Konsolidasi Negara

F. Konsolidasi Negara

Keadaan di lapangan tersebut bertolakbelakang dengan kesiapan institusi politik dan pemerintahan. Konsolidasi negara di tengah situasi revolusioner mengakibatkan setiap keputusan selalu bernuansa darurat, sementara dan dengan mudah diubah. Negara belum mampu secara konsisten membangun sistem dan tatanan terpercaya. Sebagai tokoh sentral, Soekarno tampaknya dipenuhi keraguan dalam bertindak hingga menimbulkan ketidakpuasan mereka yang diliputi luapan semangat heroik. Soekarno sebenarnya berharap penyelesaian damai atas masalah kedaulatan negara dan menghindari konfrontasi bersenjata yang sebenarnya tidak mungkin

dihindari. 86 Sukarno lebih suka menempuh jalur-jalur konstitusional

sekalipun sebagian kalangan lebih berharap mengabaikannya. Sukarno memilih melanjutkan sidang PPKI dalam penataan instrumen-instrumen negara baru ini. Melalui PPKI, pemerintah Indonesia dalam waktu singkat bekerja keras untuk melengkapi berbagai kelengkapan negara berupa aturan, struktur, sistem dan instrumen-instrumen yang dibutuhkan sebuah negara berdaulat yang pada waktu itu belum ada. Sehari setelah kemerdekaan diproklamirkan, pemerintah mulai melengkapi struktur, sistem dan

instrumen-instrumen pemerintahan. Struktur pemerintahan daerah sisa pemerintahan Belanda dan Jepang yang masih bertahan dan dapat

digunakan untuk menghindari kekosongan kekuasaan di daerah. 87 Golongan muda tampaknya sangat antipati terhadap segala

yang berbau kolonial, sehingga menolak digunakannya PPKI sebagai wadah penyiapan instrumen kenegaraan. Meski begitu, Soekarno berusaha melibatkan mereka untuk menambah keanggotaan PPKI dengan 9 anggota baru, tetapi karena perbedaan tersebut mereka menolak. Mereka tetap kukuh menyatakan bahwa PPKI adalah aparat

Simak kembali Nasution “Aspirasi Kemerdekaan…”, p. 38-9. 87 Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia VI, p. 95-6.

Menelusuri Jejak Politik Indonesia Hingga Penghujung Era Orde Baru ISLAM DAN KEGAGALAN DEMOKRASI

BAB VI

Jepang. Rapat tetap berlangsung meski sebagian kalangan menolak dan menganggap lembaga ini sebagai produk pemerintahan Jepang. 88

PPKI melanjutkan tugasnya dengan menyelenggarakan rapat- rapat membahas berbagai kelengkapan negara, terutama masalah perundang-undangan. Rapat diselenggarakan secara singkat dengan mengabaikan aspek-aspek yang sifatnya detail, meski sebenarnya mungkin sekali berpotensi menimbulkan perdebatan di kemudian hari. Berkaitan dengan penetapan dasar negara, sejak disahkannya dasar negara dan undang-undang dasar sudah muncul satu persoalan, berkaitan dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, dengan Kwajiban Menjalankan Syari’at Islam bagi Pemeluknya, yang dipertanyakan kalangan sekuler dan Kristen. Latuharhary dengan mengatasnamakan umat Kristen Protestan, dan bukan sekuler, khawatir masalah syari‟at Islam akan menimbulkan masalah bagi umat Kristen dan adat-istiadat. Di samping itu, masalah ini memang menjadi ganjalan bagi kalangan sekuler yang mengkhawatirkan terjadinya gangguan terhadap persatuan nasioanal terutama dari daerah-daerah yang mayoritas

berpenduduk selain Islam. 89 Sebelumnya, malam 17 Agustus 1945, Hatta menerima informasi

dari perwira angkatan laut Jepang yang menyatakan bahwa penduduk Indonesia bagian timur keberatan dengan rumusan Piagam Jakarta, dan bila tidak diubah mereka memilih berdiri di luar Republik Indonesia. Keesokan harinya Hatta memanggil empat anggota panitia sembilan yang dinilai mewakili Islam. Setelah melalui perdebatan beberapa saat, akhirnya disepakati sila pertama diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa saja. Kehadiran Wahid Hasyim diragukan oleh salah seorang anggota Masyumi, Prawoto

Ibid. 89 Ibid. Simak pula Feillard, NU vis a vis Negara…, p. 2.

200 ISLAM DAN KEGAGALAN DEMOKRASI Menelusuri Jejak Politik Indonesia Hingga Penghujung Era Orde Baru

SITUASI INTERNASIONAL DAN PERGULATAN POLITIK MASA REVOLUSI

Mangkusasmito, meski Hatta meyakinkan bahwa yang bersangkutan benar-benar hadir bahkan turut meyakinkan anggota yang lain. 90

Dalam waktu sekitar dua jam, rapat dapat memutuskan rancangan Pembukaan dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia. Bersamaan dengan itu, ditetapkan juga Soekarno dan Mohammad Hatta sebagai presiden dan wakil presiden secara aklamasi. Di hari berikutnya diputuskan hal-hal yang berkenaan dengan pembagian wilayah, komite nasional, departemen-departemen dan badan keamanan rakyat. Naskah Undang-undang Dasar tersebut diselesaikan dengan diputuskan secara aklamasi, mengingat rapat tersebut hanya merupakan kelanjutan dari rapat BPUPKI dan PPKI

sebelumnya. 91 Rapat 19 Agustus 1945, membahas kelengkapan negara yang

sebelumnya dipersiapkan 9 orang anggota panitia kecil, yang merancang hal-hal mendesak, berupa pembagian wilayah negara, kepolisian, tentara kebangsaan dan perekonomian. Hasilnya, secara aklamasi rapat menyetujui pembagian wilayah ke dalam 8 provinsi berikut calon gubernurnya; Komite Nasional; 13 kementerian; dan pembentukan tentara nasional yang kokoh, sedangkan pembahasan masalah departemen ditunda. Di samping itu, rapat juga menyepakati

penekanan perlunya ketenteraman dan segera memulai perjuangan. 92 Dalam rapat-rapat berikutnya disepakati pembentukan Komite

Nasional, setelah sebelumnya dibahas dan ditentukan siapa yang akan duduk di dalamnya serta pembentukan Partai Nasional dan Badan Keamanan Rakyat. Presiden dalam pidatonya menyatakan berdirinya tiga badan baru tersebut, yaitu Komite Nasional Indonesia (KNI), Partai Nasional Indonesia dan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Pasukan perang yang merupakan salah satu instrumen pokok belum

Keraguan prawoto inilah yang kemudian terus dipersoalkan, yang melahirkan polemik semakin berkepanjangan. Ibid., 36-41.

91 Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia VI, p. 97-8. 92 Ibid.

Menelusuri Jejak Politik Indonesia Hingga Penghujung Era Orde Baru ISLAM DAN KEGAGALAN DEMOKRASI

BAB VI

dibentuk akibat kehati-hatian Soekarno yang menghindari keputusan yang terkesan provokatif. 93

Kalangan muda kembali menyatakan kecewa dengan keputusan tersebut, karena berharap Indonesia segera memiliki tentara nasional yang definitif. Namun demikian, para pemuda bekas anggota PETA, Heiho dan KNIL merespon keputusan tersebut dengan membentuk BKR di daerah masing-masing. Mereka yang tinggal di Jakarta membentuk BKR pusat di bawah pimpinan Mr. Kasman Singodimejo, bekas daidanco Jakarta, yang karena ditunjuk sebagai ketua KNIP

digantikan Kaprawi. 94 Tentara nasional yang definitif baru dibentuk jauh hari, setelah

pasukan Belanda dan sekutu mulai melakukan tindakan-tindakan provokatif serta melihat kemungkinan konfrontasi bersenjata yang semakin terbuka. Pembentukan tentara nasional dipercayakan pada Mayor Oerip Soemohardjo, pensiunan KNIL. Hasilnya diumumkan dalam Maklumat Pemerintah, 5 Oktober 1945, yang menyatakan berdirinya Tentara Keamanan Rakyat (TKR), yang terbagi ke dalam

16 divisi untuk wilayah pulau Jawa dan Sumatera. 95 Bersamaan dengan sidang PPKI, para pemuda mengadakan

rapat sendiri dan mengundang Soekarno dan Hatta. Rapat yang dipimpin oleh Adam Malik bersama Mr. Kasman Singodimedjo dan Ki Hajar Dewantara mengharapkan agar pemerintahan melakukan perebutan kekuasaan secara cepat dan serentak. Presiden tidak menyetujui tindakan yang sedemikian radikal, karena khawatir akan muncul penilaian merugikan dari dunia internasional. Kemudian Adam Malik membacakan dekrit tentang berdirinya Tentara Republik Indonesia (TRI) dari bekas Heiho dan PETA. Isi dekrit

93 Ibid., p. 99. 94 Ibid., p. 100. 95 Ibid., p. 109.

202 ISLAM DAN KEGAGALAN DEMOKRASI Menelusuri Jejak Politik Indonesia Hingga Penghujung Era Orde Baru

SITUASI INTERNASIONAL DAN PERGULATAN POLITIK MASA REVOLUSI

tersebut disetujui presiden, meski belum ditempatkan sebagai keputusan. 96

Para pemuda yang tidak puas dengan pembentukan BKR memilih membentuk barisan-barisan perjuangan yang sebagian berbentuk milisi bersenjata sesuai afiliasi organisasi masing-masing. Pasukan-pasukan milisi tersebut berperan dalam perjuangan melawan provokasi dan agresi Belanda pada kurun berikutnya. Di antara badan perjuangan yang muncul di awal revolusi adalah Komite van Aksi yang membawahi Angkatan Pemoeda Indonesia (API), Barisan

Rakyat Indonesia (BARA) dan Barisan Boeroeh Indonesia (BBI). Di samping itu, muncul pula barisan-barisan milisi lain, seperti Hizbullah, Sabilillah, Barisan Banteng, Pemuda Indonesia Maluku (PIM), Tentara Pelajar (TP) dan sebagainya, yang tidak hanya terkonsentrasi di pulau Jawa melainkan

juga di luar Jawa. 97 Kurang

departemen-departemen pemerintahan RI sudah berjalan kembali dengan memanfaatkan pegawai pemerintah sisa kolonial. Dekrit Soekarno sangat efektif dalam mengendalikan pegawai-pegawai pemerintah. Mereka dilarang mempedulikan perintah Jepang dan hanya patuh pada pemerintahan republik, di bawah kendali seorang menteri. Konsolidasi negara berhasil dalam melengkapi infrastruktur negara dan birokrasi pemerintahan dengan melanjutkan sisa-sisa pemerintahan Belanda

dan Jepang. Praktis hingga kehadiran pasukan Inggris situasi pemerintahan republik ini telah berlangsung tertib seolah bukan

negara baru. Dalam hal ini Kahin mendiskripsikan: British and Australian forces landing in Indonesia in October 1945,

encountered a situation for which they were totally unprepared. Throughout most

Ibid. 97 Ibid., p. 108.

Menelusuri Jejak Politik Indonesia Hingga Penghujung Era Orde Baru ISLAM DAN KEGAGALAN DEMOKRASI

BAB VI

of area, in Java and Sumatera in particular, civil administration was operating at

a level of efficiency that quite amazed the allied forces. 98 Pada dasarnya status, sistem ketatanegaraan maupun efektifitas

pemerintahan Indonesia masih terlalu lemah. Situasi yang kian tidak lebih mudah sejak proklamasi menyebabkan setiap elemen sosial politik penting artinya dalam menyokong tegaknya kemerdekaan meski seringkali berjalan di luar kontrol pemerintah. Pemerintahan baru ini belum cukup efektif mengendalikan gerakan rakyat untuk mengambilalih kekuasaan dan persenjataan secara sepihak di lapangan. Pemerintah Indonesia juga tidak mampu berbuat banyak ketika kemudian pasukan Inggris mendarat dan berusaha mengambilalih kendali keamanan, dengan misi yang jelas, yaitu menjaga keamanan dan menjamin pemerintahan Belanda tegak kembali. Pemerintah Indonesia hanya dapat membiarkan pasukan Inggris dengan leluasa menjelajahi wilayah kekuasaannya dan mengambil posisi sebagai penengah ketika terjadi bentrokan

bersenjata antara pasukan Inggris dengan pejuang bersenjata. 99 Satu-satunya eksistensi negara yang tersisa dan dapat

dilanjutkan dari rejim kolonial hanya struktur pemerintahan berikut aparat birokrasinya, sementara kendali pemerintah atas berbagai hal, termasuk perekonomian masih terlalu lemah. Pemerintahan Indonesia berdiri di tengah blokade ekonomi yang tidak memungkinkan keluar- masuknya distribusi barang dan jasa secara wajar. Pemerintah bahkan tidak cukup berdaya ketika Inggris dengan leluasan mengeluarkan mata uangnya sendiri. Di samping ancaman dari luar negeri, pemerintahan baru ini masih harus berhadapan dengan berbagai persoalan dari dalam negeri. Keterlibatan rakyat secara massive dan hampir merata pada seluruh elemen sosial menciptakan kesempatan menanam jasa dan memupuk perasaan lebih tahu bagaimana

Kahin, Nationalism and Revolution…, p. 139-142. 99 Pertempuran dalam rangka perebutan persenjataan Jepang berlangsung

sebagai gerakan spontan masyarakat, lepas dari iinstruksi pemerintan. Simak kembali Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia VI, p. 101-119.

204 ISLAM DAN KEGAGALAN DEMOKRASI Menelusuri Jejak Politik Indonesia Hingga Penghujung Era Orde Baru

SITUASI INTERNASIONAL DAN PERGULATAN POLITIK MASA REVOLUSI

menentukan jalannya revolusi. Di dalam negeri, kelompok-kelompok tertentu di KNIP menuntut untuk turut serta duduk dalam pemerintahan, yang menyebabkan sistem pemerintahan presidensiil

diubah menjadi parlementer. 100 Perubahan itu memperlihatkan bahwa pertimbangan jangka

pendek mewarnai perjalanan pengelolaan negara sejak awal berdirinya. Sistem pemerintahan merupakan persoalan krusial yang menentukan jalannya negara dalam jangka panjang, yang mana perubahan terhadapnya tidak dapat dilakukan secara gegabah. Dengan perubahan tersebut, status dan kedudukan UUD 1945 dalam sistem ketatanegaraan RI, yang sebelumnya dibuat sedemikian susah payah dan penuh pengharapan sedemikian lemah dan belum dapat ditempatkan sebagai referensi yuridis. Keberadaan konstitusi tidak ubahnya sekedar persyaratan administratif berdirinya sebuah negara. Hal ini sekaligus menunjukkan rendahnya komitmen pengelola negara pada aturan tertulis, di mana kekuatan kehendak lebih

dominan dalam menentukan setiap keputusan. 101 Perubahan sistem ketatanegaraan atas pertimbangan dan

keputusan sesaat mungkin dapat dipahami karena mendesaknya keadaan pada saat itu. Hanya saja, keputusan demikian dalam perjalanan sejarah Indonesia di kemudian hari bukan untuk sekali saja dilakukan. Hingga pengakuan kedaulatan 1949, eksistensi pemerintahan RI masih tidak ubahnya sebuah induk organisasi pergerakan kemerdekaan dibanding pemerintahan sebuah negara yang mempunyai kekuatan memaksa. Di dalamnya terdapat banyak faksi perjuangan dan kepentingan, yang mana militer termasuk di

Sepak terjang tokoh seperti Tan Malaka yang menandai dimulainya kecenderungan konflik, simak dalam Onghokham “Revolusi Indonesia…”, p. 7.

Situsasi revolusioner memungkinkan tindakan-tindakan dilakukan atas pertimbangan kondisi darurat. Namun demikian, Buyung Nasution melihat fenomena tersebut sebagai bagian dari perjuangan ke luar mapun ke dalam, yakni dalam rangka pembentukan kedalatan rakyat. Simak Nasution “Aspirasi Kemerdekaan…”, p. 39.

Menelusuri Jejak Politik Indonesia Hingga Penghujung Era Orde Baru ISLAM DAN KEGAGALAN DEMOKRASI

BAB VI

dalamnya. Situasi ini nantinya menyulitkan dibangunnya suatu konsensus yang cukup kuat dan efektif. Konflik akibat perbedaan kehendak ataupun sikap terhadap satu kebijakan akan dengan mudah berkembang secara tidak terkendali, karena setiap faksi merupakan

kelompok-kelompok independen yang arahnya tidak terkoordinasi. 102