Problem Implementasi Demokrasi di Dunia Islam

D. Problem Implementasi Demokrasi di Dunia Islam

Demokrasi di Eropa berkembang sebagai kebutuhan sejarah dan muncul tidak dalam sekejap, melainkan melalui proses panjang sejalan dengan dinamika kultural, sosial, politik dan intelektual. Itupun tidak selalu berujung dengan buah “manis”, berupa kebebasan dan kesejahteraan. Kondisi yang dicapai Eropa saat ini diperoleh melalui proses sejarah panjang dan berat oleh persaingan kepentingan, ideologi politik, egosentrisme fasis dan ultranasionalis,

represent of cardinal difference between the two. As far as the priciples of rule of law, protection of fundamental rights, independence of judiciary, the right of minorities and choice of policies and rulers in accord with the wishes of the people concerned, Islam ensure them within its own frame work…. But because the basic differences as the source of natural of law, the two systems are distinct and unique. Khurshid Ahmad, “Islam and Democracy: Some Conceptual and Contemporary Dimentions” dalam The Muslim World, Vol. 90, No. 1 &2, Spring 2000, p. 14.

35 M. Imam Aziz, “Islam dan Demokrasi Meretas Problem Metodologis” dalam Bangkit, No. 2, Januari-Februari 1993, p. 56-8. Simak juga Obaidullah Fahad, “Some

Reflection on Islamic Political Theory” dalam Hamdard Islamicus, Vo. XXII, No. 2, p. 7.

Menelusuri Jejak Politik Indonesia Hingga Penghujung Era Orde Baru ISLAM DAN KEGAGALAN DEMOKRASI

BAB II

yang sebagian berujung pada otoritarisme dan bahkan tragedi kemanusiaan, dan berpuncak dengan meletusnya perang dunia. 36

Sejak berakhirnya era kolonial, paradoks yang terjadi antara demokrasi dan Islam sudah disadari sejak awal oleh banyak

intelektual dan pelaku politik dunia Islam. 37 Uni Sovyet dan sekutu- sekutunya di Eropa Timur yang sebenarnya masih bagian dari kultur

Barat, karena perbedaan mainstream sosial, kultural, politik dan iklim ideologi yang dimiliki mengakibatkan penerapan demokrasi di kawasan tersebut jatuh pada komunisme despotik. Karenanya bukan mustahil bila hal yang sama atau bahkan lebih tragis terjadi ketika sistem tersebut diterapkan di kawasan lain dengan kondisi kultural, intelektual, politik dan pengalaman kesejarahan yang berbeda dari Barat.

Sekalipun demokrasi dapat dikonseptualisasikan dari perspektif Islam, tapi penerapan secara konkrit sama halnya dengan menanamkan budaya Barat pada masyarakat dengan budaya yang berbeda. Demokrasi adalah sebuah ideologi, sebuah pandangan dunia

( worldview) setara dengan kapitalisme, sosialisme, komunisme, fasisme dan sebagainya yang tidak seluruhnya memberikan hasil yang sama

ketika diterapkan di luar tempat lahirnya. 38 Berbagai ketimpangan kultural selalu mungkin terjadi, mengingat latar ideologis dan

kultural yang menyelubunginya berbeda.

Perang dunia I dan II juga bisa dihubungkan dengan tahap demokrasi yang tidak sempurna di Jerman dan Jepang. Snyder, Dari Pemungutan Suara…, p. 18-21. 37 Pemikir yang menolak demokrasi di antaranya Syaikh Fadlallah Nuri,

Sayyid Qutb, Syaikh Muhammad Mutawali al-Sha’rawi, Ali Benhadj dari Fron Penyelamat Islam (FIS). Enayat menyatakan bahwa upaya mensintesakan demokrasi dengan Islam selalu berbenturan dengan batu karang berupa kumpulan doktrin keagamaan yang tidak mungkin diubah. Sihbudi, “Demokrasi dalam pandangan …” p. 36-7.

38 Meski sangat menyanjung demokasi, Fukuyama mengakui bahwa dalam kasus di Amerika Latin tahun 1980-an demokratisasi di kawasan tersebut berujung

pada instabilitas dan krisis ekonomi yang parah. Fukuyama, The End of History…, p. 36-7.

34 ISLAM DAN KEGAGALAN DEMOKRASI Menelusuri Jejak Politik Indonesia Hingga Penghujung Era Orde Baru

DEMOKRASI DALAM WACANA POLITIK ISLAM

Kemajuan sains dan teknologi terutma di bidang transportasi dan informasi telah meniupkan arus global yang memungkinkan ide- ide politik dan ekonomi rasionalis (sekulerisme-nasionalisme- demokrasi) menyebar ke seluruh penjuru dunia. Demokrasi yang semula merupakan impian Barat, masuk ke dunia Islam terutama pada periode akhir imperialisme dan kolonialisme Eropa. Penjajahan Eropa atas dunia Islam mengawali tersekatnya dunia Islam ke dalam negara bangsa ( nation state). Eropa menciptakan peta baru dunia Islam yang terpilah menjadi negara-negara bangsa baru. Apalagi sejak kekhilafahan Turki berakahir, kelompok-kelompok bangsa tersebut terlepas dari ikatan spiritual Islam dan berdiri sebagai bangsa mandiri. Sedemikian mandirinya, hingga dalam kurun perkembangan

berikutnya, sebagian saling bermusuhan tanpa ujung penyelesaian. 39 Setelah berdiri sebagai negara berdaulat, sebagian negara di

dunia Islam mengadopsi paham demokrasi, dan sebagian lagi melanjutkan sistem monarkhi. Pada kurun awal kemerdekaanya, negara-negara yang menerapkan sistem demokrasi diwarnai persaingan, gejolak dan pertikaian antar kelompok berkenaan dengan pola pengelolaan negara di masa depan. Bagi negara-negara yang baru merdeka, persoalan ideologi negara menjadi persoalan pertama karena

menyangkut frame penataan sistem kenegaraan secara luas, sehingga masa ini sarat persaingan ideologis. Kelompok terdidik berusaha mengapresiasi ideologi-ideologi yang berkembang di Barat, seperti sosialisme, nasionalisme dan komunisme, sementara yang lain

mengajukan Islam sebagai ideologi alternatif. 40 Tajamnya persaingan ideologis melahirkan sikap saling curiga,

ketidakpercayaan bahkan permusuhan antar kelompok. Kelompok penguasa berupaya keras menekan kelompok yang berseberangan,

Mohammad Noer, “Islam dan Nasionalisme Arab” dalam Jurnal Ilmu Politik, No. 12, 1993, p. 93-4.

40 Pasca kemerdekaan, pergulatan ideologi negara tersebut berlangsung sejak dihasilkannya Piagam Jakarta dan berpuncak pada kebuntuan dewan konstituante

1955. Abdillah, Demokrasi di Persimpangan Makna…, p. 32 - 8.

Menelusuri Jejak Politik Indonesia Hingga Penghujung Era Orde Baru ISLAM DAN KEGAGALAN DEMOKRASI

BAB II

dan kelompok yang berada di luar lingkaran kekuasaan tak henti berupaya mengambilalih kekuasaan dengan segala cara. Ketidakpuasan menyebar ke berbagai penjuru negeri terutama dari pihak-pihak yang kalah atau merasa dikalahkan, yang diungkapkan dalam bentuk pemikiran maupun aksi. Aksi-aksi massa sangat marak dan relatif tidak sulit digalang, karena tingkat rasionalitas masyarakat masih rendah dan tergantung pada kharisma tokoh-tokoh tertentu sebagai pengendali opini ( 41 opinion leader). Di sisi lain, kesulitan

ekonomi membuka harapan-harapan penyelesaian melalui perjuangan ideologi yang semuanya menjanjikan kesejahteraan sosial.

Ketidaksiapan bangsa-bangsa di dunia Islam dalam persaingan ideologi dan kekuasaan tersebut berujung pada munculnya rejim- rejim represi. Banyak penguasa kesulitan menerapkan ideologi politiknya tanpa represi, bahkan untuk sekedar mempertahankan kekuasaan. Praktik demokrasi negara-negara baru di dunia Islam akhirnya melahirkan otoritarime. Para penguasa berusaha keras melanggengkan kekuasaan, tanpa peduli apakah sejalan dengan

prinsip demokrasi atau tidak. 42 Ketidakmatangan dan pluralitas di dunia ketiga menimbulkan hambatan bagi berlangsungnya demokrasi

dengan tipologi klasik seperti Eropa dan Amerika. Terlalu besar taruhan politik, sosial dan integritas nasional yang harus dibayarkan

bagi suatu negara untuk sekedar menjadi negara demokratis. 43 Pada dasarnya penerimaan demokrasi di dunia Islam, khususnya

Indonesia, terjadi tanpa perdebatan. Tidak pernah muncul sikap, pemikiran maupun gerakan yang mempersoalkan demokrasi diterima

Di Indonesia, Soekarno sendiri dikenal sebagai pembela ideologi yang

mengambil posisi anti liberalisme, anti Barat. Soekarno, Di Bawah Bendera

Revolusi, Djilid II, cetakan II, (Djakarta: Panitiya Penerbit di Bawah Bendera Revolusi, 1965), p. 289-91.

42 Charles F. Andrain, Kehidupan Politik dan Perubahan Sosial, terj. Lukman Hakim, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 1992), p. 366.

43 Perpecahan-perpecahan primordial sering mempersulit demokratisasi di dunia ketiga. Ibid., p. 263. Simak juga Setiawan “Demokrasi Konsosiasional…”, p. 61.

36 ISLAM DAN KEGAGALAN DEMOKRASI Menelusuri Jejak Politik Indonesia Hingga Penghujung Era Orde Baru

DEMOKRASI DALAM WACANA POLITIK ISLAM

atau ditolak. 44 Hanya saja, penerimaan demokrasi sebagai dampak dari kolonialisme Barat telah mendekonstruksi struktur sosial politik

dunia Islam. Dunia Islam berada di tengah ambiguitas, di mana pada satu sisi sistem monarkhi sudah tidak upto date lagi, di sisi lain demokrasi masih merupakan impian baru yang kurang memiliki pijakan konseptual maupun referensi kesejarahan memadai. Demokrasi pada dasarnya telah diterima sebagai sebuah aturan

permainan, tapi kesenjangan tata nilai dan kultural di dunia Islam menjadikannya belum dapat diterapkan secara 45 fair dan sportif.

Demokrasi hadir sebagai sebuah penetrasi budaya, di mana dunia Islam tidak memperoleh kesempatan mengkaji lebih jauh kesesuaian demokrasi dengan konteks pandangan hidup mereka, ataupun mencari konsep tatanan alternatif. Umat Islam dipaksa melakukan lompatan paradigma, dengan melepaskan nilai-nilai yang sudah mengakar dengan nilai baru yang lepas dari pengalaman kesejarahannya. Sebagai sebuah konsep yang mengajarkan kejujuran ( fairness), demokrasi tampak hanya mengarahkan kritiknya pada otoritarianisme, feodalisme dan fasisme, hingga suara-suara kritis terhadap demokrasi sendiri kehilangan ruang gerak dan tak terdengar gaungnya. Bila demikian halnya, bukan tidak mungkin demokrasi

Perkembangan kontemporer di Indonesia menunjukkan bahwa pada PEMILU 1999 partai-partai Islam yang senantiasa membawa isu keagamaan Islam tidak memperoleh dukungan suara mayorits. M. Atha Mudzhar, “Islam in Indonesia, The Political Recycling and the Collapse of a Paradigm” dalam Al-J āmi’ah, No. 64, Vol. XII, 1999, p. 12-5.

45 Praktik sosial politik Barat dinyatakan sebagai …largely a product of particular historic evolution in the Western social theory, politics and statecraft.

This institutions not only have historical reasons behind their particular manifestation, they also have a certain philosophical, ethical and ideological geist.

While there is an adoption …… in most cases there is either conscious ignorance, or a conscious rejection, of the underlying geist which is quickly replaced by Islam or

Islamic ideology. Charles Amjad-Ali, “Democracy and Islam” dalam Al-Mushir, Vol. 34, No. 1, 1992, p. 6-7.

Menelusuri Jejak Politik Indonesia Hingga Penghujung Era Orde Baru ISLAM DAN KEGAGALAN DEMOKRASI

BAB II

secara konseptual mengemuka sebagai bentuk otoritarianisme baru, yang dipaksakan dengan berbagai embargo bahkan senjata. 46

Secara eksternal, Barat juga memiliki andil atas ketidaksiapan demokrasi di dunia Islam, di mana kecurigaan terhadap Islam membuat mereka berupaya membantu para penguasa dalam menghalangi kelompok-kelompok Islam untuk meraih kekuasaan. Islam seolah disejajarkan dengan komunisme dan fasisme yang tidak menghargai kebebasan. Sikap Barat terhadap kasus penganuliran kemenangan Ikhwanul Muslimin Mesir, dan FIS di Aljazair serta partai Revah Turki, menunjukkan bahwa Barat sendiri tidak siap dengan demokrasi bilamana memberikan kemenangan bagi kelompok politik Islam. Seolah-olah demokrasi hanya boleh berjalan manakala dimenangkan oleh komunitas sosial politik yang tidak anti atau

bahkan pro-Barat. 47

Arif, Ilusi Demokrasi…, p. 173-4. 47 Abdillah, Demokrasi di Persimpangan Makna…, p. 6-7. Sejak kecolongan

dengan Revolusi Islam Iran, Barat banyak mempropagandakan persepsi negatif tentang Islam. Simak Amjad-Ali “Democracy and Islam” p. 2-3. Simak pula Saiful Muzani, “Benturan Islam-Barat, Suatu Proyek Zaman Pasca-Modern” dalam Jurnal Ulumul Qur’an, No. 5, Vol. IV, 1993, p. 3-5.

38 ISLAM DAN KEGAGALAN DEMOKRASI Menelusuri Jejak Politik Indonesia Hingga Penghujung Era Orde Baru