selama revolusi bersenjata dan upaya-upaya diplomasi selalu disertai ketidakpuasan yang mengakibatkan instabilitas politik. Kemerdekaan melalui jalan revolusi tampaknya juga hampir selalu diikuti gejolak sosial politik yang berlarut-larut, diiringi perkembangan paham-paham sosial politik dan fragmentasi sosial yang diliputi pengentalan, konsolidasi, penajaman militansi dan peningkatan heroisme dengan keberanian

mengorbankan jiwa dan raga. 46 Tampaknya tempaan keras selama kurun penjajahan Jepang

yang militeristik telah meninggalkan heroisme yang eksplosif. Kurun akhir penjajahan Jepang memberi dampak luar biasa besar bagi terkonsolidasikannya semangat revolusioner secara hampir merata pada segenap warga negara. Mobilisasi rakyat melalui berbagai gerakan sosial dan pelatihan yang diberikan Jepang memperluas

keputusannya tidak menguntungkan. Di sisi lain, PBB juga tidak cukup mampu melakukan intervensi. Di tengah kecenderungan global yang saling mempengaruhi, aliansi negara-negara baru bahkan secara independen mampu membangun upaya yang diarahkan pada penekanan pembangunan stabilitas regional. Simak Malik, Sepuluh Tahun…, p. 36-7.

46 Sekalipun tidak hilang, selama pendudukan Jepang seluruh organisasi sosial politik di Indonesia menyesuaikan pandangannya dengan Jepang, yang

menyebabkan tokoh-tokoh nasional di satu sisi bangga dengan semangat juang yang meluas di kalangan rakyat, namun juga dihantui rasa was-was karena berbarengan dengan tumbuhnya semangat primordial. Simak Onghokham “Revolusi Indonesia…”, p. 5.

180 ISLAM DAN KEGAGALAN DEMOKRASI Menelusuri Jejak Politik Indonesia Hingga Penghujung Era Orde Baru

SITUASI INTERNASIONAL DAN PERGULATAN POLITIK MASA REVOLUSI

kesadaran dan keberanian masyarakat bangsa ini untuk mengusir penjajah dari bumi pertiwi dengan kekuatan bersenjata. 47

Sekalipun berbagai janji, pelatihan dan fasilitasi persiapan kemerdekaan yang diberikan Jepang lebih banyak bermakna strategis, sebagai jalan meraih dukungan dari masyarakat setempat dalam perang Asia Timur Raya, namun masyarakat bangsa ini benar-benar memetik manfaat sebagai modal konsolidasi gerakan revolusioner. Organisasi-organisasi bentukan Jepang secara diam-diam berubah arah menjadi gerakan anti-Jepang, melengkapi sebagian lain yang dari awal telah menunjukkan antipatinya secara terang-terangan terhadap penjajah. Pendudukan Jepang menjadikan rakyat Indonesia benar- benar bangkit kesadaran nasionalismenya dengan keberanian melakukan perlawanan fisik secara luas, yang tak pernah terjadi hampir dua abad sebelumnya. Gejolak tersebut tidak mudah padam bahkan tidak berakhir saat revolusi bersenjata usai dengan pengakuan kedaulatan. Di satu sisi, heroisme yang terbangun selama masa pendudukan Jepang menjadi modal besar dalam perjuangan bersenjata selama revolusi, hanya saja kecenderungan revolusioner yang disertai berkobarnya semangat heroik tersebut juga senantiasa terbawa dalam dialektika sosial politik hingga kurun waktu yang

panjang pasca kemerdekaan. 48 Gerakan revolusi kemerdekaan sebenarnya telah dimulai sejak

memasuki abad ke-20, baik melalui cara-cara kooperatif, non- kooperatif maupun bawah tanah. Hanya saja gerakan tersebut baru bersifat politis, terbatas pada kalangan terdidik dan hampir tidak pernah mengarah pada perlawanan bersenjata. Gerakan tersebut

47 Situasi ini diiringi semangat radikal dengan luapan emosional, di mana sikap anti-asing yang melebar pada sikap anti-Cina, anto kolaborator asing, dan menulisi

berbagai properti kolonial dengan plakat-plakat yang berbunyi “Milik Republik Indonesia”. Ibid.

48 Jepang memiliki andil dalam membangun etos perjuangan dengan mengedepankan kekuatan fisik. Besarnya dampak penjajahan Jepang dapat

dicermati dalam deskripsi Kahin, Nationalism and Revolution…, p. 132-3.

Menelusuri Jejak Politik Indonesia Hingga Penghujung Era Orde Baru ISLAM DAN KEGAGALAN DEMOKRASI

BAB VI

menemukan momentum yang tepat ketika Jepang mulai mengalami kekalahan demi kekalahan di berbagai front pertempuran. Lemahnya posisi Jepang menjadikan kaum nasionalis revolusioner, terutama dari kalangan muda, berharap segera dilakukannya proklamasi kemerdekaan, tanpa menunggu kebaikan hati pemerintah Jepang. Mereka memilih kemerdekaan dengan kekuatan sendiri dibanding pelimpahan kekuasaan. Tingginya

semangat nasionalisme meningkatkan rasa harga diri yang tinggi dan semangat juang sangat besar yang mendorong mereka berusaha mencapai kemerdekaan dengan merebutnya, dan menghindari pemberian. Hal ini tampak pada upaya keras mereka memaksa tokoh-tokoh nasional pada hari-

hari terakhir menjelang diproklamasikannya kemerdekaan RI. 49 Tiga bulan sebelum proklamasi kemerdekaan, 16 Mei 1945,

dengan disposori disponsori Angkatan Moeda Indonesia, para aktivis pemuda mengadakan kongres di Bandung. Organisasi yang semula dibentuk atas inisiatif Jepang ini kemudian berkembang menjadi gerakan anti-Jepang. Dengan semangat nasionalisme militan, mereka menyerukan agar para pemuda mempersiapkan diri menyongsong proklamasi kemerdekaan dengan tanpa mengharapkan pemberian

Jepang. Kongres tersebut mengeluarkan dua resolusi: Pertama, membulatkan tekad seluruh pemuda Indonesia dari semua golongan untuk tunduk di bawah satu pimpinan; Kedua, mempercepat

pelaksanaan proklamasi kemerdekaan Indonesia. 50 Sebagian pemuda masih tidak puas dengan resolusi tersebut,

dan berupaya mempersiapkan gerakan yang lebih radikal. Mereka menyelenggarakan pertemuan rahasia 3 Juni 1945 yang melahirkan gerakan Gerakan Baroe Indonesia. Tujuan gerakan tersebut: Pertama, mencapai satu persatuan yang kompak di antara seluruh golongan dalam masyarakat Indonesia; Kedua, menanamkan semangat revolusioner massa atas dasar kesadaran sebagai rakyat yang

Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia VI, p. 79-0. 50 Ibid., p. 75-6.

182 ISLAM DAN KEGAGALAN DEMOKRASI Menelusuri Jejak Politik Indonesia Hingga Penghujung Era Orde Baru

SITUASI INTERNASIONAL DAN PERGULATAN POLITIK MASA REVOLUSI

berdaulat; Ketiga, membetuk negara kesatuan Republik Indonesia; dan keempat, mempersatukan Indonesia dan bahu-membahu dengan

Jepang, tetapi jika perlu berusaha mencapai kemerdekaan dengan kekuatan sendiri. 51

Gerakan-gerakan pemuda tersebut semula memang muncul tidak lepas dari inisiatif Jepang. Tokoh-tokoh pemuda radikal seperti Chairul Saleh, Sukarni, B.M. Diah, Asmara hadi, Harsono Tjokroaminoto, Wikana, Sudiro, Supeno, Adam malik, S.K. Murti, Sutomo dan Pandu Kartawiguna memang telah diikutkan dalam Gerakan Rakjat Baroe, yang direstui oleh Saik ō Shikikan baru di bawah pimpinan Letnan Jenderal Y. Nagayo. Gerakan ini dibentuk

berdasarkan hasil sidang C ūō Sangi In ke-18, untuk mengobarkan semangat cinta tanah air dan semangat perang. Karena menyadari gerakan ini lebih menempatkan dominasi Jepang yang berpretensi mengendalikan gerak kaum nasionalis radikal, banyak di antara

mereka yang menolak duduk di dalamnya. 52 Berbeda dari kalangan muda, tokoh-tokoh tua memilih langkah-

langkah kooperatif dengan pemerintah kolonial. Tokoh-tokoh tua menginginkan kemerdekaan tanpa pertumpahan darah, dan memandang bekerja sama dengan Jepang merupakan jalan terbaik. Tanggung jawab moral dan perhitungan militer saat itu tidak memungkinkan rakyat Indonesia dapat memenangkan konfrontasi bersenjata melawan Jepang, dan apalagi Belanda bersama sekutu. Bahkan ketika Jepang menghadapi kekalahan demi kekalahan di berbagai medan pertempuran, di mana secara berturut-turut sekutu merebut pertahanan Jepang di bagian Timur dan Tengah kepulauan nusantara yang semakin memperjelas kekalahan Jepang, tokoh tua

tetap memilih menunggu mekanisme yang dijanjikan Jepang. 53

Ibid. 52 Ibid., p. 80.

53 Gerakan-gerakan formal waktu itu memang enggan, tidak percaya pada kekuatan sendiri. Karena itu, mereka menunggu ijin, persetujuan atau “lampu hijau”

Menelusuri Jejak Politik Indonesia Hingga Penghujung Era Orde Baru ISLAM DAN KEGAGALAN DEMOKRASI

BAB VI

Di saat kritis tersebut, Jepang berusaha mempertahankan pengaruhnya pada masyarakat Indonesia. Tanpa menyebutkan waktu secara definitif, Koiso mengeluarkan pernyataan bahwa pemerintah Jepang akan memberi kemerdekaan bagi Indonesia di kemudian hari. Jepang juga mengangkat wakil-wakil departemen ( sanyo) dari bangsa Indonesia, memperbolehkan lagu Indonesia Raya dinyanyikan dan pengibaran bendera Merah-Putih. Ketika sudah benar-benar terdesak, Jepang baru berusaha mewujudkan janji lebih konkrit kepada tokoh- tokoh nasional dengan mengumumkan dibentuknya BPUPKI, yang

kemudian diubah menjadi PPKI. 54 Ketika kekalahan Jepang sudah sangat dekat, kalangan pemuda,

yang dimotori Sjahrir, seorang nasionalis garis keras, menuntut proklamasi kemerdekaan segera dilaksanakan, sebab dari radio yang tidak disegel pemerintah mereka memperoleh informasi bahwa Jepang sudah memutuskan untuk menyerah dalam waktu dekat, dan Indonesia akan dikembalikan pada Belanda melalui Sekutu. Mereka lebih memilih proklamasi kemerdekaan lepas dari campur tangan Jepang, termasuk PPKI yang dianggap bentukan Jepang. Mereka antipati terhadap semua yang berbau kolonial, dan memandang janji penjajah hanya tipu muslihat. Kemerdekaan melalui rapat PPKI dianggap sama halnya dengan membenarkan bahwa kemerdekaan Indonesia sebagai pemberian Jepang. Sementara mereka lebih mengharapkan kemerdekaan diperoleh dengan kekuatan sendiri lepas

sama sekali dari jasa bangsa asing. 55

dari Jepang. Adnan Buyung Nasution “Aspirasi Kemerdekaan: Semangat Republik” dalam Prisma, No. 8, 1985, p. 38.

54 Jepang memberikan banyak fasilitas dan kemudahan, di antaranya lagu kebangsaan boleh dinyanyikan, kampanye kemerdekaan bebas dilakukan, dan di

setiap departemen menempatkan wakil ( sanyo) dari orang Indonesia, hingga pembentukan BPUPKI. Panitia Lima, Uraian Pancasila, (Jakarta: Mutiara, 1977), p. 29-30. Simak juga Hatta, Memoir, p. 432.

55 Nasution “Aspirasi Kemerdekaan…”, p. 38.

184 ISLAM DAN KEGAGALAN DEMOKRASI Menelusuri Jejak Politik Indonesia Hingga Penghujung Era Orde Baru

SITUASI INTERNASIONAL DAN PERGULATAN POLITIK MASA REVOLUSI

Golongan tua yang memilih mencapai kemerdekaan tanpa pertumpahan darah lebih mempercayakan proklamasi kemerdekaan pada lembaga PPKI. Bahkan ketika kekalahan Jepang semakin nyata dengan dibomnya Hisroshima dan Nagasaki, serta pernyataan perang Uni Sovyet atas Jepang yang diikuti serangan atas pasukan Jepang di Mancuria, golongan tua tetap berharap proklamasi dapat dikumandangkan melalui rapat PPKI. Soekarno yang masih ragu-ragu untuk memproklamirkan kemerdekaan memilih menemui S ōmubucō Mayor Jenderal Nishimura untuk menjajagi sikapnya mengenai rencana proklamasi kemerdekaan, tetapi tidak mencapai kata

sepakat. 56 Perkembangan tersebut memuncakkan ketegangan antar

golongan tua dan muda, sampai-sampai kaum muda menyebut mereka sebagai kolaborator kolonial. Soekarno semula berniat memproklamasikan kemerdekaan melalui rapat PPKI tanggal 16 Agustus 1945, tetapi karena masih diliputi keraguan, akhirnya batal dilaksanakan. Kaum muda muda kehilangan kesabaran, dan memutuskan membawa paksa Soekarno dan Hatta ke luar kota, yang terkenal dengan peristiwa Rengas Dengklok. Di tempat itu, naskah proklamasi dibuat dan dibacakan di Jakarta pagi harinya, Jum‟at, 17 Agustus 1945. 57

Akhirnya para pemimpin nasional menyadari bahwa kemerdekaan melalui jalan revolusi telah menjadi keharusan, meski kekhawatiran kaum revolusioner benar-benar menjadi kenyataan. Indonesia baru memproklamirkan kemerdekaannya setelah Jepang menyerah kepada sekutu. Sebelum benar-benar memenuhi janjinya,

Pespoprodjo, Sejarah Nasional Indonesia VI, p. 80-1. 57 Soekarno dan Hatta sebenarnya lebih berharap dapat memetik kemerdekaan

dengan menghindari pertumpahan darah. Simak Kahin, Nationalism and Revolution…, p. 135. Simak juga Mohammad Hatta, Sekitar Proklamasi 17

Agustus 1945, (Djakarta: Tintamas, 1970), p. 53-55. Simak juga Kahin “Sukarno‟s Proclamation of Indonesian Independence” dalam Indonesia, Cornell Southeast Asia Program, No. 69, 2000, p. 1-3.

Menelusuri Jejak Politik Indonesia Hingga Penghujung Era Orde Baru ISLAM DAN KEGAGALAN DEMOKRASI

BAB VI

Jepang terlanjur kehilangan otoritas untuk menentukan nasib Indonesia sejak 15 Agustus 1945. Kekalahan Jepang memastikan Indonesia akan diambilalih oleh pasukan sekutu dan

mengembalikannya kepada pemerintah Belanda. 58 Lepas dari itu semua, berita proklamasi meluas ke berbagai

pelosok tanah air melalui media massa radio, surat kabar, telegraf dan pos. Melalui radio Domei proklamasi disiarkan berulang-ulang sampai

dengan pukul 16.00 saat siaran berhenti. Jepang melarang pemberitaan tersebut dan menyegel kantor Domei, serta menyortir telegraf dan pos untuk membendung tersebarnya berita kemerdekaan.

Meskipun demikian, berita terlanjur tersebar luas dan tidak mungkin dihentikan. Hasilnya, dukungan terhadap proklamasi kemerdekaan meluas ke berbagai daerah. Rakyat di berbagai penjuru nusantara memberikan sambutan penuh antusias, baik dengan cara damai maupun disertai kekerasan karena harus berhadapan dengan pasukan

Jepang, Belanda dan Australia. 59 Saat proklamasi kemerdekaan dikumandangkan Jepang sudah

pada posisi kalah perang dan belum mengakui kemerdekaan Indonesia yang menjadikan proklamasi kemerdekaan masih bersifat pengakuan sepihak. Dari segi hukum internasional Indonesia kembali berstatus milik ( bezittingen) Belanda, karena kekalahan Jepang berarti kembalinya wilayah ini ke pangkuan Belanda. Karena itu, bagi bangsa Indonesia proklamasi baru menjadi momentum awal keharusan memperjuangkan kemerdekaan baik secara fisik maupun diplomasi. Jepang sendiri tampak tidak sungguh-sungguh berusaha memberikan kemerdekaan, sekalipun juga tidak tampak berusaha mati-matian mempertahankannya. Pemboman brutal Amerika Serikat atas Hiroshima dan Nagasaki memberikan pukulan mental yang sangat berat bagi Jepang, yang membuat mereka kehilangan komitmen

Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia VI, p. 89. 59 Ketika masih di Rengas Dengklok Hatta sudah berpesan agar para pemuda

yang bekerja pada pers dan kantor berita memperbanyak teks proklamasi, yang memungkinkannya tersebar ke seluruh dunia. Hatta, Sekitar Proklamasi..., p. 53.

186 ISLAM DAN KEGAGALAN DEMOKRASI Menelusuri Jejak Politik Indonesia Hingga Penghujung Era Orde Baru

SITUASI INTERNASIONAL DAN PERGULATAN POLITIK MASA REVOLUSI

untuk secara sungguh-sungguh menjaga status quo atas wilayah Indonesia. 60

Kondisi pasca proklamasi, di mana kehadiran kembali Belanda masih menghantui keberlanjutan republik baru ini, menempatkan kemerdekaan masih menjadi satu-satunya tujuan perjuangan. Hal-hal yang tidak kalah penting untuk ditata dan dipersiapkan kemudian untuk mengelola negara mandiri tidak cukup menjadi persoalan yang memperoleh kesempatan yang cukup untuk dipikirkan secara jernih oleh sebagian besar tokoh republik. Kekuatan-kekuatan nasional dipaksa kembali kepada titik nol untuk memulai pertarungan status dan pengaruh, yang menjadikan demokrasi baik sebagai wacana maupun praktik ketatanegaraan di Indonesia harus mundur paling

tidak lima tahun dari yang seharusnya. 61 Mengingat proklamasi baru pernyataan sepihak, maka untuk

benar-benar tegak berdiri sebagai negara berdulat, Indonesia membutuhkan legitimasi, berupa pengakuan dan pengalihan kekuasaan dari pemerintah Belanda. Sementara itu, Belanda ataupun sekutu tidak mungkin melakukannya begitu saja. Pertumpahan darah sebagaimana dikhawatirkan tokoh-tokoh nasional tak mungkin lagi dihindari. Namun demikian, proklamasi telah menjadi titik permulaan terkonsolidasikannya gerakan revolusi kemerdekaan secara nasional, jalan panjang perjuangan untuk benar-benar sampai pada kedaulatan penuh atas seluruh wilayah bekas jajahan Belanda. Naskah sederhana proklamasi dalam secarik kertas tersebut, telah

Jepang sebenarnya sudah memutuskan menyerah sejak 10 Agustus 1945, namun sekutu masih berusaha meyakinkan dengan menguji senjata barunya untuk kedua dan tiga kalinya. Karena itu dapat dipahami bila sebagian perwira Jepang, seperti Maeda mendukung kemerdekaan Indonesia. Adiwiguna “Faktor-faktor…”, p. 154.

61 Seluruh konsentrasi harus ditumpahkan pada upaya mempertahankan kemerdekaan yang terlanjur diproklamirkan, yang mengakibatkan bibit-bibit

konflik tidak dapat diakomodir dalam satu komitmen nasional yang utuh. Simak kembali Onghokham, Revolusi Indonesia…, p. 5-6.

Menelusuri Jejak Politik Indonesia Hingga Penghujung Era Orde Baru ISLAM DAN KEGAGALAN DEMOKRASI

BAB VI

menyulut berkobarnya api revolusi yang tak mudah dipadamkan. Dengannya, perjuangan kemerdekaan menemukan momentum yang mengharuskan keterlibatan seluruh anggota masyarakat dalam skala massive pada kawasan yang sangat luas untuk turut terlibat memperjuangkannya melalui berbagai cara. Konfrontasi bersenjata besar-besaran kembali terbuka setelah hampir tak pernah terjadi

sejak perang Diponegoro. 62 Dengan demikian, Indonesia benar-benar lahir sebagai sebuah

bangsa baru, negara baru, yang tidak memiliki kontinuitas kekuasaan dari Belanda maupun Jepang. Indonesia harus mengawali sejarahnya sebagai sebuah negara dalam situasi yang tidak sesederhana kata merdeka, sebab kemerdekaan Indonesia relatif tidak cukup

dipersiapkan. Pemanfaatan kekosongan kekuasaan ( vacum of power) sejak kekalahan Jepang sebagai momentum kemerdekaan menjadikan pemerintahan Indonesia tidak memiliki kesinambungan dengan pemerintahan sebelumnya. Munculnya berbagai persoalan yang kurang terantisipasi terbuka lebar, karena negara ini terbentuk dengan tidak cukup dipersiapkan secara memadai. Kepemimpinan nasional di Indonesia bukan tumbuh dari struktur sosial politik yang mengakar dalam struktur tradisional yang ada sebelumnya, melainkan

sebagai hasil dialektika pergerakan kemerdekaan. 63

Sekalipun birokrasi pemerintahan belum benar-benar efektif dan militer belum terbentuk secara solid, gelombang perlawanan atau sekedar dukungan rakyat secara meluas merebak di berbagai daerah untuk mengekspresikan kehendak yang sama, menegakkan kemerdekaan. Simak bagaimana heroiknya perlawanan kaum pejuang sebagaimana kutipan deskripsi Jean gelman Taylor “ Images of Indonesian Revolution” dalam Jane Drakard and John Legge, Indonesian Independece Fifty Years 0n 1945-1995, (Clayton: Monash Asia Institute, Annual Indonesia Lecture Series, No. 20 1996), p. 17.

63 Janji Jepang yang diwujudkan dalam bentuk penyelenggaraan BPUPKI dan PPKI belum dapat sempat mengkonsolidasikan menuju penciptaan negara dalam

ukuran normal, walaupun sepak terjangnya telah menimbulkan pengaruh yang sangat mendalam dalam masyarakat Indonesia selanjutnya. Bulkin “Nasib Republik…, p. 27. Akar sosial pimpinan republik terdiri dari kalangan pergerakan

188 ISLAM DAN KEGAGALAN DEMOKRASI Menelusuri Jejak Politik Indonesia Hingga Penghujung Era Orde Baru

SITUASI INTERNASIONAL DAN PERGULATAN POLITIK MASA REVOLUSI