Rivalitas Adi-Daya

B. Rivalitas Adi-Daya

Kekalahan rejim-rejim fasis; Jerman, Jepang dan Italia, serta bebasnya negara-negara Eropa dari ancaman dan cengkeraman pasukan Nazi dalam perang dunia kedua, memunculkan dua

kekuatan adi-daya ( super-power) pasca perang, Amerika Serikat dan Uni Sovyet. Keduanya menjadi penanam jasa terbesar dalam pembebasan Eropa khususnya, serta kawasan lain dari cengkeraman

15 Tidak ada yang spsesifik dari format ketatanegaraan pada negara-negara Islam pada umumnya, yang ternyata tidak jauh berbeda dari praktiknya di negara di dunia

Islam yang tidak mengklaim sebagai negara Islam, seperti Turki dan Indonesia. Simak Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara; Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1990), 221-232.

16 Mayoritas dunia Islam yang memilih sistem republik umumnya didominasi kaum sekuler, yang berupaya membatasi gerak Islam, termasuk yang modernis,

hanya pada persoalan pribadi. Ibrahim Abu Bakar “Islamic Modernis: an Outline” dalam Hamdard Islamicus, Vol. XVIII, No. 4 , p. 74.

Menelusuri Jejak Politik Indonesia Hingga Penghujung Era Orde Baru ISLAM DAN KEGAGALAN DEMOKRASI

BAB VI

fasis. Keunggulan militer dan persenjatan menempatkan keduanya sebagai kiblat negara-negara lain di dunia. Berbagai konflik dan pergolakan dalam negeri di berbagai negara pasca perang banyak melibatkan intervensi, pengaruh, atau paling tidak, menjadi ajang uji

keunggulan senjata produksi keduanya. 17 Keduanya mewakili pioner ideologi politik dominan yang

mempengaruhi dunia masa itu, liberalisme-kapitalisme dan sosialisme-komunisme. Perang dunia kedua seolah memberikan legitimasi kemenangan kedua ideologi tersebut, menggantikan kolonialisme dan imperialisme teritorial. Perluasan pengaruh baik

dalam apresiasi ideologi maupun kepemihakan ( alligned) memicu persaingan dengan mengambil bentuk perang secara tak langsung yang dikenal dengan perang dingin ( cold-war). Uni Sovyet sebagai kampium komunisme berambisi memperluas ideologinya ke berbagai belahan dunia, di sisi lain, Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya memandang komunisme sebagai ancaman, mengingat ideologi sosialis-Marxis merupakan basis politik yang berkecenderungan

intoleran. 18 Sejak konferensi Yalta, Februari 1945, serta wafatnya presiden

Amerika Serikat, Rossevelt yang kemudian digantikan Truman, konflik kepentingan keduanya kian akut. Keberhasilan Amerika Serikat dalam uji coba senjata terbaru yang diledakkan 16 Juli 1945, meningkatkan ketegangan antara kedua negara. Uni Sovyet di bawah Stalin mengkonsolidasi kontrol komunis atas beberapa negara, khususnya di kawasan Eropa Timur dan Afrika menyusul kegagalan konferensi Postdam, Juli-Agustus 1945. Sebagai penunjang kekuatan konfrontasi tersebut, Blok-Barat yang dimotori oleh Amerika Serikat membangun aliansi kekuatan militer untuk beberapa kawasan seperti NATO, CENTO dan SEATO. Sedang Blok-Timur memperkokoh

17 Thomas G. Peterson, The Origin of The Cold War, Second Edition, (Lexington et.all.: D.C. Heath and Company, 1974), p. xii.

18 Ibid., p. xi.

166 ISLAM DAN KEGAGALAN DEMOKRASI Menelusuri Jejak Politik Indonesia Hingga Penghujung Era Orde Baru

SITUASI INTERNASIONAL DAN PERGULATAN POLITIK MASA REVOLUSI

aliansi kekuatan militernya dalam Pakta Warsawa. Beberapa kali keduanya terlibat dalam unjuk kekuatan secara provokatif. Di antara yang paling memanas adalah krisis persenjataan antar benua yang

melibatkan Kuba. 19 Dalam kurun yang tidak terlalu lama, pengaruh Uni Sovyet

melebar dan mampu merebut dominasi pemerintahan di beberapa negara Eropa Timur dan Tengah, seperti Hungaria, Polandia, Bulgaria dan Czekoslovakia. Hanya Yugoslavia yang relatif bertahan dan membangun paradigma sosial politik seperti halnya Indonesia, Non- Blok. Secara ofensif, komunisme terus melakukan perluasan pengaruh ke berbagai kawasan meski tidak seluruhnya berhasil segemilang pengalaman mereka di sejumlah negara tersebut, termasuk ketika kekuatan komunis berusaha mengambil alih pemerintahan Yunani. Ekspansi komunisme yang masive menyebabkan hampir setiap negara mengalami masalah dalam negeri. Bahkan di Eropa sendiri, persaingan tersebut berpuncak pada terpecahnya Jerman menjadi Jerman Barat

dan Jerman Timur. 20 Di kawasan Asia Timur dan Tenggara, keberhasilan kaum

komunis dalam revolusi kebudayaan Cina juga tampak terus melebar ke negara-negara terdekatnya. Laos, Kamboja, Vietnam dan Korea merupakan sasaran yang relatif berhasil dikuasai dan jatuh dalam pergolakan dalam negeri karena besarnya pengaruh gerakan komunis. Konfrontasi perang dingin memang sering kali tidak memperhadapkan kekuatan kedua adi-daya pada garis depan, namun pengaruh keduanya sangat kentara dan tidak dapat diabaikan, dengan ekses yang terus terasa dalam jangka panjang. Tragedi kemanusiaan di Laos dan Kamboja merupakan sedikit di antara dampak langsung dari

Uni Sovyet memang terkesan sangat kuat, hingga tidak ada yang lebih penting dari pada kompetisi strategis global dengan Amerika Serikat. Seperti sebuah virus, negara besar seolah bisa membuat replika dirinya di negara lain, meski harus merusak kultur setempat. Fukuyama, The End of History…, p. 52.

20 Geoffrey Barraclough, eds., The Times Atlas of World History, Revised Edition, (London, Times Book Limited, 1984), p. 292.

Menelusuri Jejak Politik Indonesia Hingga Penghujung Era Orde Baru ISLAM DAN KEGAGALAN DEMOKRASI

BAB VI

perseteruan dua kekuatan besar di balik layar yang kebetulan dimenangkan kelompok komunis. Kasus Vietnam dan Korea dengan perang yang heroik, menjadi saksi sejarah bagaimana konfrontasi kekuatan besar kedua adi-daya ketika itu telah mengakibatkan bangsa merdeka harus jatuh bangun dalam pergolakan dalam negeri

yang sangat tragis. 21 Sekalipun keduanya berupaya melakukan ekspansi pengaruh,

namun komunisme tampak relatif lebih ofensif dalam memperluas paham sosial politiknya dibanding liberalisme. Fenomena yang paling menarik adalah bahwa pada negara-negara baru bekas jajahan, dan tidak terkecuali yang berpenduduk mayoritas muslim, umumnya lebih apresiatif terhadap paham-paham sosialis dan komunis, sementara paham liberal praktis tidak terapresiasi sebagaimana keduanya. Barangkali krisis ekonomi yang melanda dunia kala itu membuka lahan potensial yang mampu menyuburkan perkembangan paham komunis yang jargonnya mengedepankan pembelaan pada kaum miskin. Karena itu, di setiap negara baru sosialisme dan

komunisme senantiasa mendapatkan pengikut dalam jumlah besar. 22 Di Indonesia, kecondongan pada keduanya menjadi dilema.

Kaum nasionalis pada umumnya sangat apresiatif terhadap sosialisme yang diantaranya menjelma menjadi komunisme. Di pihak lain, kapitalisme Barat mempunyai catatan kelam dalam sejarah negara- negara bekas jajahan. Kapitalisme sering diidentifikasikan sebagai faktor dominan yang menyebabkan terjadinya kolonialisme dan imperialisme. Sosialisme yang pada kurun tersebut menjelma dengan

Menjelang perang Vietnam, Johnson, presiden Amerika serikat, sebagaimana diulas Iljas, secara terang-terangan menyatakan bahwa upaya-upayanya dilakukan dalam rangka membendung ancaman komunisme Vietnam Utara. Bachtiar Iljas, Perang Vietnam dan Netralisasi Asia Tenggara, (Djakarta: Delegasi, 1964), p. 79.

22 Antikapitalisme Marxisme-Leninisme merupakan ideologi yang memiliki daya tarik tinggi di kalangan kaum pergerakan. Mohammad Hatta “A Retrospective

Account of Second Congress of The League against Imperialism and for Nationalism Hel in Frankfurt” dalam Mohammad Hatta, Potrait of a Patriot: Selected Writtings by Mohammad Hatta, (The Hague: Mouton, 1972), p. 202.

168 ISLAM DAN KEGAGALAN DEMOKRASI Menelusuri Jejak Politik Indonesia Hingga Penghujung Era Orde Baru

SITUASI INTERNASIONAL DAN PERGULATAN POLITIK MASA REVOLUSI

wajah komunisme memberi harapan kebangkitan bangsa-bangsa terjajah yang umumnya tengah berada dalam kondisi ekonomi, sosial dan budaya terpuruk. Kemenangan Revolusi Bolshevik dan penampilan Uni Sovyet yang perkasa banyak dijadikan model negara

masa depan bagi para tokoh negara-negara baru. 23 Hanya saja, di negara yang mayoritas berpenduduk muslim

komunisme mendapatkan tantangan hebat. Doktrin atheisme yang seringkali menjadi bagian dari kampanye komunisme menghantui umat Islam yang pada masa itu tengah mengalami perkembangan kebangkitan kesadaran untuk menegakkan kembali kejayaan ajaran agamanya. Kritik atheisme yang semula tertuju pada agama Katolik diarahkan sama pada setiap agama. Doktrin komunisme yang memandang agama sebagai racun masyarakat mempertajam sentimen bahkan antipati kelompok Islam terhadapnya, sebagaimana

sebaliknya ditunjukkan oleh kalangan komunis. 24 Ambisi besar kaum komunis untuk merebut kekuasaan dengan

segala cara tidak jarang menjadi ancaman bagi beberapa kekuatan sosial politik lain di dalam negeri. Di berbagai negara, kader-kader komunis dikenal memiliki militansi luar biasa. Perang Vietnam

Di Indonesia, komunisme melalui Marxismenya maupun revolusi Rusia tidak saja berpengaruh terhadap berdirinya PKI, melainkan juga menjadi pendorong merebaknya gerakan nasional. Bagi para tokoh-tokoh pergerakan nasional, keberhasilan kaum komunis dalam revolusi Rusia sering kali dianggap sebagai simbul kemenangan terhadap penindasan. J. Soedjati Djiwandono “Perubahan Persepsi tentang Uni Sovyet dan Implikasinya bagi Hubungan Indonesia-Soviet” dalam Jurnal Ilmu Politik, No. 3, 1987, p. 58. Tokoh-tokoh revolusi kemerdekaan mengakui besarnya pengaruh revolusi Uni Sovyet terhadap gerakan revolusi kemerdekaan. Kemenangan revolusi komunis Uni Sovyet banyak memberi inspirasi tokoh-tokoh perjuangan akan dekatnya kemerdekaan Indonesia, terutama dalam kedudukannya sebagai simbul kemenangan kaum terindas dengan jargon-jargon anti imperialisnya. Hatta, Memoir, p. 430.

24 Marxisme-Leninisme telah menjadi eksperimen serius yang diapresiasi banyak bangsa untuk menghapuskan agama, melepaskan manusia dari agama. Nurcholish

Madjid “Umat Islam Indonesia Memasuki Zaman Modern” dalam Nurcholish Madjid, Islam, Doktrin dan…, p. xx.

Menelusuri Jejak Politik Indonesia Hingga Penghujung Era Orde Baru ISLAM DAN KEGAGALAN DEMOKRASI

BAB VI

menunjukkan betapa kekuatan senjata modern tidak cukup memadai untuk menghadapi militansi masyarakat di bawah penguasaan dan pengaruh komunis. Militansi tersebut ditunjukkan dalam aksi-aksi perebutan kekuasaan oleh kaum komunis. Dibanding liberalisme ataupun sosialisme, komunisme merupakan satu ideologi sosial politik yang sudah dilengkapi dengan model sistem ketatanegaraan yang pasti berikut langkah-langkah yang harus ditempuh untuk mewujudkannya. Dibanding ideologi-ideologi lain, komunisme hadir dengan jargon ataupun janji-janji ideologi yang lebih konkrit dan

dekat dengan impian masyarakat kebanyakan. 25 Negara-negara yang tidak berhasil dikuasai oleh rejim komunis

bukan berarti tidak mengalami ancaman tersebut. Meski tidak sebesar Vietnam dan Korea, negara-negara di kawasan Asia Tenggara lainnya, seperti Malaysia, Indonesia dan Filipina tidak lepas dari derasnya pengaruh tersebut yang sedikit banyak telah menyumbangkan beban persoalan negara yang tidak dapat diabaikan. Berbagai intrik, pemberontakan hingga upaya kudeta mewarnai percaturan negara-negara tersebut, yang menempatkan status

komunisme sebagai momok tersendiri. 26 Di sisi lain, pengalaman imperialisme dan kolonialisme

memberikan beban psikologis tersendiri yang menghambat afiliasi bangsa-bangsa yang baru merdeka pada blok-liberal, Barat. Ini bukan berarti masyarakat bekas jajahan anti terhadap paham liberal. Tokoh- tokoh nasional Indonesia sejak awal bahkan sangat apresiatif untuk membangun sistem demokrasi yang sebenarnya secara sistemik lebih dekat pada model liberal Barat, karena kelebihannya dalam memberikan jaminan partisipasi dan distribusi hak asasi warga negara secara berkeadilan. Hanya saja, jarak psikologis mereka

Bagi kebanyakan nasionalis non-komunis, daya pikat komunisme sebenarnya hanya terletak pada anti-kapitalismenya. Selebihnya, mereka lebih memilih independen, di luar pengaruh negara-negara komunis. Simak Mohammad Hatta “A Retrospective Account…”, p. 202-3.

26 Barraclough, eds., The Times Atlas…, , p. 293.

170 ISLAM DAN KEGAGALAN DEMOKRASI Menelusuri Jejak Politik Indonesia Hingga Penghujung Era Orde Baru

SITUASI INTERNASIONAL DAN PERGULATAN POLITIK MASA REVOLUSI

dengan Barat menjadikan sikap politik mereka lebih cenderung memilih 27 abstain dari konfrontasi keduanya.

Soekarno sendiri dalam banyak penyataannya tampak lebih respek pada Uni Sovyet dan Cina dibanding Barat yang liberal. Kesuksesan revolusi dan reputasi negara-negara tersebut yang tidak mempunyai predikat penjajah mendapatkan respek tersendiri, di samping kesejalanan paham sosial politik yang dianut mayoritas kaum pergerakan. Idiom-idiom yang keluar dalam berbagai retorika Soekarno hampir selalu dipenuhi hujatan pada kolonialisme, imperialisme dan kapitalisme sebagai penyebab keterpurukan berbagai bangsa dan senantiasa menebar ancaman akan terulangnya sejarah penjajahan dalam bentuk neo-kolonialisme

dan imperialisme. 28

Meski demikian, pada umumnya Barat yang liberal tidak henti berupaya membendung melebarnya pengaruh komunisme internasional melalui berbagai cara. Dari sekedar perang urat syaraf, kegiatan spionase, dukungan finansial sampai perang terbuka dilakukan untuk membendung derasnya pengaruh Uni Sovyet pada berbagai kawasan. Dampak perseteruan tersebut tampaknya memang hanya menempatkan negara-negara sasaran ekspansi pengaruh menjadi korban konfrontasi asing secara terselubung. Di Asia Tenggara, perang Vietnam dan Korea merupakan sebagian di antara bukti bagaimana Amerika Serikat dengan segala daya berupaya membendung melebarnya arus tersebut dengan mengerahkan

27 Negara-negara baru yang masih diliputi antipati terhadap kolonialisme dan imperialisme dihadapkan pada berbagai manuver adi-daya, terutama dari blok-

liberal yang ditangkap sebagai gejala ke arah imperialisme baru baik melalui kerja sama ekonomi, penanaman modal, tekanan militer, blokade ekonomi dan

sebagainya. Simak, Soepeno Sumardjo, Non-Blok sebagai Wadah Perjuangan

Dunia Ketiga, (Jakarta: Yayasan Idayu, 1980), p. 7. 28 Kesuksesan revolusi Uni Sovyet menjadi ancaman Eropa Barat dan

peradabannya yang menjadikan tekanan imperialisme menjadi mengendor. Djiwandono “Perubahan Persepsi tentang Uni Sovyet…”, p. 59.

Menelusuri Jejak Politik Indonesia Hingga Penghujung Era Orde Baru ISLAM DAN KEGAGALAN DEMOKRASI

BAB VI

kekuatan militer besar-besaran, yang mungkin tidak pernah dilakukan sejak berakhirnya perang dunia kedua. 29

Meski tidak sehebat persaingan di kawasan Indocina, intervensi Uni Sovyet dan Amerika Serikat juga merambah ke Indonesia, khususnya ketika terjadi krisis pembebasan Irian Barat. Bantuan persenjataan Uni Sovyet pada militer Indonesia secara besar-besaran berpotensi melahirkan jasa baik yang membuka kesempatan komunisme tumbuh subur di republik ini. Simpati yang banyak ditunjukkan Moskow atas Indonesia memaksa Amerika Serikat tidak dapat menahan diri untuk turut campur dalam masalah ini. Amerika Serikat tidak mau kehilangan momentum untuk membendung pengaruh Uni Sovyet, yang karenanya beralih pihak dengan memberikan dukungan besar bagi Indonesia, sekalipun untuk itu harus memaksa sekutunya, Belanda, dengan mengancam akan mencabut Marshal Plan-nya pada Belanda. Pada akhirnya, Belanda, negara yang secara militer lebih kuat dibanding Indonesia memilih tunduk pada tekanan Amerika Serikat dan bersedia tanpa syarat

meninggalkan Irian Barat. 30 Pada kurun yang jauh lebih kemudian, ketika sisa-sisa perang

dingin masih hangat, intervensi Indonesia atas Timor Timur mendapatkan restu, atau setidaknya, tidak mendapatkan tentangan berarti dari Amerika Serikat. Bagi Amerika dan sekutunya masa itu, intervensi pada masalah dalam negeri merupakan masalah yang sangat sensitif yang dapat berdampak serius, sedangkan keberhasilan membendung komunisme sudah menjadi satu target paling realistis.

Iljas, Perang Vietnam…, p. 80-5. 30 Berbeda dari Amerika Serikat, Uni Sovyet mempunyai reputasi tinggi dalam

pembelaan kepentingan Indonesia sejak masa revolusi hingga dukungan untuk

menjadi anggota PBB. Simak Alastair M. Taylor, Indonesian Independece and The

United Nations, (Ithaca-New York: Cornell University Press for Carnegie Endowment for International Peace, 1960), p. 389. Sementara Amerika

memperlihatkan sikap dingin terhadap Indonesia, Gde Agung, Twenty Years

Indonesian…, p. 182.

172 ISLAM DAN KEGAGALAN DEMOKRASI Menelusuri Jejak Politik Indonesia Hingga Penghujung Era Orde Baru

SITUASI INTERNASIONAL DAN PERGULATAN POLITIK MASA REVOLUSI

Karena itu dapat dikatakan bahwa selama masih berkecamuknya perang dingin, persoalan hak asasi manusia, intervensi pada negara lain, dan tidak terkecuali isu demokrasi, belum menjadi isu penting yang dipersoalan di tingkat internasional. Ketika situasi dunia menghadapkan setiap bangsa pada dua pilihan antara Blok-Barat dan Timur, setiap negara memiliki kesempatan untuk memilih salah satu dari keduanya, atau tidak sama sekali, tanpa resiko internasional yang

berarti. 31 Pada dasarnya sejak merdeka secara politik, negara bekas

jajahan umumnya tidak pernah benar-benar lepas dari kepentingan yang lebih besar dari luar negaranya, khususnya peran komunisme internasional di satu sisi dan Amerika Serikat pada sisi yang lain. Situasi internasional, paling tidak, suasana perang dingin menjadi faktor yang tidak dapat diabaikan dalam mempengaruhi iklim sosial politik dalam negeri. Ketika situasi dunia menghadapkan setiap bangsa pada dua pilihan antara Blok-Barat dan Timur, setiap negara memiliki kesempatan memilih salah satu dari keduanya, atau tidak

sama sekali, tanpa resiko internasional yang berarti. Akibatnya persoalan hak asasi manusia (HAM), demokrasi dan masalah-masalah

humanistik lain belum menjadi isu penting yang dipersoalan di tingkat internasional. 32

Negara-negara baru seperti halnya Indonesia diliputi atmosfir nasionalisme yang berkobar-kobar, di mana utopia membangun negara berdaulat dan sama sekali lepas dari pengaruh dan intervensi

Sekalipun di tingkat Dewan Keamanan PBB dan beberapa tokoh Fretilin di luar dan dalam negeri masih dipersoalkan, namun intervensi Indonesia atas Timor Timur sedemikian mulus, sampai-sampai persoalan ini seolah dianggap masalah dalam negeri. Simak Malik, Sepuluh Tahun…, p. 15-6. Simak Juga Benedict R.O‟G. Anderson, Hantu Komparasi: Nasionalisme, Asia Tenggara dan Dunia, terjemahan Didin Sholahuddin, (Yogyakarta: Qalam, 2002), p. 236-8.

32 Kasus pemberontakan G30S disinyalir tidak lepas dari intervensi adi-daya baik secara langsung ataupun tidak langsung karena kepentingan Amerika

membendung pengaruh komunis di Asia Tenggara. Simak Ismael “Demokrasi di Indonesia”, p. 205.

Menelusuri Jejak Politik Indonesia Hingga Penghujung Era Orde Baru ISLAM DAN KEGAGALAN DEMOKRASI

BAB VI

asing sangat kuat. Solidaritas dengan negara-negara senasib menjadi harapan kebangkitan menuju kemakmuran, di samping karena adanya kekhawatiran atas ketegangan perang dingin yang tampak menjurus pada perang nuklir. Karena itu, Indonesia tampil menjadi pelopor penyelenggaraan Konferensi Asia-Afrika yang merupakan cikal bakal berdirinya organisasi negara-negara Non-Blok. Meski tidak benar- benar mampu membangun netralitas, namun Non-Blok berperan banyak dalam mendukung kemerdekaan bangsa-bangsa Asia, Afrika dan Amerika Latin yang masih dalam masa perjuangan untuk

merdeka. 33 Berakhirnya

berarti mengakhiri imperialisme, dalam arti perluasan pengaruh negara tertentu atas negara lain. Paling tidak, atmosfir sosial politik internasional tidak dapat diabaikan dalam mempengaruhi dinamika sosial politik serta kemampuan suatu negara dalam mewujudkan kesejahteraan di dalam negeri. Karena itu, instabilitas politik, termasuk kegagalan demokrasi tidak cukup hanya disandarkan pada variabe pergulatan kepentingan dalam negeri, melainkan juga atmosfir internasional yang melingkupinya, atau bahkan intervensi langsung kekuatan lebih

kolonialisme

tidak

besar dari luar. 34